Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MANAJEMEN KGD PADA ASKEP DENGAN STROKE HEMOROGIK

DISUSUN OLEH :

MITA NUR FAIQOTUNNISA

920173030

3A

S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

A. PENGERTIAN

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara cepat
dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu kawasan di otak dan kemudian
merusaknya (M. Adib, 2009).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi,
pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun (Ria Artiani, 2009)

B. KLASIFIKASI

Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan
serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat
diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah
serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen .
Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang

C. ETIOLOGI

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):


1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang
dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam
setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka
(Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis
bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam
parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. MANIFESTASI KLINIS

Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan jumlah jaringan
otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama
aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih
buruk dari waktu ke waktu. Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk, batuk, atau
kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah
satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti penurunan sensasi, baal atau
kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

E. PATHOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada
area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding
pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini
akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan
dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika
sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi
otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc
maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar.
Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Radiologi
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah sebagai berikut :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan arteriovena atau
adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal menunjukkan adanya
hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
c. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi henatoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
d. MRI
e. MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin.
c. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat
mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

H. PENATALAKSANAAN

Menurut Machfoed (2011), terapi konservatif pada pasien perdarahan intraserebral adalah pasien
perdarahan intraserebral dengan perdarahan kecil (<10 cc) atau defisit neurologi minimal, pasien
perdarahan intraserebral dengan GCS <4; kecuali pasien perdarahan serebellar disertai kompresi
batang otak masih mungkin untuk life saving.

( Sylvia dan Lorraine, 2006 ). Penatalaksanaan penderita dengan stroke hemoragik adalah
sebagai berikut :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring apabila muntah dan boleh mulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan oksigen
sesuai kebutuhan.
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil.
4. Bed rest.
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor, antikoagulan,
trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang
tinggi.
I. PENGKAJIAN

1. Pengkajian menurut Wilkinson & Skinner (2000), pada klien dengan kegawatdarutan
stroke antara lain:
a. Primary Survey
Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain :
1) Airway maintenance
Menurut Thygerson (2011), tindakan pertama kali yang harus dilakukan
adalah memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara
untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Menurut
Wilkinson & Skinner (2000), pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan
oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar. Perlu diperhatikan dalam
pengkajian airway pada pasien antara lain :
a) Kepatenan jalan nafas pasien.
b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
(1) Adanya snoring atau gurgling
(2) Agitasi (hipoksia)
(3) Penggunaan otot bantu pernafasan
(4) Sianosis
c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
e) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
(1) Chin lift/jaw thrust
(2) Lakukan suction (jika tersedia)
(3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
(4) Lakukan intubasi

2) Breathing dan oxygenation


Menurut Wilkinson & Skinner (2000), pada kasus stroke mungkin
terjadi akibat gangguan di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena
komplikasi infeksi di saluran napas. Pedoman konsensus mengharuskan
monitoring saturasi O2 dan mempertahankannya di atas 95% (94-98%). Pada
pasien stroke yang mengalami gangguan pengendalian respiratorik atau
peningkatan TIK, kadang diperlukan untuk melakukan ventilasi.

3) Circulation
Wilkinson & Skinner (2000), shock didefinisikan sebagai tidak
adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Diagnosis shock
didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia,
pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi
urin. Pengkajian circulation menurut Muttaqin (2008) pada klien stroke
biasanya didapatkan renjatan (syok) hipovolemik, tekanan darah biasanya
terjadi peningkatan dan bisa terdapat hipertensi massif dengan TD >200
mmHg.
4) Disability - pemeriksaan neurologis.
Menurut Muttaqin (2008), tingkat kesadaran klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran. Pada keadaan lanjut,
tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor,
dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma, maka penilaian
GCS sangat penting untung menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

