Dunia industri saat ini telah berkembang pesat seiring modernya zaman,
terutama pada bidang produksi. Salah satu contohnya dari bidang produksi yaitu plat
aluminium. Setiap plat atau lembaran yang dihasilkan dapat memiliki sifat yang
berbeda-beda, misal ada yang tidak rata atau kekasaran permukaannya melebihi
standar yang diizinkan. Kebutuhan tersebut merupakan sesuatu yang berusaha
dipenuhi oleh industri manufaktur demi menjaga kualitas produk mereka dimata
konsumen.
PENDAHULUAN
Untuk mengklasifikasikan hasil produk yang cacat atau tidak, salah satunya
adalah dengan cara pengukuran. Beberapa parameterdalam menentukan dimensi
suatu hasil produksi antara lain seperti ketinggian, kedalaman, kerataan, diameter luar
dan diameter dalam sangatlah diperlukan bagi suatu perusahaan dalam pembuatan
produk yang diinginkan.
Cara pembacaan hasil pengukuran juga merupakan faktor yang sangat penting
untuk menentukan ketepatan hasil pengukuran. Cara pembacaan ini sangat
bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun alat. Untuk itu kompetensi
pengguna alat ukur menjadi sangat penting. Sehingga dengan adanya latar belakang
diatas, sangatlah penting pula diadakan praktikum pengukuran teknik.
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengukuran
2.1.1 Pengertian Pengukuran
Pengukuran dalam arti yang cukup umum adalah membandingkan suatu
besaran dengan acuan / pembanding / referensi. Proses pengukuran akan
menghasilkan angka yang diikuti dengan nama besaran acuan ini. Bila tidak diikuti
nama besaran acuan, hasil pengukuran menjadi tidak berarti. Besaran tersebut harus
dibakukan (distandarkan).
Terdapat beberapa jenis metode pengukuran, yaitu :
1. Pengukuran Linear
Pengukuran Linear adalah proses pengukuran untuk mengetahui
dimensidari suatu benda kerja yang belum diketahui ukurannya.
Pengukuran Linear Pembacaan Langsung Alat ukur langsung adalah alat
ukur yang mempunyai skala ukur yangtelah dikalibrasi dan hasil
pengukuran dapat langsung dibaca pada skala tersebut. Pengukuran Linear
Pembacaan Tidak Langsung Pengukuran Linear pembacaan tidak
langsung yaitu pengukuran dengan instrumen pembanding, maksudnya
dengan membandingkan dimensi yang diperoleh dari hasil pengukuran
kemudian membacanya dengan bantuan alatukur langsung. Pada
pengukuran ini, kita melakukan dua kali proses pengerjaan.
2. Pengukuran Sudut
Benda ukur menurut geometrisnya tidak selamanya mempunyai
dimensi ukuran dalam bentuk panjang. Akan tetapi adakalanya di samping
mempunyai dimensi panjang juga mempunyai dimensi sudut.Ketepatan
sudut benda kerja untuk maksud-maksud tertentu ternyata sangat
diperlukan, misalnya sudut blok V (V-block), sudut alur berbentuk ekor
burung, sudut ketirusan poros dan sebagainya. Untuk itu, pengukuran
sudut perlu dipelajari caranya. Prinsip-prinsip pengukuran yang digunakan
untuk pengukuran linier juga berlaku untuk pengukuran sudut. dalam
pembahasan pengukuran sudut akan dibicarakan pengukuran sudut
langsung dan tak langsung beserta alat dan cara menggunakannya.
Pengukuran Sudut langsung adalah kita mendapat jarak mendatar
langsung di lapangan.
4. Pengukuran Profil
Pengukuran profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu
wilayah. Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil
memanjang dan profil melintang. Dengan pengukuran profil ini, banyak
manfaat yang bisa diperoleh dari data yang dihasilkan karena beda tinggi
di setiap bagian di wilayah tersebut dapat diketahui.
