2. Anamnesis 1. Berdebar
2. Kehilangan denyut (skip pedbeat)
3. Nyeri dada
4. Denyut yang tiba-tiba terasa keras
5. Sesak nafas
6. Dizziness
11. Indikator Medis <10% tingkat rekurensi pada terapi definitif pada
pasien Ekstrasistol ventrikel
TAKIKARDIA VENTRIKULAR BERKAS CABANG
TORSADE de POINTES
- Umumnya disosiasi VA
- Dapat dicetuskan dengan isoproterenol, jarang
dengan PES
- Aktivasi dini (>30ms sebelum QRS) dengan QS
pada sadapan unipolar sebagai fokus dan target
ablasi
- Konfirmasi dengan pacemap yang
menunjukkan kesesuaian EKG
c. Takikardia Ventriculari diopatik dari LV
- Takikardia monomorfik dengan QRS lebar
- Umumnya disosiasi
- Dapat dicetuskan dengan programme
datrial/ventricular stimulation
- Umumnya mudah diterminasi dengan rapid
stimulation
- Reset dengan stimulasi atrial maupun ventrikel
- Adanya diastolic potential (P1) mendahului
QRS saat takikardia di tempat target ablasi
- Presystolic Purkinje potential (P2)
Entrainment mapping:
o Concealeden trainment saat pace map
o PPI= VT cycle length ±30 ms
o Stimulus-QRS interval saat pacing=
electrogram–QRS saat VT ±20sm
Substrate mapping :
o Daerah dengan konduksi lambat
o Stimulus-QRS interval >4070ms
o Daerah dengan kesesuaian pace map
10/12
o Isolated diastolic potentials
o Adanya channels di antara atau di
dalam scar
Polymorfik VT:
o Pace map dari trigger beat
o Umumnya menunjukkan aktivasi
purkinje yang dini baik saat SR maupun
saat trigger beat
e. Torsade de Pointes: ablasi radio frekuensi
menggunakan pemetaan 3D untuk substrate
mapping.
9. Edukasi 1. Edukasi mengenali tanda dan gejala secara
mandiri.
Ajarkan cara menghitung nadi, mengukur tekanan
darah, mengelah berdebar, rasa melayang seperti
akan pingsan, keringat dingin, lemas
2. Edukasi tindakan awal yang harus dilakukan
ketika timbul tanda dan gejala, seperti: istirahat,
bila keluhan tidak hilang harus segera ke
pelayanan kesehatan terdekat
3. Edukasi tindakan lanjut / terapi definitif: Radio
Frekuensi Ablasi
10. Prognosis Ad vitam : dubia adbonam
Ad sanationam : dubia adbonam
Ad fungsional : dubia adbonam
11. Indikator Medis - 50 % pasien VT konversi ke irama sinus
- <10 % tingkat rekurensi pasien VT berbagai jenis
termasuk TdP yang diterapi dengan ablasi,
kecuali VT Iskemik yang frekurensinya >50%
sehingga perlu dipasang ICD.
Fibrilasi Atrium (FA)
(atrial fibrillation/AF)
1. Pengertian (Definisi) Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular
yang khas, dengan aktivasi atrium yang tidak
terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi
mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri
dari FA adalah tiadanya konsistensi gelombang P,
yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi)
yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya.
Pada fungsi NAV yang normal, FA biasanya disusul
oleh respons ventrikel yang juga ireguler, dan
seringkali cepat.
2. Anamnesis Spektrum presentasi klinis sangat bervariasi, mulai
dari asimtomatik hingga syok kardiogenik atau
kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50%
episode FA tidak menyebabkan gejala (silent atrial
fibrillation). Beberapa gejala ringan yang mungkin
dikeluhkan pasien antara lain:
- Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien
sebagai: pukulan genderang, gemuruh guntur,
atau kecipak ikan di dalam dada.
- Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap
aktivitas fisik
- Presinkop atau sinkop
- Kelemahan umum, pusing
Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan
hemodinamik, kardiomiopati yang diinduksi oleh
takikardia, dan tromboembolisme sistemik.
Penilaian awal dari pasien dengan FA yang baru
pertama kali terdiagnosis harus berfokus pada
stabilitas hemodinamik dari pasien.
3. Pemeriksaan Fisik - Hemodinamik dapat stabil atau tidak stabil
- Denyut nadi tidak teratur
- Denyut nadi dapat lambat, jika disertai dengan
kelainan irama block
- Jika hemodinamik tidak stabil dengan denyut
yang cepat sebagai kompensasi, maka terdapat
tanda2 hipoperfusi (akral dingin, pucat)
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
2. EKG :
Laju ventrikel bersifat ireguler
tidak terdapat gelombang P yang jelas
Gel P digantikan oleh gelombang F yang
ireguler dan acak, diikuti oleh kompleks QRS
yang ireguler pula.
secara umum: Laju jantung umumnya
berkisar 110-140x/menit, tetapi jarang
melebihi 160-170x/menit.
