Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PEDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. SSP dilindungi oleh
tulang-tulang yaitu sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas tulang belakang dan otak
dilindungi oleh tengkorak. Sebagian besar otak terdiri dari neuron, glia, dan berbagai sel
pendukung. Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon),
menerima 20% curah jantung, memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400
kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi
dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa.
Otak harus menerima kurang lebih satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah
total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. SSP sangat tergantung
pada aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolismenya. Suplai
darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang,
saling berhubungan erat sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel
(Muttaqin, 2008). Suplai darah otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri karotis interna
dan arteri vertebrobasiler.
Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat benturan
langsung pada daerah-daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi
energi yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek dari benturan pada
kepala (Haryono, 2006)
B. Tujuan
Untuk Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Basis Cranii.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Otak
1. Bagian-bagian Otak
Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. SSP
dilindungi oleh tulang-tulang yaitu sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas tulang
belakang dan otak dilindungi oleh tengkorak. Sebagian besar otak terdiri dari neuron,
glia, dan berbagai sel pendukung. Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan
orang dewasa (3 pon), menerima 20% curah jantung, memerlukan 20% pemakaian
oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan
yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal
dari proses metabolisme oksidasi glukosa (Price & Wilson, 2006).

Gambar: Bagian-bagian otak


Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, brainstem (batang otak),
dan limbic system (sistem limbik):
a. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum membuat manusia
memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan,
memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian
yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan lobus
temporal :

2
1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan cerebrum.
Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,
kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas,
kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.
2) Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,
sentuhan dan rasa sakit.
3) Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan
informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
4) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan
visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina mata (Muttaqin, 2008).

Gambar : Lobus-lobus pada cerebrum


b. Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di
bagian belakang tengkorak (fossa posterior cranial). Semua aktivitas pada bagian ini
di bawah kesadaran. Fungsi utama cerebelum yaitu mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. Apabila terjadi cedera pada
cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot
sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Price dalam Muttaqin, 2008).
c. Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang

3
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya
bahaya (Puspitawati, 2009). Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum. Mesencephalon berfungsi
untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata
mengontrol fungsi involuntary otak (fungsi otak secara tidak sadar) seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain
disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan dalam
pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan
VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
d. Limbic system (sistem limbik)
Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem limbik
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu
2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan
3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar dan
memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan
4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali simpanan
memori yang diperlukan.

4
2. Pembuluh Darah Otak
Otak harus menerima kurang lebih satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15%
dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. SSP
sangat tergantung pada aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-
sisa metabolismenya. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-
pembuluh darah yang bercabang-cabang, saling berhubungan erat sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel (Muttaqin, 2008). Suplai darah otak
dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebrobasiler.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis. Arteri
karotis interna terdiri dari arteri karotis kanan dan kiri, yang menyalurkan darah ke
bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebri anterior dan media. Ateri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nuklues kaudatus
dan putamen basal ganglia, bagian kapsula interna dan korpus kalosum, serta bagian
lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.
Bila arteri serebri anterior mengalami sumbatan pada cabang utamanya, maka akan
terjadi hemiplegia kontralateral yang lebih berat di bagian kaki dibandingkan bagian
tangan dan terjadi paralisis bilateral dan gangguan sensorik bila terjadi sumbatan total
pada kedua arteri serebri anterior (Muttaqin, 2008). Arteri serebri media menyuplai
darah untuk bagian lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri, serta
membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas.
Arteri vertebrobasiler yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi
(Muttaqin, 2008). Aliran vena otak meninggalkan otak melalui sinus dura mater yang
besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. Aliran vena otak
tidak selalu paralel dengan suplai darah arteri.
B. Anatomi Basis Cranii
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di
regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii

5
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fossa cranii
anterior, fossa cranii media dan fossa cranii posterior :
1. Fossa crania anterior
Fossa crania anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior oleh
permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis. Dasar
fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina cribiformis os
etmoidalis di medial. Permukaan atas lamina cribiformis menyokong bulbus olfaktorius,
dan lubung lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus olfaktorius.
Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera.
Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi mukoperiostium.
Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau kebocoran CSF yang
merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita os frontal
mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau periorbital ekimosis)
yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis cranii fossa anterior
(Khlilullah, 2011).
2. Fossa cranii media
Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os
sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang
menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os sphenoidalis
dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica, sementara
bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal. Dilateral terdapat pars
squamous pars os temporal. Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala
mayor dan minor os sphenoidalis dilalui oleh n. lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n,
occulomotorius dan n. abducens.
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini merupakan
tempat yang paling lemah dari basis cranii. Secara anatomi kelemahan ini disebabkan
oleh banyak nya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan sinus
sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF dan
keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi (otorrhea). N. craniais VII

6
dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars perrosus os temporal. N.
cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral sinus cavernosus robek
(Khlilullah, 2011).
3. Fossa cranii posterior
Fossa cranii posterior menampung otak otak belakang, yaitu cerebellum, pons dan
medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggi superior pars petrosa os
temporal dab di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa os occipital.
Dasar fossa cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan squamosa os
occipital dan pars mastoiddeus os temporal. Foramen magnum menempati daerah pusat
dari dasar fossa dan dilalui oleh medulla oblongata dengan meningens yang meliputinya,
pars spinalis assendens n. accessories dan kedua a.vertebralis.
Pada fraktur fossa cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di bawah
otot otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan muncul di otot
otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap nasofaring
dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang mengenai foramen jugularis
n.IX, X dan XI dapat cedera (Khlilullah, 2011).
C. Konsep Teori tentang Penyakit
1. Pengertian
Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat
benturan langsung pada daerah-daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita); transmisi energi yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula;
atau efek dari benturan pada kepala (Haryono, 2006).
2. Klasifikasi

7
a. Fraktur Temporal dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis cranii. Terdapat 3
subtipe dari fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed.
b. Fraktur Longitudinal terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan bagian
squamousa pada os temporal, dinding superior dari canalis acusticus externus dan
segmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian anterior atau
posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule, berakhir pada fossa cranii media
dekat foramen spinosum atau pada mastoid air cells. Fraktur longitudinal merupakan
yang paling umum dari tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversal dimulai dari
foramen magnum dan memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth, berakhir pada
fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari kedua fraktur
longitudinal dan transversal.
c. Fraktur Condylar Occipital (Posterior), fraktur ini merupakan hasil dari trauma
tumpul energi tinggi dengan kompresi aksial, lateral bending, atau cedera rotational
pada pada ligamentum alar. Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan
morfologi dan mekanisme cedera. Klasifikasi alternatif membagi fraktur ini menjadi
displaced dan stable, yaitu dengan dan tanpa cedera ligamen. Tipe I fraktur sekunder
akibat kompresi aksial yang mengakibatkan kombinasi dari kondilus oksipital. Ini
merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang dihasilkan dari pukulan langsung
meskipun fraktur basioccipital lebih luas, fraktur tipe II diklasifikasikan sebagai
fraktur yang stabil karena ligamen alar dan membrane tectorial tidak mengalami
kerusakan. Tipe III adalah cedera avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral
bending. Hal ini berpotensi menjadi fraktur tidak stabil (American College of
Surgeon Committe on Trauma, 2004; Sugiharto, dkk, 2006). Klasifikasi lain oleh
Muttaqin (2008) menyebutkan terdapat beberapa kejadian cedera kepala hingga
terjadi fraktur basis cranii diantaranya:
1) Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu :
 Cedera kepala tumpul Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan lalu lintas, jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi
akselerasi 7 dan decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga
kranial dan melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.

8
 Cedera tembus Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
2) Berdasarkan morfologi cedera kepala Cedera kepala menurut dapat terjadi diarea
tulang tengkorak yang meliputi:
 Laserasi kulit kepala
 Fraktur tulang kepala Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur
dibagi menjadi:
a) Fraktur linier
b) Fraktur diastasis
c) Fraktur kominutif
d) Fraktur impresi
e) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii
berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur
fossa media dan fraktur fossa posterior.
3. Etiologi
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh
c. Trauma benda tumpul
d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan rumah tangga
f. Kecelakaan olahraga
g. Trauma tembak dan pecahan bom.
4. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan
gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas
vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala

9
primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi
dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada
masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat
(fokal) lokal, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada
bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan
difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan
umumnya bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat
hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma,
misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum
tengkorak dengan durameter, subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada
ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Otak dapat berfungsi dengan baik bila
kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel
saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma.
Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi
cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan
oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam
laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /menit/100 gr
jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output. Trauma kepala menyebabkan
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan
vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat

10
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh
persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.
Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan langsung pada daerah
daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energy yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek dari benturan pada kepala
(gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk
tengkorak).
Tipe dari BSF yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini mengelilingi
foramen magnum, apertura di dasar tengkorak di mana spinal cord lewat. Ring fracture
komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring fracture in
komplit lebih sering dijumpai (Hooper et al. 1994). Kematian biasanya terjadi seketika
karena cedera batang otak disertai dengan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar
pada dasar tengkorak.
Fraktur basis cranii telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk
benturan dari arah mandibula atau wajah dan kubah tengkorak, atau akibat beban inersia
pada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya beban inersia, misalnya,
ketika dada pengendara sepeda motor berhenti secara mendadak akibat mengalami
benturan dengan sebuah objek misalnya pagar. Kepala kemudian secara tiba tiba
mengalami percepatan gerakan namun pada area medulla oblongata mengalami tahanan
oleh foramen magnum, beban inersia tersebut kemudian meyebabkan ring fracture. Ring
fracture juga dapat terjadi akibat ruda paksa pada benturan tipe vertikal, arah benturan
dari inferior diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari arah superior
kemudian diteruskan ke arah occiput atau mandibula (Khlilullah, 2011).
5. Tanda Gejala
a. Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan memar
pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis cranii fossa anterior
adalah dengan rhinorrhea dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes). Kehilangan

11
kesadaran dan Glasgow Coma Scale dapat bervariasi, tergantung pada kondisi
patologis intrakranial (Thai, 2007).
b. Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang pendengaran
dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung lebih dari 6-7
minggu. tuli sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 3 minggu
disebabkan karena hemotympanum dan edema mukosa di fossa tympany. Facial
palsy, nystagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari keterlibatan
nervus cranialis V, VI, VII (Netter dan Machado, 2003).
c. Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan labirin, sehingga
menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran permanen (permanent
neural hearing loss) (Tuli, et al, 2008).
d. Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan serius. Sebagian
besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama dengan tipe III, berada
dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang belakang servikalis. Pasien ini juga
memperlihatkan cedera lower cranial nerve dan hemiplegia atau guadriplegia
(Anderson dan Montesano, 2005; Tuli, 2008; Netter dan Machado, 2003).
e. Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah keterlibatan nervus cranialis
IX, X, dan XI akibat fraktur. Pasien tampak dengan kesulitan fungsi fonasi dan
aspirasi dan paralisis ipsilateral dari pita suara, palatum mole (curtain sign), superior
pharyngeal constrictor, sternocleidomastoid, dan trapezius. Collet-Sicard sindrom
adalah fraktur condylar os oksipital dengan keterlibatan nervus cranial IX, X, XI, dan
XII (Anderson dan Montesano, 2005; American College of Surgeon Committe on
Trauma, 2004).
6. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjamg untuk fraktur basis craniii antara lain:
a. Pemeriksaan laboratorium, Pemeriksaan darah rutin, fungsi
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto rontgen
2) CT Scan
3) MRI atau magnetic resonance angiography

12
4) Pemeriksaan arteriografi
7. Penatalaksanaan dan Komplikasi
Menurut Listiono (2005) dan Legros, et al (2007), prinsip penanganan umum
secara keseluruhan dari trauma kepala meliputi:
a. Pengendalian Tekanan Intrakranial
b. Mengontrol tekanan perfusi otak
c. Mengontrol hematokrit
d. Obat-obatan sedasi
e. Kontrol suhu
f. Kontrol bangkitan
g. Kontrol cairan
h. Head Up 30 derajat
Penanganan khusus dari fraktur basis cranii terutama untuk mengatasi komplikasi
yang timbul, meliputi:
a. Fistula cairan serebrospinal
b. Rinore
c. Otore
d. Infeksi
e. Pnemocephalus Adanya udara pada cranial cavity setelah trauma yang
melaluimeningen.Meningkatnya tekanan di nasofaring menyebabkan udara masuk
melalui cranial cavity melalui defek pada duramater dan menjadi terperangkap. TIK
yang meningkat dapat memperbesar defek yang ada dan menekan otak dan udara
yang terperangkap. Terapi dapat berupa kombinasi dari operasi untuk membebaskan
udara intrakranial, serta memperbaiki defek yang ada, dan tredelenburg position
(Qureshi, et al, 2009).

13
BAB III
ASKEP TEORITIS BASIS CRANI
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkin di
persulit oleh cedera tambahan pada organ vital.
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah, kaku hilang keseimbangan Tanda :
 Perubahan kesadaran, letargi
 Hemiparese
 ataksia cara berjalan tidak tegap
 masalah dlm keseimbangan
 cedera/trauma ortopedi
 kehilangan tonus otot
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung (bradikardia,
takikardia yg diselingi bradikardia disritmiac)
3. Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium,
agitasi, bingung, depresid.
4. Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda : muntah, gangguan menelan.
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciuman Tanda : Perubahan
kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental, Perubahan pupil, Kehilangan

14
penginderaan, Wajah tidak simetris, Genggaman lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi
sebagian tubuhg.
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama Tanda : Wajah
menyeringai, respon menarik pada ransangan nyeri yg hebat, merintih
8. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengii.
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan.
10.Kulit Laserasi, abrasi, perubahan warna, tanda battle di sekitar telinga, Raccon eyes, adanya
aliran cairan dari telinga atau hidung, Gangguan kognitif, Gangguan rentang gerak, Demam .
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan penurunan aliran darah ke
serebral (hemoragi, hematoma); edema cerebral.
2. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
3. Nyeri akut berhubungan dengan pergesaran fragmen tulang
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neurosensori
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
6. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko kekurangan volume cairan
8. Resiko kerusakan integritas kulit
9. Resiko infeksi

15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya di regio temporal
adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga
dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat benturan langsung
pada daerah-daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi energi yang
berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek dari benturan pada kepala (Haryono,
2006).
Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan memar pada
mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur basis cranii fossa anterior adalah dengan rhinorrhea
dan memar di sekitar palpebra (raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale
dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial (Thai, 2007).
Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang pendengaran dan
ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang berlangsung lebih dari 6-7 minggu. tuli
sementara yang akan baik kembali dalam waktu kurang dari 3 minggu disebabkan karena
hemotympanum dan edema mukosa di fossa tympany. Facial palsy, nystagmus, dan facial
numbness adalah akibat sekunder dari keterlibatan nervus cranialis V, VI, VII (Netter dan Machado,
2003).
Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan labirin, sehingga
menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran permanen (permanent neural
hearing loss) (Tuli, et al, 2008).

16
MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN BASIS CRANII DENGAN GANGGUAN ASAM BASA

Program Studi

Keperawatan

Oleh

Kelompok 7

1. RACHMAWATI NIRMALA DEWI


2. DWI RAHMA YULIANTI
3. RAHMA YETI
4. HAIVA FAUZIA
5. MAYA FEBRIANTI

Desen Pembimbing : Ns. Rebbi Permata Sari, M. Kep


Mata Kuliah : Kegawatdaruratan II

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

TAHUN 2020

17
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................................
B. Tujuan.....................................................................................................................
BAB II TINJAUAN MATERI................................................................................................
A. Anatomi dan Fisiologi Otak.....................................................................................
B. Anatomi Basis Cranii ..............................................................................................
C. Konsep Teori tentang Penyakit................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS...............................................................
A. Pengkajian...............................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................
C. Intervensi ................................................................................................................
BAB IV PENUTUP.................................................................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

18
i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami sebagaimana mestinya.
Shalawat dan salam juga tak lupa pula kami kirimkan kepada baginda nabiullah Muhammad
SAW, selaku tokoh reformasi bagi kita sekalian  yang mengajarkan kepada kebenaran
khususnya bagi umat muslim yang telah menunjukan kepada kita jalan  kebenaran dan
kebaikan   terutama yang masih tetap teguh pendirian sampai hari ini.
Makalah ini dibuat guna memenuhi kewajiban kami selaku mahasiswa,dalam rangka
memenuhi  tugas yang telah diberikan oleh Dosen yang bersangkutan dan merupakan pra
syarat dalam memperoleh nilai pada mata kuliah “Kegawatdaruratan II”. Makalah  ini
disusun berdasarkan referensi yang ada, serta merupakan gabungan dari teman-teman serta
dari Dosen pembimbing, yang inti dari makalah ini adalah membahas tentang “Asuhan
Keperawatan Basis Cranii Dengan Gangguan Asam Basa”.
Dalam penyusunan materi ini, kami sadar sepenuhnya atas segala kekurangan dan
kesempurnaan sehingga di butuhkan masukan dari berbagai pihak demi kesempurnaan
makalah selanjutnya.
Akhirnya,kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan terima kasih atas saran dan
masukan rekan-rekan serta Dosen yang bersangkutan.
Semoga  Allah SWT selalu menyertai dan meridhoi kita bersama dalam upaya ikut
mencerdaskan kehidupan yang berbudi pekerti luhur. Amin Ya Rabbal‘Alamin.
Wassalamu’alaikum wr.wb.

Padang, Maret 2020

Penulis

ii
19

Anda mungkin juga menyukai