Anda di halaman 1dari 6

Tax Planning Atas Penghasilan

Dosen pengampu :

Herlina Helmy,SE.,M.Ak

Kelompok 3 :

Arif

Fatimah Sya’diah

Gian

Mellynia Tri Anita Rahim

Reska Novia

Zira Atika Putri

Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Padang

2020
A. Pengertian Tax Planning dan Tujuannya
Tax planning atau perencanaan pajak adalah upaya mengurangi atau meminimalkan beban
pajak yang harus dibayarkan kepada negara sehingga pajak yang dibayar tidak melebihi
jumlah yang sebenarnya. Salah satu praktik dalam manajemen perpajakan ini dilakukan
dengan tetap mematuhi perturan perpajakan yang berlaku alias legal.
Legal di sini, artinya penghematan pajak dilakukan dengan memanfaatakan hal-hal yang
tidak diatur oleh undang-undang (loopholes) sehingga tidak ada pelanggaran konstitusi atau
Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.
Secara teoritis William H. Hoffman dalam buku berjudul The Accounting Review (1961)
menyebutkan, tax planning merupakan upaya wajib pajak mendapat penghematan pajak
(tax saving) melalui prosedur penghindaran pajak (tax avoidance) secara sistematis sesuai
ketentuan UU Perpajakan.
Tax planning dilakukan antara lain untuk tujuan:

 Memperkecil pengeluaran perusahaan untuk membayar pajak sehingga biaya yang


dikeluarkan lebih efisien.

 Memperhitungkan dan menyiapkan pembayaran pajak sesuai peraturan yang berlaku agar
tidak timbul sanksi atau denda yang justru memperbeasr pengeluaran pajak.

 Bukan untuk mengelak membayar pajak tetapi untuk mengatur agar pajak yang dibayar
tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.

B. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak


Tidak semua penghasilan dimasukkan ke dalam objek pajak penghasilan. Terdapat
beberapa penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak 2019 sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pasal 4 Ayat 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan,
menguraikan jenis-jenis penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan.
Artinya, penghasilan tersebut tetap disebut penghasilan, namun tidak diperhitungkan
dengan penghasilan lainnya. Berikut 7 (tujuh) penghasilan yang dikecualikan dari objek
pajak:
1. Bantuan atau Sumbangan
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009, bantuan atau sumbangan
adalah pemberian dalam bentuk uang atau barang kepada orang pribadi atau badan.
Syarat bantuan atau sumbangan dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan,
sepanjang tidak berhubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan di antara pihak-pihak bersangkutan.
Zakat yang diterima oleh badan amil zakat resmi pemerintah dan diterima oleh
penerima zakat yang diakui di Indonesia, diperlakkan sama seperti bantuan atau
sumbangan. Khusus bagi sumbangan keagamaan berupa zakat, terdapat ketentuan
tersendiri supaya dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Berdasarkan Pasal 2
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009, syarat zakat agar dikecualikan sebagai
objek pajak penghasilan, yaitu diterima badan amil zakat yang dibentuk atau
disahkan pemerintah dan terdapat penerima zakat yang berhak menerima.
Ketentuan zakat ini juga berlaku sama dengan sumbangan keagamaan lainnya.
2. Harta Hibah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 245/PMK.03/2008 menyatakan harta hibah,
bantuan, atau sumbangan yang dikecualikan sebagai objek Pajak
Penghasilan yaitu harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh:
a. Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yaitu orang tua dan
anak kandung.

b. Lembaga keagamaan, yaitu lembaga keagamaan yang kegiatannya semata-mata


mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di
bidang keagamaan, yang tidak mencari keuntungan.

c. Lembaga pendidikan, yaitu lembaga pendidikan yang kegiatannya semata-mata


menyelenggarakan pendidikan yang tidak mencari keuntungan.

d. Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil, yang memiliki
dan menjalankan usaha produktif dengan kriteria sebagai berikut:

 Memiliki harta bersih paling banyak Rp 500.000.000,00, tidak termasuk


tanah dan bangunan tempat usaha atau

 Penghasilan penjualan tahunan paling banyak Rp 2.500.000.000,00.

e. lembaga sosial (termasuk yayasan dan koperasi), yaitu lembaga sosial yang
tidak mencari keuntungan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:

 Pemeliharaan kesehatan.

 Pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo).

 Pemeliharaan anak yatim piatu, anak atau orang terlantar, dan anak
atau orang cacat.

 Santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam,


kecelakaan, dan sejenisnya.

 Pemberian beasiswa.

 Pelestarian lingkungan hidup; dan/atau kegiatan sosial lainnya.

3. Warisan
Harta warisan yang diterima oleh ahli waris dari pewaris bukan merupakan suatu
penghasilan bagi ahli waris. Namun apabila harta warisan tersebut menghasilkan
penghasilan, tentu termasuk ke dalam objek pajak penghasilan. Menurut Pasal 4
Ayat 3 Huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan, harta warisan dikecualikan
sebagai objek pajak penghasilan. Namun demikian, sesuai peraturan Direktur
Jenderal Pajak (DJP), harta warisan harus telah dilaporkan di SPT Tahunan sebelum
dibagikan.
Perlu Anda pahami, pengalihan harta warisan berupa tanah atau bangunan dari
pewaris ke ahli waris dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Akan tetapi,
apabila tanah tersebut kemudian dijual oleh ahli waris kepada pihak lain, tentu
terhitung sebagai pajak penghasilan. Sebelum mengalihkan harta warisan tersebut,
dokumen SKB PPh sangat diperlukan.
4. Bagian Laba Yang Diterima atau Diperoleh Anggota dari Perseroan Komanditer
yang Modalnya Tidak Terbagi atas Saham-Saham, Persekutuan, Perkumpulan,
Firma, dan Kongsi, Termasuk Pemegang Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan, “Untuk kepentingan
pengenaan pajak, badan-badan sebagaimana disebut dalam ketentuan ini yang
merupakan himpunan para anggotanya dikenai pajak sebagai  satu kesatuan, yaitu
pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu, bagian laba yang diterima oleh para
anggota badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak.”
5. Penghasilan dari Modal yang Ditanamkan oleh Dana Pensiun dalam Bidang-Bidang
Tertentu
Penanaman modal oleh dana pensiun ditujukan untuk pembayaran kembali
kepada peserta pensiun di kemudian hari. Sehingga penanaman modal tersebut
perlu diarahkan pada bidang-bidang yang tidak bersifat spekulatif atau berisiko
tinggi. Dana pensiun tidak dikenai pajak penghasilan pada saat menerima iuran dari
anggota dan menerima hasil pengembangan dana iuran.
Jenis penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak 2019 ini, berdasarkan
ketentuan hanya berlaku bagi:
 Dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri
Keuangan, dan
 Penghasilan dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu
berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

Berdasarkan PMK Nomor 234/PMK.03/2009, penghasilan berikut dikecualikan


sebagai objek pajak penghasilan jika diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dari penanaman modal berupa:

 Bunga, diskonto, dan imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan


tabungan, pada bank di Indonesia yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, serta Sertifikat Bank
Indonesia;
 Bunga, diskonto, dan imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat
Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara, yang
diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di
Indonesia; atau
 Dividen dari saham pada perseroan terbatas yang tercatat pada bursa efek
di Indonesia.
6. Iuran yang Diterima Dana Pensiun
Dana pensiun yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan hanya berlaku
apabila pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan. Yang
dikecualikan dari objek pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik
atas beban sendiri maupun beban pemberi kerja. Pengenaan pajak atas iuran
pensiun mengurangi hak para peserta pensiun, sehingga dikecualikan dari objek
pajak penghasilan.
7. Imbalan atau Pemberian dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan
Imbalan dalam bentuk natura merupakan imbalan bukan dalam bentuk uang dan
dapat berbentuk barang selain uang. Pemberian yang diterima dalam bentuk natura
bukan merupakan objek pajak penghasilan. Begitu pula pemberian dalam bentuk
kenikmatan, bukan objek pajak penghasilan bagi yang menerima kenikmatan
tersebut. Contoh kenikmatan yang disebutkan dalam penjelasan Undang-Undang
Pajak Penghasilan yaitu, penggunaan fasilitas mobil, rumah, dan pengobatan.
Akan tetapi terdapat tiga kelompok pemberian natura dan kenikmatan yang wajib
dihitung sebagai objek pajak penghasilan, yaitu natura dan kenikmatan berupa:
 Bukan subjek pajak, seperti kedutaan asing atau lembaga internasional.
 PPh Badan perusahaan dikenakan final, seperti perusahaan jasa konstruksi.
 Perusahaan tidak menyelenggarakan pembukuan dan masih menggunakan
norma penghitungan khusus (deem profit) untuk menghitung penghasilan
neto.

