Anda di halaman 1dari 13

Valensi Vol. 2 No.

3, Nop 2011 (430-442) ISSN : 1978 - 8193

Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar


Limbah Minyak Bumi

Barokah Aliyanta1, La Ode Sumarlin2, Ahmad Saepul Mujab2


1)
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional
Pasar Jum’at Jakarta Selatan
2)
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jalan Ir. H. Juanda No 95 Ciputat Tangerang Selatan
e-mail : barokahaliyanta@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektifitas biokompos, rumput gajah dan kelompok
mikroba yang efektif dalam bioremediasi lahan tercemar minyak bumi yang dilakukan dalam skala
laboratorium, dan bahan tambahan yang digunakan urea sebagai sumber nitrogen. Pada penelitian
ini dilakukan berdasarkan rasio C/N yaitu 15, 10, dan 5. Parameter uji yang dilakukan untuk
mengetahui kondisi optimal yang dicapai pada remediasi terdiri atas pH, kadar air, kadar abu, dan
kemampuan ikat air/water holding capacity (WHC). Hasilnya menunjukan degradasi TPH (Total
Petroleum Hidrokarbon) sebesar 91,15% dengan komposisi medium (100 g berat kering lumpur
minyak bumi, 100 g berat kering biokompos, 9 g urea, rasio C/N = 5) menggunakan perlakuan dari
kombinasi rumput gajah, mikroorganisme, urea dan biokompos selama 35 hari. Faktor lingkungan
yang menghasilkan kondisi optimal ini dicapai pada remediasi diperoleh melalui kondisi awal pH
8,25; kadar air 49,97%; WHC 101,64%; dan kadar abu 63,76% dan kondisi akhir pH 6,25; kadar
air 55,04%; kadar abu 73,39%; dan WHC 124,11%. Penambahan kompos dan urea dapat
meningkatkan efisiensi degradasi TPH dan diperoleh hubungan positif antara jumlah penambahan
kompos dan urea terhadap tingkat degradasi TPH.
Kata kunci : biokompos, bioremediasi, degradasi, WHC, TPH

Abstract

This research was conducted to determine the effectiveness of biocompost and elephant grass of
rehabilitating oil polluted land using landfarming methods, in combination with the addition of
urea as sources of nitrogen. This research was conducted based on the 15, 10, and 5 of C/N ratios,
respectively. Test parameters needed to knowing the optimal condition in remediation were pH,
water content, ash content, and water holding capacity (WHC). Results show the Total Petroleum
Hydrocarbon (TPH) was degraded until 91,15% for 35 days. Under treatment of elephant grass,
urea, biocompost combination within composition medium of (100 g dry mass soil polluted
hydrocarbon, 100 g dry mass biocompost, 9 g fertilizer, and C/N ratio : 5) using combined
treatment of elephant grass, microorganisme, fertilizer, and biocompost after 35 days. The
environmental factor yielding this optimal remediation reached was obtained through initial
condition of pH 8,25; water content 49,97%; WHC 101,64%; ash content 63,76% and final
condition of pH 6,25; water content 55,04%; ash content 73,39%; and WHC 124,11%,
respectively. The addition of compost and urea has increased the efficiency of TPH degradation
and obtained positive relationship between addition amounts of compost and urea to the level of
TPH degradation.
Key words: biocompost, bioremediation, degradation, WHC, TPH

1. PENDAHULUAN lumpur minyak bumi (Oily Sludge). Salah satu


kontaminan minyak bumi yang sulit diurai
Limbah minyak bumi dapat terjadi di adalah senyawaan hidrokarbon. Ketika
semua lini aktivitas perminyakan mulai dari
senyawa tersebut mencemari permukaan tanah,
eksplorasi sampai ke proses pengilangan dan maka zat tersebut dapat menguap, tersapu air
berpotensi menghasilkan limbah berupa
hujan, atau masuk ke dalam tanah kemudian
430
Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar Minyak Bumi Barokah A.., et.al.