Dapat ditemukan denyut dengan konduksi
aberan (QRS lebar) setelah siklus interval R-
R panjang-pendek (fenomena Ashman) •
Preeksitasi • Hipertrofi ventrikel kiri • Blok
berkas cabang • Tanda infark akut/lama
3. Foto torax :
Pemeriksaan foto toraks biasanya normal,
tetapi kadangkadang dapat ditemukan bukti
gagal jantung atau tanda-tanda patologi
parenkim atau vaskular paru (misalnya emboli
paru, pneumonia).
1. Diagnosis Kerja Fibrilasi atrium
2. Diagnosis Banding 1. Multifocal atrial tachycardia (MAT)
2. Frequent premature atrial contractions (PAC)
3. Atrial Flutter
3. Pemeriksaan 1. Laboratorium darah:
Penunjang Hematologi rutin, faktor koagulasi, fungsi tiroid,
HbsAg, HCV , fungsi ginjal dan elektrolit.
2. Ekokardiografi TTE untuk :
Evaluasi penyakit jantung katup
Evaluasi ukuran atrium, ventrikel dan
dimensi dinding
Estimasi fungsi ventrikel dan evaluasi
trombus ventrikel
Estimasi tekanan sistolik paru (hipertensi
pulmonal)
Evaluasi penyakit perikardial
3. Ekokardiografi transesofageal (TEE) untuk :
Trombus atrium kiri (terutama di AAK)
Memandu kardioversi (bila terlihat
trombus, kardioversi harus ditunda)
Memandu tindakan penutupan AAK pada
LAA Occluder
4. Holter :
Diagnosis FA paroksismal, dimana pada
saat presentasi, FA tidak terekam pada EKG.
Evaluasi dosis obat dalam kendali laju atau
kendali irama.
5. Studi Elektrofisiologi :
Identifikasi mekanisme takikardia QRS lebar, aritmia
predisposisi, atau penentuan situs ablasi kuratif.
4. Terapi Kondisi Akut :
Untuk Hemodinamik tidak stabil :
Kardioversi elektrik :
Ekokardiografi transtorakal harus dilakukan
untuk identifikasi adanya trombus di ruang-
ruang jantung. Bila trombus tidak terlihat
dengan pemeriksaan ekokardiografi trans-
torakal, maka ekokardiografi transesofagus
harus dikerjakan apabila FA diperkirakan
berlangsung >48 jam sebelum dilakukan
tindakan kardioversi. Apabila tidak
memungkinkan dilakukan ekokardiografi
transesofagus, dapat diberikan terapi
antikoagulan (AVK atau dabigatran) selama 3
minggu sebelumnya. Antikoagulan dilanjutkan
sampai dengan 4 minggu pascakardioversi
(target INR 2-3 apabila menggunakan AVK).
Untuk laju denyut ventrikel dalam keadaan
stabil
1. Diltiazem 0,25 mg/kgBB bolus iv dalam 10
menit, dilanjutkan 0,35 mg/kgBB iv
2. Metoprolol 2,5-5 mg iv bolus dalam 2 menit
sampai 3 kali dosis.
3. Amiodaron 5 mg/kgBB dalam satu jam
pertama, dilanjutkan 1 mg/ menit dalam 6
jam, kemudian 0,5 mg/ menit dalam 18 jam
via vena besar
4. Verapamil 0,075- 0,15 mg/kgBB dalam 2
menit
5. Digoksin 0,25 mg iv setiap 2 jam sampai 1,5
mg
Daftar Pustaka :
11. Indikator Medis 80% pasien telah mendapat obat Beta blocker dan ACE
Inhibitor
KARDIOMIOPATI HIPERTROFI (HYPERTROPHIC CARDIOMYOPATHY)
Daftar Pustaka :
1. Panduan Praktik Klinis RS Jantung dan Pembuluh Daarah Haran Kita. 2014-2015.
2. Heart Failure Guideline.
3. ESC Guidelines Valvular 2012
4. ACC/AHA Guidelines Valvular 2008
5. JNC 7
6. AHA statement; Circulation 2009;119;1541-1551.
7. World Heart Federation 2007; Diagnosisand Management of Rheumatic Fever and
Rheumatic Heart Disease.
8. Habib G, et al. Infective Endocarditis: GuidelinesonthePrevention, Diagnosis, and
Treatmentof Infective Endocarditis. Eur. Heart Journal 2009;30:2369-2413
9. Wilson W, et al. Infective Endocarditis: Diagnosis and Management, American Heart
Association scientific Statement. Circ. 2005;111:e394-433