Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan
fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. Di berbagai
negara maju sebagian besar pasien PJB dapat dideteksi lebih dini
pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan di
negara berkembang, pasien terkadang dibawa berobat setelah besar,
disamping itu masih banyak ditemukan pasien masa neonatus dan
bayi usia muda meninggal sebelum diperiksa oleh dokter.
Di Indonesia, 7 hingga 8 bayi per 1000 kelahiran hidup dilahirkan
dengan penyakit jantung bawaan (PJB). Angka kejadian PJB yang
tinggi menyebabkan kelainan ini merupakan kelainan bawaan
tersering ditemukan di antara kelainan-kelainan bawaan jenis lain,
seperti kelainan bawaan saluran cerna, paru, ginjal, anggota gerak.
Anak dengan PJB memiliki kelainan struktur jantung yang dapat
berupa lubang atau defek pada sekat ruang-ruang jantung,
penyempitan atau sumbatan katup atau pembuluh darah yang berasal
atau bermuara ke jantung, ataupun abnormalitas konfigurasi jantung
serta pembuluh darah. Kelainan struktur tersebut dapat bersifat 2
tunggal ataupun berkombinasi sehingga menimbulkan PJB kompleks.
Walaupun terdapat banyak kasus PJB yang telah ditemukan, PJB
dibagi menjadi dua tipe: PJB biru (sianotik), yaitu jenis PJB dengan
manifestasi klinis sianosis. Sianosis (warna kebiruaan) ini disebabkan
akibat >5 g/dl hemoglobin tereduksi dalam sirkulasi; PJB Asianotik
yaitu PJB yang sesuai dengan namanya, pada pasien tidak
menimbulkan warna kebiruan pada anak.
Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung yang
menyebabkan peningkatan volume paru (plethora) dapat memberikan
gejala yang menggambarkan derajat kelainannya. Derajat gangguan

1
pertumbuhan, sianosis, berkurangnya toleransi latihan, kekerapan
infeksi saluran napas berulang, serta komplikasi neurologis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Jantung Bawaan?
2. Apa yang menyebabkan Penyakit Jantung Bawaan?
3. Bagaimana patofisisologi Penyakit Jantung Bawaan?
4. Bagaimana manifestasi klinis Penyakit Jantung Bawaan?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang Penyakit Jantung Bawaan?
6. Apa komplikasi Penyakit Jantung Bawaan?
7. Bagaimana cara penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Penyakit Jantung Bawaan.
2. Untuk mengetahui penyebab Penyakit Jantung Bawaan.
3. Untuk mengetahui patofisiologi Penyakit Jantung Bawaan.
4. Untuk mengetahui maninfestasi klinis Penyakit Jantung Bawaan.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Penyakit Jantung
Bawaan.
6. Untuk mengetahui komplikasi Penyakit Jantung Bawaan.
7. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan Penyakit Jantung
Bawaan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
Kelainan kongenital merupakan wujud semasa atau
sebelum kelahiran atau semasa dalam kandungan dan termasuk di
dalamnya ialah kelainan jantung. Penyakit jantung bawaan (PJB)
atau penyakit jantung kongenital merupakan abnormalitas dari
struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada semasa kelahiran.
Malformasi kardiovaskuler kongenital tersebut berasal dari
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal
perkembangan janin.
Penyakit jantung kongenital di Indonesia ikut bertanggung
jawab terhadap besarnya mortalitas dan morbiditas pada anak
khususnya balita, di samping penyakit lain, misalnya penyakit
infeksi. Penyakit jantung bawaan sekitar 1% dari keseluruhan bayi
lahir hidup dan merupakan penyebab utama akibat kecacatan
sewaktu kelahiran. Sebagian besar pengidap PJB tersebut
meninggal dunia ketika masih bayi kecuali masalah ini dapat
dideteksi lebih awal sehingga penanganan baik terhadap penyakit
utama maupun penyakit penyerta dapat lebih optimal.
2. Epidemiologi Penyakit Jantung Bawaan.
Telah disebutkan bahwa penyakit jantung bawaan terjadi
sekitar 1% dari keseluruhan bayi lahir hidup atau sekitar 6-8 per
1000 kelahiran. Pada negara Amerika Serikat setiap tahun terdapat
25.000 - 35000 bayi lahir dengan PJB. Terdapat hal menarik dari
PJB yakni insidens penyakit jantung bawaan di seluruh dunia
adalah kira-kira sama serta menetap dari waktu-waktu. Meski
demikian pada negara sedang berkembang yang fasilitas
kemampuan untuk menetapkan diagnosis spesifiknya masih kurang

