Anda di halaman 1dari 15

Referat

HUBUNGAN ASA DENGAN RISIKO PERI-OPERATIF

Oleh :
Utari Rahma Almira 1940312005
Ariva Afriana Husni 1940312164

Preseptor :
dr. Rudy Permady, Sp. An

BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
PADANG
2020

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hubungan
Asa Dengan Risiko Peri Operatif”. Shalawat beriring salam selalu disampaikan
kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan umat beliau. Makalah ini
merupakan salah satu syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Rudy Permady, Sp.An
selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada semua
pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Padang, Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Luar
Daftar Isi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Batasan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Metode Penulisan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3. SIMPULAN
Daftar Pustaka

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Definisi ASA
Resiko & Perioperatif
Hubungan keduanya
The high-risk surgical patient, with conglomerated risk from surgery-
specific and patient-specific factors, may be defined as having an incidence of
perioperative mortality of 4–5% or more. Independent predictors of perioperative
mortality have been consistently demonstrated to be patient age, comorbid load
and immediacy or severity of surgery (file: lacey2017)
Pentingnya memahami hubungan keduanya
Alongside ongoing efforts to better understand risk of death, clinicians and
researchers are focussing on methods to reliably assess risk of postoperative
morbidity. This will help the development of interventions to minimize that risk,
and instigation of models of care which ensure that complications are recognized
early and managed accordingly. Although representing only 10–15% of surgical
procedures, this high-risk population accounts for approximately 80% of
postoperative deaths in heterogeneous cohorts. Overall, postoperative morbidity
occurs in approximately 15% of patients, rising to up to 50% in high-risk
populations. The high-risk surgical patient represents a growing challenge to
modern surgical care as an ageing population presents to theatre with increasingly
complex medical conditions. With mounting pressures on health-care systems,
there is a priority to develop robust systems to identify this high-risk cohort and
deliver targeted perioperative care to improve long-term outcome. Although
emergency surgical patients have a profoundly higher percentage risk of death, the
sheer volume of elective work still means that most surgical deaths and morbidity
follow elective procedures. For all surgical cases it is imperative to assess risk and
do what is possible to modify that risk (file: lacey2017)

4
1.2 Batasan Masalah
Penulisan referat ini adalah membahas mengenai hubungan nilai ASA dari
kondisi pasien, dengan risiko peri-operatif terutama pada post-operatif.

1.3 Tujuan Penulisan


Penulisan referat ini bertujuan untuk lebih memahami mengenai hubungan
nilai ASA dari kondisi pasien, dengan risiko peri-operatif terutama post-operatif
pada pasien.
1.4 Metode Penulisan
Penulisan referat ini disusun dengan menggunakan metode tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literature, termasuk buku teks dan
jurnal.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ASA
2.2 Klasifikasi ASA
2.3 Risiko Perioperatif
Perioperatif adalah ilmu kedokteran yang mencakup masalah sebelum,
selama, dan sesudah anesthesia / pembedahan. Perioperatif meliputi fisiologis dan
patologis yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh anesthesia dan pembedahan
terhadap fisiologis, risiko, dan komplikasi yang ditimbulkan. Risiko perioperatif
diklasifikasikan menjadi yang berhubungan dengan kondisi pasien, berhubungan
dengan prosedur pembedahan, berhubungan dengan fasilitas maupun sumber daya
manusia rumah sakit, dan berhubungan dengan obat atau teknik anesthesia. Risiko
perioperatif dinilai dalam batasan waktu 30 hari setelah pembedahan yang juga
dapat mempengaruhi mortalitas jangka panjang. (file: lacey2017)
Panduan penilaian resiko perioperatif diantaranya adalah Goldman
Cardiac Risk Index yang menggunakan faktor risiko dan dijumlahkan menjadi
skor total, sistem skoring ini sederhana dan mudah digunakan di klinik, namun
tidak memberikan perkiraan secara individual. American Society of
Anesthesiologists Physiology Score adalah sistem skor subjektif yang biasa
digunakan dengan menggunakan status fisik pre-operatif dan diklasifikasikan
menjadi lima klasifikasi, dimana semakin meningkat skor ASA berkorelasi
dengan meningkatnya risiko mortalitas post-operatif. Thoracoscore adalah sistem
skor pada pasien yang akan menjalankan operasi thoracic, dimana digunakan
sembilan variabel skor yang merupakan kombinasi dari keadaan pasien dan data
klinis sehingga didapat skor persen dari morbiditas dan mortalitas pasien. The
Physiological and Operative Severity Score for the enUmeration of Mortality and
morbidity (POSSUM) adalah sistem skor untuk bantuan audit pembedahan.
Sistem skor ini menggunakan 12 faktor fisiologis dan enam faktor intraoperatif
untuk memprediksi 30 hari morbiditas dan mortalitas post-operatif, dan sudah
divariasikan sesuai pembedahan yang dilakukan, seperti pada operasi vascular
dan colorectal dengan Portsmouth recalibration (P-POSSUM). The Surgical

