KELOMPOK 1
PROGRAM ALIH JENIS 1
c) Input saraf
Pembuluh darah serebral dipersarafi oleh serabut saraf simpatik dan serabut
saraf trigeminal. Masukan dari saraf ini minimal dalam kondisi normal, namun
mungkin memiliki pengaruh yang lebih signifikan dalam kondisi tekanan darah yang
tidak normal.
Tabel Teritori suplai dari arteri serebral ; Sumber : Patricia Ann Blissitt dalam AACN (2013)
Arteri Teritori Suplai dari Arteri
SIRKULASI ANTERIOR (DAN
CABANGNYA)
Arteri Karotis Internal (ICA)
Koroid Anterior Jalur optic, pleksus koroid, kapsul internal,
ganglia basal, hippocampus, pedunkel
serebral
Arteri Ophtalmic Orbita mata, saraf optik
Arteri Serebral Tengah (MCA)
M1 Fissura Sylvian
Lantikulostriat Ganglia basal, kapsul internal
M2 Korteks serebral di sulkus lateral (insula)
M3 Diatas korteks serebral dan dibelakang sulkus
lateral (opercula)
M4 Permukaan kortikal lateral dari otak (kecuali
bagian oksipital), presentral (penggerak)
girus untuk mensuplai lengan dan wajah,
postsentral (sensori) girus mensuplai lengan
dan wajah
Arteri Serebral Anterior (ACA)
A1 Pertemuan arteri penghubung anterior
(AComA)
A2 Korpus Kalosum
A1 dan A2 Permukaan medial dari lobus frontal dan
parietal, girus singulata, presentral
(penggerak) girus mensuplai kaki, post
sentral (sensori) girus mensuplai kaki
Arteri Huebner Ganglia basalis dan kapsul internal
Arteri Penghubung Anterior (AComA) Menghubungkan dua arteri serebral anterior
Arteri Penghubung Posterior (PComA) Menghubungkan karotis (anterior),
bersirkulasi dengan vertebrobasiler
(posterior)
SIRKULASI POSTERIOR
Arteri Vertebral (VA)
Arteri serebral posteroinferior (PICA) Dibawah permukaan dari Serebellum,
medulla, dan pleksus koroid dari ventrikel
keempat
Arteri spinal anterior dan posterior Dua pertiga anterior dan satu pertiga
posterior dari korda spinalis
Arteri Basiler (BA)
Arteri serebral posterior (PCA) Thalamus, hypothalamus, permukaan medial
dan inferior dari lobus temporal, lobus
oksipital, midbrain, pkesus koroid dari
ventrikel ketiga dan keempat
Arteri koroidal Tectum, pleksus koroid dari ventrikel ketiga,
thalamus medial/superior
Arteri serebral superior (SCA) Dibawah permukaan dari serebellum dan
midbrain
Arteri serebral inferior anterior Dibawah permukaan dari serebellum dan
pons lateral
Stroke
Hemoragik Primer:
15% - Intraparenkimal
85% - Sub-Araknoid
Iskemik Stroke
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulasi Willisi: arteri karotis interna, dan sistem
vertebrobasiler atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15—20 menit, akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark di
daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasanya adalah bahwa mungkin
terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses patologik yang
mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh
darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1) keadaan penyakit pada
pembuluh darah itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan thrombosis, robeknya
dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status
aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3) gangguan aliran darah
akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh
ekstrakranium; atau (4) rupture vascular di dalam jaringan otak atau ruang
subaraknoid.
Suatu stroke mungkin didahului oleh serangan iskemik transien (TIA) yang
serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit
neurologis yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung
membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya
dalam 24 jam. Istilah ini merupakan istilah klinis dan tidak mengisyaratkan penyebab.
