OLEH:
EVI NURSANTI
1922010022
A (BDP)
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang merupakan komoditi ekspor hasil perikan anter besar Indonesia diatas komoditasi
kan tuna yang menempati urutan kedua. Dilihat dari data volume ekspor udang Indonesia
kemancanegara dari bulan Januari sampai dengan November pada tahun 2008 mencapai 158.000
ton sedangkan volume ekspor ikan tuna hanya mencapai 111.000 ton. Volume ekspor udang ini
meningkat dibandingkan pada tahun 2007 yang hanya mencapai 154.747 ton (DJP2HP 2009).
Sebagai komoditi perdagangan ekspor maka udang senantiasa dituntut memiliki mutu yang
prima. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem jaminan, pengendalian dan pengawasan mutu
hasil perikanan.
Kendala yang sering muncul pada berbagai perusahaan pengolahan udang adalah
kekurangan bahan baku udang, kesalahan label produk, adanya embargo oleh importir karena
teridentifikasinya senyawa antibiotik, masalah sanitasi dan lain sebagainya. Maka untuk
mengantisipasi masalah tersebut perusahaan pengolahan udang diwajibkan melakukan kebijakan
dalam penerapan program manajemen mutu terpadu yang berkonsepsi pada prinsip Hazard
Analysis CriticalControl point (HACCP). HACCP merupakan manejemen khusus untuk bahanm
akan antermasuk hasilperikanan yang didasari pada pendekatan sistematika untuk megantisipasi
kemungkinan terjadi nyabahaya (Hazard) selama proses produksi serta menentukan titik kritis
yang harus dilaksanakan pengawasan secara ketat.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.5 Bagaimana penanganan udang selama transportasi agar kesegaran tetap terjamin ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan utama dari makalah ini adalah semata-mata untuk memenuhi tugas mata
kuliah Penanganan Hasil Perikanan. Akan tetapi tujuan lain dari pembuatan makalah ini :
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana penanganan udang pasca panen yang benar agar
kesegaran tetap terjaga
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik
dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Proses pembekuan udang merupakan salah satu cara
pengawetan makanan karena dengan menurunkan suhu maka pertumbuhan mikroorganisme
dapat terhambat, mencegah reaksi kimia dan aktivitas enzim. Tujuan pembekuan udang adalah
mempertahankan sifat-sifat mutu tinggi pada udang dengan teknik penarikan panas secara efektif
dari udang agar suhu udang turun sampai suhu rendah yang stabil dan mengawetkan udang.
Phylum : Arthropoda
Sub Phylum : Mandibulata
Class : Crustaceae
Sub class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Natantia
Famili : Penaidae
Genus : Penaeus
Species : Penaeussp
Secara morfologi, udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu
dengan dada (cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat ekor di belakangnya.
Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian tubuhnya tertutup kulit khitin yang
tebal dan keras. Bagian kepala beratnya lebih kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan,
daging 24-41% dan kulit 17-23% (Purwaningsih, 1995). Ordo Decapoda umumnya hidup di laut,
beberapa di air tawar dan sedikit didarat. udang yang banyak terdapat di Indonesia yang
memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang windu (Penaeus monodon), udangputih
(Penaeus marguiensis) dan udang dogol (Metapenaeus monoceros). Sedangkan udang air tawar
yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang galah (Macrobranchium rosenbergii),
udang kipas (Panulirus sp) dan udang karang (Lobster).
2.2 Komposisi Kimia Udang
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik
dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih kurang 36-49% dari total
keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 17-23%.
Selain itu daging udang juga mempunyai asam amino esensial yang penting bagi
manusia, dimana asam amino tirosin, triptofan dan sistein lebih tinggi dibandingkan hewan
darat. Hal ini disebabkan tingginya protein pada udang dengan 18 jenis asam amino yang
terkandung didalamnya.
Tabel 2. Komposisi protein dan asam amino esensial pada udang.
Berdasarkan kesegarannya, udang dapat dibedakan menjadi empat kelas mutu, yaitu
(Hadiwiyoto 1993):
a) Udang yang mempunyai mutu prima (prime) atau baik sekali, yaitu udangudang yang
benar-benar masih segar, belum ada perubahan warna, transparan dan tidak ada kotoran
atau noda-nodanya.
b) Udang yang mempunyai mutu baik (fancy). Udang ini mutunya dibawah prima, ditandai
dengan adanya kulit udang yang sudah tampak pecah-pecah atau retak-retak, tubuh udang
lunak tetapi warnanya masih baik dan tidak terdapat kotoran atau noda-nodanya.
c) Udang bermutu sedang (medium, black dan spot). Pecah-pecah pada kulit udang lebih
banyak daripada udang yang bermutu baik. Udang sudah tidak utuh lagi, kakinya patah,
ekornya hilang atau sebagian tubuhnya putus. Daging udang sudah tidak lentur lagi, pada
permukaan tubuhnya sudah tampak banyak noda berwarna hitam atau merah gelap.
d) Udang yang bermutu rendah (jelek dan rusak). Kulit udang banyak yang pecah atau
mengelupas, ruas-ruas tubuh sudah banyak yang putus dan udang sudah tidak utuh lagi.
Kondisi udang pasca panen harus tetap dijaga agar tetap dalam keadaan segar dan baik
mutunya. Menurut Suyanto dan Mujiman (2005), mutu udang ditentukan oleh beberapa kriteria,
yaitu ukurannya, kondisi kulitnya keras, bersih, licin, bersinar, dan badan utuh tak bercacat.
Perlakuan pasca panen yang cepat dan tepat di tingkat petambak sangat diperlukan untuk
menjaga kualitas udang segar yang baru saja dipanen karena udang mudah sekali rusak (busuk).
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasca panen, yaitu:
Untuk transportasi udang hidup jarak jauh (terutama ekspor), penggunaan transportasi
sistem kering dirasakan merupakan cara efektif meskipun resiko mortalitasnya cukup besar.
Dalam transportasi sistem kering udang dikondisikan dalam keadaan metabolisme, respirasi, dan
aktivitas rendah. Dengan kondisi tersebut, udang memiliki kemampuan tinggi untuk bertahan
hidup di luar konsisi habitat hidupnya. Salah satu metode untuk imotilisasi adalah dengan
menggunakan suhu rendah. Cara dan peralatan yang digunakan sederhana sehingga mudah
diterapkan oleh siapa saja.
Bahan yang diperlukan untuk transportasi udang hidup dengan system kering adalah:
Peralatan yang diperlukan dalam transportasi udang hidup system kering adalah peralatan
untuk penampungan dan untuk imotilisasi.
a) Sistem Penampungan
Air yang sudah difiltrasi disirkulasikan kembali ke bak bertingkat. Kecepatan sirkulasi
diatur agar mampu memasok kebutuhan oksigen udang. Aerasi dapat digunakan untuk
mernbantu pasokan oksigen. Pada awal penampungan ada kenderungan terjadi perubahan warna
udang menjadi agak kemerahan yang kemudian akan normal kembali setelah udang ganti kulit.
b) Peralatan imotilisasi
Peralatan ini digunakan untuk mengimotilkan udang sehingga tenang dengan
metabolisme, respirasi, dan aktivitas rendah. Peralatan imotilisasi tersiri dari :
Bak air dingin berinsulasi untuk menampung air laut dingin dan es air laut.
Bak untuk mengimotilkan udang yang dilengkapi sistem aerasi dan sirkulasi air.
Peralatan tersebut disusun dengan bak penampung air laut pada posisi lebih tinggi dari
bak imotilisasi sehingga air laut dingin dapat mengalir ke bak imotilisasi untuk mendinginkan air
dalam bak imotilisasi. Kecepatan penurunan suhu air dalam bak imotilisasi dapat diatur dengan
mengatur jumlah air dingin yang mengalir ke bak imotilisasi dengan mengatur bukaan keran.
Bak imotilisasi dilengkapi dengan sistem aerasi untuk memasok oksigen dan sirkulasi air.
Ada dua metoda imotilisasi dengan suhu rendah, yaitu imotilisasi pada uhu rendah
langsung dan imotilisasi dengan penurunan suhu bertahap.
Dalam metoda ini udang hidup diimotilisasi dengan menurunkan suhu air habitat udang
secara bertahap sampai suhu tertentu dan dipertahankan selama waktu tertentu. Adapun caranya
adalah sebagai berikut.
a. Suhu air diturunkan sampai mencapai 140-150C dengan kecepatan penurunan suhu
50C/jam
b. Suhu dipertahankan stabil selama 10-20 menit atau sampai udang imotil yang dapat
ditandai dengan posisi tubuh udang roboh, gerakan kaki jalan dan kaki renang lemah atau
perlahan.
c. Udang dikemas di dalam media sergaji suhu 140C.
Udang langsung dimasukkan ke dalam air (salinitas diatur sama dengan salinitas air
penampungan) dingin suhu 170-190C dan dipertahankan selama 5-20 menit atau
sampai udang imotil.
Udang imotil diangkat untuk dikemas di dalam media sergaji suhu 140C.
2.6 Pengemasan
Pengemasan untuk transportasi udang hidup dengan sistem kering dilakukan sebagai
berikut.
- Disiapkan kotak stirofom dan ke dalamnya dimasukkan hancuran es (0,5 kg) yang
dibungkus kantong plastik, kemudian ditutup kertas koran untuk mencegah rembesan air
dari es. Di atas koran dimasukkan selapis sergaji (140C) sekitar setebal 10 cm.