6
Outcome Risk Tool adalah sistem skor yang menggunakan enam variabel dari
informasi pre-operatif sehingga dapat memberikan persentase dari risiko
mortalitas pada pasien dan juga bisa memprediksi morbiditas post-operatif.
American College of Surgeons National Surgical Quality Improvement Program
risk calculator adalah sistem skor yang dipercaya paling komprehensif dengan
memasukkan risiko pre-operatif dan komplikasi post-operatif. Sistem skor ini
menggunakan sistem kalkulator online dengan satu pertanyaan prosedur
pembedahan dan 19 pertanyaan mengenai faktor pre-operatif seperti ascites,
diabetes, dan ketergantungan ventilator. Sistem skor ini mampu mengkalkulasi
risiko morbiditas seperti renal failure dan pneumonia juga mortalitas. (file:
lacey2017)
Sistem skor lainnya yang menggunakan tes kapasitas fungsional adalah
The Duke Activity Status Index yaitu sistem skor yang menggunakan kuesioner,
pengukuran puncak oksigen, dan menilai physical fitness dengan menggunakan
persamaan metabolik, yaitu jika pasien tidak bisa menaiki satu tangga maka
persamaan metaboliknya kurang dari empat dan dikategorikan risiko tinggi. Tes
kekuatan cardiopulmonary adalah sistem skor yang paling objektif dan dapat
dipercaya, dengan menggunakan variabel seperti konsumsi oksigen (VO2
liter/menit), produksi CO2 (VCO2 liter/menit), ambang anaerob (ml/kg/enit) dan
rasio pertukaran respirasi. Pasien dengan puncak VO2 kurang dari 15 ml/kg/menit
memiliki keterkaitan dengan meningkatnya early death dalam 30 hari post
operatif. Pasien dengan ambang anaerob lebih dari 11 ml/kg/menit memiliki risiko
mortalitas 1% dan jika ambang anaerob kurang dari 11 ml/kg/menit memiliki
risiko mortalitas 18%. Biomarker seperti B-type natriuretic peptide, high
sensitivity C-reactive protein and troponin-T, dimana ditemukan meningkatnya
troponin post-operatif pada pasien secara asimtomatik meningkatkan risiko
mortalitas. (file: lacey2017)
Penggunaan sistem skor memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Sistem skor P-POSSUM yang komprehensif memiliki kekurangan yaitu
variabelnya meliputi faktor intra-operatif, sehingga tidak bisa digunakan untuk
memprediksi pada saat pre-operatif. Sistem skot tes kekuatan kardiopulmonar
memiliki kekurangan pada kebutuhan biaya yang tinggi dan sumber daya manusia

7
yang ahli dalam melakukan tes kekuatan tersebut dan beberapa kontraindikasi
dalam melakukan tes. Sistem skor ASA merupakan tes sederhana yang telah
digunakan pada semua pasien pembedahan dan dengan konsisten menunjukkan
perbedaan yang baik pada status survival post-operatif pasien meskipun terbuka
dalam berbagai variabilitas. (file: lacey2017)