5. Pengukuran Ulir
Sistem ulir sudah dikenal dan sudah digunakan oleh manusia sejak
beberapa abad yang lalu. Tujuan diciptakannya sistem ulir ini pada
dasarnya adalah mendapatkan cara yang mudah untuk menggabungkan
atau menyambung dua buah komponen sehingga gabungan ini menjadi
satu kesatuan unit yang bermafaat sesuai dengan fungsinya. Sebelum
teknologi industri maju pembuatan ulir hanya dilakukan dengan tangan
dan sudah tentu hasilnya kasar.
6. Pengukuran Roda Gigi
Dalam bidang permesinan, jenis roda gigi adalah bermacammacam.
Ada yang membedakan roda gigi dari bentuk giginya dan ada pula yang
membedakannya menurut posisi dari poros untuk masingmasing roda gigi
pada suatu pasangan roda gigi. Akan tetapi, dari dua cara membedakan itu
pada dasarnya jenis roda gigi yang dibedakan adalah sama.
Pada gambar 2.2 dapat dilihat jika baut diputar satu kali, maka baut
tersebut akan bergerak satu ulir. Apabila jarak ulir 1 mm, baut akan bergerak
2 mm dan seterusnya. Inilah prinsip pengukuran dengan mikrometer. Pada
alat ukur yang sebenarnya mur berarti inner sleeve dan baut adalah spindle.
Spindle merupakan poros panjang yang dapat bergerak maju-mundur untuk
menyesuaikan dimensi benda yang akan diukur. Untuk menggerakkan spindle
dilakukan dengan cara memutar thimble. Apabila thimble diputar ke kanan,
maka spindle akan mendekati anvil. Pada saat mengukur benda kerja, jika
jarak antara spindle dengan benda kerja masih jauh, maka untuk
mendekatkannya dengan cara memutar thimble ke kanan. Namun apabila
jarak antara ujung spindle dengan benda kerja sudah dekat, maka untuk
mendekatkannya dengan cara memutar rathchet stoper sampai ujung spindle
menyentuh benda kerja. Lock clamp digunakan untuk mengunci spindle agar
tidak dapat berputar sehingga posisi skala pengukuran tidak berubah.
2. Mikrometer luar dengan landasan
Jangka sorong biasa disebut vernier caliper, mistar geser atau schat matt.
Prinsip pengukuran pada mistar geser adalah selisih antara jarak rahang tetap dan
rahang bebas yang berfungsi sebagai penjepit benda kerja yang akan diukur.
Pembacaan ukuran menggunakan skala linear ( skala utama ) melalui garis indeks
yang terletak pada peluncur ( yang bersatu dengan rahang ukur gerak ).
Jangka sorong lebih teliti jika dibandingkan dengan mistar ukur karena
dibantu oleh skala nonius. Jangka sorong dengan skala nonius ketelitiannya
mencapai 0,1 ; 0,05 dan 0,02 mm.Seperti yang telah dijelaskan diatas, pembacaan
ukuran dilakukan dengan bantuan skala nonius. Jangka sorong nonius memiliki
bagian – bagian seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3
Keterangan dari tiap bagian dari jangka sorong nonius seperti pada gambar
diatas adalah sebagai berikut.
1. Out side jaws, digunakan unutk mengukur diameter luar atau lebar dari
benda ukur.
2. Inside jaws, digunakan untuk mengukur diameter dalam.
3. Depth probe, digunakan untuk mengukur kedalaman benda atau
kedalaman lubang.
4. Main scale, adalah skala utama dalam (mm)
5. Main scale, adalah scala utama dalam (Inchi)
6. Vernier, digunakan untuk menunjukkan skala keletlitian adau interpolasi
(skala nonius) dama (mm).
7. Vernier, digunakan untuk menunjukkan skala keletlitian adau interpolasi
(skala nonius) dama (Inchi).
8. Rotainer, digunakan untuk memudahkan mendorong movable part.
Cara membaca alat ukur ini adalah diawali dengan membuka rahang geser
jangka sorong kesebelah kanan untuk memudahkan memasukkan benda yang
akan diukur. Geser lagi rahang kesebelah kiri dengan rapat agar mendapatkan
hasil pengukuran yang optimal. Ada dua angka NOL pada jangka sorong di
bawah. Yang pertama pada skala atas, yang kedua di baris bawahnya agak
ketengah. Perhatikan garis yang berhimpit antara skala atas dan skala bawah, cari
yang nyambung dengan lurus garis atas dan bawahnya.
Sumber : http://www.shopclues.com/mitutoyo-digital-vernier-caliper-
150mm.html
Jangka sorong / caliper ada 2 jenis, yaitu versi digital dan versi analog. Tentu
saja jangka sorong / caliper yang versi digital lebih baik dibandingkan dengan
versi analog karena bisa mengurangi tingkat kesalahan dari operator dalam
melakukan kegiatan pengukuran. Dengan adanya kemajuan teknologi, saat ini
jangka sorong dengan display digital sudah banyak dijual di pasaran
menggantikan yang versi analog.
Sumber : http://etsworlds.blogspot.co.id/2015/04/jangka-sorong-mistar-ingsut.html
Dial indicator adalah alat ukur yang banyak digunakan dalam dunia
permesinan. Prinsip kerja dari dial indicator adalah secara mekanisyaitu gerak linear
dari sensor akan diubah menjadi gerakan putar jarum jam penunjuk dengan perantara
batang bergerigi dan susunan roda gigi.
Pegas koil berfungsi sebagai penekan batang bergerigi sehingga sensor selalu
menekan ke bawah. Pegas spiral berfungsi sebagai penekan sistem transmisi roda gigi
agar permukaan gigi yang berpasangan selalu menekan pada sisi yang sama. Bentuk
dari dial indicator seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.
Sumber : http://pakcipguru.blogspot.com/2009/01/media-gambar-dial-indicator.html
Kecermatan skala dial indicator adalah 0,001 ; 0,002 dan 0,005 mm dengan
kapasitas ukur yang berbeda misalnya 20, 15, 10, 5, 2, dan 1 mm. Untuk kapasitas
ukur yang besar biasanya dilengkapi dengan jam kecil pada piringan jam besar. Satu
putaran penuh dari jarum jam yang besar sama dengan satu angka dari jarum jam
kecil. Pada tepi piringan ada kalanyadilengkapi dengan dua tanda pembatas yang
dapat diatur kedudukannya yang menyatakan batas atas dan batas bawah toleransi
ukuran benda kerja. Piringan skala dapat diputar untuk mengatur posisi nol pada awal
pengukuran.
Sumber : http://www.craftsmanspace.com/knowledge/vernier-bevel-protractor.html
Sumber : http://www.craftsmanspace.com/sites/default/files/free-knowledge-
articles/bevel_protractor_angles.jpg
Sumber : http://collections.infocollections.org/ukedu/en/d/Jgtz062ce/2.html
2.3.2. Kecermatan
2.3.3. Kepekaan
Kepekaan alat ukur ditentukan terutama oleh bagian pengubah, sesuai dengan
prinsip kerja yang diterapkan padanya. Dalam hal ini, kepekaan alat ukur adalah
kemampuan alat ukur untuk menerima, mengubah dan meneruskan isyarat sensor.
Kepekaan bisa berkaitan dengan kecermatan dan keterbacaan skalaalat ukur.
Gambar 2.15. diagram kepekaan alat ukur.
(sumber: http://www.academia.edu/3636574/PENGUKURAN_TEKNIK_I_-_IV)
2.3.4. Keterbacaan
2.3.5. Histerisis
(sumber: http://www.academia.edu/3636574/PENGUKURAN_TEKNIK_I_-_IV)
2.3.6 Kepasifan
Kepasifan adalah waktu yang digunakan “perjalanan isyarat” mulai dari sensor
sampai pada penunjuk. Kepasifan dengan kepekaan tidak ada keterkaitan. Kepasifan
alat ukur jenis mekanik yang disebabkan oleh pengaruh kelembaman misalanya
besarnya massa komponen dan pegas yang tidalk elastic sempurna. Kepasifan rendah
sangat menguntungkan sebab alat ukur cepat reaksinya.
2.3.7 Pergeseran
Pengambangan terjadi apabila jarum penunjuk selalu berubah posisi atau angka
terakhir berubah-ubah. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguann yang
menyebabkan perubahan yang kecil terhadap sensor.
Dalam percakapan sehari-hari, akurasi dan presisi adalah istilah yang sering
digunakan secara bergantian. Namun, makna ilmiah mereka sangat berbeda.
Akurasi adalah ukuran seberapa dekat suatu hasil pengukuran dengan nilai yang
benar atau diterima dari kuantitas besaran yang diukur. Presisi adalah ukuran
dari seberapa dekat serangkaian pengukuran satu sama lain. Pengukuran yang
tepat sangat mudah direproduksi (atau diulang ditempat yang lain), bahkan jika
pengukuran tidak dekat dengan nilai yang benar.
Gambar 2.17 Ilustrasi perbedaan akurasi dan presisi pada anak panah (Sumber :
http://ilmualam.net/perbedaan-akurasi-dan-presisi.html)
Anak panah yang dilemparkan pada papan dart sangat membantu dalam
menggambarkan perbedaan antara akurasi dan presisi. Distribusi panah pada
papan dart menunjukkan perbedaan antara akurasi dan presisi. Asumsikan bahwa
tiga anak panah yang dilemparkan pada papan dart, dengan bagian tengah papan
yang berwarna biru (mata sapi) mewakili yang benar, atau diterima, nilai apa
yang diukur. Sebuah anak panah yang menimpa di dalam mata sapi adalah
sangat akurat, sedangkan anak panah yang mendarat jauh dari mengenai mata
sapi memiliki akurasi yang buruk. Gambar di atas menunjukkan empat hasil
yang mungkin :
1. Anak panah telah mendarat jauh dari satu sama lain dan jauh dari mata sapi.
Pengelompokan ini menunjukkan pengukuran yang tidak akurat, juga tidak
tepat.
2. Anak panah yang dekat satu sama lain, tetapi jauh dari mata sapi.
Pengelompokan ini menunjukkan pengukuran yang tepat, tetapi tidak
akurat. Dalam situasi laboratorium, presisi yang tinggi dengan akurasi yang
rendah sering dihasilkan dari kesalahan sistematis. Entah pengukur
membuat kesalahan yang sama berulang-ulang atau entah bagaimana alat
ukur mengalami cacat. Neraca yang buruk dikalibrasi dapat memberikan
pembacaan massa yang sama setiap waktu, tetapi akan jauh dari massa
sebenarnya dari benda.
3. Anak panah tidak berkumpul sangat dekat satu sama lain, tetapi umumnya
berpusat di sekitar mata sapi. Hal ini menunjukkan presisi yang buruk, tapi
akurasi cukup tinggi. Situasi ini tidak diinginkan dalam situasi laboratorium
karena akurasi yang “tinggi” mungkin hanya kebetulan acak dan bukan
merupakan indikator sejati keterampilan pengukuran yang baik.
4. Panah berkumpul bersama dan telah menghantam mata sapi. Hal ini
menunjukkan presisi tinggi dan juga akurasi yang tinggi. Para ilmuwan
selalu berusaha untuk memaksimalkan keduanya dalam pengukuran mereka.
2.5. Penyimpangan Pengukuran
Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu alat
ukur, benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil pengukuran
tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari
bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya hasil yang dianggap
paling mendekati dengan harga geometris objek ukur. Meskipun hasil
pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih juga terjadi
penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang juga sering
menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan. Lingkungan yang
kurang tepat akan mengganggu jalannya proses pengukuran.
Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol
atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari
bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda
ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan
dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak
hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka
penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan
kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.
Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun
menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai
penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros
yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di
atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk
mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga
diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577
kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.
START
Jangka Sorong
Benda Ukur
NO
Titik 0 Setting ulang
segaris
YES
Saat mengukur benda ukur ditempatkan tegak lurus dengan jangka sorong
A
A
NO
N=n+1
N=5
YES
Pengukuran diameter
luar, dalam dan
kedalaman
END
START
Mikro meter
Benda Ukur
Penjepit mikromete
A
A
n=5 n=n+1
START
Dengan pedoman blok ukur 8mm, statif diset sehingga skala utama
menunjuk angka 2
Benda ukur dan blok ukur digeser sehingga sensor pada dial indicator
tepat berada diatas daerah yang akan diukur
Benda ukur dan blok ukur digeser sehingga sensor pada dial indicator
tepat berada diatas blok ukur kembali
END
3.3.4 Bevel Protactor
START
Bevel protactor
Lensa pembesar
Benda ukur
Peralatan dibersihkan
Bilah utama dibersihkan pada salah satu garis sudut, dilanjutkan dengan
menempelkan belah vernier pada garis sudut yang lain. Sampai benar-
benar tidak ada celah
END
BAB IV
Kedalaman 2,90 mm
∑ ( x i−x́ )2
δ = i=1
n−1
[ ( 15.15−15.13 )2 + ( 15.15−15.13 )2+ (15.15−15.13 )2 + ( 15.1−15.13 )2 + ( 15
δ=
5−1
δ =0.00075 mm
b. Standar Deviasi
n
S =
=
√ ∑ ( xi−x )2
i=1
n−1
x́ = 8.734 mm
Standar Deviasi
n
∑ ( x i−x́ )2
δ = i=1
n−1
[ ( 8.73−8.734 )2 + ( 8.73−8.734 )2 + ( 8.73−8.734 )2 + ( 8.76−8.734 )2+ ( 8.72−8.734 )2]
δ=
5−1
δ =0.00023 mm
∑ ( x i−x́ )2
δ = i=1
n−1
δ =¿ ¿
δ =0.207°
15.2
Iman
Hasil Pengukuran (mm)
15.15 Salahudin
Novianto
Zakaria
15.1
Nabilah
Taka
15.05
15
14.95
1 2 3 4 5
Gambar
4.4.1 Grafik hasil pengukuran Diameter Luar ( Jangka Sorong )
Dari data hasil pengukuran diameter luar menggunakan jangka sorong di atas
dapat dilihat bahwa data hasil pengukuran yang didapatkan oleh enam praktikan nilai
range hasil yang seharusnya memotong nilai data acuan. Dengan menggunakan CI 95
% ,nilai α adalah 2.776. Nilai data acuan yang digunakan adalah 15,10 mm. Dengan
begitu, hasil pengukuran Iman menyimpang 0,03938 mm. Untuk Salahudin,
pengukurannya mendapat nilai dalam range yang diperbolehkan. Novianto mendapat
nilai menyimpang 0,01907 mm dari data acuan. Zakaria menyimpang 0,02907 mm..
Nabilah menyimpang 0,04831 mm. Taka terdeviasi 0,06907 mm.
11.4
11.2
11
10.8
1 2 3 4 5
a. Grafik
Jangka Sorong Kedalaman
12.2
12
Kedalaman (mm)
11.8
11.6
11.4
11.2
11
2 3 4 5
Percobaan ke
b. One-Sample
Descrptive Statistic
Variable T P
Iman -0,17 0,876
Bilqis -3,43 0,027
Rio 2,75 0,052
Taka -4,74 0,009
Udin 3,47 0,025
Zaka -0,74 0,501
≠ µ0.
Jika diperoleh nilai P value yang lebih besar dari α/2, menunjukkan
masih dalam batas toleransi yang diberikan terhadap data acuan. Jika nilai P
lebih kecil dari α/2, menunjukkan bahwa HO ditolak, berarti data hasil
pengukuran masuk H1. Pada penggunaan One-Sample T diperoleh P. Nilai P
dari data Iman adalah 0,876; nilai P oleh Bilqis adalah 0,027; nilai P oleh Rio
adalah 0,052; nilai P oleh Taka adalah 0,009; nilai P oleh Udin adalah 0,025;
dan nilai P oleh Zaka adalah 0,501. Dari data hasil pengukuran yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa data pengukuran oleh Taka ditolak karena nilai P <
α/2 . Sementara data hasil pengukuran oleh Iman, Bilqis, Rio, Udin, dan Zaka
gagal ditolak karena nilai P > α/2.
Method
Statistics
d. Pembahasan
Mikrometer
8.78
8.76
Hasil pengukuran (mm)
8.74 Iman
Dini
8.72 Rio
8.7 Zakaria
Bilqis
8.68
Attaka
8.66
8.64
1 2 3 4 5
Percobaan pengukuran
b. One Sample T
Factor Information
Level
Factor s Values
Factor 7 Dini, Iman, Attaka, Bilqis, Rio, Zakaria, Acuan
Analysis of Variance
Sourc
e DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value
Factor 6 0.001554 0.000259 2.04 0.094
Error 28 0.003560 0.000127
Total 34 0.005114
Model Summary
S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)
0.0112758 30.39% 15.47% 0.00%
Means
Factor N Mean StDev 95% CI
Didin 5 8.73400 0.0151 (8.72367, 8.74433)
7
Iman 5 8.73400 0.0151 (8.72367, 8.74433)
7
Attaka 5 8.71600 0.0194 (8.70567, 8.72633)
9
Bilqis 5 8.720 0.000 (8.710, 8.730)
Rio 5 8.72400 0.0054 (8.71367, 8.73433)
8
Zakari 5 8.73200 0.0044 (8.72167, 8.74233)
a 7
Acuan 5 8.730 0.000 (8.720, 8.740)
Pooled StDev = 0.0112758
d. Pembahasan
Pada grafik mikrometer diameter luar dapat dilihat trendline masing – masing
praktikan memiliki bentuk yang relatif fluktuatif pada tiap percobaannya.
Pengukuran yang memiliki nilai paling jauh dari data acuan sebesar 8.73 mm adalah
pada pengukuran Attaka sebesar 8,716. Untuk pengukuran yang paling mendekati
data acuan terdapat pada pengukuran Zakaria sebesar 8.732. Sedangkan pengukutan
yang paling presisi terdapat pada pengukuran Bilqis karena pada grafik memiliki
fluktuasi paling kecil.
Dari data minitab One Sample T, dari P value akan didapatkan dua kondisi , yaitu
ditolak dan gagal ditolak. Apabila P value < 5% maka Ho ditolak , sedangkan apabila
P value > 5% maka Ho gagal ditolak. Dari hasil pengukuran diatas maka didapat data
Iman, Attaka, Rio, Zakaria, Dini value > 5% maka Ho diterima yang menandakan
hasil percobaan data mendekati data acuan. Dari data hasil perhitungan rata – rata
(mean), pengukuran Zakaria paling sesuai data acuan yaitu sebesar 8.732 mm. Untuk
data yang nilainya paling tidak sesuai dari data acuan adalah data Attaka sebesar
8.716 mm. Dari hasil perhitungan standar deviasi, kita dapat melihat kepresisian dari
hasil data beberapa kali pengukuran. Dari data terlihat Bilqis memiliki StDev = 0,000
yang nilainya relatif paling kecil sehingga pengukuran Bilqis yang paling presisi.
