Anda di halaman 1dari 14

PATOFISIOLOGI DISTOSIA BAHU

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Patofisiologis Dalam Kebidanan

Oleh :

Neneng wildan silvia

1910104202

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim
Asslamu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai salah satu tugas dari mata kuliah
Patofisiologi Dalam Kebidanan dengan judul “ Patofisiologi Distosia Bahu”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Yogyakarta, 09 Januari 2020


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menilai angka kematian ibu
melahirkan di Indonesia mengalami penurunan. Berdasarkan data Survei Demografi
Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa secara nasional Angka Kematian Ibu pada
tahun 2012 di Indonesia 359/100.000 kelahiran hidup. Menujukkan penurunan
menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup, walaupun terjadi
kecenderungan penurunan angka kematian ibu, namun tidak berhasil mencapai target
MDGs yang harus dicapai yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015. (Kemenkes, 2018)
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat
proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu  keadaan diperlukannya manuver
obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak berhasil untuk
melahirkan kepala bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir
bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab
lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh
persalinan vaginal presentasi kepala (Prawirohardjo, 2009).
Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang
digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan
pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi
curam bawah dan episiotomi. Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas
menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis,
hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa diatas.
Distosia bahu merupakan kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet
diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau
bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum
(tulang ekor). Lebih mudahnya distosia bahu merupakan kejadian dimana
tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi perputaran lagi paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) dibawah rambut pubis. Dorongan saat ibu
mengedan akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu
gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan
tetap berada pada posisi anterior posterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan
bahu depan terhadap simfisis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari  distosia bahu ?
2. Apa Etiologi distosia bahu ?
3. Apa saja patofisiologis dari distosia bahu?
4. Apa penyebab komplikasi dari distosia bahu
5. Apa faktor Resiko yang berhubungan dengan distosia bahu?
6. Bagaimana tatalaksana dari distosia bahu ?
7. Bagaimana penatalaksanaan serta asuhan kebidanan pada kasus  Distosia Bahu ?

C. Tujuan
1.  Mengetahui pengertian dari distosia bahu.
2. Mengetahui Etiologi dari distosia bahu.
3. Mengetahui patofisiologis dari distosia bahu.
4. Mengetahui penyebab komplikasi dari distosia bahu.
5. Mengetahui faktor Resiko yang berhubungan dengan distosia bahu.
6. Mengetahui penatalaksanaan dari distosia bahu.
7. Mengetahui  penatalaksanaan serta asuhan kebidanan pada kasus Distosia Bahu
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori
1. Distosia Bahu
Distosia bahu ialah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior macet diatas
sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk kedalam panggul, atau bahu
tersebut bias lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum
(tulang ekor). (Maryunani, 2013).
Distosia bahu atau bahu macet adalah gagalnya bahu melewati pelvis secara
spontan setelah pelahiran kepala. Bahu anterior terperangkap dibelakang atau pada
simpisis pubis,sementara bahu posterior berada di lubang sacrum atau tinggi diatas
promontorium sacrum. (Damayanti, 2014)
Distosia bahu tidak bisa diprediksi secara akurat biasanya terjadi tanpa diduga,
posisi lutut dada yang ekstrim (Manuver Mc.Robert) telah terbukti hanya sedikit
mengakibat morbiditas pada neonatal dibandingkan maneuver lain. Penekanan fundus
dapat mengakibatkan tingginya morbiditas neonatal. (Nurrobikha, 2015)
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk melipat kedalam panggul (mis. Pada makrosomia) disebakan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yang pendek pada multipara, sehingga penurunan kepala yang
terlalu cepat akan menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau
kepala telah melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah
mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu behasil melipat masuk kedalam
panggul. (Triana, 2015)
Distosia bahu adalah kegawat daruratan obstetrik. Kegagalan untuk
melahirkan bahu secara spontan menenmpatkan ibu dan bayi beresiko untuk
terjadinya trauma. Insedens distosia bahu secara keseluruhan berkisar antara 0,3-1%,
sedangkan pada berat badan bayi diatas 4000 gram insidens meningkatkan menjadi 5-
7% dan pada berat badan bayi lebih dari 4500 gram insidensnya menjadi antara 8-
10%. (Triana, 2015)
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu
memasuki panggul dalam kondisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih
dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu
posterior berada di cekungan tulang sakrum atau sekitar spina iskhiadika, dan
memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui
belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada
dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu
posterior dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam
keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan putar
paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior
dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
Atas pertimbangan itu, distosia bahu merupakan kegawatdaruratan obstetri
yang perlu mendapat perhatian khusus. Persalinan kepala umumnya diikuti oleh
persalinan bahu dalam waktu 24 detik, sedangkan jika persalinan bahu lebih dari 60
detik, dianggap distosia bahu. Waktu 60 detik sebagai batas persalinan bahu
dipergunakan sebagai dasar diagnosis karena sulit menegakkan diagnosis sebelumnya.

2. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk “melipat” ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh fase
aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara sehingga penurunan kepala
yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau
kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami pemanjangan kala II
sebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

3. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) dibawah rumus pubis. Dorongan pada saat ibu
meneran akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah pubis, bila bahu
gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring dan tetap
berada pada sumbu anterior pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis sehinga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala
4. Epidemiologi
Angka kejadian Distosia Bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang
digunakan. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan vaginal
presentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara
lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya
menjadi 11%. Gross, dkk (1987) menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu
yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa.
Presentase kejadian distosia bahu diperkirakan 0,2% - 0,6% dari semua persalinan
pervaginam (Baskett & Allen, 1995).
Insidensi dapat meningkat dengan adanya peningkatan ukuran badan bayi dan
hampir mendekati 1 : 100 kelahiran di masyarakat Eropa yang akan berbeda di
masyarakat lain. Insiden 2% akan meningkat pada persalinan bayi besar, 3% jika berat
lahir >4000 gr (Hansmann dan Hincker). Selain itu wanita yang pernah melahirkan
bayi distosia bahu yang mengakibatkan cedera pada janin, memiliki resiko yang lebih
besar untuk terjadinya distosia bahu pada kehamilannya yang berikutnya.

5. Faktor Penyebab Distosia


1) Distosia karena kelainan his
a. Inersia Uteri Hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah/tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan servik atau mendorong anak keluar.disini kekuatan his
lemah dan frekuensi jarang.sering dijumpai pada penderita dengan keadaan
umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya
akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara
atau primipara, serta penderita pada keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi
pada kala pembukaan serviks,fase laten atau fase aktif maupun pada kala
pengeluaran.
Inersia uteri hipotonik terbagi dua yaitu:
b. Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten, sejak awal telah terjadi his yang tidak
adekuat/kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan. Sehingga
sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan
inpartu atau belum.
c. Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktik kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada
keadaan selanjutnya terdapat gangguan atau kelainan.
d. Inersia Uteri Hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar kadang sampai melebihi
normal namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan
bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks, dari mendorong
bayi keluar.
e. Fator Risiko
1) Ada riwayat obstetrik/persalinan dengan bayi besar dan riwayat distosia
bahu sebelumnya,
2) Bayi besar dan selalu ada riwayat bahu besar (namun dalam kebanyakan
kasus distosia bahu, berat bayi dapat ditemukan masih dalam batas normal
dan untuk bayi yang besar juga, distosia bahu kadang-kadang tidak terjadi.
3) Tergantung dari faktor meneran ibu, panggul dan kesigapan penolong
untuk menolong persalinan),
4) Riwayat DM (diabetes melitus) pada ibu hamil dan keluarga : (7% insiden
distosia bahu terjadi pada ibu dengan diabetes gestasional)
5) Wanita dengan kontraktur pelvis terutama diameter anteroposterior,
6) Kehamilan posterm, dapat menyebabkan distosia bahu karena janin terus
tumbuh setelah usia kehamilan 42 minggu,
7) Ibu dengan obesitas, multiparitas
8) Tidak menunggu kepala melakukan putaran paksi luar pada saat menolong
kelahiran bahu

6. Mekanisme Distosia Bahu


Pada akhir kehamilan, agar dapat melewati jalan lahir kepala harus dapat
mengatasi tebalnya segmen bawah Rahim dan servik yang masih belum mengalami
dilastasi. Perkembangan otot uterus didaerah fundus uteri dan daya dorongan terhadap
bagian terendah janin adalah faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala I.
Setelah dilatasi serviks lengkap, hubungan mekanisme antara ukuran dan posisi
kepala janin serta kapasitas panggul (fetopelvic proportion) dikatakan baik bila sudah
terjadi desensus janin.gangguan fungsi otot uterus dapat disebabkan oleh regangan
uterus berlebihan dan atau partus macet (obstructed labor). Dengan demikian maka
persalinan yang tidak berlangsung secara efektif adalah merupakan tanda akan adanya
fetopelvic disproportion. Membedakan gangguan persalinan menjadi disfungsi uterus
dan fetopelvic disproportion secara tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karena
kedua hal tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang erat. Kondisi tulang panggul
bukan satu-satunya penentu keberhasilan berlangsunya proses persalinan pervaginam.
Bila tidak ada data objektif untuk mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD, harus
dilakukan TRIAL of LABOR untuk menentukan apakah persalinan pervaginam dapat
berhasil pada sebuah persalinan yang diperkirakan akan berlansung tidak efektif.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa tindakan TRIAL of LABOR adalah merupakan
prioritas untuk menurunkan kejadian section Caesar.

7. Gambaran Klinis Dan Diagnosis


Akibat mekanisme yang sudah dijelaskan diatas, kepala yang sudah dilahirkan akan
tidak dapat melakukan putar paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang
terjadi antara bahu posterior dengan kepala (disebut dengan turtle sign).
1. Biasanya ada perlambatan kemajuan turunnya kepala pada kala II yang ditandai
dengan kesulitan dalam melahirkan bahu,
2. Biasanya ada kelahiran kepala yang perlahan, dengan ekstensi kepala mengambil
waktu lebih lama daripada biasanya, Sekali kepala lahir, kepala masuk lagi ke
vagina dan kepala terlihat tidak mampu bergerak,
3. Tidak terjadi putaran paksi luar. Distosia Bahu dapat dikenali apabila didapatkan
adanya :
4. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan, Kepala
bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang,
5. tertarik dan menekan perineum,
6. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di cranial
simphysis pubis. Begitu Distosia Bahu dikenali, maka prosedur tindakan untuk
menolongnya harus segera dilakukan.

8. Komplikasi
a. Komplikasi Distosia Bahu pada janin
Adalah fraktur tulang (klavikula dan humerus), cedera pleksus brachialis, dan
hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak. Dislokasi tulang
servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan tarikan dan putaran pada
kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna tanpa
sekuele, apabila didiagnosis dan di terapi dengan memadai. Cedera pleksus
brachialis dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi
pada 50% kasus.
b. Komplikasi distosia bahu pada ibu
Pada ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan
lahir, episiotomy ataupun atonia uteri. Laserasi daerah perineum dan vagina yang
luas dan gangguan psokologis sebagai dampak dari pengalaman persalinan
traumatic

9. Penatalaksanaan
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta
bantuan. Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu
posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas
panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk
mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul tersebut,
dapat dilakukan episiotomy yang luas disertai posisi McRobert (posisi dada-lutut).
Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin menyulitkan
bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri. Disamping perlunya
asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan
pertolongan persalinan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah
kepala lahir akan terjadi penurunan pH Arteria Umbilikalis dengan laju 0,04
unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalami hipoksia
tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan bahu sebelum
terjadi cedera hipoksik pada otak. Makin pendek waktu melahirkan bahu, hasilnya
akan makin baik. Karena dugaan distosia bahu sulit ditentukan, setiap ahli obstetri
harus dapat mengerjakan. Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah
sebagai berikut :
1. Manuver McRobert
Teknik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik, dkk tahun 1983 dan
selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di
Houston. Manuver McRobert dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi
McRobert, yaitu ibu telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi
sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi).
Ternyata penarikan paha ke arah badan menyebabkan : sacrum bertambah lurus,
memutar simphysis pubis ke arah kepala ibu hamil, mengurangi sudut inklinasi
tulang pelvis dan membebaskan bahu depan dari cengkraman simphysis pubis.
Kemudian lakukan episiotomy. Gabungan episiotomy dan posisi McRobert akan
mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam
panggul. Pada posisi berbaring terlentang, minta ibu menarik lututnya sejauh
mungkin kearah dadanya dan diupayakan lurus, lakukan penekanan ke bawah
dengan mantap diatas simpisis pubis untuk menggerakan bahu anterior diatas
simpisis pubis. Tidak diperbolehkan mendorong fundus uteri beresiko terjadinya
rupture uteri. Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada diatas
tekan keatas untuk melahirkan bahu depan, tekan kepala janin mantap ke bawah
untuk melahirkan bahu belakang.