Serangan serangan ini menimbulkan beragam gejala, bergantung pada lokasi jaringan
otak yang terkena, dan disebabkan oleh gangguan vascular yang sama dengan yang
menyebabkan stroke. TIA merupakan hal penting karena merupakan peringatan dini
akan kemungkinan infark serebrum di masa mendatang. TIA mendahului stroke
trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien. Dengan demikian, orang yang
mengalami TIA memerlukan pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap.
Tindakan ini penting untuk mencegah stroke, karena sering dijumpai penyebab
penyebab yang dapat diobatai seperti fibrilasi atrium. Pemeriksaan klinis yang paling
sederhana adalah hitung darah lengkap (HDL), panel metabolic dasar, faktor
pembekuan, elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan Doppler karotis (non
invasive). Istilah yang sekarang menjadi jarang digunakan adalah Reversible Ischemic
Neurologic Deficit (RIND). RIND yang kadang-kadang disebut “stroke ringan” (small
stroke), adalah TIA dengan tanda-tanda yang berlangsung lebih dari 24 jam. Biasanya
penyebabnya adalah stenosis aterosklerosis sebuah arteri karotis. Pasien yang jelas
memperlihatkan bising karotis di sisi yang terkena seyogyanya menjalani
pemeriksaan Doppler karotis dan angiografi. Pemeriksaan-pemeriksaan ini sangat
penting untuk mendiagnosis lesi yang dapat diperbaiki secara bedah. Bahkan tanpa
terdengar bruit, prosedur-prosedur diagnostic tetap harus dilakukan apabila terdapat
gejala deficit di sirkulasi karotis (anterior), terutama apabila disertai emboli pada
arteriol retina (Wiederholt, 2000)
Identifikasi bagian otak yang terkena TIA tidaklah selalu mudah dilakukan.
Namun, timbulnya kebutaan satu mata dengan atau tanpa kelemahan atau baal
kontralateral selalu mengisyaratkan sistem karotis, demikian juga afasia reseptif atau
sensorik. Meredup atau menghilangnya penglihatan secara transien di satu mata
(amaurosis fugaks) disebabkan oleh terhentinya aliran darah oleh arteri oftalmika
(cabang arteri karotis interna) yang memperdarahi arteri arteri retina. Stenosis karotis
yang disebabkan oleh plak aterosklerotik, mikroembolus dari plak aterosklerotik, atau
menurunya curah jantung dapat menyebabkan kurang adekuatnya perfusi ke otak
sehingga timbul gejala-gejala tersebut. Tanda utama keterlibatan sistem
vertebrobasiler adalah kelemahan bilateral, gangguan penglihatan,pusing bergoyang,
sering jatuh mendadak, rasa baal, atau kombinasinya Semakin sering frekuensi TIA,
semakin besar probabilitas terjadinya stroke dikemudian hari.
Subclavian steal syndrome adalah suatu bentuk TIA yang merupakan contoh
klasik obstruksi arteri ekstrakranium yang mengganggu aliran darah melalui sistem
arteria vertebrobasilaris. Apabila arteria subklavia tersumbat dekat pangkalnya, aliran
darah ke arteria vertebralis dapat berbalik sehingga aliran darah mengalir menjauhi
(“tercuri”) dari arteria basilaris dan sirkulasi Willisi untuk memperdarahi lengan dengan
mengorbankan sirkulasi otak. Tempat tersering obstruksi (biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis) adalah di arteria subklavia sinistra, dekat pangkal arteria vertebralis
sinistra. Saat lengan kiri beraktifitas,darah dialirkan dari dari arteria vertebralis dekstra ke
arteria vertebralis sinistra tempat arah aliran retrograde sehingga
terjadi iskemia serebrum. “ Subclavian Steal” ini dapat menyebabkan TIA
vertebrobasiler tetapi jarang menyebabkan stroke. Pada pemeriksaan fisik mungkin
dijumpai perbedaan amplitudo denyut dan tekanan darah (>20 mmHg) diantara kedua
lengan. Diagnosis dipastikan dengan angiografi dan penyakit ini dapat diperbaiki
secara bedah dengan endarterektomi atau okulasi pintas.
