Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Letak lintang adalah suatu keadaaan dimana janin melintang (sumbu panjang
janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu) di dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain.
Bila sumbu panjang tersebut membentuk sudut lancip, hasilnya adalah letak lintang
oblik. Letak lintang oblik biasanya hanya terjadi sementara karena kemudian akan
berubah menjadi posisi longitudinal atau letak lintang saat persalinan. Di Inggris
letak lintang oblik dinyatakan sebagai letak lintang yang tidak stabil. Kelainan letak
pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk kelainan dalam persalinan
(distosia) (Wiknjosastro, 2007)
Letak lintang terjadi pada 1 dari 322 kelahiran tunggal (0,3 %) baik diMayo
Clinic maupun di University of Iowa Hospital, USA. Di Parklannd Hospital,
dijumpai letak lintang pada 1 dari 335 janin tunggal yang lahir selamalebih dari 4
tahun. (Cunningham, 2006). Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan angka
kejadian letak lintang, antara lain: RSU dr. Pirngadi Medan 0,6%; RS Hasan
Sadikin Bandung1,9%; RSUP dr. Cipto Mangunkuskumo selama 5 tahun 0,1%;
sedangkan Greenhill menyebut 0,3% dan Holland 0,5-0,6%. Insiden pada wanita
dengan paritas tinggi mempunyai kemungkinanan 10 kali lebih besar dari nullipara
(Wiknjosastro, 2007).
Ditemukannya letak lintang pada pemeriksaan antenatal, sebaiknya diatasi
dengan memberikan health education yang tepat sesuai umur kehamilan dan
berkolaborasi dengan dokter spesialis kandungan untuk mengubah menjadi
presentasi kepala dengan versi luar oleh. Persalinan letak lintang memberikan
prognosis yang jelek baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kematian janin pada letak lintang disamping kemungkinan
terjadinya letak lintang kasep dan ruptur uteri, juga sering akibat adanya tali pusat
menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin,
Berdasarkan uraian di atas maka penulis perlu menguraikan permasalahan dan
penatalaksanaan pada kehamilan dengan janin letak lintang (Wiknjosastro, 2007).

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Ny. S
dengan Letak Lintang
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. S dengan
kehamilan Letak Lintang
2. Mampu mengetahui diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan kehamilan
Letak Lintang
3. Mampu melakukan intervensi keperawatan pada Ny. S dengan kehamilan
Letak Lintang
4. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada Ny. S dengan
kehamilan Letak Lintang
5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. S dengan kehamilan
Letak Lintang
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi penulis
Hasil dari studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan pengetahuan dan
menambah wawasan dalam melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S
dengan kehamilan Letak Lintang
1.3.2 Bagi keperawatan
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan kondisi kehamilan
Letak Lintang
1.3.3 Bagi Puskesmas
Sebagai dorongan untuk menambah kualitas tenaga kesehatan khususnya
tenaga kesehatan dalam menciptakan SDM yang berkualitas.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya
akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada
saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah
pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu
miring panggul dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi besar akan
terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis yang sering disebut dengan distosia
bahu. Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan bisaanya bahu
merupakan bagian terendah janin (Sarwono, 2002).
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada
umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu
berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan
(dorsoanterior), dibelakang (dorsoposterior), di atas (dorsosuperior), di bawah
(dorsoinferior) (Sarwono, 2005).
Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam, yaitu;
1. Menurut letak kepala terbagi atas;
a. LLi I : Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.
b. LLi II : Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.
2. Menurut posisi punggung terbagi atas;
a. Dorso anterior : Apabila posisi punggung janin berada di depan.
b. Dorso posterior : Apabila posisi punggung janin berada di belakang.
c. Dorso superior : Apabila posisi punggung janin berada di atas.
d. Dorso inferior : Apabila posisi punggung janin berada di bawah.

