Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA PASIEN PERILAKU KEKERASAN

ALIFIYAH
NIM.P1337420219252

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA PASIEN PERILAKU KEKERASAN

SRI ALIYATI
NIM. P1337420219153

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ilmu keperawatan memiliki peran penting dalam pelayanan kesehatan,
mempunyai tanggung jawab yang cukup besar untuk memberikan laporan pelayanan
perawatan pada klien gangguan jiwa. Perawat adalah petugas kesehatan yang memiliki
waktu lama dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada klien gangguan
jiwa, baik langsung maupun tidak langsung dan secara menyeluruh yang menyangkut
Bio, Psiko, Sosial, Spiritual dan cultural. Asuhan keperawatan jiwa akan maksimal jika
perawat menggunakan metode penyelesaian masalah yaitu pendekatan proses
keperawatan untuk mencegah, mempertahankan, meningkatkan dan merehabilitasi
respon adaptif klien gangguan jiwa.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah mendapatkan pengalaman tentang penerapan Asuhan Keperawatan
klien dengan gangguan jiwa, mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan
asuhan keperawatan jiwa menggunakan pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan kusus
Setelah melaksanakan praktek keperawatan jiwa peserta didik mampu:
a. Mahasiswa dapat melaksanakan pengkajian asuhan keperawatan jiwa.
b. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengkajian asuhan keperawatan jiwa.
c. Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan asuhan keperawatan
jiwa
d. Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan keperawatan jiwa.
e. Mahasiswa dapat mengevaluasi asuhan keperawatan jiwa yang telah
dilaksanakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan salah satu yang diekspresikan dengan melakukan
ancaman, menciderai orang lain ataupun merusak lingkungan (Keliat dkk, 2016).
Kemarahan adalah suatu perasaan atau emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap
kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2018).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan
frustasi dan benci atau marah, hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap
orang sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke
lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif (Yosep, 2019). Perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik, baik bagi dirinya sendiri, orang lain maupun lingkungan disertai dengan amuk dan
gaduh gelisah yang tidak terkontrol. Jadi dari semua pernyataan yang ada dapat
disimpulkan bahwa perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan kekerasan secara fisik yang dapat membahayakan dirinya sendiri,
orang lain bahkan lingkungan disekitarnya, hal ini dikarenakan munculnya perasaan
jengkel, kesal dan marah.
B. Rentang Respon
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang
merupakan respon maladaptif yaitu agresif kekerasan..

Respon Respon Mal


Adaptif Adaptif

Aserti Frustas Pasi Agresi Amuk/


f i f f kekerasan

( Sumber: Stuart dan Sundeen, 2016 )

Perilaku yang ditampakan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi yaitu:
1. Asertif
Mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain.
2. Frustasi
Merasa gagal mencapai tujuan yang disebabkan tujuan yang tidak realistis.
1) Pasif
Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
dialaminya.
2) Agresif
Tindakan dekstruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol
(memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai).
3) Amuk
Tindakan dekstruktif dan permusuhan yang kuat dan tidak terkontrol
(menyentuh orang lain secara menakutkan dan memberi kata-kata ancaman,
melukai dari tingkat yang ringan sampai dengan kuat).
C. Etiologi
1. Faktor Presdisposisi
Faktor presdisposisi adalah faktor yang mendasari atau yang mempermudah
terjadinya sebuah perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap nilai-nilai
kepercayaan maupun keyakinan. berbagai pengalaman yang dialami tiap orang
merupakan faktor presdisposisi artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi
perilaku kekerasan (Riyadi & Purwito, 2019).
a. Faktor Biologis
1) “Instictual drive theory” (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2) “Psychosomatic theory” (teori psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan. dalam hal ini sistem limbik
berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa
marah.
b. Faktor Psikologis
1) “Frustation Aggression theory” (teori agresif-frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi
frustasi. frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atau terhambat, keadaan tersebut dapat mendorong individu
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
berperilaku kekerasan.
2) “Behavioral theory” (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung.
3) “Existential theory” (teori eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan
tersebut tidak dapat dicapai melalui berperilaku konstruktif, maka
individu akan memenuhinya melalui berperilaku dekstruktif.
c. Faktor Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
d. Faktor Sosial Budaya
Norma atau nilai budaya yang mendukung mengungkapakan rasa marah
secara verbal yang asertif sehingga membantu individu mengungkapakan
kemarahanya dengan cara yang baik.
2. Faktor Presipitasi
Faktor Presipitasi (pencetus) dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
berinteraksi dengan orang lain.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
a. Klien
Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif,
dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi
Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik.
c. Lingkungan
Panas, padat, bising.
D. Psikopatologi
Stress, cemas, harga diri rendah dan bersalah dapat menimbulkan marah. Respon
terhadap marah dapat diekspresikan secara eksternal maupun internal, secara eksternal
ekspresi marah dapat berupa perilaku yang ekstruktif maupun destruktif.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan kata- kata yang
dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain, sehingga rasa marah
tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Selain akan memberikan rasa lega,
keteganganpun akan turun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi.
Rasa marah yang diekspresikan secara dekstruktif misalnya dengan perilaku agresif
dan menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan dan
dapat menimbulkan amuk yang ditujukan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Ancaman atau kebutuhan

Stess

Cemas

Merasa kuat Marah Merasa tidak kuat


Mengungkapkan secara verbal
Menantang Melarikan diri
Berkepanjangan Menjaga kebutuhan orang lain
Mengingkari marah
Ketegangan menurun
Marah tidak terungkap
Rasa marah teratasi
Marah pada diri sendiri Marah pada orang
Muncul rasa bermusuhan lain/lingkungan

Rasa bermusuhan menahun

Sumber: Beck Rowlin dan William (2017).


E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada perilaku kekerasan atau agresifitas dapt
dilihat dari tingkah laku klien yaitu:
1. Menyatakan perilaku kekerasan
2. Mengatakan perasaan jengkel atau kesal
3. Sering memaksakan kehendak
4. Merampas atau memukul
5. Tekanan darah meningkat
6. Wajah merah, pupil melebar
7. Mual
8. Kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot
F. Penatalaksanaan medis
1. Terapi Somatik
Terapi somatik menurut (Depkes RI, 2019) adalah terapi yang diberikan kepada
klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif
menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada
kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
2. Terapi Kejang Listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini pada awalnya
untuk menangani skizofrenia, biasanya dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali
(seminggu 2 kali).
G. Manifestasi Klinis
1. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
2. Intelektual : Mendominasi, bawel, sarkasme, suka berdebat, meremehkan.
3. Fisik : Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, berkeringat, sakit fisik.
4. Sosial : Kemarahan, keberanian diri, keraguan, nekat, menarik diri\, kekerasan.
H. Pohon Masalah

akibat
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Resiko Perilaku Kekerasan masalah utama

Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah penyebab

(Sumber : Keliat, 2016).

I. Penatalaksanaan Medis
1. Chlopromazin 3x 100 mg
2. Trihexipenidyle 2x 2 mg
3. Haloperidol 3x 5 mg. (Tjay, Tan dan Kirana R, 2007)
J. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan meliputi pada perilaku kekerasan menurut Keliat, (2016) meliputi :
1. Risiko Mencederai Diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
K. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri sendiri,orang lain dan lingkungan
3. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
L. Fokus Intervensi
1. Perilaku Kekerasan
Tujuan Umum : Klien mampu mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan
dengan orang lain
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria Hasil :
a. Klien mau membalas salam
b. Klien mau berjabat tangan
c. Klien mau menyebutkan nama
d. Klien mau tersenyum
e. Klien mau mengetahui nama perawat
Rencana Keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya : Salam terapeutik, empati, sebut nama perawat,
dan jelaskan tujuan interaksi
2. Panggil nama klien dengan nama panggilan yang disukai
3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5. Lakukan kontrak singkat tapi sering
6. Beri rasa aman dan empati

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


Kriteria Hasil :
a. Klien mengungkapkan perasaanya
b. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan marah (dari diri sendiri,
lingkungan, ataupun orang lain)
Rencana Keperawatan :
1. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
3. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel atau kesal
4. Dengarkan ungkapan rasa kesal atau marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang
TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat mengungkapkan rasa marah
b. Klien dapat menyimpulkan tanda dan gejala marah yang dialami
Rencana Keperawatan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat marah
2. Observasi tanda perilaku kekerasan
3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda marah yang dialami klien

TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan
Kriteria Hasil :
a. Dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
b. Klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
c. Klien dapat mengetahui cara yang biasa dilakukan untuk menyelesaikan
masalah
Rencana Keperawatan :
1. Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
3. Tanyakan “Apakah dengan cara yang dilakukan masalah selesai?”

TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan


Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan oleh klien akibat
pada klien sendiri, akibat pada orang lain dan akibat pada lingkungan.
Rencana Keperawatan :
1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan
2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan
3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat
TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap marah
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan secara fisik :
tarik nafas dalam, pukul kasur dan bantal
b. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
c. Klien dapat menyebutkan cara bicara yang baik dalam mencegah perilaku
kekerasan : meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik
d. Klien dapat menyebutkan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan
e. Klien dapat mendemonstrasikan cara ibadah yang dipilih
f. Klien mempunyai jadwal untuk melatih cara pencegahan fisik, sosial, spiritual
dan obat yang telah dipelajari sebelumnya
g. Klien mengevaluasi kemampuanya dalam melakukan cara fisik, sosial,
spiritual dan obat sesuai jadwal yang telah disusun
Rencana Keperawatan :
1. Tanyakan kepada klien “Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.
2. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat
3. Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal
4. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal
5. Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat, latihan
manajemen perilaku kekerasan
6. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran

TUK VII : Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol prilaku kekerasan


Kriteria Hasil :
a. Klien mampu memilih cara yang mau dilatih
b. Klien mengetahui manfaat dari cara yang telah dipilih
Rencana Keperawatan :
1. Bantu memilih cara yang tepat
2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih
3. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai dalam simulasi
4. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat marah
TUK VIII : Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol perilaku
kekerasan
Kriteria Hasil :
a. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara merawat klien
Rencana Keperawatan :
1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap yang telah
dilakukan keuarga selama ini
2. Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien
3. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien
4. Bantu keluarga mengungkapkan perasaanya setelah melakukan demonstrasi
5. Jelaskan cara-cara merawat klien :
1) Cara mengontrol marah secara konstruktif
2) Sikap dan bicara tenang serta jelas
3) Membantu klien mengenal penyebab ia marah

TUK IX : Klien dapat menggunakan obat yang benar (sesuai program)


Kriteria Hasil :
a. Klien dapat menyebutkan jenis,dosis,dan waktu minum obat serta manfaat dari
obat itu (prinsip 5 benar : benar orang, obat, dosis, waktu dan cara pemberian)
b. Klien mampu mendemonstrasikan kepatuhan minum obat sesuai dengan jadwal
yang ditentukan
c. Klien mempunyai jadwal untuk melatih cara pencegahan dengan minum obat
d. Klien mengevaluasi kemampuanya dalam mematuhi minum obat
Rencana Keperawatan :
1. Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarganya
2. Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum obat tanpa
seizin dokter
3. Jelaskan prinsip 5 benar minum obat
4. Anjurkan klien melaporkan kepada perawat atau dokter jika merasakan efek
yang tidak menyenangkan
5. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria Hasil :
a. Klien mau membalas salam
b. Klien mau berjabat tangan
c. Klien mau menyebutkan nama
d. Klien mau tersenyum
e. Klien mau mengetahui nama perawat
Rencana Keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan maksud interaksi
2. Panggil nama klien dengan nama panggilan yang disukai
3. Bicara dengan sikap tenang,rileks dan tidak menantang
4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
5. Beri rasa aman dan empati
6. Lakukan kontrak singkat tapi sering

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan aspek positif yang


dimiliki
Kriteria Hasil : Klien mengingat dan mengungkapkan kemampuan positif yang
dimiliki klien kepada perawat
Rencana Keperawatan :
1. Diskusiskan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki oleh klien
2. Setiap bertemu klien hindari memberi penilaian yang negatif
3. Utamakan memberikan pujian yang realistis

TUK III : Klien dapat menilai kemampuan yang masih dapat dilakukan
Kriteria Hasil : Klien mampu mengungkapkan yang masih dapat digunakan selama
sakit.
Rencana Keparawatan :
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang digunakan selama sakit Diskusikan
kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaanya.
TUK IV : Klien dapat menetapkan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
Kriteria Hasil : Klien dapat memilih kegiatan yang masih dapat dilakukan selama di
rumah sakit
Rencana Keperawatan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
dengan kemampuan
2. Tingkatkan bantuan yang sesuai dengan toleransi kondisi klien
3. Beri contoh dalam pelaksanaan kegiatan yang boleh diakukan klien.

TUK V : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan


kemampuan lainnya
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat mendemonstrasikan kegiatan yang telah dipilih
b. Klien dapat mengevaluasi kemampuannya dalam melakukan kegiatan yang
telah dipilinya
Rencana Keperawatan :
1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Diskusikan pelaksanaan dirumah

TUK VI : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada pada


keluarga
Kriteria hasil : Klien dapat mendemonstrasikan merawat dirinya sendiri
Rencana keperawatan :
1. Beri pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga diri rendah.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.

Anda mungkin juga menyukai