Sekitar 80—85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat obstruksi
atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat
disebabkan oleh bekuan (thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak
atau pembuluh organ distal. Pada thrombus vascular distal, bekuan dapat terlepas,
atau mungkin terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa
melalui sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyab stroke
trombotik dan embolik primer, termasuk aterosklerosis, arterititis, keadaan
hiperkoagulasi, dan penyakit jantung structural. Namun, trombosis yang menjadi
penyulit aterosklerosis merupakan penyabab pada sebagian besar kasus stroke
trombotik, dan embolus dari pembuluh besar atau jantung merupakan penyebab
tersering stroke embolik (Smith et.al 2011)
1. Tanpa obat-obatan neuroprotektif, sel-sel yang mengalami iskemia 80% atau lebih
(CBF 10 ml/100 gr jaringan otak/ menit) akan mengalami kerusakan ireversibel dalam
beberapa menit. Daerah ini disebut pusat iskemik. Pusat iskemik dikelilingi oleh
daerah lain jaringan yang disebut penumbra iskemik atau “zona transisi” dengan CBF
antara 20% dan 50% normal (10—25 ml/100 gr jaringan otak/ menit. Sel-sel neuron
di daerah ini berada dalam bahaya tetapi belum rusak secara ireversibel. Terdapat
bukti bahwa jendela waktu untuk timbulnya penumbra pada stroke dapat bervariasi
dari 12 sampai 24 jam.
Penumbra Iskemik:
CBF = 10-25 ml/100g jaringan otak/menit
(hilangnya autoregulasi dan responsivitas CO2)
A
Pusat Iskemik:
B CBF = < 10 ml/100g jaringan
otak/menit (infark jaringan otak)
Otak Sehat:
CBF = ≥ 50 ml/100g jaringan otak/menit
(Autoregulasi dan responsivitas CO2 utuh)
Gambar 2.1 Skematik perbandingan area infark, penumbra, dan sehat (Price, 2006)
2. Secara cepat di dalam pusat infark, dan setelah beberapa saat di daerah penumbra
iskemik, cedera dan kematian sel otak berkembang sebagai berikut:
- Salah satu cara sel otak berespons terhadap kekurangan energi ini adalah
dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intrasel. Yang memperparah
masalah, dan mendorong konsentrasi ke tingkat yang membahayakan adalah
proses eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neurotransmitter
eksitatorik glutamate dalam jumlah berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini
merangsang aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke
suatu molekukl di neuron lain, Resptor N-metil-D-aspartat (NMDA).
Pengikatan reseptor ini memicu pengaktivan enzim nitrat oksida sintase
(NOS), yang menyebabkan terbentuknya molekul gas, nitrat oksida (NO).
Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga
terjadi penguraian dan kerusakan struktur-struktur sel yang vital. Proses ini
terjadi melalui perlemahan asam deoksiribonukleat (DNA) neuron, yang pada
giliranya, mengaktifkan enzim, poli (adenosin difosfat—[ADP] ribose)
polymerase (PARP). PARP adalah suatu enzim nukleus yang mengenali
kerusakan pada untai DNA dan sangat penting dalam perbaikan DNA
(Mandir.et.al 2001). Namun, PARP diperkirakan menyebabkan dan
mempercepat eksitokisistas setelah iskemia serebrum, sehingga terjadi deplesi
energi sel yang hebat dan kematian sel (apoptosis).
- Sel-sel otak akhirnya mati akibat kerja berbagai protease (enzim yang
mencerna protein sel) yang diaktifkan oleh kalsium, lipase (enzim yang
mencerna membrane sel), dan radikal bebas yang terbentuk akibat jenjang
iskemik.