3
mengakibatkan banyak neonatus dan bayi muda dengan PJB berat
telah meninggal sebelum diperiksa ke dokter.

Pada negara maju sekitar 40-50% penderita PJB terdiagnosis


pada umur 1 minggu dan 50-60% pada usia 1 bulan. Sejak
pembedahan paliatif atau korektif sekarang tersedia untuk lebih
90% anak PJB, jumlah anak yang hidup dengan PJB bertambah
secara dramatis, namun keberhasilan intervensi ini tergantung dari
diagnosis yang dini dan akurat.15,16 Oleh sebab itu insidens
penyakit jantung bawaan sebaiknya dapat terus diturunkan dengan
mengutamakan peningkatan penanganan dini pada penyakit
jantung bawaan tetapi juga tidak mengesampingkan penyakit
penyerta yang mungkin diderita. Hal ini ditujukan untuk mengurangi
angka mortalitas dan morbisitas pada anak dengan PJB.
3. Etiologi Penyakit Jantung Bawaan.
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat
diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada penyakit peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan. Faktor-faktor penyebab kelainan jantung
menurut sifatnya. Dapat dibagi sebagai berikut:
a. Eksogen.
Infeksi rubella atau virus lain, obat-obatan yang diminum saat
kehamilan, mengkomsumsi alcohol, radiasi dan sebagainya yang

4
dialami ibu pada kehamilan muda dapat merupakan faktor
terjadinya kelainan jantung bawaan umur ibu lebih dari 40 tahun,
dan lain-lain. Difensiasi lengkap susunan jantung terjadi pada
kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen mempunyai pengararuh
terbesar terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa
tersebut.
b. Endogen.
Faktor genetik atau kromosom memegang peran kecil dalam
terjadinya kelainan jantung bawaan. Walaupun demikian
beberapa keluarga mempunyai insiden penyakit jantung bawaan
tinggi, jenis penyakit jantung bawaan yang sama terdapat pada
anggota keluarga yang sama.
4. Tanda dan Gejala.
Manifestasi klinik kelainan jantung bawaan sangat
bervariasi, tergantung jenis kelainannya. Kelainan yang
menyebabkan penurunan aliran darah ke paru atau percampuran
darah nerkadar tinggi zat asam dengan darah kotor dapat
menimbulkan sianosis, ditandai oleh kebiruan dikulit, kuku jari, bibir
dan lidah. Ini kerena tubuh tidak mendapatkan zat asam memadai
akibat pengaliran darah kotor ke tubuh. Pernafasan anak lebih
cepat dan nafsu makan jadi berkurang. Daya toleransi gerak yang
rendah mungkin ditemukan pada anak yang lebih tua.
Kelainan anak yang dapt menyebabkan sianosis atau
kebiruan adalah penyumbatan katup pulmonal (antara bilik jantung
dan pembuluh darah darah paru) yang mengurangi aliran darah ke
paru-paru. Tertutupnya katup pulmonal (pada muara pembuluh
darah paru) yang menghambat aliran darah dari bilik jantung kanan
ke paru. Tetralogi fallot (kelainan yang di tandai oleh bocornya
sekat bilik jantung, pembesan bilik jantung kanan, penyempitan
katup pulmonal dan transposisi aorta) serta katup trikuspit (terletak
pada serambi dan bilik jantung kanan) yang menghambat aliran