2.2 Etiologi
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen
akibat multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang
terlalu kecil atau sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit,
hidramnion, kehamilan kembar, dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang

3
dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya
tumor di daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya letak lintang
tersebut. Distosia bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke
dalam panggul. Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada
wanita dengan paritas empat atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali
lipat dibanding wanita nullipara (Wiknjosastro, 2011).
2.3 Manifestasi Klinis
1. Dengan inspeksi biasanya abdomen melebar kesamping dan fundus uteri
membentang sedikit diatas umbilikus.
2. Ukuran tinggi fundus uterus lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilan.
3. Pada palpasi :
a. Leopold 1 tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus uteri
b. Leopold 2 balotemen kepala teraba pada salah satu fosa iliaka dan bokong
pada fosa iliaka yang lain.
c. Leopold 3 & 4 memberikan hasil negatif
4. Punggung mudah diketahui dengan palpasi, pada punggung anterior suatu
dataran keras terletak melintang dibagian depan perut ibu. Pada punggung
posterior bagian kecil dapat ditemukan pada tempat yang sama.
5. Bunyi jantung janin terdengar di di sekitar umbilikus
(Wiknjosastro, 2011).

2.4 Patofisiologi
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus
beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi menjauhi
sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau melintang. Dalam
persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan berpindahnya kepala atau
bokong ke salah satu fosa iliaka (Wiknjosastro, 2011).
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)
Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan
kelainan bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau lebih.
2. Pemeriksaan dalam (VT)
Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat :

4
a. Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.
b. Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
c. Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada dengan
klavikula.
d. Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah
(Wiknjosastro, 2011).
2.6 WOC
Refleksi dinding abdomen
yang menggantung

Uterus beralih kedepan

Menimbulkan defleksi sumbu


memanjang bayi menjauhi jalan lahir

Terjadi posisi
melintang/obliq

Ansietas SC Normal

Post SC Panggul sempit, janin


besar

Resiko Resiko VE
Nyeri
infeksi kekurangan
volume cairan
Resiko cidera Resiko cidera
maternal terhadap janin

2.7 Penatalaksanaan
1. Sewaktu Hamil

5
Usahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul
sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan
janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk
mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan untuk menggunakan korset,
dan dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin
(Wiknjosastro, 2011).
2. Sewaktu Partus
Pada permulaan persalinan masih diusahakan mengubah letak lintang janin
menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan
ketuban belum pecah atau utuh, umur kehamilan 36 sampai 38 minggu, bagian
terendah belum masuk atau masih dapat dikeluarkan dari PAP, dan bayi dapat
lahir pervagina. Pada seseorang primigravida bila versi luar tidak berhasil,
sebaiknya segera dilakukan seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan –
pertimbangan sebagai berikut : bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks
dengan baik, sehingga pada seorang primgravida kala I menjadi lama dan
pembukaan serviks sukar menjadi lengkap, tidak ada bagian janin yang menahan
tekanan intra – uteri pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban
sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya
prolapsus funikuli, dan pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan
(Wiknjosastro, 2011).
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada beberapa
faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak
didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu
dan di awasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan
versi ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh
dan melarang wanita tersebut bangun dan meneran. Apabila ketuban pecah
sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera
dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli,
maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap
kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan dengan seksio
sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi untuk beberapa waktu guna

6
mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan lancer atau tidak. Versi
ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila setelah bayi
pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada letak
lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila
janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera,
sedangkan pada janin yang sudah mati dilahirkan per vaginam dengan dekapitasi
atau embriotomi (Wiknjosastro, 2011).

2.8 Komplikasi
Oleh karena bagian terendah tidak menutup PAP, ketuban cenderung pecah dan
dapat disertai menumbungnya tangan janin atau tali pusat. Keduanya merupakan
komplikasi gawat dan memerlukan tindakan segera (Oxorn & William, 2010).
2.9 Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum
Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan pasien apakah
lemah, pucat, atau baik.
b. Pemeriksaan TTV
a) Tekanan darah ; tekanan darah pada wanita hamil tidak boleh mencapai
140/90 mmHg dan tidak boleh kurang dari 90/50 mmHg.
b) Nadi ; nadi normal adalah 60-100 kali/menit
c) Suhu ; suhu normal 36 oC - 37 oC
d) Respiratori ; respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering ditemukan pada
kehamilan 32 minggu ke atas ada keluhan sesak nafas karena usus-usus
tertekan oleh uterus yang membesar kearah diafragma, sehingga
diafragma kurang leluasa bergerak.
c. Berat badan dan tinggi badan
Berat badan pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5 kg setiap
minggu setelah kehamilan trimester I dan berat badan dalam trimester II
tidak boleh lebih dari 1 kg setiap minggunya atau 3 kg per bulan dan
kenaikan berat badan seluruhnya pada wanita hamil normalnya 6,5-16 kg.

