Anda di halaman 1dari 8

HIPERBILIRUBINEMIA

1. PENGERTIAN

Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar


bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai
potensi untuk menimbulkan kernikterus jika tidak segera
ditangani dengan baik. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak
akibat peningkatan bilirubin indirek pada otak terutama pada
corpus striatum, thalamus, nukleus thalamus, hipokampus,
nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus ke-4. Kadar
bilirubin tersebut berkisar antara 10 mg / dl pada bayi cukup
bulan

2. ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri
sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara
garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi
untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah
lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup
dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan
fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-
Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam
hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel
hepar.
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada
albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat
obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar
hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi
dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar
oleh penyebab lain.

3. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian
besar (85-90%) terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian
kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan
hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel
ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan
untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam
bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi,
indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu
zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit
melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air
dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin
terkonjugasi, direk).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang
larut tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan.
Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik,
dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen
daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk
kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa
larut air bersama urin
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan
pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya
>7mg/dl.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan
bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk
ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena
rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam
jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran
ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada
semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika
konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl),
senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian
menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice.

4. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar
bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl.
Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada
kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning
muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk)
memperlihatkan warna kuningkehijauan atau kuning kotor.
Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat
Gambaran klinis ikterus fisiologis :
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi
fisiologis)
Gambaran klinik ikterus patologis :
a. Timbul pada umur <36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko
f. Dasar : proses patologis.
Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar
kulit serta membran mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24
jam pertama sejak bayi lahir disebabkan oleh penyakit
hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Jaundice
yang tampak pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak
pada hari ke-3 sampaike-4 serta menurun pada hari ke-5 sapai
hari ke-7 biasanya merupakan jaundice fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan,
muntah, anorexia, fatique, warna urine gelap, warna tinja seperti
dempul, letargi (lemas), kejang, tak mau menetek, tonus otot
meninggi dan akhirnya opistotonus.
5. PATHWAYS
6. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan
fenobarbital. Obat ini kerjanya lambat, sehingga hanya
bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus
yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat
ini sudah jarang dipakai lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme
bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada
hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin
bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia. Penambahan
albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin
jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar
bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena
bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin.
Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB,
sebelum maupun sesudah terapi tukar.

c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian


makanan oral dini.
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer
foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh
karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi
tukar (Mansjoer et al, 2007).

Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai


berikut:
a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg
%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg
%/jam
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal
jantung
d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji
Coombs direct positif.

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan


sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat
seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup
yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan
retina mata dan sel reproduksi bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini
dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi
yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar
bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24
jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada
bayi dengan hemolisis.

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera


setelah lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang
hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih
jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit
gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita
sedang mendapatkan terapi sinar (Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus
secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian.
Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang
tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain.
Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus
dilakukan pada neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada
bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong resiko tingggi
terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi
menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah dan
‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit,
skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total
harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya
kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk
menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar.

Anda mungkin juga menyukai