5
darah dari serambi ke bilik jantung kanan. Selain itu, gejala
kebiruan juga bisa muncul jika terjadi transposis pembuluh darah
besar, gangguan pertumbuhan ruangan, katup dan pembuluh darah
yang berhubungan dengan sisi jantung sebelah kiri, serta kelainan
akibat salah bermuarnya keempat vena paru yang seharusnya ke
serambi jantung kiri.
Beberapa jenis kelainan jantung bawaan juga dapat
menyebabkan gagal jantung. Kelainan ini menyebabkan terjadinya
aliran darah dari sisi jantung kiri ke sisi jantung kanan yang secara
progresif meningkatkan beban jantung. Gejala dari gagal jantung
sebagai berikut:
a. Nafas cepat, dan bibir biru.
b. Kurang nafsu makan.
c. Infeksi pernafasan berulang.
d. Toleransi berat badan yang rendah
5. Komplikasi.
a. Gagal jantung kongestif.
b. Renjatan kardiogenik henti jantung.
c. Aritmia.
d. Endokarditis bakterialiastis.
e. Hipertensi.
f. Hipertensi pulmonal.
g. Tromboemboli.
h. Abses otak.
6. Klasifikasi Penyakit Jantung Bawaan.
Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok besar berdasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis,
yang dapat ditentukan melalui pemeriksaan fisik. Klasifikasi
penyakit jantung bawaan menjadi PJB sianotik dan PJB asianotik
tersebut sering dikenal dengan klasifikasi klinis. Tapi bagi kelainan
jantung kongenital yang lebih komplek bentuknya, klasifikasi

6
segmental mungkin lebih tepat –suatu pendekatan diagnosis
berdasarkan anatomi dan morfologi bagian-bagian jantung secara
rinci dan runut.
Penyakit jantung bawaan asianotik atau non sianotik
umumnya memiliki kelainan yang lebih sederhana dan tunggal
sedangkan tipe sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung
yang lebih kompleks dan bervariasi. Baik keduanya hampir 90%
memerlukan intervensi bedah jantung terbuka untuk
pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti
kebocoran sekat bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup
sendiri seiring dengan pertambahan usia anak.
a. Penyakit jantung bawaan asiatonik.
Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan
struktur dan fungsi jantung yang dibawa sejak lahir dan sesuai
dengan namanya, pasian ini tidak ditandai dengan sianosis.
Penyakit jantung bawaan ini merupakan bagian terbesar dari
seluruh penyakit jantung bawaan. Bergantung pada ada
tidaknya pirau (kelainan berupa lubang pada sekat pembatas
antar jantung), kelompok ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Penyakit Jantung Bawaan asianotik dengan pirau
Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran
pirau (shunt) dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya.
Karena tekanan darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi
disbanding sisi kanan, maka aliran pirau yang terjadi adalah
dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah paru berlebihan.
Aliran pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang
menghubungkan aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka.
Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya
oksigen ke sirkulasi darah yang miskin oksigen, maka
penampilan pasien tidak biru (asianotik). Namun, beban yang
berlebihan pada jantung dapat menyebabkan gagal jantung kiri

7
maupun kanan. Yang termasuk PJB asianotik dengan aliran
pirau dari kiri kanan ialah :
a) Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium
adalah kelainan akibat adanya lubang pada septum
intersisial yang memisahkan antrium kiri dan kanan.1 Defek
ini meliputi 7-10% dari seluruh insiden penyakit jantung
bawaan dengan rasio perbandingan penderita perempuan
dan laki-laki Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi
menjadi defek septum atrium primum, bila lubang terletak di
daerah ostium primum, defek septum atrium sekundum, bila
lubang terletak di daerah fossa ovalis dan defek sinus
venosus, bila lubang terletak di daerah sinus venosus, serta
defek sinus koronarius.
b) Ventricular Septal Defect (VSD)
Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect
(VSD) merupakan kelainan berupa lubang atau celah pada
septum di antara rongga ventrikal akibat kegagalan fusi atau
penyambungan sekat interventrikel. Defek ini merupakan
defek yang paling sering dijumpai, meliputi 20-30% pada
penyakit jantung bawaan. Berdasarkan letak defek, VSD
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu defek: septum ventrikel
perimembran, defek septum ventrikel muskuler, defek
subarterial.1
c) Patent Ductus Arteriousus (PDA)
Patent Ductus Arteriousus (PDA) atau duktus
arteriosus persisten adalah duktus arteriosus yang tetap
membuka setelah bayi lahir. Kelainan ini banyak terjadi pada
bayi-bayi yang lahir prematur. Insiden duktus arteriosus
persisten sekitar 10-15% dari seluruh penyakit jantung