Glutamat release
+
Peningkatan Peningkatan Na Sel Membengkak
nNOS intraseluler
Anatomi dan Korelasi Klinis: Circle of Willis ; Sumber Patricia Ann Blissitt dalam AACN (2013)
Area Presentasi Klinis
1. Sirkulasi Anterior (Lobus frontal, lobus
temporal, lobus parietal, lobus oksipital)
Arteri karotis internal (ICA) Kelemahan/paralisis dan kehilangan
sensori dari Lengan dan kaki kontralateral;
homonim hemianopsia kontalateral;
ekspresif dan reseptif aphasia/diphasia
Arteri Serebral Anterior (ACA) Kelemahan/paralisis kaki kontralateral dan
kehilangan sensori (kaki lebih buruk
daripada lengan); abnormalitas pada lobus
frontal pengatur perilaku; homonim
hemianopsia kontalateral; hemineglect
kontralateral jika lesi pada sisi tidak
dominan
Arteri serebral tengah (MCA) Kelemahan/paralisis lengan kontralateral
dan kehilangan sensori (lengan lebih buruk
dibanding kaki); abnormalitas lobus frontal
pengatur perilaku; homonim hemianopsia
kontalateral; Kehilangan sensori dan
motorik wajah bagian bawah kontralateral;
Dispasia ekspresif/reseptif pada bagian
dominan
2. Sirkulasi Posterior (Lobus oksipital,
Serebellum, dan batang otak)
Arteri serebral posterior (PCA) Hemiplegi kontralateral dan kehilangan
senosri; hemianopsia homonim
Arteri Basiler Vertebral (VB) Hemiplegia, kelemahan/mati rasa pada
ipsilateral wajah; dysarthria, dysphagia,
vertigo, mual, muntah, pusing, gaya
berjalan ataksia, syndrome locked-in
Arteri Serebral Posterior inferior (PICA) Sindrom Wallenberg: ataksia, vertigo,
mual dan muntah; nyeri badan
kontralateral dan penurunan suhu; nyeri
wajah ipsilateral dan penurunan suhu;
nistagmus, dysarthria, dysphagia,
dysphonia, sindrom horner
Cerebellum Ataksia, dysarthria, tatapan kosong
(diconjugate gaze), nistagmus
Batang otak Kuadriplegia dan Kehilangan sensori;
Ataksia, dysarthria, tatapan kosong
(diconjugate gaze), nistagmus
3. Sindrom Lacunar Penurunan motorik saja atau sensori saja
yang terbatas hanya pada satu sisi tubuh
Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh (misalnya jam dinnding dan
diminta menyatakan jam berapa) dan membaca huruf yang ada dibuku atau koran.
Bila ketajaman mata pasien sama dengan pemeriksa, maka hal ini dianggap
normal.
- Lapangan pandang
Klien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-
kira 1 meter. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri penderita
harus ditutup sedangkan pemeriksa harus menutup mata kananya. Pasien tetap
melihat kemata kiri pemeriksa begitupun pemeriksa harus tetap melihat mata
kanan penderita. Gerakan tangan dari satu sisi, jika pasien sudah melihat gerakan
tangan pasien hendaknya memberi tanda. Hal ini dibandingkan dengan pemeriksa
apakah iapun telah melihatnya.
Suruh penderita mengangkat alis dan mengerutkan dahi, apakah hal ini
dapat dilakukan dan apakah asimetris/simetris.
Suruh penderita memejamkan mata. Dinilai dengan jalan mengangkat
kelopak mata dengan tangan pemeriksa sedangkan pasien disuruh tetap
memejamkan mata.Suruh pula pasien memejamkan mata satu persatu. Jika
lumpuh berat, penderita tidak mampi memejamkan mata.
Suruh penderita menyeringai, mengembungkan pipi.
Fungsi Pengecapan
Sebelumnya pasien disuruh untuk menutup kedua matanya
Suruh pasien untuk menjulurkan lidahnya
Letakkan zat seperti gula, garam dan kina di bagian 2/3 lidah bagian
depan.
