Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN SOLIDA


SUPOSITORIA DAN OVULA

Disusun oleh:
Kelompok 4 Shift B
Lutfhi Afdhalul Ihsan 10060316200
Eni Susilawati 10060316201
Gheavanya Azhari Tamim 10060316202
Risa Apriani Hilyah 10060316203
Miranda Dwi Putri 10060316204
Diah Rohaeni 10060316208

Assisten: Atika Zulfa K., S.Farm


Tanggal praktikum : Selasa, 9 April 2019
Tanggal pengumpulan: Selasa, 16 April 2019

LABORATORIUM FARMASI UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1441H/ 2019M
I. Nama dan Kekuatan Sediaan
I.1. Supositoria
Nama sediaan: Bicolax
Kekuatan sediaan: Bisakodil 10 mg
I.2. Ovula
Nama sediaan: Aladone
Kekuatan sediaan: Povidone 10%
II. Prinsip Percobaan
Pembuatan sediaan supositoria/ovula berdasarkan penggunaan bahan dasar
yang dapat meleleh pada suhu 37-40°C sehingga zat aktif dapat melarut
dan tersebar merata. Metode yang digunakan adalah metode penuangan.
Basis diletakkan terlebih dahulu kemudian dicampurkan dengan zat aktif
dan dituang dalam cetakan supositoria kemudian dibiarkan memadat.
III. Tujuan Percobaan
3.1 Dapat memahami langkah-langkah pembuatan supositoria/ovula
3.2 Dapat membuat sediaan supositoria dan ovula yang stabil pada saat
penyimpanan
3.3 Dapat melakukan evaluasi sediaan supositoria dan ovula
IV. Data Preformulasi Zat Aktif
IV.1. Bisakodil (Ditjen POM, 2014 hal 236; Sweetman, 2009 hal 1710)

Pemerian : Serbuk hablur; putih sampai hampir putih; terutama


terdiri dari partikel denga diameter terpanjang lebih
kecil dari 50 µm.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam kloroform
dan dalam benzene; agak sukar larut dalam etanol
dan dalam metanol; sukar larut dalam eter.
Stabilitas : Suppositoria dan tablet salut enteric harus disimpan
pada suhu < 30°C penyimpanan.
Interaksi Obat : Efektifitas bisakodil berkurang bapabila diberikan
bersama dengan antasida, simetidin, ranitidine,
famotidin.
Jarak lebur : antara 131°C dan 135°C
Indikasi : Laksativum
Dosis : Dosis lazim: 5 mg- 10 mg
Dosis maks: 30 mg
Farmakologi : Bisakodil merupakan laksatif stimulant. Absorpsi
bisakodil minimal setelah pemberian oral/rectal.
Obat dimetabolisme dihati dan diekskresi melalui
urin dan atau didistribusikan kedalam ASI. Setelah
pemberian dosis terapi oral menurun difenilmetan.
Pengosongan kolon dalam waktu 6-8 jam.
Pemberian rectal menyebabkan pengosongan kolon
dalam 15 menit – 1 jam.
Efek Samping : Pada dosis oral terapetik, laktasif stimulant dapat
memberikana beberapa rasa tidak nyaman pada
perut, mual, kram ringan, lemah. Pmeberian
suppositoria bisakodil rectal dapat mnyebabkan
iritasi dan rasa terbakar pada mukosa rectum serta
praktitis ringan.
Inkompatibilitas : Antasida atau susu dapat melarutkan lapisan enteric
oral tablet bisakodil menyebabkan pelepasan obat
di lambung dan intisari lambung.
Kontra Indikasi : Pasien dengan sakit perut akut, mual, muntah dan
gejala lain apendisitis atau sakit perut yang
takterdiagnosa. Pasien dengan obstruksi usus.

IV.2. Povidone (Rowe, 2009 hal 581; Sweetman, 2009 hal 2146)
Pemerian : Serbuk amorf, coklat kekuningan, sedikit berbau
khas.
Kelarutan : Larut dalam air dan dalam etanol; praktis tidak
larut dalam kloroform, dalam karbon tetraklorida,
dalam eter, dalam heksana dan dalam aseton.
Stabilitas : Paparan sinar matahari pada suhu 110 - 130°C,
higroskopis sehingga membutuhkan pengawet,
disimpan dalam wadah kedap udara di tempat yang
sejuk dan kering.
Interaksi Obat : Dapat berinteraksi dengan litium, jika digunakan
konsultasikan ke dokter.
Titik lebur : 300°C
Indikasi : Untuk pencegahan atau pengobatan infeksi topical
yang terikat dengan operasi, luka bakar, luka
ringan, dan iritasi vagina minor.
Dosis : 10%; 7.5%; 5%; 1%; 100mg/ml dan 80 mg/ml
Farmakologi : Bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 µg/ml dan
bersifat bakterisida dengan kadar 940 µg/ml
mikobakteria tuberkolosa bersifat resisten terhadap
bahan ini. Povidone memiliki toksisitas rendah.
Pada jaringan, tetapi detergen dalam larutan
pembersihnya akan lebih meningkatkan
toksisitasnya.
Efek Samping : Sensitivitas jarang, dapat mengganggu tes fungsi
tiroid.
Kontraindikasi : Hindarkan penggunaan secara teratur pada pasien
dengan kelainan tiroid/ pada mereka yang
menerima terapi litium.
V. Data Preformulasi Zat Tambahan
V.1. Oleum Cacao (Ditjen POM, 1979 hal 453; Rowe, 2009 hal 725)

Pemerian : lemak padat, putih kekuningan, aromatik, rasa khas


lemak, agak rapuh
Kelarutan : sukar larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam
kloroform P, dalam eter P, dan dalam eter minyak
tanah P.
Stabilitas : pemanasan oleum cacao lebih dari 36°C selama
persiapan supositoria dapat mengakibatkan
penurunan titik pemadatan karena pembentukan
kristal, hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam
pengobatan supositoria.
Titik lebur : 31-34°C
Penyimpanan : harus disimpan pada temperatur tidak lebih dari
25°C
Inkompatibilitas : Aminofilin dengan gliserido membentuk diamida
etilen diamine juga kandungannya dapat berkurang.

V.2. Gliserin (Ditjen POM, 1979: 413; Rowe, 2009: 59)

Pemerian : Warna putih, rasa tawar seperti lendir, hampir tidak


berbau, berbentuk bulat.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol
95%, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam
eter dan dalam minyak lemak dan dalam minyak
menguap.
Stabilitas : Higroskopis dengan adanya udara dari luar (mudah
teroksidasi), mudah terdekomposisi dengan adanya
pemanasan, mengkristal dalam suhu rendah, kristal
tidak akan mencair sampai dengan suhu 20°C akan
timbul ledakan jika dicampur dengan bahan
teroksidasi.
Titik lebur : 18°C
Inkompatibilitas : Seperti kromium tiroksid, kalium borat atau kalium
permanganate, berubah warna menjadi hitam
dengan adanya cahaya atau setelah kontak dengan
ZnO dan bisulfat.

V.3. Gelatin (Rowe, 2009: 278)

Pemerian : Lembaran keeping atau potongan atau serbuk kasar


sampai halus, kuning lemah atau coklat terang,
warna bervariasi tergantung ukuran partikel,
larutannya berbau seperti kaldu
Kelarutan : Tidak larut dalam air dingin, larut dalam air panas
gliserin dalam asam asetat GN dan air, tidak larut
dalam etanol dalam kloroform, minyak lemak dan
minyak menguap.
Stabilitas : Gelatin kering stabil di udara
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan di tempat kering
Inkompatibilitas : Gelatin merupakan bahan atmosfer dan akan
bereaksi dengan kedua asam dan basa.

V.4. Aquadest (Dirjen POM, 1979)


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Kelarutan : Larut dalam kebanyakan pelarut polar
pH : 5-7
Kegunaan : Pelarut.
Inkompatibilitas : Dapat bereaksi dengan obat-obatan dan eksipien
lain yang rentan terhadap hidrolisis.