7
Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145 cm,
kemungkinan panggul sempit perlu diperhatikan.

2. Pemeriksaan obstetrik
a. Inspeksi
a) Muka ; kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau merah, adanya
oedema.
b) Mamae ; putting menonjol atau tidak, areola menghitam, kolostrum.
c) Abdomen ; membesar ke depan atau ke samping (pada letak lintang
membesar ke samping), striae gravidarum, atau bekas luka.
b. Palpasi
a) Leopod I
Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian apa dari janin
yang terdapat dalam fundus. Sifat kepala ialah keras, bundar dan kurang
melenting. Pada letak lintang fundus uteri kosong.
b) Leopod II
Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian ekstremitas.
Kadang-kadang di samping terdapat kepala atau bokong pada letak
lintang.
c) Leopod III
Menentukan bagian yang terdapat di bawah, apakah bagian bawah janin
sudah masuk PAP atau belum.
d) Leopod IV
Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian bawah dan berapa
masuknya bagian bawah ke dalam PAP.
c. Auskultasi
Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal atau
tidak. Normalnya 120-160 kali/menit. Pemeriksaannya dapat
menggunakan leaneq atau dopler.
B. Diagnosa dan intervensi
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima dan krisis
situasi.

8
Tujuan: Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga
terhadap penyakit meningkat

Kriteria hasil:
a. Klien tenang
b. Klien dapat informasi tentang penyakitnya

Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap penyakit

Rasional: Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas


b. Kaji derajat kecemasan yang dialami klien

Rasional: Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan penilaian


objektif klien tentang penyakit
c. Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan

Rasional: Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan


merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan meningkatkan
kesadaran diri klien
d. Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama

Rasional: Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontribusi


menurunkan kecemasan
e. Terangkan hal-hal seputar Mola Hidatidosa yang perlu diketahui oleh klien
dan keluarga.

Rasional: Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk


meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga
2. Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan letak lintang dan proses
persalinan yang lama.
Tujuan : mampu berpartisipasi dalam intervensi untuk memperbaiki pola
persalinan dan menurunkan faktor risiko yang teridentifikasi.
Kriteria hasil ;
a. DJJ menunjukan dalam batas normal 144x/menit.
b. Variabilitas baik.

9
c. Tidak ada deselerasi lambat.
Intervensi :
a. Kaji DJJ secara manual atau elektronik. Perhatikan variabilitas, perubahan
periodik, dan frekuensi dasar. Bila pada pusat kelahiran alternatif (PKA),
periksa irama jantung janin diantara kontraksi dengan menggunakan
doptone. Jumlahkan selama 10 menit, istirahat selama 5 menit, dan
jumlahkan lagi selama 10 menit. Lanjutkan pola ini sepanjang kontraksi
sampai pertengahan diantaranya dan setelah kontraksi.
b. Perhatikan tekanan uterus selama istirahat dan fase kontraksi melalui
kateter tekanan intrauterus bila tersedia.
c. Identifikasi faktor-faktor maternal seperti dehidrasi, asidosis, ansietas, atau
sindrom vena kava.
d. Observasi terhadap prolaps tali pusat samara atau dapat dilihat bila pecah
ketuban. Untuk deselerasi variabel pada strip pemantauan, khususnya bila
janin pada presentasi bokong.
e. Perhatikan bau dan perubahan warna cairan amnion pada pecah ketuban
lama. Dapatkan kultur bila temuan abnormal.
f. Kolaborasi : Perhatikan frekuensi kontraksi uterus, beri tahu dokter bila
frekuensi 2 menit atau kurang.
g. Kaji malposisi menggunakan maneuver Leopod dan temuan pemeriksaan
internal. Tinjau ulang hasil ultrasonografi.
h. Pantau penurunan kepala janin  pada jalan lahir secara teratur dan teliti
dalam hubungannya dengan kolumna vertebralis iskial.
i. Siapkan untuk metode melahirkan secara caesarea bila malpresentasi janin,
janin gagal turun, kemajuan persalinan berhenti, atau teridentifikasi CPD.
j. Berikan antibiotik pada klien sesuai indikasi.
3. Risiko cedera terhadap maternal berhubungan dengan letak lintang kasep dan
proses persalinan yang lama.
Tujuan : mampu berpartisipasi dalam intervensi untuk memperbaiki pola
persalinan dan menurunkan faktor risiko yang teridentifikasi.
Kriteria hasil :

10
a. Mencapai dilatasi serviks sedikitnya 1,2 cm/am untuk primipara dan 1,5
cm/jam untuk multipara pada fase aktif.
b. Penurunan janin sedikitnya 1 cm/jam untuk primipara dan 2 cm/jam untuk
multipara.
c. Menyelesaikan kelahiran tanpa komplikasi.

Intervensi :
a. Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan, dan durasi.
b. Catat waktu atau jenis obat. Hindari pemberian narkotik atau anastesik
blok epidural sampai serviks dilatasi 4 cm.
c. Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai, serta aktivitas dan istirahat,
sebelum awitan persalinan.
d. Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik.
e. Catat penonjolan, posisi janin, dan presentasi janin.
f. Palpasi abdomen pada klien kurus terhadap adanya cincin retraksi
patologis diantara segmen uterus.
g. Tempatkan klien pada posisi rekumben lateral dan anjurkan tirah baring
atau ambulasi sesuai toleransi.
h. Kaji derajat hidrasi, catat jumlah dan jenis masukan.
i. Sediakan kotak peralatan kedaruratan
j. Kolaborasi : Gunakan rangsangan puting untuk oksitosin endogen, atau
melalui infus oksitosin eksogen atau prostaglandin.
k. Berikan narkotik atau sedatif, seperti; morfin, fenobarbital, atau
sekobarbital untuk tidur sesuai indikasi.
l. Bantu dengan persiapan untuk SC sesuai indikasi untuk malposisi, CPD,
atau cincin Bandl.

11
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Kasus


Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan letak lintang di
wilayah Puskesmas Simpang Tiga tanggal 09 Maret 2020 pada Ny. S, maka pada
bab pembahasan ini penulis akan menjabarkan adanya kesesuaian maupun
kesenjangan yang terdapat pada pasien antara teori dengan kasus. Tahapan
pembahasan sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan yang dimulai dari
pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun intervensi, melakukan
intervensi keperawatan, melakukan implementasi keperawatan dan melakukan
evaluasi keperawatan.
4.1.1 Pengkajian keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian pada Ny.S (G3, P2, A0, H2) pada kehamilan 27-
28 minggu. Pada riwayat kehamilan terdahulu, Ny.S mengatakan sebelumnya
pada kehamilan anak kedua juga pernah mengalami posisi letak lintang dan
harus dilakukan operasi SC saat melahirkan. Salah satu penyebab ibu
mengalami letak lintang adalah multiparitas yaitu Ny.S pada saat ini sedang
hamil anak yang ke tiga. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan
pemeriksaan abdomen tampak melebar kekiri. Pada leopold I tinggi fundus
uteri 20 cm dan teraba kosong. Pada leopold II teraba bagian kanan lunak,
bulat, tidak ada lentingan, bagian kiri keras, bulat dan melenting. Pada
leopold III tidak teraba dan bunyi jantung janin terdengar pada bagian kiri
abdomen ibu dengan DJJ 146 x/menit.
Menurut teori Wiknjosastro (2011), pada kehamilan letak lintang dengan
inspeksi biasanya abdomen melebar kesamping dan ukuran tinggi fundus