- Es ditutup kertas koran untuk mencegah rembesan air es, dan diatas koran dimasukkan
selapis sergaji setebal 15 cm.
- Udang dimasukkan dan disusun satu lapis berseling seling dengan posisi tubuh telungkap.
- Di atas udang dimasukkan selapis sergaji lembab dingin setebal 5-10cm. Demikian
seterusnya, udang dan sergaji lembab dingin disusun lapis demi lapis secara berseling
seling sampai kemasan penuh. Lapisan paling atas diisi sergaji sedikit lebih tebal (10-15
cm).
- Kemasan diitutup rapat dan direkat dengan flasband. Kotak stirofon dapat dimasukkan ke
dalam kotak kardus untuk melindungi stirofom dari kerusakan fisik.
- Kemasan kemudian dapat ditransportasikan untuk ekspor ke luar negeri. Penggunaan
ruangan bersuhu sejuk (suhu ruang sekitar 170-190C) selama transportasi sangat
disarankan untuk menekan perubahan suhu sehingga tingkat ketahanan hidup udang lebih
tinggi dan daya jangkau transportasinya lebih jauh.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
o Udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada
(cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat ekor di belakangnya.
o Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian tubuhnya tertutup
kulit khitin yang tebal dan keras.
o Proses pembekuan udang merupakan salah satu cara pengawetan makanan karena
dengan menurunkan suhu maka pertumbuhan mikroorganisme dapat terhambat,
mencegah reaksi kimia dan aktivitas enzim.
o Komposisi kimia udang terdiri dari 78% kadar air; 3,1% kadar abu; 1,3% lemak;
0,4% karbohidrat; 16,72% protein; 161% kalsium; 292% fosfor; 2,2% besi; 418%
natrium.
o Daging udang mempunyai asam amino esensial yang penting bagi manusia,
dimana asam amino tirosin, triptofan dan sistein lebih tinggi dibandingkan hewan
darat disebabkan tingginya protein pada udang dengan 18 jenis asam amino yang
terkandung didalamnya.
o Pengolahan harus memperhatikan mutu udang sebagai bahan baku yang akan
mempengaruhi produk akhir.
o Berdasarkan kesegarannya, udang dapat dibedakan menjadi empat kelas mutu
yaitu udang dengan mutu prima (prime), udang dengan mutu baik (fancy), udang
dengan mutu sedang (medium, black and spot), dan udang dengan mutu rendah
(jelek dan rusak).
o untuk penanganan ikan mulai dari penyiapan deck dan peralatan yang higienis,
penyortiran atau pemisahan ikan perjenis, pemilahan ikan yang rusak,
pembersihan dan pencucian, perlindungan dari sengatan matahari dan suhu tinggi,
penyimpanan dalam ruang suhu dingin (chilling room) termasuk di dalamnya
pemalkahan, peng-es-an, perendaman dengan air laut yang didinginkan (iced sea
water, refrigerated sea water dan lain sebagainya).
o Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara memperlambat
terjadinya proses penurunan mutu, baik secara autolisis, bakteriologis dan
oksidasi dengan suhu rendah. Walaupun dapat memperlambat pertumbuhan
mikroorganisme serta memperlambat reaksi kimia dan aktivitas enzim,
pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang.
o Proses pembekuan berdasarkan system pindah panas dari alat yang digunakan
atau cara yang dikerjakan, proses pembekuan terdiri atas pembekuan
konvensional, blast freezing, contact plate freezing, pembekuan celup, spray
freezig, kombinasi pembekuan celup dengan blast freezing, dan cryogenic
freezing.
3.2 Saran
Dalam makalah Penanganan Hasil Perikanan Pada Udang Segar agar pembaca khususnya
masyarakat dan nelayan lebih memahami dan menangani udang segar agar kesegarannya tetap
dipertahankan dengan baik serta memperhatikan sanitasi dan kehigienisannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://mirror.unpad.ac.id/orari/pendidikan/materi-kejuruan/pertanian/agro-industri-
pangan/penerimaan_dan_persiapan_bahan_baku_udang.pdf. Diakses pada tanggal 29 november
2013
http://www.pets.dir.groups.yahoo.com. Diakses pada tanggal 29 november 2013.
Prasasti, Desty. 2006. Sistem Penunjang Keputusan Pengendalian Mutu Produksi Udang Beku .
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Setyohadi, Daduk, D. Nugroho, T. J. Lelono, D.G.R. Wiadnya, Dan Martinus. 2000. Biologi Dan
Distribusi Sumberdaya Udang Penaeid Berdasarkan Hasil Tangkapan Di Perairan Selat
Madura. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
Suparlin,Apih. 2008. Penanganan Hasil Tangkap Diatas Kapal. Sekolah Tinggi Perikanan
Jakarta.
Wahyudi. 2003. Penerimaan Dan Persiapan Bahan Baku Udang. Bagian Pengembangan
Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional