Anda di halaman 1dari 9

Konsep Airway

Pengenalan gangguan jalan nafas

Terganggunya jalan nafas dapat secara tiba-tiba dan komplit, atau perlahan, parsial
dan progresif atau rekuen. Tachypnea walaupun dapat disebabkan nyeri atau
ketakutan, namun harus selalu diingat kemungkinan gangguan jalan nafas yang dini.
Karena itu penilaian jalan nafas serta pernafasan sangat penting. Penderita dengan
kesadaran menurun mempunyai resiko tinggi untuk gangguan jalan nafas karena :
 Selalu akan timbul cairan dan refleks menelan menghilang.
 Refleks batuk hilang dengan akibat aspirasi dan obstruksi airway.
Keadaan ini kerap kali memerlukan jalan nafas definitif. Penderita tidak sadar,
intoksikasi alkhohol atau perlukan intra toraks kemungkinan terganggu breathing
(pernafasan). Pada penderita seperti ini jalan nafas definitif ditujukan untuk :
a. Memberi jalan nafas.
b. Dapat memberikan oksigen tambahan.
c. Membantu ventilasi.
d. Mencegah aspirasi.
Mencegah oksigenasi serta mencegah hiperkarbia sangat penting pada trauma
kapitis.
Petugas harus antisipasi kemungkinan muntah pada semua penderita trauma. Adanya
cairan gaster di orofaring menandakan kemungkinan aspirasi yang dapat terjadi secara
mendadak. Trauma pada wajah merupakan keadaan lain yang memerlukan perhatian segera.
Mekanisme perlukan biasanya adalah penumpang mobil yang tanpa sabuk pengaman dan
kemudian terlempar ke kaca depan saat tubrukan. Trauma pada bagian tengah wajah (mid
face) dapat menyebabkan fraktur dislokasi yang dapat mengganggu oro atau naso faring.
Fraktur tulang wajah dapat menyebabkan perdarahan, sekresi yang meningkat serta
ovulasi gigi yang menambah masalah pada jalan masalah. Fraktur ramus mandibula, terutama
bilateral, dapat menyebabkan lidah jatuh ke belakang dan gangguan jalan nafas pada posisi
terlentang.
Penderita yang menolak untuk berbaring mungkin ada gangguan jalan nafas.
Perlukaan daerah leher mungkin ada gangguan jalan nafas karena rusaknya laring atau trakea
atau karena perdarahan dalam jaringan lunak yang menekan jalan nafas.
Pada saat penilaian awal, ini untuk sementara menjamin adanya airway yang baik.
Karena itu, tindakan paling utama adalah berusaha berbicara dengan penderita. Jawaban yang
adekuat menjamin airway yang baik, pernafasan yang baik serta perfusi ke otak yang baik.
Gangguan dalam menjawab pertanyaan menunjukkan gangguan kesadaran, gangguan pada
pernafasan.
Tanda objektif :obstruksi jalan nafas

a. Look
Lihat apakah penderita kesadaran berubah. Bila penderita gelisah, kemungkinan
paling besar adalah hipoksia.
Pada trauma kapitis maka penderita gelisah disebabkan :
a) Hipoksia.
b) Buli-buli penuh
c) Nyeri dari tempat lain (fraktur dsb).
d) Trauma kapitisnya sendiri
Sianosis dapat dilihat pada buku dan sekitar mulut. Perhatikan adanya penggunaan
otot pernafasan tambahan.
b. Listen
Pernafasan yang berbunyi adalah pernafasan yang ter-obstruksi :
a) Mengorok (snoring) : lidah jatuh ke belakang.
b) Bunyi cairan (gurgling) : darah atau cairan.
c) Stridor/crowing disebabkan obstruksi parsial faring atau laring.
c. Feel
Rasakan pergerakan udara ekspirasi, dan tentukan apakah trakea terletak di garis
tengah.