2. Manuver Rubin
a. Mengubah posisi bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan
tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah
berikutnya yaitu
b. Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan
kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk
melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil
dan melepaskan bahu depan dari simphysis pubis. Manuver Rubin II
Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah,bahu anak→yang paling
mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu
mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit.

3. Manuver Hibbard
Menekan dagu dan leher janin ke arah rectum ibu dan seorang asisten
menekan kuat fundus saat bahu depan di bebaskan. Penekanan fundus yang
dilakukan pada saat yang salah akan mengakibatkan bahu depan semakin
terjepit

4. Manuver Wood
Dengan melakukan rotasi bahu posterior 180 secara “crock screw
(Masukkan satu tangan ke dalam vagina dan lakukan penekanan pada bahu
anterior ke arah sternum bayi, untuk memutar bahu bayi dan mengurangi
diameter bahu)” maka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan
terbebas. Melahirkan bahu belakang Operator memasukkan tangan kedalam
vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi
lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku,
tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin, lengan
posterior dilahirkan.
Maneuver Wood: manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi
fleksibilitas sandi sakroiliaka bisa meningkatkan diameter sagital pintu atas
panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu bahu posterior
melewati promontorium pada posisi telentang atau litotomi sandi
sakroiliaka  menjadi terbatas mobilitasnya pasien menopang tubuhnya dengan
kedua tangan dan kedua lututnya pada manuverin,bahu posterior dilahirkan
terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala bahu melalui panggul
ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar sebagai aliran sakrup,
berdasarkan hal itu memutar bahu akan mempermudah melahirkannya,
maneuver woods dilakukan dengan menggunakan 2 jari tangan bersebrangan
dengan punggung bayi yang diletakkan dibagian depan bahu posterior menjadi
bahu anterior dan posisinya berada dibawah akralis pubis, sedangkan bahu
anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior
dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan mudah dapat dilahirkan

5. Manuver Zavanelli
Mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan
melalui Seksio Cessaria, memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau
posterior bila kepala janin sudah berputar dari posisi tersebut, membuat kepala
anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina
dan yang terakhir lakukan Seksio Cessaria darurat dengan anestesi lokal (+
ketamin drip).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak
dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala distosia bahu
adalah pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada
distosia bahu kepala akan tertarik ke dalam dan tidak dapat mengalami putaran paksi
luar yang normal. Disebabkan oleh karena faktor-faktor komplikasi pada maternal
atau neonatal. Untuk penatalaksanaan nya dilakukan episiotomy secukupnya dan
dilakukannya Manuver Mc.Robert,karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan
dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.
B. Saran
Bagi ibu hamil hendaknya memeriksakan kehamilannya secara dini, memeriksakan
kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilannya, agar bisa terdeteksi secara dini
komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilannya dan bisa meminimalisir
terjadinya komplikasi tersebut
DAFTAR PUSTAKA

Maryunani, A. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neonatus.


Yogyakarta : In Media
Damayanti, Ika Putri, dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada Ibu
Bersalin dan Bayi Bru Lahir. Yogyakarta : Deepublish.
Nurrobikha. 2015. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Yogyakarta : Deepublish.
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Prawirohardjo, Sarwono. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.
Triana, Ani, dkk. 2015. Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Yogyakarta:
Deepublish

Anda mungkin juga menyukai