Anda di halaman 1dari 68

ABSTRAK

Dunia industri saat ini telah berkembang pesat seiring modernya zaman,
terutama pada bidang produksi. Salah satu contohnya dari bidang produksi yaitu plat
aluminium. Setiap plat atau lembaran yang dihasilkan dapat memiliki sifat yang
berbeda-beda, misal ada yang tidak rata atau kekasaran permukaannya melebihi
standar yang diizinkan. Kebutuhan tersebut merupakan sesuatu yang berusaha
dipenuhi oleh industri manufaktur demi menjaga kualitas produk mereka dimata
konsumen.

Dalam praktikum pengukuran teknik ini, digunakan alat-alat ukur yaitu


mikrometer, jangka sorong, dial indicator, dan bevel protactor. Alat ukur mikrometer
dan jangka sorong digunakan untuk mengukur dimensi panjang dari benda. Jangka
sorong digunakan untuk mengukur diameter luar, diameter dalam dan kedalaman.
Dial indicator digunakan untuk mengukur kerataan permukaan bidang sedangkan
bevel protactor digunakan untuk sudut diantara dua permukaan.

Setelah dilakukan percobaan, didapatkan hasil pengukuran diameter luar


(74mm), diameter dalam (56,3mm), kedalaman menggunakan jangka sorong (41mm).
Nilai diameter luar dengan mikrometer (5,4mm). Besar sudut dengan bevel protactor
(140°). Serta nilai ketinggian dengan dial indicator (631mm). Dari masing-masing
praktikan kemudian dilakukan analisa menggunkan software minitab didapatkan
mean dan standar deviasi dari data hasil praktikum.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia industri pengukuran dapat digunakan sebagai alat komunikasi


nilai dari riset, operator, pengujian sampai dengan jaminan mutu terhadap produk
yang dihasilkan. Dalam suatu pengerjaan barang atau hasil produk tidak semuanya
dikatakan baik dan sesuai dengan harapan. Beberapa diantaranya ada yang cacat baik
material, berat, suhu dan lain-lain.

Untuk mengklasifikasikan hasil produk yang cacat atau tidak, salah satunya
adalah dengan cara pengukuran. Beberapa parameterdalam menentukan dimensi
suatu hasil produksi antara lain seperti ketinggian, kedalaman, kerataan, diameter luar
dan diameter dalam sangatlah diperlukan bagi suatu perusahaan dalam pembuatan
produk yang diinginkan.

Cara pembacaan hasil pengukuran juga merupakan faktor yang sangat penting
untuk menentukan ketepatan hasil pengukuran. Cara pembacaan ini sangat
bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun alat. Untuk itu kompetensi
pengguna alat ukur menjadi sangat penting. Sehingga dengan adanya latar belakang
diatas, sangatlah penting pula diadakan praktikum pengukuran teknik.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara menggunakan alat ukur seperti: mikrometer, jangka sorong,
dial indicator dan bevel protactor?
2. Bagaimana menentukan presisi dan akurasi dari hasil pengukuran?
3. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran?
1.3 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara menggunakan alat ukur seperti: mikrometer, jangka sorong,
dial indicator dan bevel protactor.
2. Mengetahui cara menentukan presisi dan akurasi dari hasil pengukuran.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran.

1.4 Batasan Masalah


Batasan Masalah dari praktikum ini antara lain:
1. Alat ukur sudah dikalibrasi dengan baik.
2. Spesimen yang diukur permukaannya dianggap rata.
3. Suhu ruangan dianggap tidak mempengaruhi hasil pengamatan.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan pada praktikum ini sebagai berikut:
Pada Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
praktikum, batasan masalah dan sistematika penulisan.
Pada Bab II Dasar Teori berisi pengertian pengukuran, metode pengukuran, alat
ukur dan cara menggunakannya yang meliputi: mikrometer, jangka sorong, dial
indicator, dan bevel protactor. Terdapat pula sifat-sifat alat ukur, presisi dan akurasi
serta penyimpangan pengukuran
Pada Bab III Metodologi Percobaan berisi peralatan percobaan, langkah-
langkah percobaan meliputi: mikrometer, jangka sorong, dial indicator dan bevel
protactor. Serta flowchart pengukuran untuk jangka sorong, mikrometer, dial
indicator, dan bevel protactor.
Pada Bab IV Analisa Data dan Pembahasan berisi pembahasan berisi
pembahasan hasil pengukuran dengan menggunakan mikrometer, jangka sorong, dial
indicator, dan bevel protactor.
Pada Bab V Kesimpulan dan Saran berisi kesimpulan dari praktikum yang telah
dilaksanakan serta saran untuk praktikum dimasa depan.

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengukuran
2.1.1 Pengertian Pengukuran
Pengukuran dalam arti yang cukup umum adalah membandingkan suatu
besaran dengan acuan / pembanding / referensi. Proses pengukuran akan
menghasilkan angka yang diikuti dengan nama besaran acuan ini. Bila tidak diikuti
nama besaran acuan, hasil pengukuran menjadi tidak berarti. Besaran tersebut harus
dibakukan (distandarkan).
Terdapat beberapa jenis metode pengukuran, yaitu :
1. Pengukuran Linear
Pengukuran Linear adalah proses pengukuran untuk mengetahui
dimensidari suatu benda kerja yang belum diketahui ukurannya.
Pengukuran Linear Pembacaan Langsung Alat ukur langsung adalah alat
ukur yang mempunyai skala ukur yangtelah dikalibrasi dan hasil
pengukuran dapat langsung dibaca pada skala tersebut. Pengukuran Linear
Pembacaan Tidak Langsung Pengukuran Linear pembacaan tidak
langsung yaitu pengukuran dengan instrumen pembanding, maksudnya
dengan membandingkan dimensi yang diperoleh dari hasil pengukuran
kemudian membacanya dengan bantuan alatukur langsung. Pada
pengukuran ini, kita melakukan dua kali proses pengerjaan.

2. Pengukuran Sudut
Benda ukur menurut geometrisnya tidak selamanya mempunyai
dimensi ukuran dalam bentuk panjang. Akan tetapi adakalanya di samping
mempunyai dimensi panjang juga mempunyai dimensi sudut.Ketepatan
sudut benda kerja untuk maksud-maksud tertentu ternyata sangat
diperlukan, misalnya sudut blok V (V-block), sudut alur berbentuk ekor
burung, sudut ketirusan poros dan sebagainya. Untuk itu, pengukuran
sudut perlu dipelajari caranya. Prinsip-prinsip pengukuran yang digunakan
untuk pengukuran linier juga berlaku untuk pengukuran sudut.  dalam
pembahasan pengukuran sudut akan dibicarakan pengukuran sudut
langsung dan tak langsung beserta alat dan cara menggunakannya.
Pengukuran Sudut langsung adalah kita mendapat jarak mendatar
langsung di lapangan.

3. Pengukuran Kerataan dan Kedataran


Pengukuran kerataan adalah pengukuran terhadap benda yang
mempunya permukaan yang sama tinggi atau sama rendah. Suatu
permukaan atau bidang dinyatakan datar apabila perubahan jarak tegak
lurus dari titik-titik itu terhadap sebuah bidang geometrik yang
sejajar permukaannya, mempunyai harga di bawah suatu harga tertentu.

4. Pengukuran Profil
Pengukuran profil banyak digunakan dalam perencanaan suatu
wilayah. Pengukuran ini terbagi menjadi dua macam, yaitu profil
memanjang dan profil melintang. Dengan pengukuran profil ini, banyak
manfaat yang bisa diperoleh dari data yang dihasilkan karena beda tinggi
di setiap bagian di wilayah tersebut dapat diketahui.

5. Pengukuran Ulir
Sistem ulir sudah dikenal dan sudah digunakan oleh manusia sejak
beberapa abad yang lalu. Tujuan diciptakannya sistem ulir ini pada
dasarnya adalah mendapatkan cara yang mudah untuk menggabungkan
atau menyambung dua buah komponen sehingga gabungan ini menjadi
satu kesatuan unit yang bermafaat sesuai dengan fungsinya. Sebelum
teknologi industri maju pembuatan ulir hanya dilakukan dengan tangan
dan sudah tentu hasilnya kasar.
6. Pengukuran Roda Gigi
Dalam bidang permesinan, jenis roda gigi adalah bermacammacam.
Ada yang membedakan roda gigi dari bentuk giginya dan ada pula yang
membedakannya menurut posisi dari poros untuk masingmasing roda gigi
pada suatu pasangan roda gigi. Akan tetapi, dari dua cara membedakan itu
pada dasarnya jenis roda gigi yang dibedakan adalah sama.

7. Pengukuran Kekasaran Permukaan


Pemeriksaan permukaan secara langsung adalah dengan menggunakan
peralatan yang dilengkapi dengan peraba yang disebut stylus.    Dalam
pemeriksaan permukaan secara tidak langsung atau membandingkan ini
ada beberapa cara yang bisa dilakukan, antara lain dengan meraba
(touchinspection), melihat/mengamati (visual  inspection), menggaruk
(scratch inspection), dengan mikroskop (microscopic inspection) dan
dengan potografi permukaan (surface photographs).

Dalam menghadapi masalah pengukuran maka ditetapkan metoda atau cara


pengukuran yang terbaik dan jenis alat ukur menurut sifatnya. Berdasarkan hal ini,
roses pengukuran atau metode pengukuran dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Pengukuran Langsung, adalah proses pengukuran dengan memakai alat


ukur langsung. Hasil pengukuran dapat langsung terbaca. Merupakan cara
yang lebih dipilih jika seandainya hal ini dimungkinkan. Proses
pengukuran dapat cepat diselesaikan. Alat ukur langsung umumnya
memiliki kecermatan yang rendah dan pemaikaiannya dibatasi yaitu :
 Karena daerah toleransi ≤ kecermatan alat ukur
 Karena kondisi fisik objek ukur yang tak memungkinkan
digunakannya alat ukur langsung, atau
 Karena tidak cocok dengan imajinasi ragam daerah toleransi (tak
sesuai dengan jenis toleransi yang diberikan pada objek ukur misalnya
toleransi bentuk dan posisi sehingga memerlukan proses pengukuran
khusus).
Contoh pengukuran langsung adalah pengukuran tebal objek ukur dengan
memakai micrometer.