Suruhpenderita menyebutkan rasa yang dirasakannya dengan isyarat,
misalnya 1 untuk rasa manis, 2 untuk rasa pahit, 3 untuk rasa asin.
f) Nervus VIII (Nervus Akustikus)
Saraf ini terdiri atas 2 bagian, yaitu saraf koklearis mengurus pendengaran dan
saraf vestibularis mengurus keseimbangan.
- Ketajaman Pendengaran
Suruh penderita mendengarkan suara bisikan pada jarak tertentu dan
membandingkannya dengan orang tuanya.
Perhatikan adanya perbedaan pendengaran antara telinga kiri dan kanan.
Jika ketajaman pendengaran kurang atau ada perbedaan antara kiri dan
kanan maka lakukan pemeriksaan Swabach, Rinne dan Weber.
- Keseimbangan
Tes Romberg yang dipertajam.
Penderita berdiri dengan kaki kaki yang satu di depan yang lainnya.Tumit
kaki yang satu berada di depan jari kaki yang lainnya.
Tes melangkah ditempat
Penderita disuruh berjalan di tempat dengan mata tertutup, sebanyak 50
langkah dengan kecepatan seperti berjalan biasa.Sebelumnya pasien
diberitahu bahwa dia harus berusahaagar tetap agar tetap ditempat selama tes
ini. Tes ini dianggap abnormal jika kedudukan akhir penderita beranjak lebih
dari 1 meterdari tempat semula atau badan berputar lebih dari derajat.
g) Saraf IX dan X (Nervus Glosofaringeus dan Vagus)
Kedua nervus ini diperiksa berbarengan karena berhubungan erat satu sama lain.
Cara pemeriksaan :
Penderita disuruh membuka mulut, suruh penderita menyebut “aaaa”
perhatikan palatum mole dan faring serata apakah uvula ada di tengah atau
miring.
Waktu penderita membuka mulut kita rangsang (tekan) dinding faring atau
pangkal lidah dengan tong spatel. Rangsangan tersebut akan
membangkitkan reflek muntah.
h) Saraf XI (Nervus Aksesorius)
Cara pemeriksaan :
Tempetkan tangan kita diatas bahu penderita.
Kemudian penderita disuruh mengangkat bahunya dan kita tahan maka
dapat kita nilai kekuatan ototnya.
Bandingkan otot yang kanan dan kiri.
i) Saraf XII (Nervus Hipoglosus).
Cara pemeriksaan :
Suruh pasien membuka mulut dan menjulurkan lidahnya.
Penderita disuruh menekankan lidahnya pada pipinya. Kita nilai daya
tekannya ini dengan jalan menetapkan jari kita tapi pada pipi sebelah luar.
Jika terjadi parese lidah bagian kiri, lidah tidak dapat ditekankan ke pipi
sebelah kanan tetapi ke sebelah kiri dapat melakukannya.
4) Kekuatan otot
Tenaga otot dinyatakan dengan menggunakan angka 0-5 (0 berarti lumpuh sama
sekali dan 5 normal).
0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian
yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya gravitasi.
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disampin dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan (normal).
b) Pengiriman pasien
Bila seseorang dicurigai terkena serangan stroke, maka segera panggil ambulans
gawat
darurat.
c) Tranportasi / ambulans
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama : Tn. A
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Gubeng Airlangga Surabaya
Tanggal MRS : 30 Maret 2016
Diagnosa medik : CVA hemoragik
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Penurunan kesadaran, dengan tingkat kesadaran soporocoma GCS : E2M2V2
2) Riwayat penyakit sekarang
2 hari sebelumnya pasien demam, kemudian dibawa berobat ke dokter umum dan
dikatakan ISK. ± 2 jam yang lalu pasien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa
dibangunkan, saat tidur dalam kondisi ngorok. Sebelumnya tidak ada keluhan
nyeri kepala, tidak ada muntah dan tidak ada kejang. Keluarga membawa pasien
ke Rumah Sakit Kasih Ibu pukul 00.15 WIB. Kemudian dari RS tersebut dirujuk
ke IGD RSU Dr. Soetomo Surabaya pukul 13.00 WIB. Klien datang di IGD RS
Dr. Soetomo Surabaya dalam keadaan tidak sadar dengan GCS E2M2V2.