b. Secondary Assessment
Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil,
dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
1) Anamnesis
Menurut Rudd dalam Emergency Nursing Association (2009), anamnesis juga
harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan keluarga:
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat).
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang
pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi
berapa jam sebelum kejadian).
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cidera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama).
2) Pemeriksaan fisik
a) Kulit kepala
Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi,
perdarahan, nyeri tekan serta adanya sakit kepala.
b) Mata
Ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana refleks
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus,
apakah konjungtivanya anemis atau tidak.
c) Hidung
Periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan penciuman.
d) Telinga
Periksa adanya nyeri, penurunan atau hilangnya pendengaran.
e) Mulut
Inspeksi pada bagian mukosa terhadap tekstur, warna, kelembaban.
f) Toraks
Inspeksi: peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Palpasi : taktil fremitus seimbang kanan dan kiri pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mentis.
Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan.
Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma. Tidak didapatkan bunyi nafas
tambahan pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis.
g) Abdomen
Inspeksi : adakah distensi abdomen, asites.
Auskultasi : bising usus.
Perkusi : untuk mendapatkan nyeri lepas (ringan).
Palpasi : untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali, splenomegali.
h) Ektremitas
Pada saat inspeksi lihat adanya edema, gerakan, dan sensasi harus
diperhatikan, paralisis, sedangkan pada jari-jari periksa adanya clubbing
finger serta hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat
s/d 5-15 detik).

3) Pengkajian Nervus Kranial menurut Muttaqin (2008).


a) Syaraf Olfaktorius (N.I)
Biasanya tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b) Syaraf Optikus (N.II)
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer diantara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial sering terlihat
pada klien dengan hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
c) Syaraf Okulomotorius (N.III), Trokealis (N.IV), dan Abdusens (N.VI)
Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.
d) Syaraf Trigeminalis (N.V)
Pada beberapa keadaan stroke mengakibatkan paralisi saraf trigeminus,
didapatkan penurunan koordinasi gerakan mengunyah. Penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot
pterigoidus internus dan eksternus.

e) Syaraf Fasialis (N.VII)


Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f) Syaraf Vestibulokoklear (N.VIII)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
g) Syaraf Glosofaringeus (N.IX) dan Vagus (N.X)
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h) Syaraf Asesorius Spinal (N.XI)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i) Saraf Hipoglossus (N.XII)
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal.

J. DIAGNOSA

1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak


terhambat
2. . Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

K. INTERVENSI

Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke otak terhambat.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan suplai aliran darah
keotak lancar dengan kriteria hasil:

- Nyeri kepala / vertigo berkurang sampai de-ngan hilang

- Berfungsinya saraf dengan baik

- Tanda-tanda vital stabil

Intervensi : Monitorang neurologis

1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil

2. Monitor tingkat kesadaran klien

3. Monitir tanda-tanda vital

4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah

5. Monitor respon klien terhadap pengobatan


6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat

7. Observasi kondisi fisik klien

Terapi oksigen

1. Bersihkan jalan nafas dari sekret

2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif

3. Berikan oksigen sesuai intruksi

4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem humidifier

5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian oksigen

6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi

7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen

8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan tidur

2. Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan klien mampu untuk
berkomunikasi lagi dengan kriteria hasil:

- dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat

- dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar

- dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun nonverbal

Intervensi :
1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami / memahamkan informasi dari / ke klien

2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian

3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan klien

4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata

5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan klien

6. Programkan speech-language teraphy

7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien

3. Defisit perawatan diri; mandi,berpakaian, makan,

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan kebutuhan mandiri


klien terpenuhi, dengan kriteria hasil:

- Klien dapat makan dengan bantuan orang lain / mandiri

- Klien dapat mandi de-ngan bantuan orang lain

- Klien dapat memakai pakaian dengan bantuan orang lain / mandiri

- Klien dapat toileting dengan bantuan alat

Intervensi :

1 Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri

2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam makan, mandi, berpakaian dan
toileting

3 Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa mandiri

4 Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai


kemampuannya
5 Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien

4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovas-kuler

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan klien dapat melakukan
pergerakan fisik dengan kriteria hasil :

- Tidak terjadi kontraktur otot dan footdrop

- Pasien berpartisipasi dalam program latihan

- Pasien mencapai keseimbangan saat duduk

- Pasien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk kompensasi hilangnya
fungsi pada sisi yang parese/plegi