2. Pengukuran Tak Langsung, merupakan proses pengukuran yang


dilaksanakan dengan memakai beberapa jenis alat ukur berjenis
pembanding / komparator, standard an bantu. Perbedaan harga yang
ditunjukkan oleh skala alat ukur pembanding sewaktu objek ukur
dibandingkan dengan ukuran standar dapat digunakan untuk menentukan
dimensi objek ukur. Alat ukur pembanding umumnya memiliki
kecermatan yang tinggi, sementara alat ukur standar memiliki kualitas
(ketelitian) yang bisa diandalkan, maka proses pengukuran tak langsung
dapat dilaksanakan sebaik mungkin untuk menghasilkan harga yang
cermat serta dapat dipertanggungjawabkan (teliti dan tepat). Proses
pengukuran tak langsung umumnya berlangsung dalam waktu yang relatif
lama. Contoh pengukuran ini seperti pada alat ukur pembanding jenis
pupitas (dial test indicator) yang dipasangkan pada dudukan pemindah.

3. Pemeriksaan dengan Kaliber Batas


Dinamakan sebagai proses pemeriksaan karena tidak menghasilkan data
angka (numerik) seperti halnya yang dihasilkan proses pengukuran.
Pemeriksaan dilakukan untuk memastikan apakah objek ukur (objek
pemeriksaan) memiliki harga yang terletak di dalam atau di luar daerah
toleransi ukuran, bentuk, dan/atau posisi. Objek ukur akan dianggap
baik bila terletak di dalam daerah toleransi da dikatakan jelek bila batas
materialnya (permukaannya) berada di luar daerah toleransi yang
dimaksud. Proses pemeriksaan berlangsung cepat dan cocok untuk
menangani pemeriksaan kualitas geometrik produk hasil proses
produksi massal. Gambar 1.1.c merupakan contoh proses pemeriksaan
toleransi lubang dengan memakai kaliber poros (go & not go gauges).

4. Perbandingan dengan Bentuk Acuan


Bentuk suatu produk (misalnya profil ulir atau roda gigi) dapat
dibandingkan dengan suatu bentuk acuan yang ditetapkan atau
dibakukan (standar) pada layar alat ukur proyeksi. Kebenaran bentuk
konis dapat diperiksa dengan menggunakan kaliber konis. Pada
prinsipnya pemeriksaan seperti ini tidaklah menentukan dimensi
ataupun toleransi suatu benda ukur secara langsung, akan tetapi lebih
kepada menentukan tingkat kebenarannya bila dibandingkan dengan
bentuk standar

5. Pengukuran Geometri Khusus


Berbeda dengan pemeriksaan secara perbandingan, pengukuran
geometri khusus benar-benar mengukur geometri yang bersangkutan.
Dengan memperhatikan imajinasi daerah toleransinya, alat ukur dan
prosedur pengukuran dirancang dan dilaksanakan secara khusus.
Berbagai masalah pengukuran geometri umumnya ditangani dengan
cara ini, misalnya kekasaran permukaan, kebulatan poros atau lubang,
geometri ulir, dan geometri roda gigi. 
2.1.2 Metrologi

Metrologi adalah ilmu yang mempelajari pengukuran besaran teknik,


sedangkan metrologi industri adalah ilmu yang mempelajari pengukuran dimensi dan
karakteristik geometrik suatu produk, menggunakan alat ukur sehingga didapatkan
hasil yang mendekati hasil yang sebenarnya.

2.2 Alat Ukur dan Cara Penggunaannya


2.2.1 Mikrometer

Mikrometer merupakan alat ukur linier langsung dengan tingkat ketelitian


yang lebih tinggi hingga mencapai 0,001 mm. Ada 3 macam mikrometer yaitu :
mikrometer dalam, mikrometer luar, dan mikrometer kedalaman. Mikrometer dalam
berfungsi untuk mengukur dimensi dalam, misalnya diameter silinder; mikrometer
luar untuk mengukur dimensi luar, misalnya tinggi nok, diameter batang katup, dan
mikrometer kedalaman untuk mengukur kedalaman, misal kedalaman paku keling
pada kampas kopling.

a) Macam – macam micrometer


1. Mikrometer luar (Outside Micrometer)

Gambar 2.1 : Mikrometer luar


Sumber : Buku Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Ukur, 2004
Alat ukur ini memepunyai bentuk yang bermacammacamyang disesuaikan
dengan bentuk benda yang akan diukur. Dalam bidang otomotif biasanya
micrometer luar digunakan untuk mengukur komponen otomotif antara lain :
tinggi nok, diameter batang katup, diameter jurnal poros, dan sebagainya.
Prinsip kerja alat ini mirip dengan mur dan baut.

Gambar 2.2 : Prinsip kerja mikrometer luar


Sumber : Buku Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Ukur, 2004

Pada gambar 2.2 dapat dilihat jika baut diputar satu kali, maka baut
tersebut akan bergerak satu ulir. Apabila jarak ulir 1 mm, baut akan bergerak
2 mm dan seterusnya. Inilah prinsip pengukuran dengan mikrometer. Pada
alat ukur yang sebenarnya mur berarti inner sleeve dan baut adalah spindle.
Spindle merupakan poros panjang yang dapat bergerak maju-mundur untuk
menyesuaikan dimensi benda yang akan diukur. Untuk menggerakkan spindle
dilakukan dengan cara memutar thimble. Apabila thimble diputar ke kanan,
maka spindle akan mendekati anvil. Pada saat mengukur benda kerja, jika
jarak antara spindle dengan benda kerja masih jauh, maka untuk
mendekatkannya dengan cara memutar thimble ke kanan. Namun apabila
jarak antara ujung spindle dengan benda kerja sudah dekat, maka untuk
mendekatkannya dengan cara memutar rathchet stoper sampai ujung spindle
menyentuh benda kerja. Lock clamp digunakan untuk mengunci spindle agar
tidak dapat berputar sehingga posisi skala pengukuran tidak berubah.
2. Mikrometer luar dengan landasan

Gambar 2.3 : Mikrometer luar dengan landasan


Sumber : http://sj-mc.com/sjmc5/upload/20091224135411671.jpg
Sebagai mikrometer luar, biasanya mempunyai kecermatan yang tinggi
(0,002 mm).
3. Mikrometer indikator

Gambar 2.4 : Mikrometer indikator


Sumber :
http://www.sometcz.com/en/images/stories/virtuemart/product/906.569-
mikrometr-indikator-pasametr-ip54.jpg
Mikrometer indikator adalah gabungan antara mikrometer dengan jam
ukur. Sebagian dari rangka mikrometer dipakai sebagai tempat mekanisme
penggerak jarum dari jam ukur. Landasan tetap mikrometer dapat bergerak
dan berfungsi sebagai sensor. Jarak gerak landasan tetap sangat kecil dengan
demikian daerah ukur dari jam ukur sangat terbatas (0,02 mm) akan tetapi
mempunyai kecermatan pembacaan yang tinggi (0,001 mm). Mikrometer
indikator selain berfungsi sebagai mikrometer luar juga dapat dipakai sebagai
kaliber. Apabila dipakai sebagai mikrometer luar maka pembacaan ukuran
pada skala mikrometer dilakukan setelah jarum pada indikator menunjuk
angka nol. Meskipun mikrometer ini tidak dilengkapi dengan gigi gelincir,
maka tekanan pengukuran dapat dijaga secukupnya dan selalu tetap. Fungsi
dari jarum pembatas pada jam ukur mikrometer sebagai batas atas dan batas
bawah dari suatu daerah toleransi benda ukur yang mempunyai ukuran dasar
tertentu. Apabila mulut ukur telah distel untuk suatu ukuran dasar, maka
benda ukur dalam jumlah yang banyak dapat diperiksa toleransinya dengan
cepat dan mudah. Pengukuran dilakukan dengan menekan tombol penekan
yang akan memundurkan landasan tetap sehingga benda ukur dapat masuk
pada mulut ukur.
4. Mikrometer batas

Gambar 2.5 : Mikrometer batas


Sumber : http://www.instrument123.com/wp-
content/uploads/2016/02/micrometter.jpg
Dua buah mikrometr yang disatukan dapat igunakan sebagai kaliber batas
bagi benda ukur dengan suatu ukuran dasar tertentu dan daerah toleransi
tertentu. Mulut ukur dari mikrometer yang diatas diatur dan dimatikan
sehingga sesuai dengan kuran maksimum sedangkan mulut ukur dari
mikrometer yang dibawah sesuai dengan ukuran minimum. Pengaturan jarak
kedua mulut ukur dilakukan dengan bantuan alat ukur standar (Blok ukur).
Benda ukur yang baik harus masuk pada mulut ukur diatas dan tidak masuk
pada mulut ukur dibawah.

5. Mikrometer dalam (Inside Micrometer)

Gambar 2.6 : Mikrometer dalam


Sumber : Buku Penggunaan dan Pemeliharaan Alat Ukur, 2004
Alat ukur yang dapat mengukur dimensi dalam dengan cara membaca
jarak antara dua muka ukur sferis yang saling membelakangi, yaitu sebuah
muka ukur tetap yang terpasang pada batang utama dan sebuah muka ukur
lainnya yang terletak pada ujung spindle yang dapat bergerak searah dengan
sumbunya, dan dilengkapi dengan sleeve dan thimble yang mempunyai
graduasi yang sesuai dengan pergerakan spindle. Mikrometer sekrup dalam
digunakan untuk mengukur garis tengah dari lubang suatu benda.
6. Mikrometer digital

Gambar 2.7 : Mikrometer digital


Sumber : http://www.momentous-inst.com/news-detail/mengenal-mikrometer-
digital
Pembacaan dari hasil pengukuran itu biasanya dapat dilihat pada penanda
skala analog. Namun, disamping kedua jenis micrometer analog yang telah
disebutkan, terdapat pula jenis micrometer yang digital. Perbedaan dari
micrometer analog dan digital yang paling kentara adalah dalam hal
pembacaan hasil pengukuran, dimana dalam micrometer digital, hasil
pengukuran dapat dengan mudah dilihat di layar digital. Dengan kelebihannya
berupa presisi yang sangat teliti, micrometer jelas sangat dibutuhkan di dalam
dunia industri. Sebegitu populernya, mendapatkan micrometer pun sangat
mudah di pasaran dengan berbagai macam merek dan jenis. Namun, kita tidak
bisa sembarangan membeli micrometer untuk kemudian di aplikasikan dalam
industri.
Beberapa hal tetap harus dipertimbangkan sebelum membeli alat ini. Hal
pertama yang perlu dipertimbangkan adalah rentang pengukuran yang ada
dalam micrometer. Beberapa contoh rentang pengukuran dari micrometer
adalah 0-25 mm, 25- 50 mm, 50-75 mm, atau bahkan 75-100 mm. Anda
tinggal memilih rentang pengukuran mana yang cocok dengan yang
kebutuhan. Hal berikutnya adalah pilihan output data, untuk hal ini, kita perlu
mengukur jarak, bentuk, dan layar, disamping itu kita juga dapat mengecek
ada berapa port yang nantinya akan dapat disambungkan ke komputer atau
tidak. Hal ketiga yang perlu dipertimbangkan adalah adanya memori
pengukuran atau tidak, yang mana dapat membuat harga dari sebuah
micrometer menjadi mahal. Kemudian, adanya sertifikat kalibrasi dari
micrometer ini juga dapat menjadi pertimbangan, dan untuk yang terakhir
adalah tentu saja harga dari micrometer tersebut, apakah budget kita akan
memenuhi harga micrometer yang dibutuhkan atau tidak.
2.2.2 Jangka Sorong

Jangka sorong biasa disebut vernier caliper, mistar geser atau schat matt.
Prinsip pengukuran pada mistar geser adalah selisih antara jarak rahang tetap dan
rahang bebas yang berfungsi sebagai penjepit benda kerja yang akan diukur.
Pembacaan ukuran menggunakan skala linear ( skala utama ) melalui garis indeks
yang terletak pada peluncur ( yang bersatu dengan rahang ukur gerak ).

Terdapat beberapa macam jangka sorong, diantaranya :

1. Jangka sorong nonius

Jangka sorong lebih teliti jika dibandingkan dengan mistar ukur karena
dibantu oleh skala nonius. Jangka sorong dengan skala nonius ketelitiannya
mencapai 0,1 ; 0,05 dan 0,02 mm.Seperti yang telah dijelaskan diatas, pembacaan
ukuran dilakukan dengan bantuan skala nonius. Jangka sorong nonius memiliki
bagian – bagian seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3

Gambar 2.8 : Bagian – bagian jangka sorong


Sumber : http://andijumliadi95.blogspot.com/2013/05/makalah-jangka-
sorong-dan-mikrometer.html

Keterangan dari tiap bagian dari jangka sorong nonius seperti pada gambar
diatas adalah sebagai berikut.

1. Out side jaws, digunakan unutk mengukur diameter luar atau lebar dari
benda ukur.
2. Inside jaws, digunakan untuk mengukur diameter dalam.
3. Depth probe, digunakan untuk mengukur kedalaman benda atau
kedalaman lubang.
4. Main scale, adalah skala utama dalam (mm)
5. Main scale, adalah scala utama dalam (Inchi)
6. Vernier, digunakan untuk menunjukkan skala keletlitian adau interpolasi
(skala nonius) dama (mm).
7. Vernier, digunakan untuk menunjukkan skala keletlitian adau interpolasi
(skala nonius) dama (Inchi).
8. Rotainer, digunakan untuk memudahkan mendorong movable part.

Cara membaca alat ukur ini adalah diawali dengan membuka rahang geser
jangka sorong kesebelah kanan untuk memudahkan memasukkan benda yang
akan diukur. Geser lagi rahang kesebelah kiri dengan rapat agar mendapatkan
hasil pengukuran yang optimal. Ada dua angka NOL pada jangka sorong di
bawah. Yang pertama pada skala atas, yang kedua di baris bawahnya agak
ketengah. Perhatikan garis yang berhimpit antara skala atas dan skala bawah, cari
yang nyambung dengan lurus garis atas dan bawahnya.

2. Jangka sorong digital


Gambar 2.9 : Jangka sorong digital

Sumber : http://www.shopclues.com/mitutoyo-digital-vernier-caliper-
150mm.html

Jangka sorong / caliper ada 2 jenis, yaitu versi digital dan versi analog. Tentu
saja jangka sorong / caliper yang versi digital lebih baik dibandingkan dengan
versi analog karena bisa mengurangi tingkat kesalahan dari operator dalam
melakukan kegiatan pengukuran. Dengan adanya kemajuan teknologi, saat ini
jangka sorong dengan display digital sudah banyak dijual di pasaran
menggantikan yang versi analog.

3. Jangka sorong jam

Gambar 2.10 : Jangka sorong jam

Sumber : http://etsworlds.blogspot.co.id/2015/04/jangka-sorong-mistar-ingsut.html

Jangka sorong jam memakai jam ukur sebagaiganti skala nonius


dalammenginterpolasikan posisi garis indeks reltif terhadap skala pada batang
ukur. Gerakantranslasi peluncur diubah menjadi gerakan putaran jarum penunjuk
dengan perantaraan rodagigi pada poros jam ukur dan batang bergigi yang
dilekatkan di sepanjang batang ukur.
2.2.3 Dial Indicator

Dial indicator adalah alat ukur yang banyak digunakan dalam dunia
permesinan. Prinsip kerja dari dial indicator adalah secara mekanisyaitu gerak linear
dari sensor akan diubah menjadi gerakan putar jarum jam penunjuk dengan perantara
batang bergerigi dan susunan roda gigi.

Pegas koil berfungsi sebagai penekan batang bergerigi sehingga sensor selalu
menekan ke bawah. Pegas spiral berfungsi sebagai penekan sistem transmisi roda gigi
agar permukaan gigi yang berpasangan selalu menekan pada sisi yang sama. Bentuk
dari dial indicator seperti ditunjukkan pada gambar 2.5.

Gambar 2.11 : Dial indicator

Sumber : http://pakcipguru.blogspot.com/2009/01/media-gambar-dial-indicator.html

Kecermatan skala dial indicator adalah 0,001 ; 0,002 dan 0,005 mm dengan
kapasitas ukur yang berbeda misalnya 20, 15, 10, 5, 2, dan 1 mm. Untuk kapasitas
ukur yang besar biasanya dilengkapi dengan jam kecil pada piringan jam besar. Satu
putaran penuh dari jarum jam yang besar sama dengan satu angka dari jarum jam
kecil. Pada tepi piringan ada kalanyadilengkapi dengan dua tanda pembatas yang
dapat diatur kedudukannya yang menyatakan batas atas dan batas bawah toleransi
ukuran benda kerja. Piringan skala dapat diputar untuk mengatur posisi nol pada awal
pengukuran.

Pembacaan menggunakan alat ukur ini diawali dengan membersihkan benda


kerja dari kotoran kemudian lakukan pengukuran. Pertama hidupkan aliran magnet
pada dial indicator tersebut dengan memindahkan tombol yang ada pada bagian
bawah ke posisi on. Posisikan jarum dial indicator tepat diatas permukaan benda kerja
sampai menyentuh atau terjadi gesekan antara jarum dengan benda kerja. Kemudian
benda kerja digeser ke kanan atau ke kiri apabila jarum pada dial indicator itu
berputar searah jarum jam maka benda kerja tersebut permukaan yang cembung atau
menonjol keatas, sedangkan apabila jarum pada dial indikator berputar berlawanan
dengan arah jarum jam maka benda tersebut cekung.

2.2.4 Bavel Protactor

Bevel protactor digunakan untuk pengukuran sudut antara dua permukaan


benda ukur dengan ketelitian lebih 5’. Konstruksi bevel protactor hampir sama
dengan busur derajat. Bagian - bagian utama dari bevel protactor yaitu:

1. Main scale, digunakan sebagai skala utama pengukuran sudut dalam


skala degree ( derajat ).
2. Vernier scale, digunakan sebagai skala pengukuran untuk skala
nonius.
3. Swivel plate, plate vernier scale, dapat digunakan untuk bergerak
berputar bersama plate.
4. Blade, bilah utama yang dapat diatur kedudukannya dengan kunci
yang terletak pada swivel blade.
5. Beam, merupakan plat datar yang dapat diputar untuk mengubah skala
utama.
Gambar 2.12 : Bevel protractor

Sumber : http://www.craftsmanspace.com/knowledge/vernier-bevel-protractor.html

Contoh pengukuran menggunakan bevel protaktor seperti ditunjukkan pada gambar


2.5.

Gambar 2.13 : Pengukuran dengan menggunakan bevel protaktor

Sumber : http://www.craftsmanspace.com/sites/default/files/free-knowledge-
articles/bevel_protractor_angles.jpg

Prinsip pembacaannya tidak jauh berbeda dengan prinsip pembacaan mistar


ingsut, hanya skala utama satuannya dalam derajat sedangkan skala nonius dalam
menit. Yang harus diperhatikan adalah pembacaan skala nonius harus searah dengan
arah pembacaan skala utama. Sebagai contoh lihat Gambar 2.8. di bawah ini. Gambar
tersebut menunjukkan ukuran sudut sebesar 50° 55’ (lima puluh derajat lima puluh
lima menit). Garis nol skala nonius berada di antara 50 dan 60 dari skala utama,
tepatnya antara garis ke 50 dan 51. Ini berarti penunjukkan skala utama sekitar 50
derajat lebih. Kelebihan ini dapat kita baca besarnya dengan melihat garis skala
nonius yang segaris dengan salah satu garis skala utama. Ternyata yang segaris
adalah garis angka 55 dari skala nonius. Jadi, keseluruhan pembacaannya adalah 50
derajat 55 menit. Sehingga sudut dari benda kerja yang kita ukur adalah 180 o
dikurangi 50o 55’ menjadi 129o 5’.