Kemudian klien dirujuk ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensif
dengan ventilator. Saat pengkajian di ICU klien soporokoma dengan GCS
E1M2VET, terpasang Ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70%, PEEP + 5, VT
487, RR 38x/menit. Vital Sign : TD 140/90 mmHg, Heart rate 160x/menit, Suhu :
38,5⁰C, dan SaO2 97 %. Kondisi pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- . Ada
akumulasi secret di mulut dan di selang ET, tidak terpasang mayo dan lidah tidak
turun. Terdapat retraksi otot interkosta dengan RR 38 x/menit dan terdengar
ronkhi basah di basal paru kanan. CRT < 3 detik. Di ICU klien sudah
mendapatkan Brainact /12 jam, Alinamin F/12 jam, Ranitidin /12 jam, dan infuse
RL 20 tpm.
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu
4) Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga klien yang
mengalami penyakit yang sama seperti klien.
c. Primary survey
1) Airway
Pada jalan napas terpasang ET, ada akumulasi secret di mulut dan selang ET,
lidah tidak jatuh ke dalam, dan tidak terpasang OPA.
2) Breathing
RR 30 x/menit, terdengar ronchi basah di basal paru kanan, terdapat retraksi otot
intercosta, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, tidak ada wheeing,. Klien
terpasang ventilator dengan mode SIM V, FiO2 70 %, PEEP +5, VT 487, suara
dasar vesikular.
3) Circulation
TD 140/90 mmHg, MAP 112, HR 160 x/menit, SaO2 97 %, CRT <3 detik.
4) Disability
Kesadaran soporokoma GCS E1M2VET, reaksi pupil +/-, pupil miosis dan besar
pupil 2 mm.
5) Eksposure
Tidak ada luka pada bagian tubuh klien dari kepala sampai kaki, suhu 38 .
d. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital
Kesadaran soporokoma GCS E1M2VET
TD : 140/90 mmHg HR : 160 x/menit
RR : 30 x/menit T : 38
MAP : 112 SaO2 :97%
2) Kepala
Bentuk kepala bulat, normocepali, tidak ada lesi kepala, rambut berwarna hitam,
distribusi merata, tidak ada kelainan.
3) Mata
Kedua mata simetris, konjungtiva anemis (-),reaksi pupil +/-, pupil miosis dan
besar pupil 2 mm.
4) Telinga
Kedua telinga simetris, tidak ada jejas, bersih, terdapat serumen, tidak ada
pengeluaran darah dan cairan.
5) Hidung
Posisi septum nasal simetris, klien terpasang NGT, tidak ada secret di hidung,
tidak ada pernapasan cuping hidung.
6) Mulut
Klien terpasang ET, terdapat akumulasi secret pada mulut dan selang ET, mulut
tampak kotor.
7) Leher
Leher simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada pembesaran
kelenjar limfe, tidak ada jejas pada leher, tidak ada tanda-tanda kaku kuduk.
8) Thoraks
a. Paru-paru
a) Inspeksi : Paru kanan dan kiri simetris, terdapat retraksi dinding dada,
tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan RR 30 x/menit.
b) Palpasi : Tidak terdapat massa,
c) Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
d) Auskultasi : suara dasar vesikular, terdapat suara napas tambahan ronchi
pada basal paru kanan.
b. Jantung
a) Inspeksi : Tidak ada palpitasi, ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : HR 160 x/menit, ictus cordid tidak teraba
c) Perkusi : Pekak
d) Auskultasi : Bunyi jantung I – II normal, tidak ada bunyi jantung
tambahan.