Data pengukuran dari Attaka memiliki nilai StDev = 0.01949 yang nilainya relatif
paling besar sehingga pengukuran dari Attaka yang paling tidak presisi.
a. Grafik
Bevel Protactor
142
141.5
Hasil pengukuran (mm)
141 Dini
140.5 Iman
140 Rio
Zakaria
139.5
Bilqis
139 Attaka
138.5
138
1 2 3 4 5
Percobaan pengukuran
b. One Sample T
SE
Sample N Mean StDev Mean 95% CI for μ
Didin 5 139.870 0.455 0.203 (139.305, 140.435)
Iman 5 139.870 0.455 0.203 (139.305, 140.435)
Attaka 5 139.660 0.456 0.204 (139.094, 140.226)
Bilqis 5 139.490 1.205 0.539 (137.993, 140.987)
Rio 5 140.270 0.196 0.087 (140.027, 140.513)
Zakari 5 140.300 0.154 0.069 (140.109, 140.491)
a
μ: mean of Didin, Iman, Attaka, Bilqis, Rio, Zakaria
Test
Null hypothesis H₀: μ =
140.25
Alternative hypothesis H₁: μ ≠
140.25
Sample T-Value P-Value
Didin -1.87 0.135
Iman -1.87 0.135
Attaka -2.89 0.044
Bilqis -1.41 0.231
Rio 0.23 0.830
Zakari 0.73 0.508
a
Model Summary
S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)
0.59679 23.45% 7.51% 0.00%
7
Means
Factor N Mean StDev 95% CI
Didin 5 139.870 0.455 (139.319, 140.421)
Iman 5 139.870 0.455 (139.319, 140.421)
Attaka 5 139.660 0.456 (139.109, 140.211)
Bilqis 5 139.490 1.205 (138.939, 140.041)
Rio 5 140.270 0.196 (139.719, 140.821)
Zakari 5 140.300 0.154 (139.749, 140.851)
a
Pooled StDev = 0.596797
Pada grafik bevel protactor dapat dilihat trendline masing – masing praktikan
memiliki bentuk yang relatif fluktuatif pada tiap percobaannya. Pengukuran yang
memiliki nilai paling jauh dari data acuan sebesar 140.25° adalah pada pengukuran
Bilqis sebesar 139.490°. Untuk pengukuran yang paling mendekati data acuan
terdapat pada pengukuran Rio sebesar 140.270°. Sedangkan pengukuran yang paling
presisi terdapat pada pengukuran Zakaria karena pada grafik memiliki fluktuasi
paling kecil.
Data pada minitab One Sample T, P value Iman, Rio, Zakaria, Bilqis, Dini > α,
maka Ho gagal ditolak. Sehingga hasil pengukuran mendekati nilai acuan. Sedangkan
P value Attaka < α, maka Ho ditolak, sehingga hasil pengukuran menjauhi data
acuan. Dari hasil perhitungan rata-rata, pengukuran Rio paling mendekati data acuan
sebesar 140.270 mm, dan data Rio adalah yang paling teliti. Karena hasil perhitungan
rata-rata Bilqis yang paling jauh dari data acuan sebesar 139.490, maka pengukuran
Bilqis adalah yang paling tidak teliti. Dari perhitungan standar deviasi, data
pengukuran Zakaria (StDev = 0,154) yang paling kecil nilainya sehingga pengukuran
Zakaria yang paling presisi. Data pengukuran Bilqis (StDev = 1.205) yang paling
besar nilainya sehingga pengukuran Bilqis yang paling tidak presisi.
Minitab one-way ANOVA menghasilkan P value = 0.236 pada hasil pengukuran
bevel protactor yang dilakukan sebanyak 5 kali oleh 6 orang praktikan. Dengan nilai
P value sebesar 0.236 memenuhi kondisi P > α sebesar 5%, maka Ho diterima.
Sehingga dapat disimpulkan hasil pengukuran antar 5 praktikan memiliki variasi yang
sama.
BAB V
5.1 Kesimpulan
1. Dari data pengukuran diameter luar menggunakan jangka sorong pengamat yang
memiliki kepresisian paling tinggi adalah Salahuddin dimana nilai standar
deviasi bernilai 0,03938 mm dalam pengukurannya, sedangkan pengamat dengan
kepresisian paling rendah adalah Bilqis dan Attaka, dengan nilai standar deviasi
bernilai 0,06907 mm. ; 0,04831. Pengamat yang memiliki keakuratan paling
tinggi adalah Gilang S dengan nilai mean hamper tepat pada nilai acuan 15,1
mm, sedangkan pengamat dengan keakuratan paling rendah adalah Attaka
dengan nilai mean bernilai 15,16 mm (menyimpang 0.06 mm dari nilai acuan
15,1 mm).
2. Dari pengukuran diameter dalam menggunakan jangka sorong pengamat yang
memiliki kepresisian paling tinggi adalah Salahuddin dimana standar deviasi
bernilai 0,0447 dalam pengukurannya, sedangkan pengamat dengan kepresisian
paling rendah adalah Rio dengan nilai standar deviasi 0.268. Pengamat yang
memiliki keakuratan paling tinggi adalah Salahuddin. dengan nilai mean bernilai
11.92 mm (menyimpang 0.13 mm dari nilai acuan 12,05 mm), sedangkan
pengamat dengan keakuratan paling rendah adalah Rio dengan nilai mean
bernilai 11,51 mm (menyimpang 0.54 mm dari nilai acuan 12,05 mm).
3. Dari pengukuran kedalaman menggunakan jangka sorong pengamat yang
memiliki kepresisian paling tinggi adalah Rio. dimana memiliki nilai standar
deviasi 0,0612, sedangkan pengamat dengan kepresisian paling rendah adalah
Bilqis dengan nilai standar deviasi 0,336. Pengamat yang memiliki keakuratan
paling tinggi adalah Rio. dengan nilai mean bernilai 2,9 mm , sedangkan
pengamat dengan keakuratan paling rendah adalah Bilqis dengan nilai mean
3,0300 mm (menyimpang 0.13 mm dari nilai acuan 2,9 mm).
4. Dari pengukuran diameter luar menggunakan mikrometer, pengamat Zakaria
yang memiliki kepresisian paling tinggi dengan standar deviasi bernilai 0,002,
sedangkan pengamat dengan kepresisian paling rendah adalah Attaka. dengan
nilai standar deviasi 0,026. Pengamat yang memiliki keakuratan paling tinggi
adalah Zakaria dengan nilai mean 8,73200, (menyimpang 0,002 dari nilai acuan
8,73) sedangkan pengamat dengan keakuratan paling rendah adalah Attaka.
dengan nilai mean 8,71600 mm (menyimpang 0,014 mm dari nilai acuan
8,73mm).
5. Dari pengukuran sudut menggunakan bevel protaktor pengamat yang memiliki
kepresisian paling tinggi adalah Zakaria dimana standar deviasi bernilai 0,154
dalam pengukurannya, sedangkan pengamat dengan kepresisian paling rendah
adalah Bilqis dengan nilai standar deviasi terbesar 1,025. Pengamat yang
memiliki keakuratan paling tinggi adalah Rio sebesar 140.270° (menyimpang
0.02° dari nilai acuan 140,25°), sedangkan pengamat dengan keakuratan paling
rendah adalah Bilqis dengan mean sebesar 139.490 (menyimpang 0,76° dari nilai
acuan 140,25°).
5.2 Saran
1. Praktikan diharapkan mempelajari lebih dalam tentang alat ukur yang digunakan
agar tidak salah dalam pengukurannya.
2. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam pengukuran.