Gambar 2.14 : Pembacaan skala busur bilah.

Sumber : http://collections.infocollections.org/ukedu/en/d/Jgtz062ce/2.html

2.3 Sifat Umum Alat Ukur

2.3.1 Rantai Kalibrasi dan Keterlacakan

Kalibrasi (peneraan) pada dasarnya serupa dengan pengukuran yaitu


membandingkan suatu besaran dengan besaran standar. Sifat kalibrasi itu mempunyai
tingkat kebenaran yang berkaitan dengan harga sebenarnya. Harga sebenarnya adalah
harga yang dianggap benar dalam kaitannya dengan tingkat kebenaran yang
diperlukan oleh alat ukur yang di kalibrasi. Dengan menjalankan system kalibrasi
berantai, setiap alat ukur akan memiliki keterlacakan (traceability) yaitu sampai
sejauh mana mata rantai kalibrasi dirangkai.

Ada pun mata rantai kalibrasi sebagai berikut:


1. Tingkat 1 , Kalibrasi alat ukur kerja dengan memakai acuan alat ukur standar
kerja
2. Tingkat 2 , Kalibrasi alat ukur standar kerja dengan memakai acuan alat ukur
standar
3. Tingkat 3 , Kalibrasi alat ukur standar dengan acuan alat ukur standar dengan
tingkatan yang lebih tinggi (standar nasional atau yang telah ditera ulang)
4. Tingkat 4 , Kalibrasi standar nasional dengan acuan standar meter
(internasional)

2.3.2. Kecermatan

Kecermatan alat ukur ditentukan oleh kecermatan skala dengan cara


pembacaannya. Satuan terkecil yang bisa ditunjukkan oleh alat ukur tersebut
merupakan tingkat kecermatannya. Kecermatan dirancang sesuai dengan rancangan
bagian pengubah dan penunjuk alat ukur dengan memperhatikan kepekaan,
keterbacaan, dan kapasitas ukur. Alat ukur dipilih dengan kecermatannya yang
dikaitkan dengan besar-kecilnya daerah toleransi objek ukur.

2.3.3. Kepekaan

Kepekaan alat ukur ditentukan terutama oleh bagian pengubah, sesuai dengan
prinsip kerja yang diterapkan padanya. Dalam hal ini, kepekaan alat ukur adalah
kemampuan alat ukur untuk menerima, mengubah dan meneruskan isyarat sensor.
Kepekaan bisa berkaitan dengan kecermatan dan keterbacaan skalaalat ukur.
Gambar 2.15. diagram kepekaan alat ukur.

(sumber: http://www.academia.edu/3636574/PENGUKURAN_TEKNIK_I_-_IV)

2.3.4. Keterbacaan

Keterbacaan merupakan kemampuan sistem penunjukan dari alat ukur untuk


memberikan harga pengukuran yang jelas dan berarti karena pengamat akan lebih
mudah dan cepat membaca hasil pengukuran. Secara umum keterbacaan penunjuk
digital dikatakan lebih tinggi dari pada keterbacaan skala dengan jarum penunjuk,
garis indeks atau garis indeks dengan skala nonius. Bagi alat ukur yang menggunakan
penunjukan skala, keterbacaannya tergantung pada pits (jarak antar skala). Rancangan
pits dibuat tipis agar meningkatakan keterbacaan.

2.3.5. Histerisis

Histerisis adalah perbedaan atau penyimpangan yang timbul sewaktu pengukuran


secara berkesinambungan dari dua arah yang berlawanan (mulai dari skala dari skala
nol hingga skala maksimum kemudian diulangi dari skala maksimum ke skala nol).
Histerisis dapat muncu karena adanya gesekan pada bagian pengubah alat ukur.
Gambar 2.16 histerisis yang mungkin ada saat mengkalibrasi dial indicator

(sumber: http://www.academia.edu/3636574/PENGUKURAN_TEKNIK_I_-_IV)

2.3.6 Kepasifan

Kepasifan adalah waktu yang digunakan “perjalanan isyarat” mulai dari sensor
sampai pada penunjuk. Kepasifan dengan kepekaan tidak ada keterkaitan. Kepasifan
alat ukur jenis mekanik yang disebabkan oleh pengaruh kelembaman misalanya
besarnya massa komponen dan pegas yang tidalk elastic sempurna. Kepasifan rendah
sangat menguntungkan sebab alat ukur cepat reaksinya.

2.3.7 Pergeseran

Pergeseran merupakan suatu penyimpangan yang membesar seiring berjalannya


waktu. Biasanya terjadi karena adanya perbedaan suhu.

2.3.8. Kestabilan Nol


Kestabilan Nol yaitu kemampuan alat ukur untuk kembali keposisi nol ketika
sensor tidak lagi berkerja. Kestabilan nol juga menjadi penyebab penyimpangan
tetapi degan harga yang tetap atau berubah-ubah secara rambang ( acak) tak stabil.

2.3.9. Pengambangan / Ketidakpastian

Pengambangan terjadi apabila jarum penunjuk selalu berubah posisi atau angka
terakhir berubah-ubah. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguann yang
menyebabkan perubahan yang kecil terhadap sensor.

2.4. Akurasi dan Presisi

Dalam percakapan sehari-hari, akurasi dan presisi adalah istilah yang sering
digunakan secara bergantian. Namun, makna ilmiah mereka sangat berbeda.
Akurasi adalah ukuran seberapa dekat suatu hasil pengukuran dengan nilai yang
benar atau diterima dari kuantitas besaran yang diukur. Presisi adalah ukuran
dari seberapa dekat serangkaian pengukuran satu sama lain. Pengukuran yang
tepat sangat mudah direproduksi (atau diulang ditempat yang lain), bahkan jika
pengukuran tidak dekat dengan nilai yang benar.

Gambar 2.17 Ilustrasi perbedaan akurasi dan presisi pada anak panah (Sumber :
http://ilmualam.net/perbedaan-akurasi-dan-presisi.html)

Anak panah yang dilemparkan pada papan dart sangat membantu dalam
menggambarkan perbedaan antara akurasi dan presisi. Distribusi panah pada
papan dart menunjukkan perbedaan antara akurasi dan presisi. Asumsikan bahwa
tiga anak panah yang dilemparkan pada papan dart, dengan bagian tengah papan
yang berwarna biru (mata sapi) mewakili yang benar, atau diterima, nilai apa
yang diukur. Sebuah anak panah yang menimpa di dalam mata sapi adalah
sangat akurat, sedangkan anak panah yang mendarat jauh dari mengenai mata
sapi memiliki akurasi yang buruk. Gambar di atas menunjukkan empat hasil
yang mungkin :

1. Anak panah telah mendarat jauh dari satu sama lain dan jauh dari mata sapi.
Pengelompokan ini menunjukkan pengukuran yang tidak akurat, juga tidak
tepat.

2. Anak panah yang dekat satu sama lain, tetapi jauh dari mata sapi.
Pengelompokan ini menunjukkan pengukuran yang tepat, tetapi tidak
akurat. Dalam situasi laboratorium, presisi yang tinggi dengan akurasi yang
rendah sering dihasilkan dari kesalahan sistematis. Entah pengukur
membuat kesalahan yang sama berulang-ulang atau entah bagaimana alat
ukur mengalami cacat. Neraca yang buruk dikalibrasi dapat memberikan
pembacaan massa yang sama setiap waktu, tetapi akan jauh dari massa
sebenarnya dari benda.

3. Anak panah tidak berkumpul sangat dekat satu sama lain, tetapi umumnya
berpusat di sekitar mata sapi. Hal ini menunjukkan presisi yang buruk, tapi
akurasi cukup tinggi. Situasi ini tidak diinginkan dalam situasi laboratorium
karena akurasi yang “tinggi” mungkin hanya kebetulan acak dan bukan
merupakan indikator sejati keterampilan pengukuran yang baik.

4. Panah berkumpul bersama dan telah menghantam mata sapi. Hal ini
menunjukkan presisi tinggi dan juga akurasi yang tinggi. Para ilmuwan
selalu berusaha untuk memaksimalkan keduanya dalam pengukuran mereka.
2.5. Penyimpangan Pengukuran

Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu alat
ukur, benda ukur dan orang yang melakukan pengukuran. Hasil pengukuran
tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari
bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya hasil yang dianggap
paling mendekati dengan harga geometris objek ukur. Meskipun hasil
pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih juga terjadi
penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang juga sering
menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan. Lingkungan yang
kurang tepat akan mengganggu jalannya proses pengukuran.

2.5.1. Penyimpanan Pengukuran Karena Alat Ukur

Terdapat bermacam-macam sifat alat ukur. Jiks sifat-sifat yang merugikan


ini tidak diperhatikan tentu akan menimbulkan banyak kesalahan dalam
pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan
pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus
dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek
kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari
alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan lain sebagainya.

2.5.2. Penyimpangan Pengukuan Karena Benda Ukur

Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol
atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari
bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda
ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan
dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak
hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka
penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan
kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.

Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun
menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai
penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros
yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di
atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk
mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga
diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577
kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.

Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar


posisinya mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan
betul-betul agar pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan
perubahan bentuk sehingga bisa menimbulkan penyimpangan pengukuran.

2.5.3. Kesalahan Pengukuran Karena Human Error

Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga


didapatkan adanya penyimpangan pengukuran, walaupun perubahan bentuk dari
benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia
yang melakukan pengukuran. Manusia memang mempunyai sifat-sifat tersendiri
dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang sama dari dua
orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur, benda ukur dan
situasi pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor
manusia ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut: kesalahan karena
kondisi manusia, kesalahan karena metode yang digunakan, kesalahan karena
pembacaan skala ukur yang digunakan.

1. Kesalahan Karena Kondisi Manusia

Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses


pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh
yang sederhana, misalnya pengukur diameter poros dengan jangka sorong.
Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur mungkin badan
sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit
mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil
pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan
yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga hasil pembacaan
skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan
sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan
ketelitian tinggi.

2. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan


Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan
pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini
tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang tepat. Kekurangtepatan
metode yang digunakan ini berkaitan dengan cara memilih alat ukur dan
cara menggunakan atau memegang alat ukur. Misalnya benda yang akan
diukur diameter poros dengan ketelitian 0,1 milimeter. Alat ukur yang
digunakan adalah mistar baja dengan ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja
hasil pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran sampai 0,01
milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.
Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan
mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor
jam ukur, posisi mistar baja, posisi kedua rahang ukur jangka sorong,
posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya. Bila posisi alat
ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa
dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.

3. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur

Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat


ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi
penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena
kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini sering disebut,
dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada si pengukur yang
kurang memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala ukur pada
waktu alat ukur sedang digunakan. Di samping itu, si pengukur yang
kurang memahami pembagian divisi dari skala ukur dan kurang mengerti
membaca skala ukur yang ketelitiannya lebih kecil
daripada yang biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap
ketelitian hasil pengukurannya.

Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses


pengukuran. Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus menetukan
alat ukur yang tepat sesuai dengan bentuk dan dimensi yang akan diukur.
Untuk memperoleh hasil pengukuran yang betul-betul dianggap presisi
tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala ukur saja, tetapi juga
diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam menggunakan alat ukur.
Ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan
melakukan pengukuran yaitu:

a. Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan


memiliki ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik
pengukuran.
b. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat
menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu
bagaimana cara mengatasinya.

c. Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi


bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana
memeliharanya.

2.5. 4. Kesalahan Karena Faktor Lingkungan

Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan


untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya.
Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat
menganggu jalannya proses pengukuran. Disamping si pengukur sendiri merasa
tidak nyaman juga peralatan ukur
bisa tidak normal bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada
muka sensor mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh
si pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang
terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur yang
hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran. Akan tetapi,
untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak banyak diberi lampu
penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang digunakan tentu sedikit banyak
akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi lebih panas. Padahal, menurut
standar internasional bahwa suhu atau temperatur ruangan pengukur yang terbaik
adalah 20°C apabila temperatur ruangan pengukur sudah mencapai 20°C, lalu
ditambah lampu-lampu penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan
akan berubah. Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi
ukurannya bila terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari
temperatur lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Peralatan yang Digunakan


1. Mikrometer
2. Jangka sorng
3. Dial indicator
4. Bevel protactor
3.2. Langkah-langkah Percobaan
3.2.1. Mikrometer
1. Ketelitian atau ensure yang dipakai ditentukan dahulu
2. Permukaan benda ukur dan alat ukur dibersihkan
3. Kedudukan titik pada mikrometer diperiksa dan alat ditetel dahulu
4. Mulut ukur dibuka sampai melebihi dimensi ukur, poros digunakan untuk
membuka mulut ukur. Jangan sekali-kali menggunakan rahang
mikrometer
5. Pada waktu mengukur, pada penekanan poros ukur padda benda ukur
jangan terlalu keras, pembatas momen putar ketitik poros digunakan untuk
mencapai benda ukur
6. Pengukuran dilakukan dan dicatat pada lembar data
7. Pengukuran dilakukan sampai 5 kali

Gambar 3.1. Ilustrasi pengukuran dengan menggunakan mikrometer


(sumber: http://www.rcptv.com/spacetec-am/micrometer_parts.htm)
3.2.2. Jangka sorong
1. Kecermatan dari jangka sorong yang akan diukur ditentukan sebelum
dilakukan pengukuran
2. Bersihkan jangka sorong dan benda yang akan diukur sebelum dilakukan
pengukuran
3. Sebelum jangka sorong digunakan pastikan skala nonius dapat bergeser
bebas
4. Pastikan angka nol pada kedua skala tepat
5. Sewaktu mengukur usahakan benda yang diukur sedekat mungkin dengan
skala utama
6. Tempatkan jangka sorong tegak lurus pada benda yang berputar kemudian
diukur
7. Tekanan pengukuran jangan terlalu kuat karena akan menyebabkan
terjadinya pembengkokan pada rahang ukur maupun pada pengukuran
kedalaman
8. Kencangkan baut pengunci agar rahang tidak bergeser tetapi jangan terlalu
kuat karena dapat menimbulkan kerusakan pada alat ukur
9. Dalam membaca skala nonius upayakan setelah jangka sorong diangkat
dari benda kerja
10. Lakukan pengukuran diameter luar, diameter dalam, dan kedalaman
11. Catat hasil pengukuran
12. Ulangi langkah 10 hingga 11 sebanyak lima kali untuk masing-masing
pengukuran
Gambar 3.2. Ilustrasi pengukuran diameter luar
(sumber: http://www.askmrtan.com/physics/1measurements/1measurements_print.html)

Gambar 3.3. ilustrasi pengukuran diameter dalam


(sumber: chamick.blogspot.com)

Gambar 3.4. ilustrasi pengukuran kedalaman


(sumber: chamick.blogspot.com)
3.2.3. Bevel Protactor
1. Lakukan pengukuran seperti sudut alpha benda seperti dibawah ini

Gambar 3.6. sudut yang diukur pada benda kerja


2. Caat hasil pengukuran

3. Ulangi langkah 1-2 sebanyak 5 kali


3.3 Flowchart Pengukuran
3.3.1 Jangka Sorong

START

Jangka Sorong
Benda Ukur

Permukaan alat ukur dan benda ukur dibersihkan

Kedudukan titik 0 jangka sorong diperiksa

NO
Titik 0 Setting ulang
segaris

YES

Saat mengukur benda ukur ditempatkan tegak lurus dengan jangka sorong

Pengunci dikencangkan dan jangka sorong dilepas dengan hati-hati dari


benda ukur

Pembacaan hasil pengukuran dan dicatat pada lembar data

A
A

NO
N=n+1
N=5

YES

Pengukuran diameter
luar, dalam dan
kedalaman

Data hasil penguuran

END

3.3.2 Mikro Meter

START

Mikro meter
Benda Ukur
Penjepit mikromete

A
A

Permukaan alat ukur dan mulut ukur dibersihkan

Permukaan alat ukur dan mulut ukur dibersihkan

Titik 0 segaris? Setting ulang

Mulut ukur dibuka sampai melebihi dimensi benda ukur

Pada waktu mengukur,penekanan poros ukur pada benda ukur jangan


terlalu keras. Menggunakan pembatas momen putar ketika poros ukur saat
hampir mencapai permukaan benda ukur

n=5 n=n+1

Data hasil penguuran END


3.3.3 Dial Indicator

START

Dial indicator Statif


Lok ukur 8mm Meja rata
Benda ukur

Peralatan disusun seperti pada gambar yang telah disediakan

Dengan pedoman blok ukur 8mm, statif diset sehingga skala utama
menunjuk angka 2

Permukaan alat ukur dan mulut ukur dibersihkan

Piringan skala kecil diputar untuk menentukan nilai nol

Benda ukur dan blok ukur digeser sehingga sensor pada dial indicator
tepat berada diatas daerah yang akan diukur

Hasil pengukuran dicatat

Benda ukur dan blok ukur digeser sehingga sensor pada dial indicator
tepat berada diatas blok ukur kembali

n=5 Setting ulang


A

Data hasil pengukuran

END
3.3.4 Bevel Protactor

START

Bevel protactor
Lensa pembesar
Benda ukur

Peralatan dibersihkan

Bilah utama dibersihkan pada salah satu garis sudut, dilanjutkan dengan
menempelkan belah vernier pada garis sudut yang lain. Sampai benar-
benar tidak ada celah

Pengukuran dikunci dengan memutar knob pengunci

Hasil pengukuran dibaca dengan bantuan lensa pembesar

Hasil pengukuran dicatat

n=5 Setting ulang

Data hasil pengukuran

END
BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Acuan

Bidang Ukur Data Acuan

Diameter Dalam 12,05 mm


Jangka Sorong Diameter Luar 15,10 mm

Kedalaman 2,90 mm

Mikrometer Diameter 8,73 mm

Bevel Protactor α 140° 25’

4.2 Data Praktikum

4.2.1 Pengukuran Diameter Luar dengan Jangka Sorong

Attak Bilqi Zakari


No Rio Didin Iman
a s a
1 15,2 15,1 15,15 15,15 15,05 15,1
2 15,2 15,2 15,15 15,15 15,05 15,15
3 15,15 15,05 15,15 15,1 15,05 15,15
4 15,15 15,1 15,1 15,1 15,15 15,15
5 15,15 15,12 15,1 15,1 15,1 15,15
4.2.2 Pengukuran Diameter Dalam dengan Jangka Sorong

Attak Bilqi Zakari


No Rio Didin Iman
a s a
1 11,65 11,25 11,85 11,9 12 12,1
2 11,7 11,4 11,75 11,95 11,9 11,75
3 11,8 11,7 11,85 12 12,1 11,9
4 11,8 11,7 11,9 12,05 12,05 11,8
5 11,8 11,75 12 11,95 12,1 11,9

4.2.3 Pengukuran Kedalaman dengan Jangka Sorong

Attak Bilqi Zakari


No Rio Didin Iman
a s a
1 3,95 3,6 2,9 3 2,7 2,95
2 3,9 3,5 2,9 2,95 3 2,8
3 2,7 3,6 2,9 2,9 3,15 2,7
4 2,75 3,3 2,9 2,9 2,9 2,9
5 2,8 3,7 2,8 2,85 3 2,8

4.2.4 Pengukuran Diameter Luar dengan Mikrometer

Attak Bilqi Zakari


No Rio Didin Iman
a s a
1 8,7 8,73 8,73 8,72 8,73 8,73
2 8,69 8,72 8,73 8,74 8,73 8,73
3 8,73 8,72 8,74 8,72 8,76 8,76
4 8,73 8,72 8,73 8,72 8,73 8,73
5 8,73 8,72 8,73 8,73 8,72 8,72

4.2.5 Pengukuran Sudut dengan Bevel Protactor

No Attaka Bilqis Zakaria Rio Didin Iman


1 140,15 139,45 140,40 140,15 139,45 139,45
2 139,35 140,15 140,15 140,5 139,40 139,40
3 139,20 139,15 140,30 140 140 140
4 140,15 138,45 140,5 140,35 140,50 140,40
5 139,45 141,25 140,15 140,35 140 140

4.3 Contoh Perhitungan Mean dan Standar Deviasi

4.3.1 Contoh Perhitungan Untuk Diameter Luar Jangka Sorong


Data hasil pengukuran praktikum “Zakaria”
Data ke-1 : 15.15
Data ke-2 : 15.15
Data ke-3 : 15.15
Data ke-4 : 15.1
Data ke-5 : 15.1
 Mean
n
xi
x́=∑
i=1 n
15.15+15.15+15.15+15.1+15.1
x́=
5
x́ = 15.13 mm
 Standar Deviasi
n

∑ ( x i−x́ )2
δ = i=1
n−1
[ ( 15.15−15.13 )2 + ( 15.15−15.13 )2+ (15.15−15.13 )2 + ( 15.1−15.13 )2 + ( 15
δ=
5−1
δ =0.00075 mm

4.3.2 Jangka Sorong Diameter Dalam


Contoh perhitungan jangka sorong untuk pengukuran diameter dalam ini akan
menggunakan data dari Attaka adalah sebagai berikut:
a. Rata – rata
5
xi . yi
Mean = ∑
1 5
= 11,65+11,7+11,8+11,8+11,8
= 11,75

b. Standar Deviasi
n

S =

=
√ ∑ ( xi−x )2
i=1
n−1

( 11,65−11,82 )2+ ( 11,7−11,82 )2+ (11,8−11,82 )2+ ( 11,8−11,82 )2+ ( 11,8−11,82 )2


√ = 0,1054751155
5−1

4.3.3 Contoh Perhitungan untuk Diameter dengan Mikrometer

Data hasil pengukuran praktikum “Iman”


Data ke-1 : 8.73
Data ke-2 : 8.73
Data ke-3 : 8.76
Data ke-4 : 8.73
Data ke-5 : 8.72
 Mean
n
xi
x́=∑
i=1 n
X 1+ X 2+ X 3+ X 4 + X 5
x́=
5
8.73+8.73+8.76 +8.73+8.72
x́=
5

x́ = 8.734 mm

 Standar Deviasi
n

∑ ( x i−x́ )2
δ = i=1
n−1
[ ( 8.73−8.734 )2 + ( 8.73−8.734 )2 + ( 8.73−8.734 )2 + ( 8.76−8.734 )2+ ( 8.72−8.734 )2]
δ=
5−1
δ =0.00023 mm

4.3.4 Contoh Perhitungan untuk Sudut dengan Bevel Protactor

Data hasil pengukuran praktikum “Dimas”


Data ke-1 : 139.45
Data ke-2 : 139.40
Data ke-3 : 140
Data ke-4 : 140.50
Data ke-5 : 140
 Mean
n
xi
x́=∑
i=1 n
X 1+ X 2+ X 3+ X 4 + X 5
x́=
5
139.45° +139.40 ° +140 °+ 140.50° +140 °
x́=
5
x́ = 139.87°
 Standar Deviasi
n

∑ ( x i−x́ )2
δ = i=1
n−1
δ =¿ ¿

δ =0.207°

4.4 Pembahasan Grafik


4.4.1 Jangka Sorong Diameter Luar

Diameter Luar ( Jangka Sorong )


15.25

15.2
Iman
Hasil Pengukuran (mm)

15.15 Salahudin
Novianto
Zakaria
15.1
Nabilah
Taka
15.05

15

14.95
1 2 3 4 5
Gambar
4.4.1 Grafik hasil pengukuran Diameter Luar ( Jangka Sorong )

Data Acuan 15,10mm


Praktikan N Mean StDev SE Mean 95% CI for μ

Iman 5 15,1400 0.0005 0.000224 (15.13938; 15.14062)

Salahudi 5 15,0800 0.002 0.000894 (15.07752; 15.08248)


n

Novianto 5 15,1200 0.00075 0.000335 (15.11907; 15.12093)

Zakaria 5 15,1300 0.00075 0.000335 (15.12907; 15.13093)

Nabilah 5 15,1540 0.00458 0.002048 (15.14831; 15.15969)

Taka 5 15,1700 0.00075 0.000335 (15.16907; 15.17093)

Dari data hasil pengukuran diameter luar menggunakan jangka sorong di atas
dapat dilihat bahwa data hasil pengukuran yang didapatkan oleh enam praktikan nilai
range hasil yang seharusnya memotong nilai data acuan. Dengan menggunakan CI 95
% ,nilai α adalah 2.776. Nilai data acuan yang digunakan adalah 15,10 mm. Dengan
begitu, hasil pengukuran Iman menyimpang 0,03938 mm. Untuk Salahudin,
pengukurannya mendapat nilai dalam range yang diperbolehkan. Novianto mendapat
nilai menyimpang 0,01907 mm dari data acuan. Zakaria menyimpang 0,02907 mm..
Nabilah menyimpang 0,04831 mm. Taka terdeviasi 0,06907 mm.

Dari hasil perhitungan statistik, dapat disimpulkan bahwa dari 6 orang


praktikan, nilai pengukuran yang benar diperoleh hanya seorang yaitu Salahudin.
Sementara pengukur selain mereka mendapat nilai error yang disebabkan oleh faktor
lingkungan, yaitu suhu ruangan yang cukup dingin
4.4.2 Jangka Sorong Diameter Dalam
4.4.2.1
Grafi k data diameter dalam Grafik
Data
Bilqis Iman Salahudin
Rio Zaka Taka Diameter
12.2 Dalam
12 oleh
Jangka
11.8
Sorong
11.6

11.4

11.2

11

10.8
1 2 3 4 5

Gambar 4.4.2.2 Grafik Data Diameter Dalam


Hasil pengukuran diameter dalam dengan menggunakan jangka sorong pada
praktikum ini digambarkan melalui grafik pada Gambar 4.4.2.2. Gambar tersebut
menampilkan data hasil pengukuran diameter dalam dari enam pengukur. Keterangan
nama pengukur dari setiap grafik yang diplot pada Gambar 4.4.2.2 dapat dilihat pada
sisi atas grafik. Dari Gambar 4.4.2.2, grafik hasil pengukuran Bilqis memiliki
trendline yang cenderung naik, pada titik pertama grafik bernilai 11.25 mm, pada titik
ke – 2 mengalami peningkatan menjadi 11.4 mm, lalu pada titik ke – 3 dan ke - 4
konstan pada 11.7 mm, dan pada titik terakhir naik menjadi 11.75 mm. Pada grafik
hasil pengukuran Iman memiliki trendline yang cenderung turun, dimana pada titik
pertama hasil pengukuran bernilai 12.1 mm, lalu menurun menjadi 11.75 mm pada
titik ke – 2 dan pada titik ke – 3 naik ke 11.9 mm lalu turun pada titik ke – 4 di 11.8
mm lalu pada titik ke – 5 kembali naik dengan nilai 11.9 mm. Pada grafik hasil
pengukuran Salahudin, trendline cenderung turun dan naik, dimana hasil pengukuran
bernilai 12 mm pada pengukuran pertama, lalu turun pada pengukuran ke – 2 menjadi
11.9 mm, dan kembali naik pada pengukuran ke – 3 menjadi 12.1 mm, lalu turun
kembali dan menjadi nilai 12.05 mm pada pengukuran ke – 4, lalu kembali naik pada
pengukuran ke – 5 menjadi 12.1 mm. Dari grafik hasil pengukuran Rio, dapat dilihat
bahwa trendline cenderung konstan, pada pengukuran pertama nilai pengukuran 11.9
mm, lalu pengukuran ke-2, ke – 3, dan ke - 4 nilai pengukuran naik menjadi 11.95
mm, 12 mm, hingga 12.05 mm, lalu nilai pengukuran ke – 5 turun menjadi 11.95
mm, Pada grafik hasil pengukuran oleh Zaka, dapat disimpulkan bahwa trendline
cenderung mengalami kenaikan, pada pengukuran pertama diperoleh nilai sebesar
11.85 mm, lalu naik pada pengukuran ke – 2 turun menjadi 11.75 mm, kemudian naik
pada pengukuran ke – 3 menjadi 11.85 mm, hasil pengukuran kembali naik pada
pengukuran ke – 4 menjadi 11.9 mm, lalu naik pada pengukuran terakhir menjadi 12
mm. Berdasarkan grafik hasil pengukuran yang dilakukan oleh Taka, diperoleh
trendline yang cenderung konstan, dimana pada pengukuran pertama diperoleh nilai
11.65 mm, lalu pada pengukuran ke – 2 naik menjadi 11.7 mm dan hasil pengukuran
ke - 3 hingga pengukuran ke – 5 konstan sebesar 11.8 mm.
Setelah mengamati hasil pengukuran diameter dalam dengan menggunakan
jangka sorong dari 6 praktikan, berdasarkan nilai acuan pengukuran sebesar 12.1 mm
dapat disimpulkan bahwa praktikan Salahudin memiliki hasil pengukuran yang
presisi dan akurat, serta praktikan Bilqis, Iman, Rio, Zaka, dan Taka memiliki hasil
pengukuran yang presisi tetapi tidak akurat. Berdasarkan data hasil pengukuran
tersebut, dapat disimpulkan jika penyebab terjadinya kesalahan pada pengukuran
berasal dari ketidakterampilan dari praktikan itu sendiri dalam melakukan
pengukuran.

4.4.3 Jangka Sorong Kedalaman

a. Grafik
Jangka Sorong Kedalaman
12.2

12
Kedalaman (mm)

11.8

11.6

11.4

11.2

11
2 3 4 5
Percobaan ke

Bilqis Iman Rio Taka Zaka Udin

Gambar 4. 7 Grafik Data Hasil Pengukuran Kedalaman Jangka Sorong

Grafik di atas menunjukkan pengukuran kedalaman dengan


menggunakan jangka sorong pada masing-masing praktikan. Dapat dilihat
pada grafik bahwa data acuan adalah 11,9 mm. Pada Pengukuran oleh Iman
diperoleh trendline cenderung stabil, dimana rata-rata pengukuran sebesar
11,89 mm, dan standar eviasi sebesar 0,1342 mm. Pada pengukuran oleh
Taka diperoleh trendline cencerung stabil, dimana rata-rata pengukuran
adalah 11,75 mm, dan standar deviasi sebesar 0,0707 mm. Pada pengukuran
oleh Zaka diperoleh trendline cenderung stabil, dimana rata rata
pengukuran sebesar 11,87 mm, dan standar deviasi sebesar 0,0908 mm.
Pada pengukuran oleh Rio diperoleh trendline cenderung stabil, dimana
rata-rata pengukuran adalah 11,97 mm, dan standar deviasi sebesar 0,0570
mm. Pada pengukuran oleh Udin diperoleh trendline cenderung stabil,
dimana rata-rata pengukuran sebesar 12,03 mm, dan standar deviasi sebesar
0,0837 mm. Pada pengukuran oleh Bilqis diperoleh trendline cenderung
kurang stabil, dimana rata-rata pengukuran adalah 11,56 mm, dan standar
deviasi sebesar 0,2219 mm.

b. One-Sample

Variable N Mean St Dev SE Mean 95% CI


Iman 5 11,8900 0,1342 0,0600 (11,7234; 12,0566)
Bilqis 5 11,5600 0,2219 0,0992 (11,2844; 11,8356)
Rio 5 11,9700 0,0570 0,0255 (11,8992; 12,0408)
Taka 5 11,7500 0,0707 0,0316 (11,6622; 11,8378)
Udin 5 12,0300 0,0837 0,0374 (11,9261; 12,1339)
Zaka 5 11,8700 0,0908 0,0406 (11,7572; 11,9828)

Descrptive Statistic

Test of mu = 11,9 vs not = 11,9

Variable T P
Iman -0,17 0,876
Bilqis -3,43 0,027
Rio 2,75 0,052
Taka -4,74 0,009
Udin 3,47 0,025
Zaka -0,74 0,501

Pada praktikum ini penggunaan Ones Sample T untuk memperoleh rata-


rata dan standar deviasi dari masing-masing praktikan.Hasil pengukuran
diameter luar dengan One-Sample T terlihat bahwa data hasil pengukuran
masing-masing praktikan nilai P nya berbeda-beda. Dengan menggunakan CI
(Confidence Interval) 95% dan α = 5 % atau sama dengan 0,005 dengan
hipotesis HO , µ1= µ0 dan H1, µ1

≠ µ0.

Jika diperoleh nilai P value yang lebih besar dari α/2, menunjukkan
masih dalam batas toleransi yang diberikan terhadap data acuan. Jika nilai P
lebih kecil dari α/2, menunjukkan bahwa HO ditolak, berarti data hasil
pengukuran masuk H1. Pada penggunaan One-Sample T diperoleh P. Nilai P
dari data Iman adalah 0,876; nilai P oleh Bilqis adalah 0,027; nilai P oleh Rio
adalah 0,052; nilai P oleh Taka adalah 0,009; nilai P oleh Udin adalah 0,025;
dan nilai P oleh Zaka adalah 0,501. Dari data hasil pengukuran yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa data pengukuran oleh Taka ditolak karena nilai P <
α/2 . Sementara data hasil pengukuran oleh Iman, Bilqis, Rio, Udin, dan Zaka
gagal ditolak karena nilai P > α/2.

c. One Way ANOVA

Method

The chi-square method is only for the normal distribution.


The Bonett method is for any continuous distribution.

Statistics

Variable N StDev Variance


Iman 5 0,134 0,0180
Bilqis 5 0,222 0,0493
Rio 5 0,0570 0,00325Taka 5 0,0707 0,00500
Udin 5 0,0837 0,00700
Zaka 5 0,0908 0,00825

95% Confidence Intervals

Variable Method CI for StDev CI for Variance


Iman Chi-Square (0,080; 0,386) ( 0,0065; 0,1486)
Bonett (0,056; 0,524) ( 0,0032; 0,2746)
Bilqis Chi-Square (0,133; 0,638) ( 0,0177; 0,4067)
Bonett (0,120; 0,673) ( 0,0145; 0,4532)
Rio Chi-Square (0,0342; 0,1638) ( 0,00117; 0,02684)
Bonett (0,0268; 0,1998) ( 0,00072; 0,03991)
Taka Chi-Square (0,0424; 0,2032) ( 0,00179; 0,04129)
Bonett (0,0380; 0,2162) ( 0,00145; 0,04675)
Udin Chi-Square (0,0501; 0,2404) ( 0,00251; 0,05780)
Bonett (0,0371; 0,3101) ( 0,00138; 0,09615)
Zaka Chi-Square (0,0544; 0,2610) ( 0,00296; 0,06812)
Bonett (0,0387; 0,3505) ( 0,00150; 0,12286)

d. Pembahasan

Pada Praktikum ini penggunaan One-Way Anova untuk membandingkan


data satu kelompok apakah gagal ditolak atau ditolak. Dengan menggunakan CI
(Confidence Interval) 95% dan α= 5% atau sama dengan 0,05 dengan hipotesis
H0, µ1 = µ2 = µ3 = µ4 = µ5 = dan H1 paling tidak salah satu ada salah satu
yang tidak sama. Pengujian membandingkan nilai P dengan α, apabila nilai P >
α maka gagal ditolak, nilai rata-rata data kelompok bisa dianggap sama. Namun
apabila P < α maka ditolak, ada satu atau lebih nilai rata-rata data praktikan yang
berbeda. Hasil dari perhitungan dengan software minitab didapatkan hasil P
sebesar 0,02 yang berarti ada satu atau lebih nilai rata-rata pada praktikan yang
berbeda-beda.

4.4.4 Mikrometer Diameter Luar


a. Grafik

Mikrometer
8.78
8.76
Hasil pengukuran (mm)

8.74 Iman
Dini
8.72 Rio
8.7 Zakaria
Bilqis
8.68
Attaka
8.66
8.64
1 2 3 4 5
Percobaan pengukuran

Gambar 4.4 Grafik pengukuran mikrometer

b. One Sample T

Data acuan : 8.73 mm

Sample N Mean StDev SE Mean 95% CI for μ


Didin 5 8.7340 0.0151 0.00678 (8.71517, 8.75283)
0 7
Iman 5 8.7340 0.0151 0.00678 (8.71517, 8.75283)
0 7
Attaka 5 8.7160 0.0194 0.00872 (8.69180, 8.74020)
0 9
Bilqis 5 8.720 0.000 0.000 (8.720, 8.720)
Rio 5 8.7240 0.0054 0.00245 (8.71720, 8.73080)
0 8
Zakari 5 8.7320 0.0044 0.00200 (8.72645, 8.73755)
a 0 7
μ: mean of Didin, Iman, Attaka, Bilqis, Rio, Zakaria
Null hypothesis H₀: μ = Alternative hypothesis H₁: μ ≠
8.73 8.73

Sample T-Value P-Value


Didin 0.59 0.587
Iman 0.59 0.587
Attaka -1.61 0.184
Bilqis * *
Rio -2.45 0.070
Zakari 1.00 0.374
a

c. One Way ANOVA

Null hypothesis All means are equal


Alternative Not all means are equal
hypothesis
Significance level α = 0.05
Equal variances were assumed for the analysis.

Factor Information
Level
Factor s Values
Factor 7 Dini, Iman, Attaka, Bilqis, Rio, Zakaria, Acuan

Analysis of Variance
Sourc
e DF Adj SS Adj MS F-Value P-Value
Factor 6 0.001554 0.000259 2.04 0.094
Error 28 0.003560 0.000127    
Total 34 0.005114      

Model Summary
S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)
0.0112758 30.39% 15.47% 0.00%
Means
Factor N Mean StDev 95% CI
Didin 5 8.73400 0.0151 (8.72367, 8.74433)
7
Iman 5 8.73400 0.0151 (8.72367, 8.74433)
7
Attaka 5 8.71600 0.0194 (8.70567, 8.72633)
9
Bilqis 5 8.720 0.000 (8.710, 8.730)
Rio 5 8.72400 0.0054 (8.71367, 8.73433)
8
Zakari 5 8.73200 0.0044 (8.72167, 8.74233)
a 7
Acuan 5 8.730 0.000 (8.720, 8.740)
Pooled StDev = 0.0112758

d. Pembahasan

Pada grafik mikrometer diameter luar dapat dilihat trendline masing – masing
praktikan memiliki bentuk yang relatif fluktuatif pada tiap percobaannya.
Pengukuran yang memiliki nilai paling jauh dari data acuan sebesar 8.73 mm adalah
pada pengukuran Attaka sebesar 8,716. Untuk pengukuran yang paling mendekati
data acuan terdapat pada pengukuran Zakaria sebesar 8.732. Sedangkan pengukutan
yang paling presisi terdapat pada pengukuran Bilqis karena pada grafik memiliki
fluktuasi paling kecil.

Dari data minitab One Sample T, dari P value akan didapatkan dua kondisi , yaitu
ditolak dan gagal ditolak. Apabila P value < 5% maka Ho ditolak , sedangkan apabila
P value > 5% maka Ho gagal ditolak. Dari hasil pengukuran diatas maka didapat data
Iman, Attaka, Rio, Zakaria, Dini value > 5% maka Ho diterima yang menandakan
hasil percobaan data mendekati data acuan. Dari data hasil perhitungan rata – rata
(mean), pengukuran Zakaria paling sesuai data acuan yaitu sebesar 8.732 mm. Untuk
data yang nilainya paling tidak sesuai dari data acuan adalah data Attaka sebesar
8.716 mm. Dari hasil perhitungan standar deviasi, kita dapat melihat kepresisian dari
hasil data beberapa kali pengukuran. Dari data terlihat Bilqis memiliki StDev = 0,000
yang nilainya relatif paling kecil sehingga pengukuran Bilqis yang paling presisi.
Data pengukuran dari Attaka memiliki nilai StDev = 0.01949 yang nilainya relatif
paling besar sehingga pengukuran dari Attaka yang paling tidak presisi.

Minitab one-way ANOVA menghasilkan P value = 0.094 pada hasil pengukuran


mikrometer diameter luar yang dilakukan sebanyak 5 kali oleh 6 orang praktikan.
Dengan nilai P value sebesar 0.094 memenuhi kondisi P > 5%, maka Ho diterima.
Sehingga dapat disimpulkan hasil pengukuran antar 6 praktikan memiliki variasi yang
sama.

4.4.5 Bevel Protactor

a. Grafik

Bevel Protactor
142
141.5
Hasil pengukuran (mm)

141 Dini
140.5 Iman
140 Rio
Zakaria
139.5
Bilqis
139 Attaka
138.5
138
1 2 3 4 5
Percobaan pengukuran

Gambar 4.4 Grafik pengukuran mikrometer

b. One Sample T
SE
Sample N Mean StDev Mean 95% CI for μ
Didin 5 139.870 0.455 0.203 (139.305, 140.435)
Iman 5 139.870 0.455 0.203 (139.305, 140.435)
Attaka 5 139.660 0.456 0.204 (139.094, 140.226)
Bilqis 5 139.490 1.205 0.539 (137.993, 140.987)
Rio 5 140.270 0.196 0.087 (140.027, 140.513)
Zakari 5 140.300 0.154 0.069 (140.109, 140.491)
a
μ: mean of Didin, Iman, Attaka, Bilqis, Rio, Zakaria

Test
Null hypothesis H₀: μ =
140.25
Alternative hypothesis H₁: μ ≠
140.25
Sample T-Value P-Value
Didin -1.87 0.135
Iman -1.87 0.135
Attaka -2.89 0.044
Bilqis -1.41 0.231
Rio 0.23 0.830
Zakari 0.73 0.508
a

c. One Way ANOVA

Null hypothesis All means are equal


Alternative Not all means are equal
hypothesis
Significance level α = 0.05
Equal variances were assumed for the analysis.
Factor Information
Facto
r Levels Values
Facto 6 Dini, Iman, Attaka, Bilqis, Rio, Zakaria
r
Analysis of Variance
D
Source F Adj SS Adj MS F-Value P-Value
Factor 5 2.619 0.5238 1.47 0.236
Error 24 8.548 0.3562    
Total 29 11.167      

Model Summary
S R-sq R-sq(adj) R-sq(pred)
0.59679 23.45% 7.51% 0.00%
7

Means
Factor N Mean StDev 95% CI
Didin 5 139.870 0.455 (139.319, 140.421)
Iman 5 139.870 0.455 (139.319, 140.421)
Attaka 5 139.660 0.456 (139.109, 140.211)
Bilqis 5 139.490 1.205 (138.939, 140.041)
Rio 5 140.270 0.196 (139.719, 140.821)
Zakari 5 140.300 0.154 (139.749, 140.851)
a
Pooled StDev = 0.596797

Pada grafik bevel protactor dapat dilihat trendline masing – masing praktikan
memiliki bentuk yang relatif fluktuatif pada tiap percobaannya. Pengukuran yang
memiliki nilai paling jauh dari data acuan sebesar 140.25° adalah pada pengukuran
Bilqis sebesar 139.490°. Untuk pengukuran yang paling mendekati data acuan
terdapat pada pengukuran Rio sebesar 140.270°. Sedangkan pengukuran yang paling
presisi terdapat pada pengukuran Zakaria karena pada grafik memiliki fluktuasi
paling kecil.

Data pada minitab One Sample T, P value Iman, Rio, Zakaria, Bilqis, Dini > α,
maka Ho gagal ditolak. Sehingga hasil pengukuran mendekati nilai acuan. Sedangkan
P value Attaka < α, maka Ho ditolak, sehingga hasil pengukuran menjauhi data
acuan. Dari hasil perhitungan rata-rata, pengukuran Rio paling mendekati data acuan
sebesar 140.270 mm, dan data Rio adalah yang paling teliti. Karena hasil perhitungan
rata-rata Bilqis yang paling jauh dari data acuan sebesar 139.490, maka pengukuran
Bilqis adalah yang paling tidak teliti. Dari perhitungan standar deviasi, data
pengukuran Zakaria (StDev = 0,154) yang paling kecil nilainya sehingga pengukuran
Zakaria yang paling presisi. Data pengukuran Bilqis (StDev = 1.205) yang paling
besar nilainya sehingga pengukuran Bilqis yang paling tidak presisi.
Minitab one-way ANOVA menghasilkan P value = 0.236 pada hasil pengukuran
bevel protactor yang dilakukan sebanyak 5 kali oleh 6 orang praktikan. Dengan nilai
P value sebesar 0.236 memenuhi kondisi P > α sebesar 5%, maka Ho diterima.
Sehingga dapat disimpulkan hasil pengukuran antar 5 praktikan memiliki variasi yang
sama.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data dan Analisa yang didapat setelah melakukan praktikum,


maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari data pengukuran diameter luar menggunakan jangka sorong pengamat yang
memiliki kepresisian paling tinggi adalah Salahuddin dimana nilai standar
deviasi bernilai 0,03938 mm dalam pengukurannya, sedangkan pengamat dengan
kepresisian paling rendah adalah Bilqis dan Attaka, dengan nilai standar deviasi
bernilai 0,06907 mm. ; 0,04831. Pengamat yang memiliki keakuratan paling
tinggi adalah Gilang S dengan nilai mean hamper tepat pada nilai acuan 15,1
mm, sedangkan pengamat dengan keakuratan paling rendah adalah Attaka
dengan nilai mean bernilai 15,16 mm (menyimpang 0.06 mm dari nilai acuan
15,1 mm).
2. Dari pengukuran diameter dalam menggunakan jangka sorong pengamat yang
memiliki kepresisian paling tinggi adalah Salahuddin dimana standar deviasi
bernilai 0,0447 dalam pengukurannya, sedangkan pengamat dengan kepresisian
paling rendah adalah Rio dengan nilai standar deviasi 0.268. Pengamat yang
memiliki keakuratan paling tinggi adalah Salahuddin. dengan nilai mean bernilai
11.92 mm (menyimpang 0.13 mm dari nilai acuan 12,05 mm), sedangkan
pengamat dengan keakuratan paling rendah adalah Rio dengan nilai mean
bernilai 11,51 mm (menyimpang 0.54 mm dari nilai acuan 12,05 mm).
3. Dari pengukuran kedalaman menggunakan jangka sorong pengamat yang
memiliki kepresisian paling tinggi adalah Rio. dimana memiliki nilai standar
deviasi 0,0612, sedangkan pengamat dengan kepresisian paling rendah adalah
Bilqis dengan nilai standar deviasi 0,336. Pengamat yang memiliki keakuratan
paling tinggi adalah Rio. dengan nilai mean bernilai 2,9 mm , sedangkan
pengamat dengan keakuratan paling rendah adalah Bilqis dengan nilai mean
3,0300 mm (menyimpang 0.13 mm dari nilai acuan 2,9 mm).
4. Dari pengukuran diameter luar menggunakan mikrometer, pengamat Zakaria
yang memiliki kepresisian paling tinggi dengan standar deviasi bernilai 0,002,
sedangkan pengamat dengan kepresisian paling rendah adalah Attaka. dengan
nilai standar deviasi 0,026. Pengamat yang memiliki keakuratan paling tinggi
adalah Zakaria dengan nilai mean 8,73200, (menyimpang 0,002 dari nilai acuan
8,73) sedangkan pengamat dengan keakuratan paling rendah adalah Attaka.
dengan nilai mean 8,71600 mm (menyimpang 0,014 mm dari nilai acuan
8,73mm).
5. Dari pengukuran sudut menggunakan bevel protaktor pengamat yang memiliki
kepresisian paling tinggi adalah Zakaria dimana standar deviasi bernilai 0,154
dalam pengukurannya, sedangkan pengamat dengan kepresisian paling rendah
adalah Bilqis dengan nilai standar deviasi terbesar 1,025. Pengamat yang
memiliki keakuratan paling tinggi adalah Rio sebesar 140.270° (menyimpang
0.02° dari nilai acuan 140,25°), sedangkan pengamat dengan keakuratan paling
rendah adalah Bilqis dengan mean sebesar 139.490 (menyimpang 0,76° dari nilai
acuan 140,25°).

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Praktikan

1. Praktikan diharapkan mempelajari lebih dalam tentang alat ukur yang digunakan
agar tidak salah dalam pengukurannya.
2. Praktikan diharapkan lebih teliti dalam pengukuran.

5.2.2 Saran untuk Grader

1. Grader diharapkan memperhatikan praktikan agar meminimalisir kesalahan


praktikan

5.2.3 Saran untuk Lab P3

1. Mengkondisikan laboratorium selaku lokasi praktikum lebih tenang ketika


pengukuran

Anda mungkin juga menyukai