9) Abdomen
a. Inspeksi : Datar, tidak ada lesi atau massa
b. Palpasi : tidak ada distensi abdomen
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Bising usus 13 x/menit
10) Genitelia
Tidak ada kelainan.
11) Ekstremitas
Klien mengalami kelemahan pada ekstermitas kanan, kekuatan otot 1/2/1/3.
Aktivitas klien dibantu.
2. Diagnosa Keperawatan
Analisa Data
Data Fokus Etiologi Problem
DS : Gangguan aliran darah Resiko ketidakefektifan
DO : arteri dan vena perfusi jaringan otak
a. Tingkat kesadaran
soporokoma
b. GCS E1M2VET
c. Klien tampak lemah
d. Klienmemiliki
riwayat hipertensi
sejak 2 tahun yang lalu
e. Reaksi pupil +/-, pupil
miosis dan besar pupil
2 mm.
DS : Akumulasi secret di jalan Ketidakefektifan bersihan
DO : napas jalan napas
a. Klien terpasang ET
b. Terdapat secret pada
mulut dan ET
c. Terdengar bunyi
ronchi basah pada
basal paru kanan
d. Klien tidur dalam
kondisi ngorok
DS : Gangguan neuromuskular Hambatan mobilitas fisik
DO : hemiparese/hemiplegia
a. Klien mengalami
penurunan kesadaran
b. Klien mengalami
kelemahan pada
ekstremitas kanan
c. Kekuatan otot 1/2/1/3
d. Aktivitas klien dibantu
Berdasarkan analisa data di atas maka, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada klien adalah :
1. Resiko ketidakefektifan jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah
arteri dan vena.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret di jalan
napas
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
hemiparase/hemiplegia.
3. Intervensi Keperawatan
1) Resiko ketidakefektifan jaringan otak berhubungan dengan gangguan aliran darah
arteri dan vena.
NOC
a. Neurological status
b. Circulation status
c. Tissue perfusion
NIC
1. Monitoring tingkat kesadaran.
2. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas terhadap cahaya.
3. Memantau GCS pasien.
4. Monitor status pernapasan : ABG, pulse oximetry, kedalaman pernapasan,
frekuensi dan pola pernapasan.
5. Monitor tekanan darah, HR, suhu dan status pernapasan.
6. Catat tanda dan gejala peningkatan tekanan darah
7. Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
8. Identifikasi penyebab perubahan tanda-tanda vital
9. Monitor kekuatan otot dan gerakan motorik
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret di jalan
napas
NOC
a. Respiratory status
b. Respiratory status: Airway patency
c. Respiratory status : ventilation
d. Vital signs
NIC
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
2. Bersihkan secret dengan mekanisme batuk atau suction.
3. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suction
4. Bantu dengan spirometer insentif.
5. Auskultasi suara napas, catat area peningkatan/penurunan ventilasi dan adanya
suara napas tambahan.
6. Monitor irama, frekuensi, kedalaman dan pola pernapasan.
7. Catat pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi
dinding dada.
8. Monitor saturasi oksigen secara berkesinambungan.
9. Gunakan bronkodilator
10. Berikan humidifier atau oksigen
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
hemiparase/hemiplegia.
NOC
a. Ambulation
b. Mobility
c. Neurogical status : spinal sensory/motor function
NIC
1. Monitor kekuatan otot dan gerakan motorik
2. Monitor adanya paresthesia : mati rasa dan kesemutan.
3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.
4. Bantu pasien untuk mngubah posisi secara berkala.
5. Ajarkan latihan ROM aktif dan pasif.
6. Bantu aktivitas pasien sesuai toleransi.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Konsep fisiologis aliran darah dalam otak meliputi sirkulasi anterior dan sirkulasi
posterior. Sirkulasi anterior meliputi sirkulasi arteri karotis internal, arteri middle serebral,
arteri anterior serebral dan arteri komunikating anterior. Sedangkan sirkulasi posterior
meliputi sirkulasi arteri vertebralis, arteri basilaris, aretri posterior serebral dan arteri
komunikating posterior.