8
bawaan dengan penderita perempuan melebihi laki-laki yakni
2:1.
2) Penyakit Jantung Bawaan asianotik tanpa pirau
Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak ditemukan adanya
defek yang menimbulkan hubungan abnormal antara ruang
jantung. Kelainan dapat berupa penyempitan (stenosis) atau
bahkan pembuntuan pada bagian tertentu jantung, yakni katup
atau salah satu bagian pembuluh darah diluar jantung yang
dapat menimbulkan gangguan aliran darah dan membebani otot
jantung. Jenis PJB tanpa pirau antara lain :
a) Stenosis pulmonal
Istilah stenosis pulmonal digunakan secara umum
untuk menunjukkan adanya obstruksi pada jalan keluar
ventrikel kanan atau a. pulmonalis dan cabang-cabangnya.
Kelainan ini dibagi menjadi 3 tipe yaitu valvar, subvalvar, dan
supravalvar. Stenosis pulmonal 80% merupakan tipe valvuler
dan ditemukan sebagai kelainan yang berdiri sendiri. Insiden
stenosis pulmonal meliputi 10% dari keseluruhan penyakit
jantung bawaan.
b) Stenosis aorta
Pada kelainan ini dapat ditemui katup aorta hanya
memilki dua daun yang seharusnya tiga, atau memiliki
bentuk abnormal seperti corong. Dalam jangka waktu
tertentu lubang atau pembukaan katup tersebut sering
menjadi kaku dan menyempit karena terkumpulnya endapan
kalsium. Stenosis pulmonal mencakup 5% dari total
keseluruhan penyakit jantung bawaan dengan predominasi
laki-laki 2:1.
c) Koarktasio aorta
Koarktasio aorta meupakan kelainan jantung non
sianotik yang paling banyak menyebabkan gagal jantung

9
pada bayi-bayi di minggu pertama setelah kelahirannya.
Insidens koarktasio aorta kurang lebih sebesar 8-15% dari
seluruh kelainan penyakit jantung bawaan serta ditemukan
lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan (2:1).
b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan kelainan struktur
dan fungsi jantung sehingga mengakibatkan seluruh darah balik
vena sistemik yang mengandung darah rendah oksigen kembali
eredar ke sirkulasi sistemik dan menimbulkan gejala sianosis.
Sianosis yang dimaksud yakni sianosis sentral yang merupakan
warna kebiruan pada mukosa akibat konsentrasi hemoglobin
tereduksi >5g/dl dalam sirkulasi. Berdasarkan dari gambaran foto
dada PJB sianotik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1) Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru
berkurang
a) Tetralogi Fallot (TF)
Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan
sianotik yang banyak ditemukan yakni berkisar 7-10% dari
seluruh penyakit jantung bawaan. Tetralogi Fallot merupakan
kelainan yang terdiri dari kombinasi 4 komponen uakni defek
septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta
hipertensi ventrikel kanan. Pada Tetralogi Fallot yang ringan
pada waktu istirahat maupun melakukan aktivitas fisik tidak
tampak adanya sianosis. Pada TF yang moderat hingga berat
sianosis akan tampak bahkan pada saat anak istirahat.
Seorang anak yang mengidap TF akan mudah merasa lelah,
sesak dan hiperpnu karena hipoksia. Pada pemeriksaan fisik,
ujung-ujung jari tampak membentol dan berwarna biru (finger
clubbing) dan pada auskultasi terdengar bunyi jantung ke-1
normal sedangkan bunyi jantung ke-2 tunggal disertai murmur
ejeksi sitolik di bagian parasternal sela iga 2-3 kiri.

10
b) Atresia Pulmonal
Atresia pulmonal merupakan kelainan jantung
kongenital sianostik yang sangat jarang ditemukan. Atresia
pulmonal disebabkan oleh gagalnya proses pertumbuhan
katup pulmonal, sehingga tidak terdapat hubungan antara
ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Kelainan ini dapat
terjadi dengan septum ventrikel yang masih intak atau
disertai dengan defek pada septum ventrikel. Insiden atresia
pulmonal dengan septum yang masih intak atau utuh sekitar
0,7-3,1% dari keseluruhan kasus PJB. Gejala dan tanda
sianotik tampak pada hari-hari pertama kehidupan. Bunyi
jantung ke-2 terdengar tunggal, dan tidak terdengar adanya
murmur pada sela iga 2-3 parasternal kiri karena arteri
pulmonal atretik. Pada foto rontgen ditemukan pembesaran
jantung dengan vaskularisasi paru yang berkurang.
Prostalglandin digunakan untuk mempertahankan
duktus arteriosus tetap membuka sambil menunggu
intervensi lebih lanjut. Septostomi atrial dengan balon harus
dilakukan secepatnya apabila pirau antarinteratrial agak
retriktif. Koreksi total yakni membuat ligasi koleteral baru
dilakukan bila anak sudah berusia di atas 1 tahun.
c. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru
bertambah.
1) Transposisi Arteri Besar
Transposisi arteri besar merupakan kelainan jantung
yang paling banyak pada neonatus. Insiden kelainan ini
sekitar 25% dari seluruh kelainan jantung bawaan sianotik
atau 5-10% dari kselutuhan penyakit jantung bawaan dan
kelainan ini ditemukan lebih banyak paada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. Pada kelainan ini terjadi
perubahan posisi aorta dan a. pulmonalis, yakni aorta keluar

11
dari ventrikel kanan, sedangkan a. pulmonalis keluar dari
ventrikel kiri. Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik
dan paru tersebut terpisah, dan kehidupan hanya dapat
berlangsung apabila ada komunikasi antara dua sirkulasi ini.
Manifestasi klinis bergantung pada adanya
percampuran yang adekuat antara sirkulasi sistemik dan
paru dan adanya stenosis pulmonal. Stenosis pulmonal
terdapat pada 10% kasus. Pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan duktus arteriosus agar darah dapat
tercampur sampai tindakan bedah dilakukan Operasi paling
baik dilakukan pada saat anak berusia 1-2 tahun dengan
prosedur Mustard.
7. Pemeriksaan Penunjang.
a. Radiologi: foto rontgen dada hampir selalu terdapat
kardiomegali.
b. Elektrokardiografi/EKG, menunjukkan adanya gangguan
konduksi pada ventrikel kanan dengan aksis QRS bidang
frontal lebih dari 90°
c. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna : digunakan untuk
mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
d. Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA
kecil tidak ada abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA
yang lebih besar. sangat menentukan dalam diagnosis
anatomik.
e. Kateterisasi jantung untuk menentukan resistensi vaskuler
paru.
8. Pelaksanaan Medis.
a. Vertikel Septum Defect (VSD)
1) Medis : pasien dengan VSD perlu ditolong dengan obat-
obatan untuk mengatasi gagal jantung seperti digoksin dan
diuretic, jika menjukan perbaikan maka operasi tidak perlu

12
dilakukan sampai umur 2-3 tahun. Operasi dilakukan jika
pada umur muda jika pengobatan medis untuk mengatasi
terjadinya gagal jantung.
2) Keperawan : pada pasien VSD bau di rawat rumah sakit jika
terjadi infeksi pada saluran pernafasan, karena biasanya
saat dispnea dan sianosis sehingga pasien terlihat lemah
dan dikhawatirkan pasien akan ada kemungkinan mengalami
gagal jantung.
b. Paten Duktus Arteriosus (PDA)
1) Medis : pengobatan definitive untuk PDA kecil adalah
pembedahan PDA kecil dapat dioperasi kapan saja. Pada
PDA besar dapat diberikan digoksin dan diuretic untuk
mengurangi gagal jantung. Operasi dilakukan pada masa
bayi bila gejala yang terjadi berat. Pada bayi premature PDA
di tutup dengan antiprostatgladin, misalnya: indometasin,
yang harus diberikan sedini mungkin ( <1 minggu).
2) Keperawatan : Berbagai resiko seperti pada VSD juga terjadi
pada PDA, dengan demikian perawatan bayi dan anak
dengan PDA serupa dengan perwatan pada VSD.
c. Atrial Septum Defect (ASD)
ASD kecil tidak perlu operasi karena tidak menyebabkan
gangguan hemodinamika atau bahaya pada anak.
d. Stenosis Pulmonal
1) Medis : Jika tekanan vertikel kanan 70 mmHg, maka
terdapat indikasi untuk operasi. Sekarang makin populer
pelebaran penyempitan SP dengan menggunakan kateter
balon dan dilaporn hasil yang baik.
2) Keperawatan : kegiatan anak harus dibatasi sesuai dgn
petunjuk dokter dan istirahat harus diperhatikan. Pada anak
yang sudah mengerti hal tersebut perlu diberitahukan secara

13
continu pasien harus datang ke konsultasi kerumah sakit
ataupun dokter jantung yang menanganinya.
e. Tetralogi Of Fallot (TOF)
1) Medis : pertolongan pasien TOF hanya dengan dioperasi.
Jika TOF dengan sianosi ringan dapat dilakukan hanya
dengan satu tahap pada umur 3-5 tahun. Pada TOF dengan
sianosi berat yang terjadi sebelum umur 6 bulan operasi di
lakukan.
2) Keperawatan : walaupun pasien TOF selalu tampak sianosis
tetapi tidak selalu dirawat dirumah sakit kecuali jika dokter
memandang perlu. Oleh karean itu, orang tua pasien perlu
diberikan petunjuk perawatan anaknya.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT
JANTUNG BAWAAN.
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien: nama, umur, jenis kelamin, berat dan panjang
badan lahir, berat dan tinggi badan sekarang.
b) Riwayat Kesehatan:  Riwayat penyakit sekarang, dan faktor
pencetus.
c) Riwayat kehamilan ibu.
d) Riwayat penyakit dulu: Data fokus, kaji : Riwayat batuk panas
sering (infeksi saluran nafas), cepat lelah/ sering berhenti saat
menghisap ASI/ susu/ makan (FD), banyak keringat, BB sulit
naik, dan perkembangan motorik terlamba (FTT).
e) Bila pasien biru (sianosis): kaji riwayat bertambahnya sianosis
saat beraktifitas; saat menghisap ASI/ susu/ menangis/ mandi
pagi atau BAB, dengan suara nafas yang memburu. Kemudian
lemas/ pingsan/ kejang, serta riwayat squatting.
f) Bila edema: kaji daerah edema, skala edema, intake cairan dan
output 24 jam.
g) Pemeriksaan Fisik    

14
Keadaan Umum :
GCS:
TTV pasien:  
h) Pemeriksaan Head to toe.   
(1) Kepala: ukuran diameter kepala bayi/ anak, bentuk kepala
bayi/ anak.
(2) Wajah:
(3) Mata: konjungtiva, sklera, palpebra, pupil.
(4) Hidung: terdapat masa/ tidak, sekret, kembang kempis
cuping, epistaksis (mimisan).
(5) Telinga: serumen, simetris.
(6) Mulut: bibir ( sianosis, kering), tonsil, gusi, gigi (pada anak
ukup usia), somatitis.
(7) Leher: JVP.
(8) Dada
Inspeksi: kemerahan, kebiruan, bentuk dada, simetris,
retraksi dada.
Palpasi: nyeri tekan (diindikasi dengan menangis pada bayi),
ekspansi dada.
Perkusi: kaji suara perkusi dari setiap ICS
Auskultasi: kaji suara jantung dan paru.
(9) Abdomen: asites, bising usus, lingkar perut, pemeriksaan
kuadran 1 (hepar, limpa, ginjal), kuadran 2 (lambung, ginjal),
kuadran 3 (kolon), kuadran 4 (kolon, appendiks).
(10)Ekstremitas: kehangatan (suhu), kelembaban, edema,
kekuatan pulsasi, pengisian kapiler, warna kuku.
2. Diagnosa
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d penurunan kardiak out
put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
b. Kelebihan volume cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus
sekunder terhadap penurunan cardiac out put.

15
c. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan
perawatan b/d misinterpretasi informasi

3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral b/d penurunan kardiak out
put sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah:
Tujuan    : Perfusi jaringan otak adekuat dan Tercapai secara
optimal.
Intervensi:
1) Monitor perubahan atau gangguan mental kontinu ( cemas 
bingung, letargi, pingsan )
2) Obsevasi adanya pucat, sianosis, belang, kulit dingin/ lembab.
3) Kaji tanda Homan ( nyeri pada betis dengan posisi
dorsofleksi ) eritema, edema.
4) Dorong latihan kaki aktif / pasif
5) Pantau pernafasan
6) Kaji fungsi GI, catat anoreksia, penurunan bising usus,
muntah/  mual, distaensi abdomen, kontipasi
7) Pantau masukan dan perubahan keluaran
b. Kelebihan volum cairan b/d kerusakan fungsi glumerolus sekunder
terhadap penurunan cardiac out put.
Tujuan    : Kelebihan volume cairan teratasi
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas akan adanya krekels.
2) Catat adanya DVJ, adanya edema dependen
3) Ukur masukan atau keluaran, catat penurunan pengeluaran,
sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan.
4) Pertahankan pemasukan total cairan 2000 cc/24 jam dalam
toleransi kardiovaskuler.
5) Berikan diet rendah natrium atau garam.

16
c. Kurang pengetahuan mengenai penatalaksanaan terapi dan
perawatan b/d misinterpretasi informasi.
Tujuan     : Kebutuhan pengetahuan terpenuhi secara adekuat.
Intervensi:
1) Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman atau
situasi. Dorong mengekspresikan dan jangan menolak
perasaan marah, takut dll.
2) Mempertahankan kepercayaan pasien ( tanpa adanya
keyakinan yang salah )
3) Terima tapi jangan beri penguatan terhadap penolakan
4) Orientasikan klien atau keluarga terhadap prosedur rutin dan
aktifitas, tingkatkan partisipasi bila mungkin.
5) Jawab pertanyaan dengan nyata dan jujur, berikan informasi
yang konsisten, ulangi bila perlu.
6) Dorong kemandirian, perawatan diri, libatkan keluarga secara
aktif dalam perawatan.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan
fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. Di berbagai
negara maju sebagian besar pasien PJB dapat dideteksi lebih dini
pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan di
negara berkembang, pasien terkadang dibawa berobat setelah besar,
disamping itu masih banyak ditemukan pasien masa neonatus dan
bayi usia muda meninggal sebelum diperiksa oleh dokter.
Kelainan jantung congenital dua perubahan hemodinamik utama.
Shunting atau percampuran darah arteri dan vena serta perubahan
aliran darah pulmonal dan tekanan darah. Normalnya, tekanan pada
jantung kanan lebih besar daripada sirkulasi pulmonal. Shunting
terjadi apabila darah mengalir melalui lubang abnormal  pada jantung
sehat dari daerah yang bertekanan lebih tinggi kedaerah yang
bertekanan rendah, menyebabkan darah yang teroksigenasi mengalir
ke dalam sirkulasi sistemik. Aliran darah pulmonal dan tekanan darah
meningkat bila ada keterlambatan penipisan normal serabut otot lunak
pada arteriola pulmonal sewaktu lahir.
B. Saran
Sebagai perawat harus selalu sigap dalam penanganan penyakit
kelainan jantung bawaan. Selain itu perawat juga memberi health
education kepada klien dan keluarga agar mereka paham dengan
penyakit jantung bawaan dan bagaimana pengobatannya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth’s (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi
8 volume 2). Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC.
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta 

19

Anda mungkin juga menyukai