Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Y DENGAN
PENURUNAN FUNGSI PERKEMIHAN : INKONTINENSIA
URIN DI PANTI BODHI ASRI MEDAN
TAHUN 2020
Oleh :
1.1 Latar Belakang
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2002). Gangguan ini
lebih sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah
melahirkan (nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar
panggul. Kebanyakan penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding
depan vagina disertai sisto-uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita
dengan prolapsus total uterus dan vagina dengan kontinensia urine yang baik. Angka
kejadian bervariasi, karena banyak yang tidak dilaporkan dan diobati. Di Amerika
Serikat, diperkirakan sekitar 10-12 juta orang dewasa mengalami gangguan ini.
Gangguan ini bisa mengenai wanita segala usia. Prevalensi dan berat gangguan
meningkat dengan bertambahnya umur dan paritas. Pada usia 15 tahun atau lebih
didapatkan kejadian 10%, sedangkan pada usia 35-65 tahun mencapai 12%.
Prevalansi meningkat sampai 16% pada wanita usia lebih dari 65 tahun. Pada nulipara
didapatkan kejadian 5%, pada wanita dengan anak satu mencapai 10% dan meningkat
sampai 20% pada wanita dengan 5 anak.
Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15 – 30% usia
lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit
mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia
urinnya 25-30% saat berumur 65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka
kejadiannya meningkat dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.
Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian
bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami
inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan
bagian normal proses menua.
Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya
keluarnya urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang
ditemukan adanya inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi
mendadak. Keinginan ini demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar
kecil penderita telah membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena
gangguan neuropatik pada kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan
anatomik yang dianggap sebagai penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan
inkontinensia desakan. Sering didapati inkontinensia stres dan desakan secara
bersamaan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan pasien dengan
inkontinensia urin.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
1. Untuk memahami pengertian dari inkontinesia urin.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari inkontinensia urin.
3. Untuk mengetahui etiologi inkontinensia urin.
4. Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia urin.
5. Untuk mengetahui maninfestasi klinis inkontinensia urin.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urin
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian
Inkontinensia urine merupakan eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak
terkendali atau terjadi diluar keinginan (Brunner and Suddarth, 2017). Inkontinensia
urine didefinisikan sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali pada waktu yang
tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,yang
mengakibatkan masalah social dan higienis penderitanya (Darsono, 2016).
Menurut International Continence Sosiety, inkontinensia urine adalah kondisi
keluarnya urin tak terkendali yang dapat didemonstrasikan secara obyektif dan
menimbulkan gangguan hygiene dan social.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Inkontinensia Urine menurut (H. Alimun Azis, 2016)
a. Inkontinensia Dorongan
Inkontinensia dorongan merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat
untuk berkemih.
b. Inkontinensia Total
Inkontinensia Total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin terus menerus dan tidak dapat diperkirakan.
c. Inkontinensia Stres
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kehilangan urin kurang
dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen.
d. Inkontinensia refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluran urin yang tidak
dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila volume kandung
kemih mencapai jumlah tertentu.
e. Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan.
2.3 Etiologi
Etiologi Inkontinensia Urine menurut (Soeparman 2016) :
a. Poliuria, nokturia
b. Gagal jantung
c. Faktor usia : lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun.
d. Lebih banyak terjadi pada lansia wanita dari pada pria hal ini disebabkan oleh :
1) Penurunan produksi esterogen menyebabkan atropi jaringan uretra dan efek
akibat melahirkan dapat mgengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.
2) Perokok, Minum alkohol.
3) Obesitas
4) Infeksi saluran kemih (ISK)
2.5 Patofisiologi
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
1. Perubahan yang terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika Urinaria
(Kandung Kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600 ml.
Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350 ml. Berkemih dapat
ditundas 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan. Ketika keinginan
berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor kontraksi dan sfingter internal dan
sfingter ekternal relaksasi,yang membuka uretra. Pada orang dewasa muda
hampir semua urine dikeluarkan dengan proses ini. Pada lansia tidak semua urine
dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau kurang dianggap adekuat. Jumlah
yang lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya retensi urine. Perubahan yang
lainnya pada peroses penuaan adalah terjadinya kontrasi kandung kemih tanpa
disadari. Wanita lansia, terjadi penurunan produksi esterogen menyebabkan
atrofi jaringan uretra dan efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada
otot-otot dasar (Stanley M & Beare G Patricia, 2016).
2. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine
banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter yang
terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin.
2.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang Inkontinensia Urine menurut (Soeparman&Waspadji S,
2001). Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat
mahal. Sisa-sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis.
Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin.
Merembesnya urin pada saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi
tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan
keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi
litotomi atau berdiri. Merembesnya urin seringkali dapat dilihat. Informasi yang dapat
diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya
kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.
a. Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria. Tes
laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin,
kalsium glukosasitol.
b. Catatan Berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini
digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia
urine dan tidak inkontinensia urine, dan gejala berkaitan denga inkontinensia
urine. Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selam 1-3 hari. Catatan
tersebut dapat digunakan untuk memantau respons terapi dan juga dapat dipakai
sebagai intervensi terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor pemicu.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urin adalah untuk mengurangi faktor resiko,
mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.
Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut :
a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih yang dicatat pada kartu tersebut misalnya
waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal,
maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu, jumlah
dan jenis minuman yang diminum.
b. Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik,
gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah :
Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih)
dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari.
Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum
waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu,
mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia
ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang
telah ditentukan sesuai dengan kebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan
dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih. Teknik ini
dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir). Melakukan
latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar panggul secara
berulang-ulang.
Adapun cara-cara mengkontraksikan otot dasar panggul tersebut adalah
dengan cara :
Berdiri di lantai dengan kedua kaki diletakkan dalam keadaan terbuka,
kemudian pinggul digoyangkan ke kanan dan ke kiri ± 10 kali, ke depan ke
belakang ± 10 kali. Gerakan seolah-olah memotong feses pada saat kita buang
air besar dilakukan ± 10 kali. Hal ini dilakukan agar otot dasar panggul menjadi
lebih kuat dan urethra dapat tertutup dengan baik.
c. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah
antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate,
Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu
pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter
relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik
antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara
singkat.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan
urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil.
Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk
menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu,
divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
e. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu
bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers,
kateter.
f. Pemantauan Asupan Cairan
Pada orang dewasa minimal asupan cairan adalah 1500 ml perhari
dengan rentan yang lebih adekuat antara 2500 dan 3500 ml perhari dengan
asumsi tidak ada kondisi kontraindikasi. Lansia yang kontinen dapat
membatasi asupan cairan secara tidak tepat untuk mencegah kejadian-kejadian
yang memalukan. Pengurangan asupan cairan sebelum waktu tidur dapat
mengurangi inkontinensia pada malam hari, tetapi cairan harus diminum lebih
banyak selama siang hari sehingga total asupan cairan setiap harinya tetap
sama.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kasus
Ny Y (62 thn) datang ke RSUP Adam Malik. Keluarga mengatakan Ny. Y sering
kencing tanpa disadari (ngompol). Klien sendiri mengatakan tidak bisa menahan jika
sudah terasa ingin BAK. Frekuensi berkemih tiap hari 15-18x/hari. Klien juga
mengatakan saat dia bersin, membungkuk, batuk tiba-tiba keluar sedikit air kencing.
Klien memakai popok dan menggantinya 2x sehari sehingga terasa lembab. Kira-kira
Ny.M minumnya tiap hari sekitar 200 ml. Sebelumnya Ny. Y ada riwayat hipertensi 2
tahun lalu dan mengonsumsi obat diuretik. Klien mengatakan disekitar area
genitalia/perineal terasa nyeri, panas dan gatal. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
data TB&BB Ny M adalah 150cm, 45kg, TD 180/140mmHg, Nadi 80 x/menit,
respirasi 18 x/menit dan suhu 36,50C, output 2100cc. Terdapat ruam kemerahan pada
sekitar area genitalia, kelembaban bibir kering. Terdapat distensi kandung kemih.
Saat ini klien terpasang infuse RL 2000cc/24 jam, kateter indwelling. Akan tetapi
semenjak ia sering mengompol kegiatan menjadi terganggu.
1. Pengkajian
A. Data Biografi
Nama : Ny. Y
Umur : 62 Tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tinggi badan/berat badan : TB : 153 cm BB : 46 kg
Penampilan umum : Baik
Alamat : Jl. Sidodadi
Orang yang mudah dihubungi : Tn. G
Hubungan dengan klien : Anak
Alamat dan telepon : Jl. Sidodadi
Diagnosa medis : Inkontinensia Urine
B. Riwayat Keluarga
Genogram
Ny. Y 60
thn
Keterangan :
= Meninggal = Laki-laki
Penjelasan:
Klien anak kedua dari 3 bersaudara. Klien mempunyai riwayat keturunan
hipertensi dari ayahnya yang meninggal karena hipertensi sedang ibunya
meninggal karena sudah tua. Klien tidak memiliki riwayat penyakit menular,
degeneratif, dan obesitas. Klien mempunyai 4 orang anak.
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan sebelumnya :-
Sumber-sumber pendapatan : uang dari anak-anaknya
Kecukupan terhadap kebutuhan : Cukup
E. Riwayat Rekreasi
Hobi/minat :-
Keanggotaan dalam organisasi :-
Liburan/perjalanan :-
F. Sistem Pendukung
Perawat/bidan/dokter/fisioterapi : dokter
Jarak dari rumah : 3 km
Rumah sakit : 7 km
Klinik :-
Pelayanan kesehatan dirumah :-
Makanan yang dihantarkan :-
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : keluarga merawat klien
dengan mengganti popok 2x sehari,
G. Deskripsi kekhususan
Kebiasaan ritual : Sholat, membaca Al – Qur’an
Yang lain : Doa-doa yang lain
H. Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu
- Klien mengatakan dua tahun lalu terkena hipertensi dan rutin
mengonsumsi obat diuretik
Keluhan utama
- Provokative/palliative :-
- Quality/quantity :-
- Region :-
- Severity scale :-
- Timming :-
Obat-obatan : obat diuretic, furosemide
Status imunisasi : lengkap
Alergi (obat-obatan/makanan/faktor lingkungan) : tidak ada
Penyakit yang diderita : Hipertensi
Analisa Data
Data Masalah Etiologi
DS : Gangguan Kehilangan
eliminasi urin kemampuan untuk
Klien mengatakan tidak dapat menahan
menghambat
jika sudah terasa ingin BAK
kontraksi kandung
Klien juga mengatakan saat dia bersin,
kemih
membungkuk, batuk tiba-tiba keluar
sedikit air kencing
Keluarga mengatakan Ny. M sering
kencing tanpa disadari (ngompol).
Sering ngompol terutama malam hari.
DO :
DO :
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kehilangan kemampuan untuk
menghambat kontraksi kandung kemih
2) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh
urine
3) Resiko kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
3. Intervensi
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kehilangan kemampuan
untuk menghambat kontraksi kandung kemih
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien mampu
mengontrol eliminasi urine.
Kriteria Hasil :
Klien dapat menjelaskan penyebab inkontinensia dan rasional
penatalaksanaan.
Intervensi Rasional
Kaji kebiasaan pola berkemih dan Berkemih yang sering dapat mengurangi
gunakan catatan berkemih sehari. dortongan beri distensi kandung kemih
Ajarkan untuk membatasi masukan cairan Pembatasan cairan pada malam hari
pada malam hari. dapat mencegah terjadinya enurasis
Ajarkan teknik untuk mencetuskan Untuk membantu dan melatih
refleks berkemih (rangsangan putaneus pengosongan kandung kemih.
dengan penepukan supra pubik).
Berikan penjelasan tentang pentingnya Hidrasi optimal diperlukan untuk
hidrasi optimal, sedikitnya 2000cc/hari mencegah ISK dan batu ginjal.
bila tidak ada kontra indikasi.
Bila masih terjadi inkontinensia kurangi
Kapasitas kandung kemih mungkin tidak
waktu antara berkemih yang telah
cukup untuk menampung volume urine
direncanakan
sehingga diperlukan untuk lebih sering
Kolaborasi dengan dokter dalam
berkemih.
mengkaji efek medikasi dan tentukan
kemungkinan perubahan obat,
dosis/jadwal pemberian obat untuk
menurunkan frekuensi inkontinensia.
Berikan minuman yang disukai sepanjang terbatas dan menurunkan rasa haus
4. Evaluasi keperawatan
S : - Pasien mengatakan bahwa tidak mengeluarkan urin pada saat bersin dan
tertawa.
- Pasien mengatakan sudah bisa mengontrol berkemih
O : - Setiap ada peningkatan tekanan intra abdomen urin pasien tidak menetes.
- Pasien mengeluarkan urin lebih dari 2 jam sekali.
A : Masalah teratasi
P : Rencana dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA