Pendahuluan
Profesi KGD
Nama Mahasiswa :
MELAWATI
Kasus/Diagnosa Medis:
Jenis Kasus : Non Trauma
Ruangan : UGD
Kasus ke : 1
KOREKSI I KOREKSI II
(…………………………………………………………) (………………………..……...
………………………….)
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2019-2020
FORMULIR SISTEMATIKA
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT UNIVERSITAS FALETEHAN
1. Definisi Penyakit
Menurut Ruhyanudin (2007) hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah
didalam arteri. Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Joint National
Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure (JNC) ke
VII mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah yang lebih dari 140/90 mmHg.
Secara umum hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang
abnormal tinggi didalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.
2. Etiologi
Penyebab hipertensi esensial tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kemungkinan
penyebab yang melatarbelakangi harus selalu ditentukan. Kemungkinan faktor
yang mempengaruhi adalah kerentanan genetik, aktivitas berlebihan saraf simpatik,
membran transport Na atau K yang abnormal, penggunaan garam yang berlebihan,
sistem renin-angiotensin aldosteron yang abnormal (Potter & Perry, 2010).
Etiologi dari hipertensi terbagi dalam dua kelompok yaitu faktor yang tidak dapat
diubah dan faktor yang dapat diubah.
a. Faktor Yang Tidak Dapat Diubah
Faktor-faktor yang tidak dapat diubah yaitu jenis kelamin, usia, dan genetik.
1) Faktor Genetik
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
itu mempunyai resiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan
peningkatan kadar Sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap Sodium, individu dengan orang tua yang menderita
hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita
hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat
hipertensi (Anggraini dkk, 2009).
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2019-2020
3) Faktor Usia
Insidensi hipertensi meningkat seiring pertambahan usia. Perubahan
struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung, dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2010).
b. Faktor Yang Dapat Diubah
1) Pola Makan
Pola makan tinggi gula akan menyebabkan penyakit diabetes melitus.
Diabetes melitus menginduksi hiperkolesterolimia dan berkaitan juga
dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner,
sintesis kolesterol, trigliserida dan fosfolipid, peningkatan kadar LDL-C
(Low Density Lipoprotein – Cholesterol) dan penurunan kadar HDL-C
(High Density Lipoprotein – Cholesterol). Makanan tinggi kalori, lemak
total, lemak jenuh, gula dan garam turut berperan dalam berkembangnya
hiperlipidemia dan obesitas. Obesitas dapat meningkatkan beban kerja
jantung dan kebutuhan akan oksigen, serta obesitas akan berperan dalam
gaya hidup pasif (malas beraktivitas) (Price & Wilson, 2006).
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2019-2020
2) Kebiasaan Merokok
Menurut Bowman (2007) dalam Anggraeni (2009) dalam Resiko merokok
berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, bukan pada lama
merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak rokok perhari
menjadi dua kali lebih rentan daripada mereka yang tidak merokok yang
diduga penyebabnya adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan
katekolamin oleh sistem saraf otonom.
3) Aktifitas Fisik
Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko Cardiac Heart Desease (CHD)
yang setara dengan hiperlipidemia atau merokok, dan seseorang yang tidak
aktif secara fisik memiliki resiko 30-50% lebih besar untuk mengalami
hipertensi. Selain meningkatnya perasaan sehat dan kemampuan untuk
mengatasi stres, keuntungan latihan aerobik yang teratur adalah
meningkatnya kadar HDL-C, menurunnya kadar LDL-C, menurunnya
tekanan darah, berkurangnya obesitas, berkurangnya frekuensi denyut
jantung saat istirahat, dan konsumsi oksigen miokardium, dan menurunnya
resistensi insulin (Price & Wilson, 2006).
3. Manifestasi Klinis
Pemeriksaan fisik mungkin tidak ditemukan kelainan selain tekanan darah yang tinggi,
akan tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina seperti perdarahan, eksudat,
penyempitan pembuluh darah dan pada kasus berat terdapat edema pupil (Smeltzer &
Bare, 2010). Tanda gejala lain yang meskipun secara tidak sengaja terjadi bersamaan
dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi yaitu sakit kepala, perdarahan
di hidung, pusing yang terkadang juga terjadi pada seseorang dengan tekanan darah
normal. Jika hipertensi berat atau menahun dan tidak terobati, dapat timbul gejala-
gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan
kabur hal itu karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal
(Ruhyanudin, 2007).
4. Deskripsi patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula dari saraf simpatis,
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2019-2020
yang berkelanjutan ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf
simpatis ke ganglia simpatis, pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetilkolin
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya neropinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Bebagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi (Palmer, 2007).
Saat bersamaan sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon
rangsang emosi, kelenjar adrenalin juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas
vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Price & Wilson, 2006).
Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya
aorta dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2010).
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2019-2020
6. Pemeriksaan Diagnostik
- Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan
atau takik aorta, pembesaran jantung.
- EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
- CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Doenges, 2000;
John, 2003; Sodoyo, 2006).
7. Pemeriksaan Penunjang
- Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
- Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya
pembentukan plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
- Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
- Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
- Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
- Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya
hipertensi.
- Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan
atau takik aorta, pembesaran jantung.
- CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Doenges, 2000;
John, 2003; Sodoyo, 2006).
8. Penatalaksanaan Medis/Operatif
Penatalaksanaan pada hipertensi terbagi menjadi 2 yaitu penatalaksanaan
farmakologi dan non farmakologi:
a. Penatalaksanaan Farmakologi
Pemilihan obat pada penderita hipertensi tergantung pada derajat meningkatnya
tekanan darah dan keberadaan compelling indication. Terdapat enam
compelling indication yang diidentifikasikan yaitu gagal jantung, paska infark
miokardial, resiko tinggi penyakit koroner, diabetes mellitus, gagal ginjal
kronik, dan pencegahan serangan stroke berulang. Pilihan obat tanpa
compelling indication pada hipertensi ringan (stadium I) adalah diuretic
thiazide umumnya dapat dipertimbangkan inhibitor ACE, ARB, β bloker,
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2019-2020
9. Terapi Farmakologis
Jenis-jenis obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC 7 untuk terapi farmakologis
1. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant).
Sirkulasi. Lihat status hemodinamik klien (Tekanan darah dan suhu) jikaterdapat
perdarahan resusitasi cairan intravena, yaitu cairan isotonic, seperti NaCl 0,9% atau
RL dengan pemberian (20 Ml/Kg) jika pasien syok, transfuse darah 10-25 ml/kg
harus dipertimbangkan. Perhatikan tanda gejala syok dan jika ada perdarahan
perhatikan klasifikasi perdarahannya.
klien. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh penrunan oksigen atau penurunan
perfusi ke otak.
b. Secondary Survei
Ketika survei primer selesai dilakukan, survei sekunder yang lebih detail dapat
dilakukan. survei ini dimulai dari pemeriksaan GCS dan tanda-tanda vital sertakaji
bagian kepala dan bergerak ke arah bawah hingga kaki pasien.
Pemeriksaan head to toe pada pasien fraktur menurut Pamela 2009 :
1) Kepala dan leher, kepala harus di inspeksi apakah ada luka, hemoragi eksternal,
deformitas, objek yang tertancap dan drainase rinorea atau ortorea. Kepala juga
harus dipalpasi apakah ada deformitas, area nyeri tekan atau udara subkutan.
Leher harus dikaji apakah ada luka nyata, perdarahan eksternal, atau objek yang
tertancap. Ada atau tidaknya distensi vena jugularis harus diperhatikan.
2) Dada, dada harus diinspeksi apakah ada tanda-tanda cedera nyata, termasuk ada
luka dada melesak, hemoragi eksternal atau objek yang tertancap. Pergerakan naik
turun dinding dada harus diperhatikan. Papasi dinding dada adakah nyeri
tekan/krepitasi. Auskultasi pernafasan cek kedalaman , kualitas dan bunyi nafas.
3) Abdomen, pengkajian abdomen di mulai dari inspeksi abdomen apakah ada
tanda-tanda trauma nyata, hemoragi eksternal, atau objek yang tertancap.
Abdomen harus di palpasi ada atau tidak nyeri tekan, keras dan distensi.
4) Pelvis, pelvis harus diinspeksi apakah terdapat tanda-tanda trauma hars dipalpasi
adakah nyeri tekan.
5) Genitourinarius, apakah ada tanda-tanda cedera nyata, termasuk ada luka melesak,
hemoragi eksternal atau objek yang tertancap, ada atau tidak darah di meatus
uretra, perdarahan pervagina atau hematom skrotum.
6) Ekstremitas, inspeksi tanda-tanda trauma apakah ada tanda-tanda cedera nyata,
termasuk ada luka dada melesak, hemoragi eksternal objek yang tertancap atau
deformitas. Cek waktu pengisian kapiler, serta kaji nadi dan kualitasnya. Kualitas
nadi harus dibandingkan secara bilateral apakah sama. Sensasi juga harus di kaji
di setiap ekstremitas dibandingkan secara bilateral apakah sama.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2019-2020
7) Punggung, pasien harus hati-hati diubah posisi ke setiap sisi, inspeksi punggung,
bokong dan posisi dorsal ekstremitas apakah terdapat tanda-tanda trauma,
hemoragi eksternal atau objek yang tertancap. Spinal cord harus dipalpasi apakah
ada area nyeri tekan, spasme otot atau deformitas.
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2019-2020
11. Patoflow
PATOFLOW
Hipertensi
↓
Ateriosklerosis
↓
Thrombosis serebral
↓
Proses metabolisme dalam otak
terganggu
↓
Suplai darah dan oksigen ke
otak menurun
↓
infark serebral
↓ ↓
Resiko Perfusi Serebral Kerusakan gerak pusat
Tidak Efektif motoric dilobus frontalis
hemisphere/hemiplegia
↓
Gangguan Mobilitas Fisik
Laporan Pendahuluan Profesi KGD 2019-2020
DAFTAR PUSTAKA
AHA & ACC. (2017).2017 Guideline for the Prevention,Detection, Evaluation, and
Managementof High Blood Pressure in Adults. https://www.acc.org/~/media/Non-
Clinical/Files-PDFs-Excel-MS-Word-
etc/Guidelines/2017/Guidelines_Made_Simple_2017_HBP.pdf
Anggraini, A. D., dkk. (2009). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi pada Pasien yang Berobat di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang
Periode Januari Sampai Juni 2008. Jurnal Kesehatan. Riau: Faculty of Medicine-
University of Riau. http://eprints.ums.ac.id/59230/8/DAFTAR%20PUSTAKA
%20SKRIPSI.pdf
Potter, P. A & Perry, A. G. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses,
dan praktik. Alih Bahasa: Yasmin Asih. Edisi 4 Jakarta: EGC.
Price, S. A. & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi 4. Jakarta: EGC.
Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sukandar,
dkk. (2009). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.
Mohammad Yogiantoro. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi Esensial.
Perhipunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Perencanaan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Resiko perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan pemantauan neorologis Observasi
serebral tidak selama 1x24 jam, maka perfusi serebral - Monitor tanda-tanda vital
efektif dibuktikan meningkat dengan kriteria hasil : - Monitor kekuatan pegangan
dengan hipertensi 1. Tekanan darah sistolik dan diastolik - Monitor kesimetrisan wajah
dalam rentang normal 120/80 mmHg
2. Pusing menurun Terapeutik
3. Refleks saraf membaik -Tingkatkan frekuensi pemantauan
neurologis, jika perlu
-Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
Edukasi
- ajarkan rentang gerak aktif sesuai
dengan program latihan
- informasikan tujuan dari latihan
Kolaborasi
- kolaborasi dengan fisioterapis
mengembangkan program latihan, jika
perlu
- berikan dukungan positif pada saat
melakukan latihan gerak sendi