terendap sebagai zat beracun. Akibatnya, Salah satu alternatif penanggulangan


ekosistem dan siklus air juga ikut terganggu lingkungan tercemar minyak adalah dengan
(Karwati, 2009). teknik bioremediasi, yaitu suatu teknologi
yang ramah lingkungan, efektif dan ekonomis
Secara alamiah lingkungan memiliki
dengan memanfaatkan aktivitas mikroba
kemampuan untuk mendegradasi senyawa-
seperti bakteri. Melalui teknnologi ini
senyawa pencemar yang masuk ke dalamnya
diharapkan dapat mereduksi minyak buangan
melalui proses biologis dan kimiawi. Namun,
yang ada dan mendapatkan produk samping
sering kali beban pencemaran di lingkungan
dari aktivitas tersebut (Udiharto et al.,1995).
lebih besar dibandingkan dengan kecepatan
Bioremediasi merupakan salah satu teknologi
proses degradasi zat pencemar tersebut secara
inovatif untuk mengolah kontaminan, yaitu
alami. Akibatnya, zat pencemar akan
dengan memanfaatkan mikroba, tanaman,
terakumulasi sehingga dibutuhkan campur
enzim tanaman atau enzim mikroba (Gunalan,
tangan manusia dengan teknologi yang ada
1996).
untuk mengatasi pencemaran tersebut
(Nugroho, 2006). Sebelumnya telah dilakukan penelitian
oleh Tang., et al (2010) tentang bioremediasi
Selain itu, Atlas (1981) dalam Nugroho
pada tanah yang tercemar minyak
(2006) juga menjelaskan bahwa banyak
menggunakan kombinasi tanaman ryegrass dan
senyawa-senyawa organik yang terbentuk di
kelompok mikroba yang efektif dilakukan
alam dapat didegradasi oleh mikroorganisme
dengan “pot experiment”. Hasilnya
bila kondisi lingkungan menunjang proses
menunjukkan degradasi sebesar 58%
degradasi, sehingga pencemaran lingkungan
menggunakan perlakuan dari kombinasi
oleh polutan-polutan organik tersebut dapat
tanaman dan mikroorganisme setelah 162 hari
dengan sendirinya dipulihkan. Namun pada
dengan meningkatkan nilai degradasi total
beberapa lokasi terdapat senyawa organik
hidrokarbon minyak (THM/TPH) sebesar 17%
alami yang resisten terhadap biodegradasi
dibandingkan kontrol.
sehingga senyawa tersebut akan terakumulasi
di dalam tanah. Pada penelitian ini diharapkan hasil
degradasi Total Petroleum Hidrokarbon (TPH)
Penanggulangan pencemaran minyak
lebih besar dari pada penelitian diatas.
dapat dilakukan secara fisik, kimia dan biologi.
Penelitian ini akan dikaji proses bioremediasi
Penanggulangan secara fisik umumnya
limbah lumpur minyak bumi dengan
digunakan pada langkah awal penanganan,
biokompos menggunakan teknik landfarming
terutama apabila minyak belum tersebar ke
pada skala laboratorium. Teknik landfarming
mana-mana. Namun cara fisika memerlukan
adalah teknik bioremediasi ex situ yang
biaya yang sangat tinggi untuk pengangkutan
memanfaatkan tanah sebagai media dan
dan pengadaan energi guna membakar materi
menanami tanaman. Salah satu tanaman yang
yang tercemar. Penanggulangan secara kimia
digunakan adalah rumput gajah. Rumput gajah
dapat dilakukan dengan bahan kimia yang
(Pennisetum purpureum Schumacher) adalah
mempunyai kemampuan mendispersi minyak,
tanaman yang dapat tumbuh di daerah dengan
sehingga minyak tersebut dapat terdispersi.
minimal nutrisi. Rumput gajah membutuhkan
Terutama ketika zat pencemar tersebut dalam
minimal atau tanpa tambahan nutrisi. Tanaman
konsentrasi tinggi. Namun cara ini memiliki
ini mampu beradaptasi terhadap polutan
kelemahan, yaitu mahal pengoprasiannya
dengan konsentrasi tinggi dan dapat juga
karena memakan biaya yang cukup besar dan
memperbaiki kondisi tanah yang rusak akibat
metode kimia memerlukan teknologi dan
erosi. Tanaman ini juga dapat hidup pada tanah
peralatan canggih untuk menarik kembali
kritis dimana tanaman lain relatif tidak dapat
bahan kimia dari lingkungan agar tidak
tumbuh dengan baik (Sanderson dan Paul,
menimbulkan dampak negatif yang lain.
2008 dalam Ambriyanto, 2010).
Mengingat dampak pencemaran minyak bumi
baik dalam konsentrasi rendah maupun tinggi Selama penelitian dilakukan
cukup serius, maka manusia terus berusaha pengamatan pada pengaruh faktor-faktor
mencari teknologi yang paling mudah, murah lingkungan seperti pH, kemampuan ikat air,
dan tidak menimbulkan dampak lanjutan kadar air, kadar abu, TPH (Total Petroleum
(Nugroho, 2006). Hidrokarbon), dan biomassa rumput gajah.
431
Valensi Vol. 2 No. 3, Nop 2011 (430-442) ISSN : 1978 - 8193

Diharapkan penelitian ini adalah untuk untuk poting, lalu dicampurkan dengan lumpur
mengetahui kemampuan biokompos dalam minyak bumi yang sebelumnya sudah
menurunkan kadar TPH (Total Petroleum ditambahkan urea sesuai rasio C/N yang
Hidrokarbon) tanah yang tercemar minyak digunakan, diaduk hingga merata, selanjutnya
bumi, dan Mendapatkan faktor-faktor dimasukan dalam pot. Cara memasukan media
lingkungan yang optimal, yaitu pH, dalam pot seperti gambar berikut :
kemampuan ikat air, kadar air, kadar abu, serta
TPH dengan teknik landfarming. Biokompos

2. METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian


ini adalah vermikompos steril, n-heksan, Lumpur minyak bumi +
Biokompos
rumput gajah, limbah lumpur minyak bumi
yang didapatkan dari pertambangan tradisional
Cepu Jawa Timur. Sedangkan alat-alat yang
digunakan adalah Oven listrik, tanur, cawan
petri, desikator, neraca analitik, pot plastik, pH Gambar 1. Media Uji Pot
indikator, ketas saring, Erlenmeyer dan
peralatan gelas lainnya. Tabel 1. Perlakuan yang dilakukan dalam
penelitian
Cara Kerja
Komposisi
Kode Lumpur
Penelitian yang dilakukan adalah uji minyak
Biokomp Urea Inokulu
C/N
biodegradasi hidrokarbon minyak bumi dengan os (g) (g) m
bumi (g)
media uji pot menggunakan Rancangan Acak A11 200 - - - 15
A12 200 - - - 15
Lengkap dan perlakuan dilakukan berdasarkan A13 200 - - - 15
perbedaan rasio C/N yaitu 15 dengan simbol A14 200 - - - 15
A, 10 dengan simbol B, dan 5 dengan simbol A21 200 - - + 15
C. Perlakuan yang dilakukan ada yang diberi A22 200 - - + 15
A23 200 - - + 15
inokulan dan tanpa inokulan selama 35 hari. A24 200 - - + 15
Kemudian sampel dikode dengan huruf A, B, B11 100 100 2 - 10
dan C. Setiap sampel A, B, dan C dilakukan B12 100 100 2 - 10
B13 100 100 2 - 10
pengulangan empat kali, sampel A tanpa B14 100 100 2 - 10
inokulan dikode dengan A11, A12, A13, dan B21 100 100 2 + 10
14, dengan inokulan dikode dengan A21, A22, B22 100 100 2 + 10
B23 100 100 2 + 10
A23, dan A24. Pada sampel B tanpa inokulan B24 100 100 2 + 10
dikode dengan B11, B12, B13, dan B14, untuk C11 100 100 9 - 5
dengan inokulan dikode dengan B21, B22, C12 100 100 9 - 5
B23, dan B24. Sedangkan untuk sampel C C13 100 100 9 - 5
C14 100 100 9 - 5
tanpa inokulan dikode dengan C11, C12, C13, C21 100 100 9 + 5
dan C14, dan sampel dengan inokulan dikode C22 100 100 9 + 5
dengan C21, C22, C23, dan C24. Semua C23 100 100 9 + 5
C24 100 100 9 + 5
sampel dianalisis pada awal dan akhir Keterangan : - (tanpa inokulan, tanpa urea, dan tanpa kompos)
perlakuan. Sebelum sampel dimasukkan ke dan + (ditambah inokulan)
dalam media pot, dianalisis terlebih dahulu Catatan : walaupun tanpa inokulan, perlakuan tersebut
mengandung bakteri pendegradasi minyak bumi yang dapat
secara duplo. terinduksi pertumbuhannya dengan mengoptimasikan kondisi
lingkungannya, dalam hal ini medium bagi pertumbuhan.
Pembuatan Media Dalam Pot
Pengukuran kadar pH
Sebanyak 100 g berat kering kompos
tambah inokulan sebesar 5 g yang dinamakan 5 g sampel A, B, dan C ditimbang,
biokompos. Kemudian disisihkan sebagian kemudian ditambah aquades 25 ml dengan
432
Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar Minyak Bumi Barokah A.., et.al.

perbandingan 1:5. Dikocok dengan mesin diketahui bobotnya. Kemudian di uapkan


kocok selama 30 menit, didiamkan selama 10 dalam oven pada suhu 70 0C, Minyak yang
menit, lalu diukur dengan kertas lakmus diperoleh lalu ditimbang untuk mengetahui
(SEAMEO BIOTROP, 2011). jumlah minyak yang terkandung dalam contoh
sampel setelah ekstraktannya habis menguap
Kadar air (Ijah & Upke 1992 dalam Ijah et al. 2008).
Tingkat degradasi diukur dengan rumus
Cawan dioven selama 1 jam, lalu sebagai berikut:
dikeringanginkan dalam desikator selama 30
menit. Diambil 5 gram masing-masing sampel ,-  ,-./
% $%&'()(*+ " 100%
A, B, dan C, dimasukkan ke dalam cawan lalu ,-
ditimbang, kemudian dikeringkan di dalam
oven dengan suhu 65-105°C selama 24-72 TPH0 = TPH hari ke-0 (g)
jam. Setelah sampel kering dengan berat yang TPHn = TPH hari ke-35(g)
tetap, kemudian ditimbang. Kadar air dihitung
berdasarkan persamaan (Natural Resources 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Conservation Service, 2000):
% Kadar Air = berat smpl basah – berat smpl kering x 100% pH
berat sampel basah
Hasil penelitian menunjukan bahwa
Kadar abu
pada keadaan awal pH masih berkisaran 7,25-
8,25 (Gambar 2). Hal ini sesuai dengan pH
Sampel dan kompos A, B, dan C yang
optimum karena menurut Nghia (2007) pH
sudah diketahui kadar airnya, lalu diabukan
optimum untuk biodegradasi berada kisaran
dalam tanur pada suhu 650°C selama 12 jam.
antara 6 dan 8. Namun setelah diberi
Dihitung kadar abu dari media kering
perlakuan, pH mengalami perubahan
berdasarkan persamaan (Zyomuya, 2005):
penurunan nilai pH yang menunjukan bahwa


 mikroorganisme beraktivitas. Kebanyakan
% Kadar abu  100% bakteri tumbuh pada pH netral atau sedikit

  
alkali. pH berpengaruh pada fungsi seluler
mikroorganisme, transport membran, dan
Kemampuan ikat air/ Water Holding keseimbangan reaksi (Cookson, 1990 dalam
Capacity (WHC) Sugoro, 2002).

Sampel basah yang sudah diketahui 9


terlebih dulu kadar airnya dianggap sebagai 8
7.25 7.5 7.25 7.5 7.5
8.25 8.25

7
berat awal (W0) dan kemudian ditempatkan 7 6.5 6.5 6.5
6.25
6
dalam beker. Kemudian sampel direndam 5
pH

dengan aquades selama 1-2 hari dan disaring 4


awal
3
menggunakan kertas whatman, sampel jenuh 2 akhir
dianggap sebagai berat jenuh (Ws), kadar air 1
sebagai MC, jumlah air yang tertahan oleh 0
Gambar 2. Hasil analisa pH
A1 A2 B1 B2 C1 C2
sampel dihitung sebagai WHC menurut
persamaan (Ahn et al., 2009): Perlakuan

    ! "  #

1  ! "  # Gambar 2. Hasil Analisa pH

Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) Berdasarkan hasil analisis, pada umumnya


semua perlakuan mengalami penurunan nilai
10 g sampel ditambah 50 ml n-heksana pH. Penurunan nilai pH tersebut diduga
dalam Erlenmeyer 250 ml. Kemudian dishaker disebabkan oleh aktivitas konsorsium bakteri
sampai terlihat minyaknya keluar dari sampel, yang membentuk metabolit-metabolit asam.
lalu ditransfer kedalam beaker glas yang sudah Biodegradasi alkana yang terdapat dalam
433
Valensi Vol. 2 No. 3, Nop 2011 (430-442) ISSN : 1978 - 8193

minyak bumi akan membentuk alkohol dan menurunkan nilai pH medium (Rosenberg, E.,
selanjutnya menjadi asam lemak. Asam lemak Legmann,R., Kushmaro, A., Taube, R., dan
hasil degradasi alkana akan dioksidasi lebih Ron, E.Z. 1992 dalam Nugroho, 2006).
lanjut membentuk asam asetat dan asam
propionat (Gambar 3), sehingga dapat
O H+ H+
O O OH
O2 + 2H+
R CH2 CH2 CH3 -H2O R CH2 CH2 CH3 R CH2 C CH3

O OH
+
O2 + 2H+ -2H
R CH2 C CH3 R CH2 CH CH3

-H2O metilketon alkohol sekunder


2-keton
O
+H2O
R CH2 O C CH3 R CH2 OH + R COOH Siklus Krebs
asetilester alkohol promer asam asetat
-2H+

-H2O
R CHO R COOH
aldehid -2H+

Siklus Krebs

Gambar 3. Oksidasi n-alkana melalui jalur sub terminal (Atlas and Bartha, 1992 dalam Nugroho, 2009).

Selain oksidasi terminal, mikroba juga diantara keenam perlakuan awal tidak
dapat mengoksidasi hidrokarbon alifatik memberikan beda nyata (P ≥ 0,05), namun
melalui oksidasi subterminal (Gambar 3). Pada pada akhir perlakuan dari keenam perlakuan
jalur ini molekul oksigen dimasukan ke dalam menunjukan berbeda nyata (P ≤ 0,05). Dengan
rantai karbon membentuk alkohol sekunder demikian, maka pemberian biokompos pada
yamg selanjutnya dioksidasi menjadi keton dan proses degradasi memberikan pengaruh
akhirnya ester. Kemudian ikatan ester dipecah signifikan terhadap nilai pH keenam
membentuk alkohol primer dan asam lemak. perlakuan.
Selanjutnya alkohol dioksidasi melalui aldehid
Pada sampel A1, pH mengalami
membentuk asam lemak dan kedua fragmen
kenaikan yaitu pH awal sebesar 7,25 dan pH
asam lemak akan dimetabolisme lebih lanjut
akhir 7,5. Karena beberapa bakteri memiliki
melalui β-oksidasi (Atlas and Bartha, 1992
kemampuan untuk melakukan upaya
dalam Nugroho, 2009).
homeostatis terhadap keasaman lingkungan
Hasil tersebut dipertegas dengan uji sebatas masih dalam toleransi adaptasinya.
anova yang menunjukan bahwa rata-rata pH Caranya dengan melakukan pertukaran kation
434
Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar Minyak Bumi Barokah A.., et.al.

K+ dari dalam sel dan menukarnya dengan H+ dan status kadar air dalam tanah. Mikroba
yang banyak terdapat di lingkungannya. yang sudah ada dalam kompos dapat
Akibatnya keasaman lingkungan dapat memanfaatkan minyak sebagai sumber energi,
dikurangi (Chator dan Somerville, 1978 dalam sehingga molekul-molekul minyak yang
Nugroho, 2006). Hasil penelitian ini sama melekat pada pori-pori tanah terlepas dan terisi
dengan yang dilakukan oleh Tang et al (2010) dengan air. Sedangkan perbedaan kadar air
bahwa secara umum, perlakuan dengan antara sampel B1 dan C1 dengan B2 dan C2
mikroorganisme dan tanaman dapat yaitu sampel B2 dan C2 menggunakan kompos
menurunkan pH tanah. + inokulan, sehingga kadar air dari sampel B2
dan C2 lebih besar daripada sampel B1 dan
Kadar Air
C1. Hal ini disebabkan adanya inokulan yang
Berdasarkan penelitian yang ditambahkan dari hasil isolasi terpilih.
dilakukan, didapatkan hasil analisa kadar air Penambahan hasil isolate terpilih ini
sebagai berikut: menyebabkan mikroba lebih cepat
mendegradasi minyak, karena adaptasi yang
60.00 baik. Akibatnya pertumbuhan rumput gajah
51.86 53.12 53.25 55.04
50.00 48.82 49.84 49.97
46.14
pun mengalami kenaikan yang diperlihatkan
Kadar Air (%)

40.00
29.05
30.18
dengan makin panjangnya daun
30.00 28.29
27.45

20.00 awal Sampel A1 dan A2 merupakan


10.00 akhir kontrol, namun A2 memiliki perbedaan kadar
0.00 air yang lebih besar dari A1 yaitu A2 sebesar
A1 A2 B1 B2 C1 C2 30,18% dan A1 sebesar 29,05%. Hal ini
Perlakuan
disebabkan sampel A2 ditambah inokulan
sedangkan sampel A1 tidak. Inokulan tersebut
dapat mendegradasi minyak lebih cepat, dan
Gambar 4. Hasil analisa kadar air molekul airpun dapat terjerap dalam pori-pori
tanah.
Kandungan air sangat penting untuk
aktivitas metabolik dari mikoba pada limbah Kemampuan Ikat Air/Water Holding
minyak bumi karena mikroba akan hidup aktif Capacity (WHC).
di interfase antara minyak dan air (Udiharto,
1996). Kelembaban berkisar antara 50-80% Kemampuan ikat air didefinisikan
kapasitas penyangga air merupakan sebagai kemampuan suatu bahan untuk
kelembaban ideal untuk berlangsungnya menyerap dan menahan air. Hasil analisis
aktivitas mikroba (Santosa, 1999). WHC sampel dapat dilihat dari gambar
berikut.
Melihat data hasil analisis kadar air,
sampel A1, A2, B1, B2, C1, C2 mengalami 140.00
118.35 124.11
kenaikan. Sampel yang mengalami 120.00 109.04 115.00
97.05 100.90 101.64
100.00
kenaikanpun berbeda antara sampel yang 88.44
WHC (%)

80.00
hanya ditambah inokulan saja, biokompos 60.00 41.47 43.90
40.32 38.85
awal
(kompos + inokulan) dan sampel dengan 40.00
20.00 akhir
kompos tanpa inokulan. Begitu juga perbedaan 0.00
pada komposisi urea yang ditambahkan. Hasil A1 A2 B1 B2 C1 C2
uji anova menunjukan bahwa pemberian
Perlakuan
biokompos memberikan pengaruh terhadap %
kadar air.
Gambar 5. Hasil analisa water holding capacity
Pada sampel B1 dan C1 mengalami (WHC)
kenaikan kadar air karena sampel tersebut
ditambahkan kompos pada perlakuannya. Berdasarkan gambar 5 nilai WHC
Penambahan bahan organik (kompos) dapat akhir secara berurutan pada sampel A1, A2,
meningkatan porositas tanah. Kondisi ini juga B1, B2, C1, dan C2 adalah 41,47%, 43,90%,
akan berpengaruh pada tingkat aerasi tanah 109,04%, 115%, 118,35%, dan 124,11%.
Perbedaan nilai WHC tersebut sangat
435
Valensi Vol. 2 No. 3, Nop 2011 (430-442) ISSN : 1978 - 8193

dipengaruhi oleh penambahan biokompos dan inokulan mikroba pendegradasi minyak bumi.
urea. Keberadaan mikroba ini dapat mendegradasi
minyak dalam tanah, karena minyak tersebut
Secara umum pemberian biokompos
dapat difungsikan sebagai sumber energi
memberikan pengaruh yang signifikan
mikroba. Bahan utama minyak bumi adalah
terhadap % WHC. Hal ini karena biokompos
hidrokarbon alifatik dan aromatik, yaitu
mengandung mikroorganisme pendegradasi
senyawa-senyawa organik di mana setiap
minyak bumi. Pada sampel A1 mengalami
molekulnya hanya mempunyai unsur karbon
kenaikan lebih kecil dibandingkan dengan A2.
dan hidrogen saja.
Hal ini disebabkan sampel A1 merupakan
Biodegradasi hidrokarbon alifatik
kontrol yang hanya ditanami dengan rumput
biasanya terjadi pada kondisi aerob. Tahap
gajah dan tanpa inokulan. Rumput gajah dan
awal degradasi hidrokarbon secara aerob
mikroba indigen tidak mampu mendegradasi
adalah memasukkan molekul oksigen ke dalam
senyawa organik secara cepat yang terdapat
hidrokarbon oleh enzim oksigenase (Nugroho,
dalam tanah. Minyak bumi menyelimuti tanah
2009). Menurut R.M. Atlas, and R. Bartha
dan masuk ke dalam pori-pori tanah sehingga
(1992) dalam Nugroho (2009) Jalur degradasi
air tidak dapat terjerap oleh tanah karena air
alkana yang paling umum adalah oksidasi
bersifat polar sedangkan minyak bersifat
rantai terminal (Gambar 4.5). Alkana
nonpolar. Adanya perbedaan sifat ini
dioksidasi menjadi alkohol dan selanjutnya
menyebabkan air tidak akan terjerap oleh tanah
menjadi asam lemak (Cookson, 1995 dalam
yang sudah dipenuhi dengan minyak.
Nugroho, 2009).
Sampel A2 mengalami kenaikan nilai
WHC, karena pada sampel A2 ditambah

H 3C CH2 CH3
n
+
O 2, 2 H

H 3C CH2 n C H 2O H

a
O

H 3C CH2 CHO H 3C CH2 CH2 O C CH2 CH3


n n n

H 3C CH2 COOH
n

H 2C O C CH2 COOH
n

- h i d r o k s i la s i

HOOC CH2 COOH - o k s id a s i


n

Gambar 6. Oksidasi n-alkana melalui Jalur Terminal: a. Monooksigenase; b. Alkoholdehidrogenase; c.


Aldehid dehidrogenase (Cookson, 1995 dalam Nugroho, 2009).

Sampel B1, B2, C1, dan C2 menahan air sebesar 40-60%. Hal ini karena
mengalami kenaikan nilai WHC, ini karena struktur vermikompos yang memiliki ruang-
sampel tersebut menggunakan kompos dan ruang yang mampu menyerap dan menyimpan
biokompos sebagai bahan organik. Pengaruh air, sehingga mampu mempertahankan
bahan organik terhadap sifat fisika tanah yang kelembaban.
lain adalah terhadap peningkatan porositas Terdapat perbedaan hasil kenaikan
tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang nilai WHC antara sampel B1, C1 dan B2, C2
menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi yaitu karena sampel B1, C1 tanpa inokulan,
bahan padat tanah yang terisi oleh udara dan sedangkan sampel B2, C2 menggunakan
air (Stevenson, 1982). Menurut Mashur, 2001, inokulan dan perbedaan komposisi urea,
vermikompos mempunyai kemampuan sehingga antara mikroba inokulan dengan
436
Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar Minyak Bumi Barokah A.., et.al.

mikroba yang sudah ada divermikompos dan mikrobanya, dengan cara memanfaatkan
sinergis, dan banyaknya unsur N dalam tanah, polutan yang terkandung dalam media.
akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk Mineral tersebut terdapat dalam bentuk garam
metabolismenya, sehingga untuk mendegradasi organik, garam anorganik, atau sebagai bentuk
polutan minyakpun lebih cepat. senyawa kompleks yang bersifat organis
Kenaikan nilai WHC pada perlakuan (Muljohardjo, 1988).
menandakan terjadinya kemampuan dalam Tanaman melepaskan eskudat di
mengikat uap air. Hal ini sekaligus rizosfer kemungkinan untuk kebutuhan sebagai
menunjukkan bahwa ikatan antara sumber karbon untuk mikroba (Bowen and
vermikompos dan limbah lumpur minyak bumi Rovira, 1991 dalam Nwoko, 2010). Eskudat
dalam sampel mulai digantikan oleh air. yang dikeluarkan berupa gula, pati, dan asam-
Pergantian ini mengindikasikan terjadinya asam organik yang dapat dimanfaatkan oleh
degradasi limbah lumpur menjadi senyawa- mikroba sebagai sumber karbon. Akibatnya,
senyawa lain. Disamping itu menunjukkan mikroba rizosfer dapat meningkatkan
pula bahwa dalam proses fermentasi mikroba kesehatan tanaman dengan menstimulasi
terjadi degradasi limbah lumpur minyak bumi. pertumbuhan akar melalui produksi pengatur
pertumbuhan tanaman, meningkatkan
Kadar Abu penyerapan mineral dan air (Nwoko, 2010).
Tanaman merangsang seluruh proses dengan
Abu adalah zat anorganik sisa hasil terlebih dahulu, melepaskan senyawa karbon
pembakaran suatu bahan organik, kadar abu untuk memfasilitasi populasi mikroba yang
suatu bahan tergantung bahan dan cara lebih tinggi disekitar daerah akar. Kedua,
pengabuannya (Sudarmadji et al., 1996). Data tanaman melepaskan senyawa yang dari akar
gambar 4.6, menunjukan terjadi perubahan khusus yang dapat menyebabkan gen mikroba
kadar abu yang nyata antara keadaan sebelum yang terlibat dalam degradasi atau bertindak
dan setelah fermentasi degradatif dari limbah sebagai co-metabolit untuk memfasilitasi
lumpur minyak bumi. Hasil statistik anova degradasi mikroba (Olson et al., 2003. Leigh et
menunjukan bahwa kadar abu di antara al., 2002 dalam Nwoko, 2010).
keenam perlakuan berbeda nyata (P ≤ 0,05), ini
menunjukan bahwa pemberian biokompos Persen Degradasi Total Petroleum
memberikan pengaruh yang signifikan berupa Hidrokarbon (TPH) dan Biomassa Rumput
peningkatan kadar abu di akhir perlakuan. Gajah.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, didapatkan hasil seperti yang Berdasarkan hasil analisa, maka
ditunjukkan dalam gambar berikut ini: didapatkan hasil seperti yang ditunjukan dalam
tabel berikut ini:
100.00 89.22 86.36
84.32 84.73
74.31
Tabel 2. Hasil analisa total petroleum hidrokarbon.
80.00 70.48
Kadar Abu (%)

73.89 73.39
65.16 67.63
63.57 63.76
60.00
Total Petroleum
40.00 Hidrokarbon
awal Samp % Degradasi
No
20.00
akhir el (TPH) TPH
0.00 H-0 H-35
A1 A2 B1 B2 C1 C2 0.055
1 0.0694 20.48
A1 2
Perlakuan
0.044
2 A2 0.0618 27.55
8
0.007
Gambar 7. Hasil analisa kadar abu 3 B1 0.0199 64.38
1
0.003
Secara keseluruhan keenam perlakuan 4 B2 0.0205 82.44
6
(A1, A2, B1, B2, C1, dan C2) mengalami 0.014
kenaikan kadar abu. Hal tersebut disebabkan 5 C1 0.0277 47.03
7
bahan yang terkandung dalam perlakuan 0.002
6 C2 0.0294 91.15
terjadi proses mineralisasi. Proses mineralisasi 6
ini diakibatkan oleh metabolisme dari tanaman
437
Valensi Vol. 2 No. 3, Nop 2011 (430-442) ISSN : 1978 - 8193

proses metabolisme mikroorganisme, sehingga


Tabel 3. Biomassa Rumput Gajah proses degradasi lebih cepat.
Urea merupakan sumber nitrogen
Perlakuan Bobot daun (g) yang murah dan mudah tersedia bagi mikroba.
A1 2,12 ± 0,481 Nitrogen merupakan suatu keharusan bagi
A2 1.93 ± 0,997 biosintesis asam amino dan basa purin serta
B1 36,43 ± 2,448 pirimidin, yang merupakan unit pembangun
B2 12,82 ± 13,346* protein dan asam nukleat bernitrogen
C1 39,02 ± 55,177* (Lehninger,1994). Urea yang dimasukkan ke
C2 2,16 ± 1,250
dalam tanah akan mengalami proses
amonifikasi sebagai berikut:
Keterangan : (*) rumput gajah ada yang mengalami
kematian. urease
CO(NH2)2 + H2O 2 NH3 + CO2
Metode yang dilakukan pada analisa
ini didasarkan pada perbedaan bobot kering Dalam keadaan asam dan netral
kontrol dan sampel yang diekstrak dengan n- amonia berada sebagai ion amonium. Ion
heksan. Selisih perbedaan bobot kering amonium dapat diasimilasi tanaman dan
tersebut disimpulkan sebagai total senyawa mikroba, selanjutnya diubah menjadi asam
hidrokarbon yang terdapat dalam sampel. amino atau senyawa N lain. Di dalam sel,
Berdasarkan hasil analisa TPH diatas, ammonia direaksikan oleh glutamat atau
penurunan TPH terbesar terjadi pada sampel glutamin sintase atau mengalami proses
C2 (100 g berat kering lumpur minyak bumi, aminasi langsung dengan asam-ketokarboksilat
100 g berat kering biokompos + inokulan, 9 g sehingga berubah menjadi asam amino
urea, rasio C/N = 5) dengan nilai penurunan (Sumarsih, 2003). Selanjutnya asam amino
91.15% diikuti oleh sampel B2 (100 g berat membentuk ikatan-ikatan peptida dengan asam
kering lumpur minyak bumi, 100 g berat amino yang lain membentuk protein. Protein
kering biokompos + inokulan, 2 g urea, rasio ini dibutuhkan untuk perkembangbiakan
C/N = 10) dengan 82.44% kemudian sampel mikroba, dengan banyaknya urea yang
B1 (100 g berat kering lumpur minyak bumi, ditambahkan proses perkembangbiakan
100 g berat kering biokompos, 2 g urea, rasio semakin cepat, dan proses degradasipun lebih
C/N = 10), C1 (100 g berat kering lumpur cepat.
minyak bumi, 100 g berat kering biokompos, 9 Secara statistik Anova pemberian
g urea, rasio C/N = 5), A2 (200 g berat kering biokompos dan rumput gajah memberikan
+ inokulan, rasio C/N = 15), dan A1 (200 g pengaruh signifikan % degradasi minyak bumi.
berat kering, rasio C/N = 15) yang masing- Hal ini karena kedua aktivitas mikroba dan
masing nilai penurunannya 64.38%, 47.03%, pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi oleh
27.55%, dan 20.48%. Dari data tersebut penambahan pupuk, penambahan pupuk
terdapat perbedaan persen degradasi TPH pada merupakan faktor penting dalam
setiap parameter. Pada sampel C2 (dengan mempengaruhi efisiensi proses bioremediasi.
inokulan) lebih besar dibandingkan dengan Tabel 4.1 menunjukkan tingkat degradasi TPH
sampel C1 (tanpa inokulan), disebabkan dengan tingkat penambahan urea yang
adanya inokulan degradasi TPH lebih cepat. berbeda. Hubungan positif antara tingkat
Karena mikroba diinokulan lebih terbiasa pada degradasi TPH dan tingkat penambahan pupuk
media minyak bumi. Begitu pula pada sampel urea menunjukkan efektif dalam meningkatkan
B2 (dengan inokulan) lebih besar dari pada B1 proses rhizoremediasi TPH. Di sisi lain
(tanpa inokulan) dan sampel A2 (dengan menunjukan perubahan berat biomassa dengan
inokulan) lebih besar dari pada A1 (tanpa penambahan urea dengan jumlah yang berbeda
inokulan). Adapun hasil degradasi sampel dan penambahan inokulan. Berdasarkan
yang berbeda pada sampel C2 dengan B2 aplikasi urea 2 g, biomassa rumput gajah
disebabkan perbedaan perlakuan pada meningkat dengan penambahan urea yaitu
komposisi urea, yang mana C2 komposisi 36,43 ± 2,448 g seperti terlihat pada perlakuan
ureanya lebih besar dari pada B2. Komposisi B1(tanpa inokulan). Dengan aplikasi yang
urea yang lebih besar dapat mempercepat sama dan penambahan inokulan, biomassa
rumput gajah menurun dengan penambahan
438
Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar Minyak Bumi Barokah A.., et.al.