VI. Preformulasi Wadah Kemasan


Wadah primer: wadah primer yang digunakan adalah alumunium foil
karena sediaan supositoria/ovula sangat mudah meleleh sehingga
alumunium foil dipilih karena dapat melindungi dari cahaya. Selain itu,
alumunium foil bersifat kedap dan antilengket yang baik. Alumunium foil
juga dapat dibentuk sesuai dengan keinginan dan mudah untuk dilipat,
tidak terpengaruh oleh sinar, tahan terhadap temperatur tinggi sampai
diatas 290°C, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, higenis (Suyitno,
1990).
Wadah sekunder: wadah sekunder yang digunakan adalah box yang
terbuat dari kertas karton agar sediaan lebih terlindungi lagi dari pengaruh
cahaya, serta untuk melindungi rusaknya alumunium foil akibat gesekan-
gesekan (Suyitno, 1990).
VII. Analisis Pertimbangan Formula
7.1 Supositoria
7.1.1 Bisakodil
Bisakodil merupakan zat aktif yang memiliki efek laksativum yaitu
melancarkan susah buang air besar sehingga pengeluaran feses menjadi
lebih mudah. Bisakodil dibuat dalam bentuk sediaan supositoria karena
bentuk sediaan ini akan membantu memberikan efek terapi yang lebih
cepat dari pada dalam bentuk oral. Sediaan dalam bentuk oral, kerja obat
harus melalui absorpsi terlebih dahulu, sedangkan sediaan suppositoria
tidak melalui absorpsi sehingga efek terapi yang diberikan akan lebih cepat
(Anief, 1993).
7.1.2 Oleum Cacao
Oleum cacao merupakan basis yang berfungsi sebagai pembawa sekaligus
melepaskan zat aktif pada sediaan supositoria. Dipilih basis oleum cacao
karena dapat meleleh pada suhu tubuh tetapi dapat bertahan/tetap padat
pada suhu penyimpanan (suhu kamar) (Ansel, 1989).
7.2 Ovula
7.2.1 Povidone
Povidone merupakan zat aktif yang memiliki efek antiseptic local. Dibuat
dalam bentuk ovula karena target kerjanya adalah area vagina, maka efek
obat yang diberikan akan lebih cepat karena telah melalui proses absorpsi
di saluran cerna serta obat dapat bekerja lebih akurat (Anief, 1993).
7.2.2 Gliserin dan Gelatin
Basis yang dipilih adalah basis yang larut atau bercampur dengan air (basis
gliserin tergliserinasi). Basis ini dipilih karena bersifat sangat lunak
sehingga sediaan ini cocok untuk dimasukkan ke dalam vagina. Basis ini
melarut dan bercampur dengan cairan tubuh lebih lambat dibanding oleum
cacao (Ansel, 1989).
7.2.3 Aquadest
Karena basis yang digunakan adalah basis gelatin tergliserinasi dimana
basis ini mudah menyerap air karena gliserin yang bersifat higroskopis,
sehingga pada saat akan dipakai, ovula harus dibasahi terlebih dahulu oleh
air (Ansel, 1989).
VIII. Formula
Suppositoria Ovula

Bisakodil 10 mg Povidone 10%

Oleum cacao 100% Gliserin 70%

mf supo No. XII @ 4 g Gelatin 14%

Aquadest ad 100%

IX. Perhitungan Dan Penimbangan


X. Perhitungan Dan Penimbangan Bilangan Pengganti
XI. Prosedur Pembuatan
XII. Evaluasi dan Data Pengamatan
XIII. Pembahasan
XIV. Kesimpulan
XV. Informasi Obat Standar
XVI. Sediaan Akhir
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., (1993), Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Ansel, C Howard, (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmas Edisi keempat, UI
Press, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, (1979), Farmakope
Indonesia
Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, (2014), Farmakope
Indonesia
Edisi V. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Rowe, C Raymond, et. Al, (2009), Hand Book Of Pharmaceutical Excipients 6th ,
The Pharmaceutical Press, London.
Sweetman, S. C., (2009), Martindale The Complete Drug Reference 36 th Edition,
Pharmaceutical Press, New York.
Suyitno, (1990), Bahan-Bahan Pengemas, Pusat antar Universitas Pangan dan
Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai