Anda di halaman 1dari 16

Kardiomiopati

a. Definisi

Kardiomiopati adalah suatu proses penyakit yang kompleks yang dapat


menyerang jantung penderita dengan berbagai usia dan manifestasi klinis
biasanya tampak saat dekade ketiga atau keempat. Kardiomiopati dapat
dibagi menjadi tiga berdasarkan perubahan anatomi yang terjadi, yaitu
kardiomiopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofi, dan kardiomiopati
restriksi.1–3
Kardiomiopati hipertrofi ditandai dengan hipertrofi pada ventrikel
kanan, tanpa kasus yang pasti, seperti hipertensi atau stenosis aorta.
Kardiomiopati jenis ini ditemukan pada 1 dari 500 dari jumlah penduduk.
Ada dua ciri dari kardiomiopati hipertrofi yang menarik perhatian paling
besar: (1) hipertrofi ventrikel kanan yang asimetri, kadang-kadang disertai
dengan hipertrofi dari septum interventrikuler; dan (2) meningkatnya
tekanan dari sistem aliran keluar ventrikel kanan yang sangat drastis, yang
berhubungan dengan penyempitan di bagian subaorta.5
Kardiomiopati restriksi ditandai dengan gangguan pengisian diastolik
dengan fungsi kontraktil yang layak dipertahankan. Kondisi ini relatif
jarang, dengan penyebab yang paling sering meliputi amyloidosis.
Biasanya mudah untuk mengenali amiloid dengan histologi dari
karakteristik warna hijau dibawah sinar terpolarisasi setelah menggunakan
pewarnaan Sirius red. Penyebab lain dari kardiomiopati restriktif yaitu
kardiomiopati infiltratif (contoh: hemochromatosis, sarkoidosis), dan
penyakit jaringan ikat (contoh: skleroderma).6 Kardiomiopati tipe ini
merupakan salah satu tipe kardiomiopati dimana biopsi jantung dapat
membantu.
Gambar 1. Perbandingan morfologi jantung pada
kardiomiopati 7
Insidensi sesungguhnya dari kardiomiopati masih belum diketahui.
Ketidakkonsistensian dalam klasifikasi nomenklatur dan pembagian
penyakit kardiomiopati telah menyebabkan data yang dikumpulkan itu
hanya sebagian yang mencerminkan insidensi sesungguhnya dari penyakit
ini.
Insidensi dan prevalensi dari kardiomiopati terus meningkat. Insidensi
yang dilaporkan adalah 400.000-550.000 kasus per tahun, dengan
prevalensi 4-5 juta orang.8

b. Etiologi dan Patofisiologi

1) Kardioiopatmi Dilatasi

Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit progresif yang ditandai

dengan pembesaran ruang ventrikel dan disfungsi kontraktil dengan

ketebalan dinding ventrikel kiri yang normal. Ventrikel kanan juga dapat

mengalami dilatasi dan disfungsional. Kardiomiopati dilatasi merupakan

penyebab tersering ketiga dari gagal jantung dan alasan tersering dari
transplantasi jantung.

Kardiomiopati dilatasi termasuk satu dari tiga jenis kardiomiopati,

bersama dengan kardiomiopati hipertrofi dan kardiomiopati restriktif.

Akan tetapi, klasifikasi kardiomiopati terus berkembang, berdasarkan

dengan perkembangan yang cepat dari genetik molekuler dan juga

penemuan dari penyakit yang baru diketahui.9

Gambar 2. Jantung normal dibandingkan dengan jantung pasien


kardiomiopati dilatasi 10

Kardiomiopati dilatasi dapat tidak menimbulkan gejala, tetapi untuk

sebagian orang dapat membahayakan nyawa. Sebagai penyebab

tersering dari gagal jantung, kardiomiopati dilatasi juga dapat

menyebabkan irama jantung yang ireguler (aritmia), kegagalan

pembekuan darah, atau kematian mendadak.11

Seseorang dengan kardiomiopati mungkin memiliki disfungsi sistolik

ventrikel kiri, disfungsi diastolik ventrikel kiri, atau keduanya. Saat

mekanisme kompensasi tidak dapat lagi mempertahankan curah jantung

tetap pada tekanan pengisian ventrikel kiri yang normal, proses penyakit
ini dinyatakan dengan gejala yang secara kolektif menciptakan keadaan

penyakit yang dikenal sebagai gagal jantung kronik.

Pembesaran ventrikel yang terus menerus dan disfungsi secara umum

mengarah kepada gagal jantung progresif dengan penurunan fungsi

kontraktil ventrikel kiri, termasuk aritmia ventrikuler dan

supraventrikuler, abnormalitas sistem konduksi, tromboembolisme, dan

kematian mendadak atau kematian yang disebabkan oleh gagal jantung.9

Insidensi dari kadiomiopati dilatasi yang sudah dilaporkan bervariasi

dari lima sampai delapan kasus per 100.000 populasi penduduk.

Insidensi yang sebenarnya mungkin dapat diremehkan akibat dari tidak

dilaporkannya atau tidak terdeteksinya kasus kardiomiopati dilatasi yang

tidak disertai dengan gejala, yang dapat terjadi pada sekitar 50 sampai

60 persen dari seluruh pasien. Rata-rata prevalensi kardiomiopati dilatasi

di Amerika Serikat adalah 36 kasus per 100.000 populasi penduduk dan

kardiomiopati dilatasi menyebabkan 10.000 kematian.12

Kebanyakan kasus kardiomiopati dilatasi tidak ada penyebab pasti

yang dapat diidentifikasi. Ada beberapa penyebab yang diketahui dan

beberapa hipotesis. Penyebab tersering dari kardiomiopati dilatasi

adalah konsumsi alkohol. Berbagai kelainan struktural pada miokardium

telah dikaitkan dengan konsumsi alkohol yang tinggi, dan sulit untuk

menentukan titik yang tepat dimana kelainan ini dapat disebut

kardiomiopati dilatasi. Ada kelebihan kematian mendadak pada pecandu

alkohol dengan fatty liver yang besar bahkan ketika jantung terlihat
normal secara struktural. Spektrum ini berlanjut melalui peningkatan

massa ventrikel kiri, diikuti oleh hipertrofi ventrikel kiri dengan fibrosis

interstitial dan hilangnya miofibril pada miosit, dan berpuncak pada

kardiomiopati dilatasi yang telah berkembang sepenuhnya. Tidak ada

ciri-ciri khusus yang menunjukkan alkohol sebagai penyebab

kardiomiopati dilatasi, bukti terbaik mungkin berasal dari hasil berhenti

mengonsumsi alkohol total.

Mutasi gen tunggal pada salah satu protein struktural pada miosit,

seperti distrofin, metavinculin, dan lamin, atau pada DNA mitokondria

diakui sebagai penyebab dari kardiomiopati dilatasi. Sebagian distrofi

otot lurik, termasuk jenis Duchene dan Becker, mungkin memiliki

keterlibatan jantung. Dalam beberapa keluarga, keterlibatan jantung ini

mungkin dominan dan muncul pertama. Pengetahuan tentang gen yang

dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi jauh lebih tidak

berkedudukan kuat dibandingkan dengan kardiomiopati hipertrofi, tetapi

frekuensi kardiomiopati dilatasi familial semakin diakui kalau jauh lebih

tinggi dari yang disadari. Sebanyak 30% kasus indeks kardiomiopati

dilatasi akan mendapatkan anggota keluarga yang lain dengan bukti

disfungsi ventrikel kiri atau pembesaran pada ekokardiografi.

Kardiomiopati dilatasi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, satu

memiliki bukti histologis dari miokarditis kronik sementara kelompok

lain memiliki bukti viral persistence dengan analisis polymerase chain

reaction (PCR) pada jaringan miokardium. Tetapi kelompok lain tidak

memiliki miokarditis ataupun terdapat virus. Definisi dari miokarditis


kronis didasarkan pada peningkatan jumlah sel inflamasi kronis yang

teraktivasi dalam jaringan interstitial. Sel sel tersebut harus diidentifikasi

positif oleh imunohistokimia sebagai sel T atau makrofag yang

teraktivasi. Lebih dari 14 per milimeter persegi dari miokardium

dianggap sebagai positif, terutama bila dikaitkan dengan ekspresi

peningkatan antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas II

pada endotel dan sel-sel lainnya. Hipotesisnya, yang belum terbukti dari

penelitian, adalah bahwa setiap subgrup dari kardiomiopati dilatasi perlu

pengobatan yang disesuaikan untuk meningkatkan prognosis.

Diferensiasi dari empat kemungkinan permutasi -- ada atau tidaknya

virus, ada atau tidaknya miokarditis – membutuhkan teknologi canggih

dari laboratorium.13

Beriringan dengan konsep miokarditis kronis adalah gagasan bahwa

ada bukti dari peningkatan kerusakan imun dalam beberapa kasus

kardiomiopati dilatasi. Banyak kasus menunjukkan peningkatan ekspresi

antigen kelas II dalam miokardium, dan beredarnya autoantibodi sampai

berbagai macam komponen miosit muncul. Mengingat bahwa pada

kardiomiopati dilatasi terjadi kehilangan miosit, pertanyaan yang belum

terjawab adalah apakah antibodi ini merupakan penyebab kematian

miosit atau tidak lebih dari sebuah fenomena sekunder.13

Beberapa bentuk kardiomiopati yang sulit diklasifikasikan mungkin

juga termasuk dalam kelompok kardiomiopati dilatasi. Pasien dapat

hadir dengan gejala yang sangat ringan dan ventrikel kiri yang melebar.

Kasus-kasus ini mungkin bentuk awal dari kardiomiopati dilatasi dan


frekuensinya meningkat pada anggota keluarga yang asimtomatik

sebagai tanda kasus kardiomiopati dilatasi. Fibrosis miokardium dapat

terjadi tanpa sebab yang jelas, seperti penyakit koroner, dan lebih

berhubungan dengan aritmia ventrikel daripada dilatasi ventrikel kiri

dan gagal jantung. Kasus tersebut telah disamakan di masa lalu dengan

miokarditis yang telah sembuh tetapi semakin diakui sebagai familial,

meskipun gen tidak diidentifikasi.13 Intervensi non farmakologi adalah

dasar dari terapi gagal jantung. Instruksi diet natrium dibatasi sampai 2

gr/hari sangat penting dan kadang kadang dapat menghilangkan

kebutuhan diuretik. Pembatasan cairan juga dibutuhkan pada pasien

dengan diet rendah natrium. Pasien perlu dibawa ke tempat rehabilitasi

jantung yang berkaitan dengan latihan aerobik.

2) Kardiomiopati Alkoholik

Seseorang yang mengonsumsi alkohol dalam jumlah besar (>90 g/dl)

dalam beberapa tahun dapat menyebabkan gejala klinis yang

menyerupai kardiomiopati dilatasi. Risiko berkembangnya

kardiomiopati sebagian ditentukan oleh genetik. Pasien dengan

kardiomiopati alkoholik lanjutan dan gagal jantung kronis yang berat

memiliki prognosis yang buruk, terutama jika mereka terus minum;

kurang dari seperempat dari pasien tersebut bertahan dalam waktu 3

tahun.

Presentasi kedua mungkin dapat ditemukan pada individu tanpa gagal

jantung yang jelas dan terdiri dari takiaritmia supraventrikel atau

ventrikel berulang. Disebut sebagai holiday heart syndrome, biasanya


muncul setelah pesta minuman keras; fibrilasi atrium terlihat paling

sering, diikuti dengan attrial flutter dan sering terjadinya depolarisasi

ventrikel dini.

Berbeda dengan efek merugikan jantung dari konsumsi alkohol yang

berlebihan, konsumsi alkohol dalam jumlah menengah (20-30 g/d)

tampaknya memiliki efek melindungi jantung; meningkatkan HDL dan

berhubungan dengan penurunan kejadian penyakit jantung iskemik,

stroke iskemik, dan sindrom metabolik.16

Risiko kardiomiopati alkoholik tanpa gejala meningkat pada mereka

yang mengonsumsi alkohol >90 g per hari (sekitar 7-8 minuman standar

per hari) selama >5 tahun. Menariknya, pada populasi umum, konsumsi

alkohol yang ringan sampai sedang telah dilaporkan sebagai pelindung

terhadap perkembangan gagal jantung. Temuan paradoksal ini

menunjukkan bahwa durasi paparan dan kerentanan genetik individu

memainkan peranan penting dalam patogenesis. Pemulihan fungsi

ventrikel kiri setelah penghentian minum juga telah dilaporkan. 15

c. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kardiomiopati Dilatasi

1) Faktor Intrinsik

a) Usia

Kardiomiopati dilatasi dapat menyerang berbagai usia, dari masih

bayi maupun orang dewasa. Pada bayi dan anak-anak biasanya

mempunyai respon yang berlebihan pada paparan pertama dengan

antigen. Pada orang dewasa biasanya mempunyai daya toleransi yang

sangat tinggi dan gambaran klinisnya berupa respon inflamasi kronis


terhadap antigen asing atau gangguan sistem imun yang akan

berdampak terhadap autoimun.14

b) Jenis Kelamin

Pria cenderung lebih mudah terkena kardiomiopati dilatasi

dibandingkan dengan wanita. Secara keseluruhan, kemungkinan laki-

laki dan perempuan terkena kelainan ini adalah sama. Namun, pada

kardiomiopati dilatasi yang berhubungan dengan kelainan

neuromuskuler atau inborn errors of metabolism, ternyata lebih

didominasi oleh laki-laki dan pada kebanyakan kasus diturunkan

secara X-linked.14

c) Riwayat Keluarga

Diakui bahwa sekitar 20% sampai 35% pasien dengan

kardiomiopati dilatasi idiopati memiliki kardiomiopati familial

(didefinisikan sebagai 2 anggota keluarga berhubungan erat yang

memenuhi kriteria kardiomiopati dilatasi idiopati). Pertimbangan

kardiomiopati familial ini termasuk penemuan yang semakin penting

dari kardiomiopati. Kemajuan teknologi memungkinkan pengurutan

dan pembacaan genotipe dengan standar tinggi dengan biaya yang

dikurangi membawa pemeriksaan genetika ke arena klinis.15

2) Faktor Ekstrinsik

a) Diabetes Melitus

Diabetes melitus kini juga diakui sebagai salah satu faktor risiko

perkembangan gagal jantung. Hubungan antara mortalitas dan

hemoglobin A1c (HbA1c) pada pasien dengan diabetes melitus dan


gagal jantung muncul dalam bentuk U, dengan risiko kematian

terendah pada pasien dengan kontrol glukosa yang sederhana (7,1% <

HbA1c ≤ 7,8%) dan peningkatan risiko dengan kadar HbA1c yang

sangat tinggi atau sangat rendah. Strategi pengobatan optimal pada

pasien dengan diabetes melitus dan gagal jantung masih

kontroversial; beberapa penelitian menunjukkan bahaya potensial

dengan beberapa obat penurun glukosa. Keamanan dan kemanjuran

terapi diabetes melitus pada gagal jantung, termasuk metformin,

sulfonilurea, insulin, dan analog peptida mirip glukagon, menunggu

data lebih lanjut dari uji klinis yang akan datang. Pengobatan dengan

thiazolidinediones (misalnya rosiglitazone) dikaitkan dengan retensi

cairan pada pasien dengan gagal jantung dan harus dihindari pada

pasien gagal jantung dengan NYHA kelas II sampai IV.15

b) Konsumsi Alkohol

Pengguna alkohol kronis adalah salah satu penyebab paling

penting dari kardiomiopati dilatasi. Diagnosis klinis dicurigai ketika

terjadi disfungsi biventrikel dan dilatasi yang diamati terus-menerus

pada peminum berat tanpa adanya penyebab lain yang diketahui

untuk penyakit miokardium. Kardiomiopati karena alkohol paling

umum terjadi pada pria berusia 30-55 tahun yang telah menjadi

konsumen berat alkohol selama >10 tahun. Perempuan mewakili

sekitar 14% dari kasus kardiomiopati karena alkohol tetapi mungkin

lebih rentan dengan konsumsi alkohol yang lebih sedikit semasa

hidupnya.15
c) Obesitas

Meskipun mekanisme tepat yang menyebabkan gagal jantung

yang berkaitan dengan obesitas tidak diketahui, akumulasi lemak

yang berlebihan menghasilkan peningkatan volume sirkulasi darah.

Peningkatan persisten yang berlanjut pada curah jantung, kerja

jantung, dan tekanan darah sistemik bersamaan dengan cedera miosit

jantung yang disebabkan lipotoksisitas dan akumulasi lipid miokard

telah terlibat sebagai suatu mekanisme yang potensial. Sebuah studi

dengan peserta dari Framingham Heart Study melaporkan bahwa

setelah ada penyesuaian untuk faktor risiko ditetapkan, obesitas

dikaitkan dengan risiko masa depan yang signifikan dari

pengembangan gagal jantung. Tidak ada studi skala besar dari segi

keamanan atau kemanjuran penurunan berat badan dengan diet,

olahraga, atau operasi bariatrik pada pasien obesitas dengan gagal

jantung.15

c. Tanda Klinis

Gejala gagal jantung kronis sisi kiri dan kanan biasanya berkembang

secara bertahap. Beberapa pasien memiliki dilatasi ventrikel kiri selama

berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sebelum menjadi gejala. Meskipun

nyeri dada yang samar- samar mungkin ada, angina pektoris yang khas itu

tidak biasa dan menunjukkan adanya iskemik pada jantung. Pingsan karena

aritmia dan emboli sistemik (sering berasal dari trombus ventrikel)

mungkin terjadi.7

d. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien dengan penyakit lanjutan, tekanan nadi menyempit dan

tekanan vena jugularis meningkat. Suara jantung ketiga dan keempat

umumnya ada, dan regurgitasi mitral atau trikuspid mungkin terjadi.7

Pada beberapa pasien, gejala gagal jantung berkembang secara bertahap.

Pemeriksaan fisik menunjukkan ronkhi basah, peninggian jugular venous

pressure, kardiomegali, irama gallop pada S3, edema perifer, atau asites.

Pada gagal jantung kronik yang parah, pernafasan Cheyne-Stokes, pulsus

alternans, pucat, dan sianosis dapat timbul.6

e. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan X-foto thorax menunjukkan pembesaran siluet

jantung karena dilatasi ventrikel kiri, meskipun kardiomegali yang umum

sering terlihat. Bagian paru mungkin menunjukkan redistribusi vaskuler

dan interstitial paru atau, dalam kasus yang lebih lanjut, edema paru.

Elektrokardiogram (EKG) sering menunjukkan sinus takikardi atau fibrilasi

atrium, aritmia ventrikel, atrium kiri yang tidak normal, tegangan rendah,

dan kadang-kadang kerusakan konduksi intraventrikel dan/atau AV. EKG,

gambarancomputed tomography (CT), dan magnetic resonance imaging

(MRI) jantung menunjukkan dilatasi ventrikel kiri, dengan dinding yang

normal, sedikit menebal, atau tipis, dan disfungsi sistolik. Kadar dari brain

natriuretic peptide (BNP) biasanya meningkat.7


Gambar 3. Beberapa hasil ekokardiografi dari jantung normal (kiri)
dan jantung dengan kardiomiopati dilatasi
(kanan).10

Skrining awal pemeriksaan laboratorium untuk pasien kardiomiopati

dilatasi harus mencakup penilaian rutin elektrolit serum, tes fungsi hati,

jumlah sel darah putih, dan hemoglobin dan hematokrit. Di luar tes rutin

ini, nilai prediktif positif atau kegunaan dari penelitian laboratorium

tambahan masih rendah kecuali didukung oleh unsur-unsur tertentu dari

sejarah dan pemeriksaan fisik. Satu kemungkinan pengecualian untuk

pernyataan ini adalah penggunaan BNP sebagai penanda biokimia untuk

diagnosis dan prognosis pada pasien gagal jantung.

BNP tipe B adalah sebuah neurohormon yang disekresikan terutama di

ventrikel jantung sebagai respon dari penambahan volume dan kelebihan

tekanan. Ini bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan disfungsi

sistolik ventrikel kiri tanpa gejala atau untuk pasien dengan gagal jantung

simtomatik, sebagai penanda untuk prognosis dan stratifikasi risiko pada

pasien dengan gagal jantung, dan sebagai alat untuk menyatukan terapi
pasien rawat inap dan pasien rawat jalan pada gagal jantung.

Pada fase awal kardiomiopati dilatasi, pembesaran jantung mungkin bisa

minimal dan mungkin tidak terdeteksi dengan foto thorax. Tetapi, secara

umum, X- foto thorax biasanya menunjukkan pembesaran ventrikel kiri

atau kardiomegali yang umum yang melibatkan seluruh ruang jantung.

Tergantung dari status volume pasien, mungkin dapat atau tidak ditemukan

kongesti paru. Cephalisasi dari aliran darah atau redistribusi vaskuler paru

adalah tanda awal kelebihan cairan, diikuti oleh perkembangan dari edema

interstitial dengan munculnya garis Kerley B dan cairan di fissura

interlobar, diikuti oleh edema alveolar yang nyata pada kelebihan cairan

yang sudah lanjut. Efusi pleura mungkin muncul serta vena azygos dan

vena cava superior mungkin mengalami pembesaran, khususnya dengan

gagal ventrikel kanan.


Gambar 4. Biopsi pada pasien kardiomiopati dilatasi13

Apabila pasien dengan kardiomiopati dilatasi datang dengan tanda atau

gejala yang mengarah pada gagal jantung, EKG biasanya menunjukkan

sinus takikardi. Tetapi, sangat penting untuk mengingat bahwa sinus

bradikardi mungkin dapat timbul di beberapa pasien dengan kardiomiopati

dilatasi stadium akhir. Morfologi yang terlihat dari EKG jarang terlihat

normal, dan sering menunjukkan repolarisasi non spesifik atau segmen ST

yang abnormal. Kelainan konduksi, terutama LBBB, left anterior

hemiblock, dan penundaan konduksi intraventrikel yang tidak spesifik, dan

kadang kala blok atrioventrikuler derajat satu umum ditemukan pada pasien

dengan gejala yang sudah berlangsung lama, dan mungkin sebagai penanda

peningkatan fibrosis interstitial atau hipertrofi miosit. Right bundle branch

block (RBBB) jarang ditemukan. Pembesaran atrium kiri atau biatrial

mungkin tampak. Berbagai macam takiaritmia dan gangguan konduksi

atrioventrikuler juga dapat dilihat. Fibrilasi atrium terbentuk di sekitar 20%

pasien. Premature ventricular contractions (PVCs) bukan merupakan

sesuatu yang jarang muncul di EKG rutin pada pasien kardiomiopati

dilatasi.12

Anda mungkin juga menyukai