12
uterus lebih rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan. Pada saat palpasi
leopold I tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus uterus. Pada leopold
II kepala teraba di salah satu sisi yaitu kanan atau kiri pada abdomen. Pada
leopold III dan IV memberikan hasil negatif. Bagian punggung mudah
diketahui dengan palpasi, pada punggung anterior suatu dataran keras letak
melintang di bagian depat perut ibu. Pada bagian punggung posterior bagian
kecil dapat ditemukan pada tempat yang sama. Bunyi jantung janin terdengar
di sekitar umbilikus.
Menurut teori Wiknjosastro (2011), penyebab utama letak lintang adalah
relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat multiparitas yang tinggi, bayi
prematur, bayi dengan hidrosefalus, bayi yang terlalu kecil atau sudah mati,
plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion, kehamilan
kembar dan lumbal skoliosis. Keadaan-keadaan yang lain yang dapat
menghalangi turunnya kepala kedalam rongga panggul seperti tumor di
daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya letak lintang. Distosia
bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat kedalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan
paritas empat atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat
dibanding wanita nullipara.
Menurut Mochtar (2007), penyebab terjadinya kehamilan letak lintang dari
berbagai faktor yaitu fiksasi kepala tidak ada karena panggul sempit,
hidrosefalus, anesefalus, plasenta previa dan tumor pelvis, janin sudah
bergerak pada hidramnion, multiparitas, anak kecil atau sudah mati, gemeli,
kelainan uterus seperti arkuatus.
Berdasarkan teori dan pengkajian pada ibu hamil dengan letak lintang dapat
disimpulkan penyebab dan manifestasi klinis yang ditemukan sesuai.
4.1.2 Diagnosa keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang dilakukan pada Ny.S, diagnosa yang
muncul adalah ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.
Menurut Green dan Wil (2012) beberapa diagnosa keperawatan yang muncul
pada kehamilan dengan letak lintang diantaranya ansietas berhubungan
dengan kurangnya informasi yang diterima dan krisis situasi, resiko cedera

13
janin berhubungan dengan letak lintang dan proses persalinan lama dan resiko
cedera maternal berhubungan dengan letak lintang kasep dan proses
persalinan yang lama.
Berdasarkan teori, diagnosa keperawatan yang bisa diangkat pada pasien
dengan kehamilan letak lintang berdasarkan kasus pada Ny.S dapat
disimpulkan hasil diagnosa keperawatan yang didapatkan sesuai dengan teori
diantaranya ansietas yang berhubungan dengan ancaman pada status terkini.
Menurut Nanda (2015) ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau
22 respons otonom (sumber sering kali tidak
kekhawatiran yang samar disertai
spesifikbatau tidak diketahui individu), perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingati individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
Menurut analisa penulis, berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada Ny.S
didapatkan klien mengatakan merasa cemas dengan kondisi janin yang berada
pada posisi letak lintang, klien juga mengatakan bahwa merasa cemas apakah
posisi janin di dalam rahimnya masih bisa berubah posisinya, klien juga
mengatakan takut kalau misalnya posisi janin tidak biasa berubah dan harus
di operasi SC lagi. Dari keluhan Ny.S sehingga penulis mengangkat diagnosa
Ansietas.
4.1.3 Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan pada kasus Ny.S didasarkan pada tujuan intervensi
masalah keperawatan yang muncul, yaitu ansietas berhubungan dengan
ancaman status terkini. Menurut Green dan Wil (2012), berdasarkan teori
tindakan yang dilakukan adalah kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan
keluarga terhadap penyakit, kaji derajat kecemasan yang dialami klien, bantu
klien mengidentifikasi penyebab kecemasan, ansietas klien menentukan
tujuan perawatan bersama dan konseling bagi klien yang sangat diperlukan
untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support system keluarga.
Menurut analisa penulis, intervensi yang dapat dilakukan pada Ny.S yaitu
gunakan pendekatan yang menenangkan, mengkaji tingkat kecemasan klien,
mengkaji penyebab kecemasan, berikan edukasi yang sesuai untuk

14
mengurangi kecemasan klien, dorong klien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan dan persepsi, instruksikan klien untuk menggunakan teknik
relaksasi.

