Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 2

Filsafat Sains dan Konsep Teknologi

Disusun Oleh :

Nama : Sulistiawan

NIM : F1B117018

Jurusan : Fisika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO


KENDARI

2020
1. Mitos

Mitos atau mite adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah masa lalu (masa
lampau), yang mengandung penafsiran tentang alam semesta serta keberadaan makhluk di
dalamnya, dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya.
Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional (cerita kuno).
Pada umumnya, mitos menceritakan kejadian alam semesta, dunia dan para makhluk
penghuninya, bentuk topografi, kisah para mahkluk supranatural, dan sebagainya. Mitos bisa
muncul dari catatan peristiwa sejarah yang terlalu dilebih-lebihkan. Cara berpikir mitos
mempunyai beberapa ciri, yaitu imagerial; yang bertitik tumpu pada image, citra, atau bentuk.
Misalnya di legenda tangkuban perahu, orang-orang jaman dulu melihat sebuah gunung yang
berbentuk seperti perahu terbalik, kemudian mereka buatlah cerita yang berkorelasi dengan
itu, sehingga terciptalah legenda tangkuban perahu. Ciri kedua, yaitu persepsi yang
undifferentiated; semua hal diperlakukan sama dengan manusia; bisa diajak bicara, diminta
pertolongan, dan sebagainya. Maka itulah jaman dahulu terdapat adat-adat seperti tarian hujan
(hujan dianggap bisa mendengar manusia) atau minta rezeki dari pohon (pohon yang
sebenarnya benda mati dipercayai bisa memberi). Ciri ketiga, yaitu kultur lisan (ciri favorit
saya); di mana orang-orang memaknai suatu kata dari efek imajinatif/auranya, bukan makna
otentik dari kata itu sendiri. Sebagai contoh, ada gedung-gedung di Indonesia yang dinamai,
misalnya Manala Swanabakti. Ada artinyakah? Tidak. Namun kata itu memang punya kesan
greatness dan mirip kata sansakerta yang terkesan tua dan elegan.

2. Logos

Logos termasuk konsep salah satu kunci dalam agama Yahudi. Kata logos dalam bahasa
Ibrani, davar, sangat erat hubungannya dengan penciptaan, kristologi, soteriologi, dan teologi.
Kata logos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sabda, atau "buah pikiran" yang
diungkapkan dengan perkataan, pertimbangan nalar, atau arti. Dalam bahasa Ibrani, davar
berarti hal yang berada di belakang, yang berarti firman Tuhan, yang dianggap sejajar dengan
sofia (hikmat), yaitu perantara (wasilah) Tuhan dengan makhluk ciptaannya. Segala sesuatu itu
haruslah logis dan masuk akal, karena pemakaian akal itu yang membedakan manusia dengan
makhluk hidup lain. Maka terbentuklah cara berpikir logos. Ciri logos yang pertama adalah
konsep yang menjadi pilar dan makna yang denotatif (dipastikan); makna haruslah tunggal,
tidak seperti mitos yang mempunyai kecenderuangan bermakna banyak. Makanya dalam sains,
definisi kata itu sangat penting. Ciri kedua, presisi yang spesifik (differentiated). Semua hal
harus dipilah. Manusia adalah manusia. Benda mati adalah benda mati. Tidak boleh disamakan.
Ciri ketiga, kultur baca-tulis. Manusia menyadari bahwa memori mereka terbatas. Maka dengan
menumpahkan isi kepala ke dalam tulisan, ide-ide dan ilmu mereka bisa bertahan lama.
3. Intuisionisme

Intuisionisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi
(naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu
kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi, intuisi adalah non-analitik dan
tidak didasarkan atau suatu pola berfikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan
perasaan.Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses
kejiwaan tanpa suatu rangsangan namun mampu membuat pernyataan yang berupa
pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh dari intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau
melalui kenyataan, karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengalaman lebih dahulu.
Pemakaian metode intuitif secara tunggal dapat menghasilkan pengetahuan yang tidak masuk
akal. Hal ini dapat dihindari kalau dikendalikan atau di cek dengan akal dan indera. Epistemologi
intuitif berpandangan bahwa dalam upaya memperoleh pengetahuan bukan bertumpu pada
logika Aristotelian yang mengharuskan adanya jarak antara subjek dan objek, melainkan justru
jalan utama untuk mengetahui adalah ‘menjadi’. Dalam menjadi terdapat kepaduan subjek-
objek, dengan ‘menjadi’ maka seseorang dapat menggapai pemahaman langsung tanpa
perantara, sehingga memungkinkan tergapainya ‘pengetahuan orisinal’. Memang dalam
keadaan ‘menjadi’ kadang kala justru sering menggangu pancaran kebenaran objek. Dalam
beberapa pandanagan, intuisi hanya merupakan hasil akumulasi pengalaman dan pemikiran
seseorang pada masa lalu. Bahkan dikatakan bahwa intuisi adalah pemendekan terhadap
pengetahuan yang seharusnya diungkapkan oleh indra dan pemikiran reflektif. Intuisi adalah
hasil induksi dan deduksi di bawah sadar. Mereka yang mempunyai banyak pengalaman dalam
berfikir dan bekerja di lapangan lebih mudah mempunyai intuisi yang baik dalam bidangnya.
Saat ini kata intuisi dalam beberapa bacaan sering diganti dengan persepsi yang tepat,
imajinasi, pemikiran yang ringkas, dan pertimbangan yang sehat.

Dengan demikian sesungguhnya peran intuisi sebagai sumber pengetahuan karena


intuisi merupakan suatu kemampuan yang ada dalam diri manusia yang mampu melahirkan
pernyataan-pernyataan yang berupa pengetahuan. Harold H. Titus memberikan catatan, bahwa
intuisi adalah suatu jenis pengetahuan yang lebih tinggi, wataknya berbeda dengan
pengetahuan yang diungkapkan oleh indera dan akal dan bahwa intuisi yang ditemukan orang
dalam penjabaran-penjabaran mistik memungkinkan kita untuk mendapatkan pengetahuan
langsung yang mengatasi (trancendent) pengetahuan kita diperoleh dari indera dan akal. Secara
epistemologis, pengetahuan intuitif berasal dari intuisi yang diperoleh melalui pengamatan
langsung, tidak mengenai objek lahir melainkan mengenai kebenaran dan hakikat sesuatu
objek. Dalam tradisi Islam, para sufi menyebut pengetahuan ini sebagai rasa yang mendalam
(zauq) yang berkaitan dengan persepsi batin. Dengan demikian pengetahuan intuitif sejenis
pengetahuan yang dikaruniakan Tuhan kepada seseorang dan pada kalbu-nya sehingga
tersingkaplah olehnya sebagian rahasia dan tampak oleh-nya sebagian realitas. Perolehan
pengetahuan ini bukan dengan jalan kesalehan, sehingga seseorang memiliki kebeningan kalbu
dan wawasan spiritual yang prima.
4. Fenomenalisme
Secara harfiah Fenomenalisme adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa
Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Seorang Fenomenalisme
suka melihat gejala. Dia berbeda dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data,
mencari korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori. Fenomenalisme bergerak
di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa meninggalkan bidang
evidensi yang langsung. Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran, "a way of looking at
things". Gejala adalah aktivitas, misalnya gejala gedung putih adalah gejala akomodasi,
konvergensi, dan fiksasi dari mata orang yang melihat gedung itu, di tambah aktivitas lain yang
perlu supaya gejala itu muncul. Fenomenalisme adalah tambahan pada pendapat Brentano
bahwa subjek dan objek menjadi satu secara dialektis. Tidak mungkin ada hal yang melihat. Inti
dari Fenomenalisme adalah tesis dari "intensionalisme" yaitu hal yang disebut konstitusi.
Menurut Intensionalisme (Brentano) manusia menampakkan dirinya sebagai hal yang
transenden, sintesa dari objek dan subjek. Manusia sebagai entre au monde (mengada pada
alam) menjadi satu dengan alam itu. Manusia mengkonstitusi alamnya. Untuk melihat sesuatu
hal, saya harus mengkonversikan mata, mengakomodasikan lensa, dan mengfiksasikan hal yang
mau dilihat. Anak yang baru lahir belum bisa melakukan sesuatu hal, sehingga benda dibawa ke
mulutnya.

5. Rasionalisme

Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah alat pencari dan
pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal, temuannya diukur dengan akal pula.
Dicari dengan akal ialah dicari dengan berfikir logis. Diukur dengan akal artinya diuji apakah
temuan itu logis atau tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Dengan akal itulah aturan untuk
mengatur manusia dan alam itu dibuat. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu bersumber pada
akal. Rasionalisme itu berpendirian, sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena
Rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang
sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan
bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes
pengetahuan. Kelebihan Rasionalisme adalah dalam menalar dan menjelaskan pemahaman-
pemahaman yang rumit, kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka yang
tertarik untuk menggeluti masalah – masalah filosofi. Rasionalisme berpikir menjelaskan dan
menekankan kala budi sebagai karunia lebih yang dimiliki oleh semua manusia, mampu
menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia. Kelemahan rasionalisme
adalah memahami objek di luar cakupan rasionalitas sehingga titik kelemahan tersebut
mengundang kritikan tajam, sekaligus memulai permusuhan baru dengan sesama pemikir
filsafat yang kurang setuju dengan sistem-sistem filosofis yang subjektif tersebut, doktrin-
doktrin filsafat rasio cenderung mementingkan subjek daripada objek, sehingga rasionalisme
hanya berpikir yang keluar dari akal budinya saja yang benar, tanpa memerhatikan objek-objek
rasional secara peka.
6. Empirisme

Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis
dan ada bukti empiris. Dengan empirisme aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu
dibuat. Empirisme juga memiliki kekurangan yaitu ia belum terukur. Empirisme hanya sampai
pada konsep-konsep yang umum, Seorang empirisme biasanya berpendirian, kita dapat
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan
indera.Kelebihan empirisme adalah pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang
benar, karena faham empiris mengedepankan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Kelemahan
empirisme cukup banyak diantaranya indra terbatas benda yang jauh kelihatan kecil, indera
menipu ada orang yang sakit malaria, gulanya rasanya  pahit, udara panas dirasakan dingin. Ini
akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga. Selain itu objek yang menipu
contohnya ilusi, fatamorgana. Jadi, objek itu sebenarnya tidak sebagaimana ia tangkap oleh alat
indera; ia membohongi indera. Ini jelas dapat menimbulkan inderawi yang salah.

7. Metode Ilmiah

Pengertian Metode tidak pula sama dengan teknik. Metode adalah sesuatu cara
operasional tekhnis yang sering kali bercorak rutin, mekanis, atau spesialistis untuk
memperoleh dan menangani data dalam penelitian. Dapat pula diartikan sebagai suatu
penelitian sebagai suatu rangkaian aktivitas mengandung prosedur tertentu, yakni serangkaian
cara dan langkah tertib yang mewujudkan pola tetap.
Sedangkan pengertian ilmiah adalah sesuatu hal atau pernyataan yang bersifat keilmuan, atau
bisa orang menyebutnya benar. Syarat ilmiah adalah Rasional, Analisis, Kritis, Universal, dan
Sistematis. Jadi, Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk
memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan
observasi serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam.
Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika
suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Metode, menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang
mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam
mempelajari peraturan-paraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah merupakan
pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi ini secara
filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan Epistemologi.

Anda mungkin juga menyukai