urea yaitu 12,82 ± 13,346 g pada perlakuan perkecambahan. Menurut Salisbury and Ross
B2. Namun, berat biomassa yang rendah (1992); Colton and Einhellig (1980) dalam
ditemukan dengan tingkat aplikasi urea yang Tambaru, E dan Santosa (1999) Konsentrasi
lebih tinggi 9 g, dengan nilai biomassa sebesar senyawa fenol dalam air yang tinggi dapat
2,16 ± 1,250 g yaitu perlakuan C2 (dengan menaikan potensial osmotik, sehingga dapat
inokulan). Sedangkan dengan perlakuan yang menghambat difusi air dan O2 ke dalam
sama perlakuan C1 (tanpa inokulan) kecambah. Jika air yang dibutuhkan tidak
mengalami peningkatan nilai biomassa sebesar terpenuhi, maka hal ini dapat menghambat
39,02 ± 55,177 g. sintesis hormon IAA, GA, dan sitokini,
Sedangkan perbedaan nilai biomassa sehingga perkecambahan dan pertumbuhan
pada perlakuan yang ditambahkan inokulan kecambah terhambat (Santosa, 1990; Rice,
dan tanpa inokulan. Pada perlakuan B2 dan C2 1984 dalam Tambaru, E dan Santosa, 1999 ).
yang ditambahkan inokulan mengalami Berkurangnya difusi air ke dalam biji juga
penurunan nilai biomassa sebesar 12,82 ± mempengaruhi transport O2, sehingga
13,346 g dan 2,16 ± 1,250 g. Pada perlakuan menghambat proses respirasi dan ATP yang
B1 dan C1 mengalami kenaikan nilai biomassa dihasilkan terbatas. ATP sangat dibutuhkan
sebesar 36,43 ± 2,448 g dan 39,02 ± 55,177 g. untuk perkecambahan dan pertumbuhan
Hal ini disebabkan karena pada perlakuan yang kecambah (Salisbury dan Ross, 1992 dalam
ditambahkan inokulan, terjadi kompetisi antara Tambaru, E dan Santosa, 1999).
inokulan dengan rumput gajah dalam Menurut Salt et al (1998), Beberapa
mengambil unsur-unsur hara yang terdapat bahan kimia dimineralisasi oleh tanaman
pada media untuk kebutuhan metabolisme. dengan bantuan air dan CO2. Tanaman
Sehingga pertumbuhan rumput gajah menjadi mengeluarkan sekret melalui eksudat akar
terhambat dan bahkan mengalami kematian. sebesar 10 – 20% dari hasil fotosintesis
Sedangkan perlakuan tanpa inokulan dengan melalui eksudat akar. Hal ini dapat membantu
adanya pemberian kompos dan urea saja sudah proses pertumbuhan dan metabolisme mikroba
cukup untuk kebutuhan metabolisme maupun fungi yang hidup disekitar rizosfer.
mikroorganisme dan rumput gajah, sehingga Beberapa senyawa organik yang dikeluarkan
pertumbuhan biomassanya tidak terganggu. melalui eksudat akar (misalnya fenolik, asam
Penambahan inokulan degradasi organik, alkohol, protein ) dapat menjadi
minyak lebih cepat, tapi hasil degradasi sumber karbon dan nitrogen sebagai sumber
diantaranya senyawa fenol yang merupakan zat pertumbuhan mikroba yang dapat membantu
toksik untuk pertumbuhan tanaman. Karena proses degradasi senyawa organik. Sekret
senyawa fenol memiliki beberapa sifat berupa senyawa organik dapat membantu
diantaranya mudah larut dalam air, senyawa pertumbuhan dan meningkatkan aktivitas
fenol yang terlarut berpengaruh terhadap mikroba rizosfer. Adapun reaksi pembentukan
proses perakaran, tergantung pada senyawa fenolik dari hasil degradasi adalah
konsentrasinya. Proses penyerapan senyawa sebagai berikut (Gambar 8 ).
fenol terhadap akar sama halnya terjadi pada

439
OH O-Glukosida
an
us un ik
Peny enzimat O-Glukuronida
H non -
R O-Sulfat
O
Fenol
H O-Silosida
H
R 2O
aren oksida Ep H
hid oksid
sig 450 r ol a
asi as e OH
O2
en
no m P

OH
mo okro
ur

ok

R H
jam

Sit

trans-Dihidrodiol

H2O2 Ligninase
PAH Kuinon PAH Pemecahan cincin
COOH
ur
D

J al t o
io

COOH
ks

Or
B O2

ig
ak

H +
en

NADH + H R
te

as

NAD+
ri

OH OH Cis, Cis-asam mukonat


OH Dehidrogenase OH
R H R
Katekol J al CHO
cis-Dihidrodiol M e ur COOH
ta

OH
R
2-Hidroksimukonat
semialdehid

Gambar 8 Reaksi degradasi senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH) (Cerniglia, 1992)

Terdapat tiga cara transport yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon
hidrokarbon ke dalam sel bakteri secara umum dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan
yaitu (Wulandari et al., 2010): adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh
1. Interasksi sel dengan hidrokarbon yang bakteri ke dalam medium.
terlarut dalam fase air, umumnya rata-rata Menurut Mc Cutcheon dan Schnoor
kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika (2003); Nwoko et al (2007) dalan Nwoko
sangat rendah sehingga tidak dapat (2010) tanaman dapat meningkatkan
mendukung. biodegradasi polutan organik oleh mikroba
2. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan dalam rizosfer tanaman (fitostimulasi atau
permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih rizodegradasi). Tanaman juga dapat
besar daripada sel mikroba. Pada kasus menurunkan polutan organik secara langsung
yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi melalui kegiatan enzimatik mereka sendiri
karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel yang
mikroba melekat pada permukaan tetesan disebut fitodegradasi (Nwoko et al., 2007
hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dalam Nwoko 2010). Menurut Terry et al
dan pengambilan substrat dilakukan dengan (1995) dalam Nwoko (2010) juga bahwa
difusi atau transport aktif. Perlekatan ini beberapa polutan juga dapat tertinggal
terjadi karena adanya biosurfaktan pada ditanaman dalam bentuk yang mudah menguap
membrane sel bakteri. (fitostabilisasi).
3. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon Remediasi mikroba dapat
yang telah teremulsi atau tersolubilisasi meningkatkan nilai degradasi TPH lebih
oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba efektif dengan peningkatan sebesar 91,15%
berinteraksi dengan partikel hidrokarbon pada perlakuan C2 dibandingkan dengan
440
Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan Tercemar Minyak Bumi Barokah A.., et.al.

blanko (A1 dan A2 masing-masing sebesar 2. Perlu pengujian lanjutan secara kuantitatif
20,48%, dan 27,55 %). Tabel 4 menunjukan terhadap pengaruh penambahan
fitoremediasi biomassa yang dihasilkan biokompos, urea, inokulan pada rasio C/N
berturut-turut pada sampel A1, A2, B1, B2, yang sama.
C1, dan C2 adalah 2,12 ± 0,481 g; 1.93 ± DAFTAR PUSTAKA
0,997 g; 36,43 ± 2,448 g; 12,82 ± 13,346 g;
1. Ahn. H.K. T.j.Sauer. T.L. Richard. and
39,02 ± 55,177 g; dan 2,16 ± 1,250 g. T.D.Glanville. 2009. Determination of Thermal
Faktor lain yang mempengaruhi proses Properties of Composting Bulking Materials.
rizoremediasi mencakup inokulasi, Bioresourece Technology 100 (2009): 3974-
penambahan nutrisi, kadar organik tanah, 3981.
kedalaman tanah dan kadar garam dan 2. Ambriyanto. K.S, 2010. Isolasi Dan
sebagainya (Mishra et al., 2001;. Margesin et Karakterisasi Bakteri Aerob Pendegradasi
al., 2003;. Lin and Mendelssohn, 1998; Selulosa Dari Serasah Daun Rumput Gajah
Hutchinson et al., 2001; Keller et al., 2008 (pennisetum purpureum schaum). Skripsi. ITS.
dalam Tang, et al., 2010). Surabaya.
3. Cerniglia, C.E. 1992. Biodegradation of
Polycycluc Aromatic Hydrocarbons, In:
1. KESIMPULAN DAN SARAN Biodegradation journal, vol 3. Kluwer
Academic Pub. Netherlands. p 351-368.
Kesimpulan 4. Gunalan. 1996. Penerapan Bioremediasi pada
Pengelohan Limbah dan Pemulihan
Berdasarkan hasil penelitian multi fungsi
LingkunganTercemar Hidrokarbon Petroleum.
biokompos dalam rehabilitasi lahan tercemar Majalah Sriwijaya. UNSRI. Vol 32, No 1.
limbah lumpur minyak bumi dapat 5. Karwati. 2009. Degradasi Hidrokarbon Pada
disimpulkan sebagai berikut: Tanah Tercemari Minyak Bumi Dengan Isolat
1. Penambahan kompos dan urea dapat A10 Dan D8. Skripsi. IPB. Bogor.
meningkatkan efisiensi degradasi TPH dan 6. Lehninger, A.L. 1994. Dasar-dasar Biokimia,
diperoleh hubungan positif antara jumlah alih bahasa oleh Maggy Thenawidjaja.
penambahan kompos dan urea terhadap Erlangga. Jakarta.
tingkat degradasi TPH. 7. Mashur. 2001. Vermikompos (kompos cacing
2. Komposisi medium terbaik dalam tanah) Pupuk Organik Berkualitas dan Ramah
Lingkungan. Instalasi Penelitian dan Pengkajian
mendegradasi TPH adalah perlakuan C2 Teknologi Pertanian (IPPTP) Mataram Badan
(100 g berat kering lumpur minyak bumi, Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
100 g berat kering biokompos, 9 g urea, Mataram.
rasio C/N = 5) dengan tingkat degradasi 8. Muljohardjo. 1988. Teknologi Pengawetan
91,15%,. Pangan. U.I. Press. Jakarta.
3. Faktor lingkungan yang menghasilkan 9. Natural Resources Conservation Service
kondisi optimal ini dicapai pada remediasi (NRCS), 2000, Chapter 2 Composting, National
diperoleh melalui kondisi awal pH 8,25; Enginereing Handbook, Part 637 Environmental
kadar air 49,97%; WHC 101,64%; dan Engineering, Natural Resources Conservation
kadar abu 63,76% dan kondisi akhir pH Service – United States Department of
Agriculture, Pages 29-35
6,25; kadar air 55,04%; kadar abu 73,39%; 10. Nghia. N. K. 2007. Degradation of Aged
dan WHC 124,11%. Creosote and Diesel Contaminated Soils by
Phytoremediation or Biostimulation (nutrients).
Saran MASTER THESIS in Soil Science, 20 credits.
Sveriges lantbruksuniversitet.
Pada penelitian ini masih diperlukan 11. Nugroho, A. 2009. Produksi Gas Hasil
penelitian lanjutan, yaitu: Biodegradasi Minyak Bumi: Kajian Awal
1. Perlu adanya justifikasi fenol hasil Aplikasinya dalam Microbial Enhanced Oil
degradasi TPH yang telah hilang sebelum Recovery (MEOR). Makara, Sains. Vol 13.
proses fitoremediasi. Sehingga ketika No.2. 111-116.
12. Nugroho, A. 2006. Biodegradasi ‘Sludge’
aplikasi fitoremediasi dengan tanaman Minyak Bumi Dalam Skala Mikrokosmos.
tidak mudah mengalami kematian dan Makara Teknologi. 10 (2): 82-89.
proses degradasi polutan minyak lebih 13. Nwoko. Chris O. 2010. Trends in
optimal. phytoremediation of toxic elemental and

441
Valensi Vol. 2 No. 3, Nop 2011 (430-442) ISSN : 1978 - 8193

organic pollutants. African Journal of


Biotechnology. Vol. 9 (37), pp. 6010-6016.

14. Salt, D.E., R.D. Smith and I. Raskin. 1998.


Annual Review Plant Physiology and Plant
Molecular Biology : Phytoremediation. Annual
Reviews. USA. 501–662.
15. Santosa.D.A. 1999. Bahan kuliah Bioteknologi
Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.
Institute Pertanian Bogor.
16. SEAMEO BIOTROP. 2011. Services
Laboratory Pengukuran pH Tanah. Diakses
dari http:www.biotrop.org.
17. Stevenson, F.T. 1982. Humus Chemistry. John
Wiley and Sons, Newyork
18. Sudarmadji, S, Bambang, H dan Suhardi. 1996.
Analisa Bahan Makan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
19. Sugoro, I. 2002. Bioremediasi ‘Sludge’ Limbah
Minyak Bumi Lahan Tercemar Dengan Teknik
‘Land Farming’ Dalam Skala Laboratorium.
Tesis Megister. ITB: Bandung.
20. Sumarsih, S. 2003. Diktat Kuliah. Mikrobiologi
Dasar. UPN. Yogyakarta.
21. Tambaru. E. S. 1999. Pengaruh Hasil
Dekomposisi Seresah Mahoni (Swietenia
macrophylla King) Terhadap Perkecambahan
Biji, Infeksi Mikoriza Vesikular-Arbuskular dan
Pertumbuhan Bibit Akasia ( Acacia Mangium
Willd). Tesis. UGM. Jogjakarta.
22. Tang. J, R. Wang, X. Niu, M. Wang, and Q.
Zhou. 2010. Characterization on the
rhizoremediation of petroleum contaminated
soil as affected by different influencing factors.
Biogeosciences Discuss., 7, 4665–4688.
23. Tang, J. Xiaowei, N. Qing, S. Rugang Wang.
2010. Bioremediation of Petroleum Polluted
Soil by Combination of Ryegrass with Effective
Microorganisms. Journal of Environmental
Technology and Engineering, 3(2):80-86.
24. Udiharto, M., S. A. Rahayu, A. Haris dan
Zulkifliani. 1995. Peran bakteri dalam degradasi
minyak dan pemanfaatannya dalam
penanggulangan minyak bumi
buangan.Proceedings Diskusi Ilmiah VIII
PPTMGB.Lemigas, Jakarta.
25. Wulandari, A. Arif, W. Khusnul. Nevy, Y.P.
Rena, T.H. Sofiyah, K.B. Sri, L.D. 2010. Tugas
Terstruktur Bkateriologi. Bioremediasi Minyak
Bumi Oleh Bakteri pseudomonas sp.
Kementrian Pendidikan Nasional. Univ. Jendral
Sudirman. Purwokerto.
26. Zyomuya, F., F.J. Larney, C.K. Nichol, A.F.
Olson, J.J. Miller, and P.R. Demare. 2005.
Chemical and Physical Changes Following Co-
Composting of Beef Cattle Feedlot Manure with
Phosphogypsum. J. Environ. Qual. 34:2317-
2318.

442

Anda mungkin juga menyukai