4.1.4 Implementasi keperawatan


Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan
23 untuk mencapai tujuan dan hasil yang
dimana tindakan yang diperlukan
diperkirakan dalam asuhan keperawatan dan diselesaikan (Potter & Perry,
2009). Adapun implementasi yang dilakukan adalah sesuai dengan intervensi
yang direncanakan. Menurut analisa penulis, implementasi yang dapat
dilakukan pada Ny.S adalah memberikan edukasi untuk mengurangi
kesemasan kepada Ny.S dengan mengajarkan posisi yang baik untuk
memperbaiki posisi janin yaitu dengan menganjurkan ibu untuk sering
menungging dan mengajarkan posisi menungging yang benar dengan posisi
dada menempel pada lantai dan kepala ibu dialas bantal dan kepala ibu bisa
dimiringkan ke kanan atau ke kiri dilakukan sebanyak 2-3 x/hari atau setelah
selesai sholat masing masing dilakukan selama 10-15 menit sesuai dengan
teori Cunningham (2006) kehamilan letak lintang pada umur kehamilan
kurang dari 28 minggu dianjurkan posisi lutut dada.
4.1.5 Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa ansietas berhubungan
dengan ancaman status terkini yang dilakukan selama 1x30 menit. Hasil
evaluasinya masalah belum teratasi, karena posisi janin yang membuat ibu
menjadi cemas belum berubah.
Berdasarkan teori dan pengkajian pada ibu hamil dengan letak lintang dan
berdasarkan kasus diatas didapatkan evaluasi berdasarkan implementasi yang
dilakukan. Evaluasi yang dilakukan adalah mengajarkan Ny.S untuk
melakukan posisi seperti orang sujud setiap 2-3x setelah selesai sholat dengan
posisi dada menyentuh lantai dan kepala ibu miring ke kanan atau kekiri
dengan kepala dialas bantal.

15
24

16
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari uraian pada bab diatas dapat disimpulkan bahawa terdapat kesamaan antara
teori dan kasus. Pada manifestasi klinis didapatkan hasil dari pemeriksaan leopold I
tinggi fundus uteri 20 cm dan teraba kosong. Pemeriksaan leopolp II teraba bagian
kanan lunak, bulat dan tidak melenting, pada bagian kiri teraba keras, bulat, dan
melenting. Pemeriksaan leopold III tidak teraba. Untuk etiologi antara teori dan
kasus juga sama yaitu salah satu penyebabnya adalah multiparitas. Diagnosa yang
dapat diangkat pada kasus diatas juga sama antara teori dan kasus, yaitu ansietas.
Tetapi pada teori didapatkan tiga diagnosa, namun pada kasus yang ditemukan
hanya satu diagnosa. Pada intervensi yang dapat dilakukan juga sama antara teori
dan kasus, yaitu dengan mengkaji tingkat kecemasan yang dialami pasien, kemudian
memberikan edukasi untuk mengurangi kecemasan ibu. Implementasi yang
dilakukan sesuai dengan intervensi yang terdapat pada kasus yaitu dengan
memberikan edukasi dan mengajarkan ibu bagaimana cara mengubah posisi janin
untuk mengurangi kecemasan ibu yaitu dengan cara melakukan posisi seperti orang
sujud dengan kepala dialas bantal dan ibu bisa memiringkan kepala ke sisi kanan
atau kiri.
5.2 SARAN
1. Bagi ibu hamil.
a. Disarankan agar ibu hamil tetap secara rutin melaksanakan ANC, dimulai sejak
diketahui terlambat haid, dan senantiasa mematuhi setiap anjuran dan nasehat
yang diberikan setiap kali memeriksakan kehamilannya, mengetahui tanda-
tanda bahaya pada saat hamil salah satunya adalah letak lintang
b. Ibu dianjurkan untuk sering melakukan posisi lutut dada/menungging agar bayi
cepat memutar adalah nasehat yang paling tepat.
2. Bagi petugas kesehatan
Skrining awal atau penapisan dan deteksi dini dengan pengontrolan sangat
diperlukan bagi setiap ibu hamil. Diharapkan petugas kesehatan dapat
memberikan pelayanan dan pendidikan kesehatan yang optimal dan berkualitas
pada pasien sehingga pasien mampu memahami tanda bahaya dalam kehamilan.

25
17
DAFTAR PUSTAKA
 
Cunningham, G., Gant, N. F., Leveno, K. J., Gilstrap III, L., Hauth, J. C., &Wenstrom,
K. D. 2006. Obstetri William (21 ed., Vol. 1). Jakarta: EGC
Green, Coralodj dan Wil Kimson, Judith. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan
Maternal dan BBL. Jakarta : EGC
Martohoesodo, S dan Hariadi, R. 1999. Distosia karena Kelainan Letak serta Bentuk
Janin dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo.
Jakarta
Mochtar, D. 1998. Letak Lintang (Transverse Lie) dalam Sinopsis Obstetri : Obstetri
Fisiologi, Obstetri Patologi 2ndeds. EGC. Jakarta.
Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-9. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.2.
 

18
26

Anda mungkin juga menyukai