C. Penghasilan Tidak Kena Pajak


Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan jumlah pendapatan wajib pajak pribadi
yang dibebaskan dari PPh Pasal 21. Pembebasan tersebut didasarkan pada ambang batas
tarif PTKP. Jika penghasilan tahunan melebihi ambang batas, maka wajib pajak harus
membayar PPh.
Penetapan tarif PTKP 2019 didasarkan pada PMK No. 101/PMK.010/2016 yang dikeluarkan
oleh menteri keuangan. Sementara cara perhitungannya diuraikan secara detail melalui
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016.
Sedangkan, untuk penetapan tarif PTKP pegawai penerima upah mingguan, harian, atau
berstatus tidak tetap, diatur dalam PMK No. 102/PMK.010/2016.
Tarif PTKP 2019
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016, berikut tarif PTKP
yang ditetapkan hingga saat ini:
 Besar PTKP wajib pajak orang pribadi sejumlah Rp54.000.000.
 Tambahan wajib pajak yang sudah menikah sebesar Rp4.500.000.
 PTKP istri yang pendapatannya digabung dengan suami sebanyak Rp54.000.000.
 Tambahan maksimal 3 orang untuk tanggungan keluarga sedarah dalam satu garis
keturunan, semenda, atau anak angkat, sejumlah Rp4.500.000.
Contoh keluarga sedarah yang dimaksud dalam poin empat adalah orang tua kandung,
saudara kandung dan anak. Sementara yang dimaksud keluarga semenda adalah mertua,
anak tiri, dan ipar.
Agar lebih jelas dan mudah dipelajari, silakan baca tabel tarif lengkap PTKP 2019 yang
mengacu pada PMK No.101/PMK.010/2016 di bawah ini:

Tabel Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2019:


Keterangan Status Besaran PTKP

Wajib Pajak Tidak Kawin Tanpa Tanggungan Tidak Kawin/TK0 Rp 54.000.000

Wajib Pajak Tidak Kawin dengan Satu Tanggungan Tidak Kawin/TK1 Rp 58.500.000

Wajib Pajak Kawin dengan Dua Tanggungan Tidak Kawin/TK2 Rp 63.000.000

Wajib Pajak Kawin dengan Tiga Tanggungan Tidak Kawin/TK3 Rp 67.500.000

Keterangan Status Besaran PTKP

Wajib Pajak Kawin Tanpa Tanggungan Kawin/K0 Rp 58.500.000

Wajib Pajak Kawin dengan Satu Tanggungan Kawin/K1 Rp 63.000.000

Wajib Pajak Kawin dengan Dua Tanggungan Kawin/K2 Rp 67.500.000

Wajib Pajak Kawin dengan Tiga Tanggungan Kawin/K3 Rp 72.000.000

Besaran
Keterangan Status PTKP

Wajib Pajak Kawin dan Penghasilan Istri Digabung dengan Rp


Kawin/K/I/0
Penghasilan Suami 108.000.000

Wajib Pajak Kawin dan Penghasilan Istri Digabung dengan Rp


Kawin/K/I/1
Penghasilan Suami dengan Satu Tanggungan 112.500.000

Wajib Pajak Kawin dan Penghasilan Istri Digabung dengan Rp


Kawin/I/2
Penghasilan Suami dengan Dua Tanggungan 117.000.000

Wajib Pajak Kawin dan Penghasilan Istri Digabung dengan Rp


Kawin/I/3
Penghasilan Suami dengan Tiga Tanggungan 121.500.000

Anda mungkin juga menyukai