2.4 Manajemen Perioperatif

Manajemen perioperatif sesuai protokol Enhanced Recovery After Surgery


(ERAS) mengandung komponen yaitu persiapan pre-operatif dan konseling,
pembatasan dengan puasa, menghindari persiapan usus pre-operatif, asupan
minuman kaya karbohidrat pre-operatif, menghindari premedikasi farmakologi,
profilaxis thromboembolism, profilaxis antibiotik. Intra-operatif yaitu anestesi
epidural, penggunaan short-acting anesthesia dan opioid intra-operatif. (file:
ERASwersjaangielska12016)

Gambar X. Pembagian Protokol ERAS sesuai peri-operatif (file:


ERASwersjaangielska12016)

Post-operatif yaitu pembatasan suplai sodium dan cairan secara parenteral,


preventif hypothermia, preventif mual dan muntah post-operatif (PONV),
manajemen nyeri berdasarkan obat non-opioid, nutrisi dini secara enteral,
stimulasi aktivitas motorik gastrointestinal, pembatasan penggunaan naso-gastric
tubes, memprioritaskan laparoskopi (dengan insisi transverse pendek),
menghindari pengurasan post-operative saat memungkinkan, dan evaluasi
protokol yang dijalankan dan hasil tatalaksana. Komponen ERAS ini sebagian
8
besar dimanajemen oleh tim anestesi, dimulai dari pre-operatif hingga post-
operatif. (file: ERASwersjaangielska12016)

A. Pre-operatif
Pasien dengan pembedahan elektif mendapatkan konseling oleh ahli bedah
dan anesthesiologist. Anesthesiologist saat visit untuk konseling melakukan
anamnesis riwayat pasien, pemeriksaan fisik terutama pada faktor penyulit
intubasi, evaluasi potensi teknik anesthesia dan menentukan pilihan untuk
menghilangkan nyeri post-operatif, bahkan menghilangkan kegelisahan jika
dibutuhkan. Protokol ini menganjurkan konseling anesthesiologist dilakukan dua
minggu sebelum operasi. Konseling termasuk menginformasikan asupan diet
persiapan pre-operasi seperti mengkonsumsi nutrisi tertentu bila diperlukan,
asupan cairan minimal dua liter/hari, menghindari alkohol, menghindari merokok,
dan aktivitas fisik moderate yaitu 30 menit/hari dengan salah satu pilihan jalan
cepat. (file: ERASwersjaangielska12016)
European Society of Anaesthesiology (ESA) pada tahun 2011
merekomendasikan pada operasi elektif pasien dianjurkan puasa makanan padat
enam jam sebelum operasi dan puasa cairan bening dua jam sebelum operasi.
Puasa yang lebih dari enam jam tidak menurunkan risiko aspirasi, justru
memberikan efek negatif yaitu berupa peningkatan resisten insulin peri-operatif
sehingga menyebabkan komplikasi metabolik. Resistensi insulin merupakan
faktor yang berhubungan dengan prolong hospitalisasi, peningkatan komplikasi
post-operatif, outcome tatalaksana yang lebih buruk. Protokol ini menganjurkan
asupan oral minuman kaya karbohidrat 12,5 % isosmolar (240 mOsmol
kg H2O-1) dengan campuran gula (simple dan complex sugars,
polysaccharides dan lactose) dan elektrolit (sodium, potassium, calcium,
magnesium, chloride dan phosphate) sebanyak 400 ml dan menyediakan 50 kkal
dalam 100 ml. Minuman ini dapat menginduksi pelepasan insulin pre-operatif dan
memodifikasi respon tubuh terhadap trauma yaitu operasi sehingga menghasilkan
outcome post-operatif yang lebih baik. (file: ERASwersjaangielska12016)

9
Premedikasi berupa anxiolytics tidak direkomendasikan dalam protokol
ERAS. Anxiolytics dan farmako bersifat sedatif dapat menyebabkan efek
anesthesia prolong sehingga waktu yang dibutuhkan untuk fungsi kognitif
kembali normal lebih lama, penundaan asupan cairan secara oral, dan
meningkatkan risiko efek samping pada masa peri-operatif. Penggunaan
anxiolytic pada pasien jika dibandingkan dengan placebo tidak menghasilkan
perbedaan derajat keparahan ansietas. Premedikasi yang krusial menurut protokol
adalah penggunaan pain-relief pre-operatif dan preventif pada PONV. (file:
ERASwersjaangielska12016)

B. Intra-operatif
Protokol ERAS memperhitungkan bahwa teknik regional anesthesia
merupakan teknik yang memiliki kepentingan tinggi, terutama anesthesia
epidural. Teknik ini meningkatkan pemulihan setelah prosedur operatif. Protokol
ini menganjurkan, bila memungkinkan, menggunakan kateter epidural thoracic
untuk menyediakan analgesik dengan anesthetic lokal tanpa menggunakan opioid.
Anesthesi epidural menunjukkan kelebihan perbaikan aktivitas motorik usus,
limitasi respons metabolik, menurunkan resistensi insulin post-operatif,
menurunkan komplikasi metabolik, dan memperpendek lama hospitalisasi.
Manajemen nyeri menggunakan obat-obatan berupa analgesik klasik (metamizole,
paracetamol, NSAID, dan opioid), gabapentinoid, alpha-2 agonists (clonidine dan
dexmedetomidine), infus intravena berupa lidokain dan ketamin, dan penggunaan
anesthetic lokal. (file: ERASwersjaangielska12016)
Pasien dengan operasi menggunakan general anesthesia sebanyak 15-30%
mengalami mual dan muntah post-operatif (PONV). Protokol ERAS
merekomendasikan manajemen profilaksis pada risiko moderate (lebih dari dua
faktor) hingga risiko tinggi menggunakan skor risiko Apfel dengan variabel empat
faktor yaitu jenis kelamin wanita, penghentian merokok, riwayat PONV atau
motion sickness, dan antisipasi penggunaan opioid pada masa post-operatif.
Profilaksis anti emetik yang digunakan pada risiko moderate adalah
dexamethason dalam asupan intravena setelah induksi anesthesi atau 5-HT3
antagonist (ondansetron) sebelum selesai operasi. Profilaksis anti emetik pada

10
skor Apfel 3 atau 4 yaitu menggunakan dua anti emetik saat anesthesia
(dexamethason dan 5-HT3 antagonist, metoclopramide atau droperidol), atau
menggunakan TIVA dengan propofol yang mengandung anti emetik sebagai
anesthetic jika dibandingkan dengan volatile anaesthetics (sevoflurane atau
desflurane). (file: ERASwersjaangielska12016)
Teknik anesthesia yang digunakan harus memiliki pemulihan secepat
mungkin. Obat aksi cepat direkomendasikan untuk general anesthesia. Opioid
yang biasa digunakan dan pilihan terbaik adalah remifentanil infus kontinyu atau
fentanyl dengan paruh waktu 30 menit. Relaksan otot yang direkomendasikan
adalah rokuronium dengan efek muncul sekitar 60 menit setelah dosis induksi dan
15 menit setelah dosis maintenance. Total Intravenous Anaesthesia (TIVA)
dengan propofol atau anesthesia inhalasi dengan zat mudah menguap (sevoflurane
atau desfluran) lebih dianjurkan. (file: ERASwersjaangielska12016)