Teknik penjaga jalan nafas

Pada penderita, tidak sadar jatuh ke belakang dan kemudian menyebabkan obstruksi
jalan nafas. Hal ini dapat diatasi dengan chin lift atau jaw thrust, untuk kemudian
dipasang oro-pharingeal atau naso-pharingeal airway.
Cara membersihkan jalan nafas tanpa alat :
a. Head tilt
Cara : letakkan 1 telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah, sehingga kepala
menjadi tengadah dan penyangga lidah tegang akhirnya lidah terangkat ke depan.
b. Chin lift
Cara : memakai jari-jari dua tangan yang diletakkan dibawah mandibula untuk
kemudian mendorong dagu anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan bibir
bawah untuk menekan mulut.
Bila diperlukan ibu jari dapat diletakkan
dalam mulut di belakang gigi seri untuk
mengangkat dagu. Tindakan chin lift ini
tidak boleh mengakibatkan hiperextensi
leher. Tindakan chin lift ini bermanfaat
pada penderita trauma karena tidak
mengakibatkan kelumpuhan bila ada
fraktur servikal.
c. Jaw thrust
Cara : tindakan ini dilakukan memakai dua tangan masing-masing satu tangan di
belakang angulus mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini
dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan sempurna dari mulut sehingga
dapat dilakukann ventilasi yang baik.
d. Orofaringeal airway (“guedel”/mayo tube)
Orofaringeal airway dimasukkan ke dalam mulut dan diletakkan di belakang lidah.
Cara terbaik adalah dengan menekan lidah memakai tong spatel dan masukkan alat ke
arah posterior.
Alat tidak boleh mendorong lidah ke belakang dan malah menyumbat faring. Alat
ini tidak boleh dipakai pada penderita sadar karena akan menyebabkan muntah
dan kemudian aspirasi.
Cara lain adalah dengan memasukkan alat secara terbaik sampai menyentuh
palatum mole, lalu diputar 180 derajat dan diletakkan di belakang lidah. Teknik
ini tidak boleh dipakai pada anak kecil karena
mungkin mematahkan gigi.
e. Naso-faringeal airway
Alat ini dimasukkan salah satu lubang hidung lalu
secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya
terletak di faring.
Alat ini lebih baik dari pada oro-faringeal airway
pada penderita sadar karena tidak akan
menyebabkan muntah dan lebih ditolerir penderita. Alat ini harus dilunasi dengan
baik dan dimasukkan ke dalam lubang hidung yang tampak tidak tersumbat. Bila pada
saat pemasangan ditemukan hambatan, berhenti dan pindah ke lubang hidung yang
lain. Bila ujung alat ini tampak di orofaring, mungkin akan dapat dipasang
Nasogastric Tube (NGT) pada penderita dengan fraktur tulang wajah.
f. Jalan nafas definitif
Jalan nafas definitif adalah suatu pipa dalam trachea dengan balon yang berkembang
dan biasanya memerlukan suatu bentuk ventilasi bantuan dengan juga memakai
oksigen. Ada tiga jenis airway definitif yakni naso-trachea, oro-tracheal atau surgical
(Crico-Throidomi Atau Tracheostomy).
Indikasi untuk pemasangan jalan nafas definitif adalah :
a) Apnoe.
b) Kegagalan menjaga jalan nafas dengan cara lain.
c) Proteksi jalan nafas terhadap aspirasi darah atau muntahan.
d) Kemungkinan terganggunya jalan nafas karena perlukaannya sendiri seperti luka
bakar inhalasi, fraktur tulang atau kejang-kejang.
e) Trauma kapitis yang memerlukan hiperventilasi.
f) Kegagalan memberikan cukup oksigen melalui face-mask.
Urgensi dan keadaan saat itu menentukan pilihan airway. Ventilasi assisted dapat
dibantu sedasi, analgesia atau muscle relaxant. Pemakaian pulse oxymeter dapat membantu
dalam menentukan indikasi jalan nafas definitif yang tersering dipakai adalah naso-tracheal
dan oro-tracheal. Kemungkinan adanya fraktur servikal merupakan perhatian utama.
g. Intubasi oro tracheal
Pada setiap penderita tidak sadar dengan trauma kapitis tentukanlah perlunya intubasi.
Ingat : kontrol servikal dulu baru trauma ...!!!!!
Bila penderita dalam keadaan apnue, intubasi dilakukan oleh dua orang, dengan satu
petugas melakukan imobilisasi segaris.
Setelah pemasangan oro-tracheal tube, balon dikembangkan dan dimulai ventilasi
assisted. Penempatan ETT yang tepat dapat diperiksa dengan auskultasi kedua paru. Bila
terdengar bunyi pernafasan ETT sudah benar. Terdengarnya suara dalam daerah lambung
terutama pada inspirasi, memperkuat dengan bahwa ETT terpasang dalam esofagus dan
menuntut intubasi.
h. Intubasi naso-tracheal
Intubasi naso-tracheal bermanfaat pada fraktur servikal,
Catatan : disini dimaksudkan “blind naso-tracheal intubations” apnoe adalah kontra
indikasi yang lain adalah fraktur tulang wajah yang berat atau fraktur basis cranii anterior.
Perhatian akan adanya fraktur servikal adalah sama seperti pada intubasi oro-tracheal.
Pemilihan jenis intubasi terutama tergantung pada pengalaman dokter. Kedua cara di atas
aman bila dilaksanakan dengan benar. Penutupan kartilago krikoid oleh seorang asisten
bermanfaat untuk mencegah terjadinya aspirasi dan visualisasi jalan nafas yang lebih jelas
(disebut sebagai Sellick Maneuver)
Malposisi ETT harus dipertimbangkan pada semua penderita yang datang dengan
sudah terpasang ETT. Malposisi dapat dengan ETT terdorong lebih jauh masuk ke bronchus,
atau tercabut selama transportasi.
Kembungnya daerah epigastrium harus diwaspadai akan kemungkinan malposisi
ETT. Foto toraks dapat membantu diagnosis letak ETT yang benar, namun tidak
menyingkirkan kemungkinan intubasi esofagus.
Bila keadaan penderita memungkinkan dapat dipakai teknik Endoskopi fiberoptik
dalam pemasangan ETT. Ini terutama di-indikasikan pada fraktur maksilofasial dan fraktur
servikal dan penderita dengan leher pendek. Bila keadaan-keadaan di atas menghambat
intubasi oro atau naso-tracheal dapat langsung ke surgical erico-thyroidotomy.
i. Airway surgical
Ketidakmampuan intubasi trachea adalah indikasi jelas untuk surgical airway. Bila
edema glottis, fraktur laring atau perdarahan oro pharingeal airway yang berat menghambat
intubasi trachea dapat dipertimbangkan surgical airway.
Pemasangan jarum (Needle Cricothyroidotomy) merupakan cara sementara untuk
dalam keadaan emergency memberikan oksigen sampai dapat dipasang surgical airway.
 Jet insufflation
Jet insufflation dapat meberikan 45 menit tambahan menunggu intubasi
dilakukan. Jet insufflation dilakukan memakai jarum ukuran 12-14 (anak no.16/18) melalui
membrana cricothyroid. Jarum kemudian dihubungkan dengan oksigen pada flow 15
liter/menit (40-50 psi) dengan suatu y-connector, atau dengan tube yang dilubangi pada
sisinya. Kemudian dilakukan insufflation,1 detik tutup 4 detik buka dengan memakai ibu jari.
Penderita hanya dapat dilakukan oksigenisasi cukup dengan cara ini untuk hanya 30-45
menit, karena CO2 akan terakumulasi secara perlahan (yang akan berbahaya, terutama pada
penderita trauma kapitis). Jet insufflation harus berhati-hati bila ada obstruksi total glottis
oleh benda asing. Walaupun ada kemungkinan benda asing terdorong keluar oleh
tekanan oksigen, namun ada kemungkinan lain yakni rupture paru dengan pneumotoraks.
Dalam keadaan ini flow oksigen hanya 5-7 liter/menit.
 Surgical Cricothyroidotomy
Surgical Needle Cricothyroidotomy dilakukan oleh dokter.

Konsep Breathing

1.DEFINISI
Pernafasan merupakan pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas untuk pertukaran
oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.Breating merupakan suatu kesatuan
dari proses oksigenasi dan ventilasi, tanpa oksigenasi yang adequate ventilasi akan terganggu
begitu juga bila tanpa ventilasi yang adequate maka oksigenasi akan menjadi sia-sia.

2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya gangguan pernapasan adalah:
 Edema lidah
 Sumbatan lidah
 Edema laryngeal
 Abses peritonsil
 Karsinoma leher
 Sekresi berlebih
 Gangguan serebral
 Trauma fasial, trauma tracheal dan laryngeal
 Aspirasi benda asing
 Luka bakar leher
 Anaphilaktik

3. TANDA-TANDA BREATHING / VENTILASI TERGANGGU


a. look (lihat)
– naik turunya dada simetris atau tidak
– pergerakan dinding dada adequate atau tidak
– asimetris menunjukan adanya splinting atau flail chest
b.listen(dengar)
lakukan dengan stetoskop untuk mendengarkan pergerakan udara pada kedua paru
penurunan atau tidak terdengarnya suara nafas pada satu atau kedua hemitorak

c.feel(raba)
merupakan tanda akan adanya cedera dada (pernapasan trauma).takipneu mungkin
menunjukan kekurangan oksigen.menjamin terbukanya air way merupakan langkah penting
pertama untuk pemberian oksigen pada penderita.bila air way sudah terbuka, maka proses
pernapasan yang terganggu akan menjadi penyebab kematian yang potensial. Kecepatan
pernafasan. Wanita bernafas lebih cepat daripada pria. Kalau bernafas secara normal maka
ekspirasi akan menyusul inspirasi, dan kemudian ada istirahat sebentar. Inspirasi-ekspirasi
istirahat, pada bayi yang sakit urutan ini ada kalanya terbalik dan urutannya menjadi :
inspirasi istirahat-ekspirasi. Hal ini disebut pernafasan terbalik.
a. Kecepatan pernafasan normal setiap menit
b. Bayi baru lahir ...................... 30-40 x/menit
c. 12 bulan ...................... 30 x/menit
d. Dari 2-5 tahun ...................... 24 x/menit
e. Orang dewasa ...................... 12-20 x/menit

Pengenalan masalah ventilasi

Penentuan adanya jalan nafas yang baik barulah langkah yang pertama yang penting,
langkah kedua adalah memastikan bahwa ventilasi yang cukup. Ventilasi dapat terganggu
karena sumbatan jalan nafas, tetapi juga dapat terganggu oleh mekanika pernafasan atau
depresi Susunan Saraf Pusat (SSP). Bila pernafasan tidak bertambah baik dengan perbaikan
jalan nafas, penyebab lain dari gangguan ventilasi harus dicari. Trauma langsung ke thoraks
dapat menjadi dangkal dan selanjutnya, hipoksemia. cedera servikal rendah dapat
menyebabkan penafasan diafragma sehingga dibutuhkan bantuan ventilasi.

Tanda objektif masalah ventilasi

1. Look : perhatikan peranjakan thorax simetris atau tidak. Bila asimetris pikirkan
kelainan intra-torakal atau flail chest. Setiap pernafasan yang sesak harus dianggap
sebagai ancaman terhadap oksigenisasi.
2. Listen : auskultasi kedua paru. Bising nafas yang berkurang atau menghilang pada
satu atau kedua hemi thorax menunjukkan kelainan intra torakal. Berhati-hatilah
terhadap tachypneu karena mungkin disebabkan hipoksia.
3. Feel : lakukan perkusi, seharusnya sonor dan sama ke-2 lapang paru. Bila hipersonor
berarti ada pneumotoraks, bila pekak ada darah (hematoraks).

Pengelolaan

Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya ventilasi harus dilakukan dengan cepat
dan tepat. Bila ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau ventilasi harus segera
diambil tindakan ini memperbaiki oksigenisasi dan mengurangi resiko penurunan keadaan.
Tindakan ini meliputi teknik menjaga jalan nafas, jalan nafas definitif (termasuk surgical
airway) dan cara untuk membantu ventilasi. Karena semua tindakan diatas akan
menyebabkan gerakan pada leher, harus diberikan proteksi servikal, terutama bila dicurigai
atau diketahui adanya fraktur servikal.
Pemberian oksigen harus memberikan sebelum dan setelah tindakan mengatasi
masalah airway. Suction selalu harus tersedia, dan sebaiknya dengan ujung penghisap yang
kaku.
f. Ventilasi dan oksigenasi
Tujuan utama dari ventilasi adalah mendapatkan oksigenisasi sel yang cukup dengan
cara memberikan oksigen dan ventilasi yang cukup.
1. Oksigenisasi
Oksigenisasi sebaiknya diberikan melalui suatu masker yang terpasang baik dengan
flow 10-12 liter/menit.
Cara memberikan oksigen lain (nasal kateter, kanul dsb) dapat memperbaiki
oksigenisasi. Karena perubahan kadar oksigen darah dapat berubah cepat, dan tidak mungkin
dikenali secara klinis, maka harus dipertimbangkan pulse oksimeter bila di duga ada masalah
intubasi atau ventilasi. Ini termasuk pada saat transport penderita luka parah. Nilai normal
saturasi O2 adalah lebih dari 95%.
2. Ventilasi
Ventilasi yang cukup dapat tercapai dengan teknik mouth to face atau bag-valve-face-
mask. Seringkali hanya satu petugas tersedia,Namun hanya lebih efektif bila ada petugas
kedua yang memegang face mask. Intubasi mungkin memerlukan beberapakali usaha dan
tidak boleh menggangu oksigenisasi. Dengan demikian lebih baik pada saat mulai intubasi
petugas menarik nafas dalam dan menghentikan usaha pada saat petugas harus inspirasi.
Bila sudah intubasi, ventilasi dapat dibantu dengan bagging, atau lebih baik memakai
respirator. Dokter harus selalu waspada terhadap baro trauma (akibat positive pressure
ventilation) yang dapat mengakibatkan pneumotorax atau malah tension pneumotorax akibat
“bagging” yang terlalu bersemangat.

Anda mungkin juga menyukai