Intervensi:

1 Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi ekstrimitas yang sehat

2 Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang parese / plegi dalam toleransi
nyeri

3 Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau mangurangi bengkak

4 Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan klien

5 Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti yang disarankan

6 Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi

5. Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pasien mampu


mengetahui dan mengontrol resiko dengan kriteria hasil :

- Klien mampu menge-nali tanda dan gejala adanya resiko luka tekan
- Klien mampu berpartisi-pasi dalam pencegahan resiko luka tekan (masase sederhana,
alih ba-ring, manajemen nutrisi, manajemen tekanan).

Intervensi:

1 Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka tekan, tanda dan gejala luka
tekan, tindakan pencegahan agar tidak terjadi luka tekan)

2 Berikan masase sederhana

- Ciptakan lingkungan yang nyaman

- Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin

- Lakukan masase secara teratur

- Anjurkan klien untuk rileks selama masase

- Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari kerusakan kapiler

- Evaluasi respon klien terhadap masase

3 Lakukan alih baring

- Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam

- Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk mengurangi kekuatan geseran

- Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit

- Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki, sakrum, skrotum, siku, ischium,
skapula)

4 Berikan manajemen nutrisi

- Kolaborasi dengan ahli gizi

- Monitor intake nutrisi


- Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk memelihara ke-seimbangan
nitrogen positif

5 Berikan manajemen tekanan

- Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-pecah

- Beri pelembab pada kulit yang kering dan pecah-pecah

- Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering

- Monitor aktivitas dan mobilitas klien

- Beri bedak atau kamper spritus pada area yang tertekan.

6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi aspirasi
pada pasien dengan kriteria hasil :

- Dapat bernafas dengan mudah,frekuensi pernafasan normal

- Mampu menelan,mengunyah tanpa terjadi aspirasi

Intervensi: Aspiration Control Management :

- Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dankemampuan menelan

- Pelihara jalan nafas

- Lakukan saction bila diperlukan

- Haluskan makanan yang akan diberikan

- Haluskan obat sebelum pemberian

7. Resiko Injuri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran


Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi trauma
pada pasien dengan kriteria hasil:

- bebas dari cedera

- mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan dan cara untuk mencegah cedera

- menggunakan fasilitas kesehatan yang ada


Risk Control Injury

- menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien

- memberikan informasi mengenai cara mencegah cedera

- memberikan penerangan yang cukup

- menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien

8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran

Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan pola nafas pasien
efektif dengan kriteria hasil :

- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama nafas normal, frekuensi nafas
normal,tidak ada suara nafas tambahan

- Tanda-tanda vital dalam batas normal

Respiratori Status Management

Pertahankan jalan nafas yang paten

- Observasi tanda-tanda hipoventilasi

- Berikan terapi O2

- Dengarkan adanya kelainan suara tambahan


- Monitor vital sign

L. DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth 2008, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Jakarta:EGC.

Mansjoer, arif, dkk 2009, Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Pertama,
Jakarta:Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.

Muttaqin, Arif 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan,
Jakarta:Salemba Medika.

Nurarif & Kusuma 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA Nic-Noc, Yogyakarta:Mediaction.

NAMA: MITA NUR FAIQOTUNNISA


KELAS: 3A

NPM: 920173030

1. Simulasi Kegawatdaruratan Pasien Pada Sistem Pencernaan

Untuk video kegawat daruratan pada system pencernaan sudah bagus tetapi pengambilan
video alangkah baiknya layarnya disesuaikan , materinya terlalu cepat . suara dokter dan
pasien kalah dengan suara ibu dan pasien .

2. Cara Mengatasi Kegawatdaruratan Luka Bakar (Sistem Intregumen)

Untuk video kegawatdaruratan luka bakar penjelasan detail mudah dipahami


,pengambilan gambar bagus,

3. Simulasi Penanganan Triase Di IGD

Untuk video triage penjelasan detail mudah dipahami ,pengambilan gambar bagus,
tempat igdnya kurang pas

Anda mungkin juga menyukai