C. Post-operatif
Keseimbangan cairan adalah hal penting pada masa post-operatif. Cairan
berlebih akibat suplai berlebih dengan kristaloid menyebabkan oedema jaringan
yang menghalangi penyatuan intestinal dan pengembalian fungsi motorik
intestinal sehingga menyebabkan prolong paralytic dari ileus. Pembatasan
pemberian sodium dengan menggunakan terapi cairan rendah sodium kurang dari
2000 ml cairan dan kurang dari 77 mmol sodium per hari menghasilkan
pemendekan hospitalisasi dari sembilan menjadi enam hari dan pemendekan masa
paralytic ileus dari 6,5 hingga 4 hari pada pasien reseksi usus besar. Protokol
ERAS menganjurkan asupan cairan melalui oral atau minum harus diinisiasi
sedini mungkin dua jam setelah operasi (dengan asumsi 24 jam pertama setelah
operasi pasien sudah mengkonsumsi 800 ml air). Terapi cairan peri-operatif yang
dianjurkan adalah menggunakan kristaloid yaitu larutan elektrolit atau larutan
ringer. (file: ERASwersjaangielska12016)
Penurunan temperatur pada pasien yang mendapat anaeshtesi diakibatkan
oleh efek teknik anesthesia, temperatur yang rendah dalam teater operasi, dan
administrasi cairan dengan suhu rendah dapat menyebabkan peningkatan risiko
komplikasi berat seperti komplikasi cardiovascular, meningkatkan kebutuhan

11
transfusi darah, meningkatkan risiko infeksi luka operasi, dan meningkatkan
risiko tremor yang meningkatkan kebutuhan metabolik juga konsumsi oksigen.
Hypothermia dapat mempengaruhi sistem koagulasi dan mengubah
farmakokinetik obat. Metode yang digunakan untuk mencegah kejadian
hypothermia diantaranya pre-warming, penggunaan beberapa lapis kain,
penggunaan sistem udara hangat, alat penghangat cairan infus dan persiapan darah
dengan temperatur pre-set. (file: ERASwersjaangielska12016)

2.5 Hubungan ASA dengan resiko perioperatif


Prediksi risiko perioperatif bisa menggunakan sistem skoring dan model
prediksi risiko lainnya yang menggunakan analisis multivariabel untuk
memprediksi spesifik outcome pasien. American Society of Anesthesiologists
Physiology (ASA) Score merupakan sistem skoring yang paling sering digunakan
yang merupakan penilaian status fisik pasien secara subjektif dengan
diklasifikasikan menjadi lima kelas. Sistem skor ASA dengan penggunaannnya
yang sederhana dan dapat diaplikasikan pada keadaan yang variasi menunjukkan
diskriminasi yang baik pada semua pasien yang akan dilakukan pembedahan. Hal
ini ditunjukkan dengan kejadian meningkatnya status kelas ASA pasien
meningkatkan kejadian risiko mortalitas. (file: lacey2017)
American Society of Anesthesiologists Physiology (ASA) terbukti dapat
digunakan dengan baik untuk memprediksi komplikasi medis dan mortalitas post-
operatif pada pasien dengan berbagai prosedur dan spesialisasi. (file :
hackett2015) Pernyataan ini sesuai dengan penelitian oleh Hopkins et al tahun
2016 yang menyatakan meningkatnya status kelas ASA pasien elektif dan
emergensi seiring dengan meningkatnya mortalitas dalam 48 jam post-operatif
dengan anestesi memiliki perbedaan bermakna (p < 0,0001). (file:
Associations_between_ASA_Physical_Status_and_posto)

12
Gambar X. Mortalitas 48 Jam Post-Operatif terhadap Status Kelas ASA
(file: Associations_between_ASA_Physical_Status_and_posto)

Perbedaan status American Society of Anesthesiologists Physiology (ASA)


menunjukan risiko perioperatif yang berbeda. Pasien dengan operasi emergensi
memiliki mortalitas 48 jam post-operatif lebih tinggi dan signifikan jika
dibandingkan dengan pasien elektif dengan perbandingan dalam persen 1,88
berbanding 0,05. Pasien dengan status kelas ASA 5 atau 5E sebanyak 16%
mengalami kematian 48 jam post-operatif. (file:
Associations_between_ASA_Physical_Status_and_posto)

13
BAB 3
KESIMPULAN

14
DAFTAR PUSTAKA

15

Anda mungkin juga menyukai