Stroke adalah suatu episode akut dari disfungsi neurologis yang diduga disebabkan oleh
iskemik atau hemoragik, yang berlangsung ≥ 24 jam atau sampai meninggal, tetapi tanpa
bukti yang cukup untuk diklasifikasikan. Stroke biasanya diakibatkan oleh trombosis serebri,
embolisme serebral, iskemia di jaringan otak dan hemoragik serebral. Gejala klinis yang
mungkin timbul adalah defisit neurologis mendadak, kelumpuhan wajah atau anggota badan,
gangguan hemisensorik, perubahan status mental serta gangguan komunikasi verbal.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan stroke antara lain perubahan
perfusi jaringan serebral, hambatan komunikasi verbal dan hambatan mobilitas fisik.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis menyampaikam saran yang sekiranya
dapat dijadikan perhatian dan masukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu :
a) Menambah pengetahuan sehingga diharapkan lebih memahami tentang penyakit, gejala,
pengobatan dan penanganan gangguan sistem serebrovaskuler (stroke/CVA).
b) Keluarga hendaknya memahami keadaan pasien dan mendukung proses pengobatan
pasien.
c) Sebagai seoraang perawat hendaknya lebih memahami tentang konsep penyakit gangguan
sistem serebrovaskuler dan asuhan keperawatan yang harus diberikan sehingga dapat
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Ed.8 Vol.3. Jakarta: EGC.
Caplan, Louis R. (2009). Caplan's Stroke : A Clinical Approach. Elsevier Health Science.
Dewanto, george Dkk (2009). Panduan praktis diagnosis & tatalaksana penyakit saraf
Jakarta: EGC.
Hidayat, A. Aziz Alimul (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisis data.
Jakarta:Salemba Medika.
Janigro, D., Wender, R., Ramson, G., Tinklepaugh, D., & Winn, H. (1996). Adenosine-
Induced Release of Nitric Oxide from Cortical Astrocytes. Neuroreport, 1640-1644.
Kozier, Barbara et al. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, proses, dan
praktik. Ed. 7 Vol.1. Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin, Arif (2011). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
persarafan. Jakarta: Salemba medika.
Nurarif, Amin Huda danan Kusumahardhi (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosis medis & NANDA NIC-NOC Yogyakarta: Media action.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.(2013). Situasi Kesehatan Jantung. Info
Datin
Pearce, Evelyn C (2011). Anatomi dan fisiologi untuk paramedik. Jakarta: Gramedia.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Rendi M Clevo (2012). Asuhan keperawatan medical bedah dan penyakit dalam.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Ritter, A., & Robertson, C. (1994). Cerebral Metabolism. Neurosurgery Clinics of Nort
America, 633-645.
Sacco, et all (2013). An updated definition of stroke for the 21st century: a statement for
healthcare professionals from the American Heart Association/American Stroke
Association. US National Library of Medicine National Institute of Health :
Pubmed.gov.
Tabet, R. (2014, Agustus 24). Gejala Stroke dan Cara Cepat Penanganan untuk Menghindari
Cacat Permanen. Dipetik Maret 24, 2016, dari Situs Sains dan Kesehatan:
http://www.univer-science.com/2014/08/gejala-stroke-dan-cara-cepat.html
rd
Warlow, Charles et al (2008). Stroke : Practical Management, 3 edition. Malden, Mass. :
Blackwell Pub.
Zauner, A., Daugherty, W., Bullock, M., & Warner, D. (2002). Brain Oxygenation and
Energy Metabolism: Part 1-Biologocal Function and Pathophysiology. Neurosurgery,
289-301.