PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Herpes simpleks adalah infeksi akut suatu lesi akut berupa vesikel
berkelompok di atas daerah yang eritema, dapat satu atau beberapa kelompok terutama
pada atau dekat sambungan mukokutan.Herpes simpleks disebabkan oleh herpes
simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang dapat berlangsung primer maupun
rekurens. Herpes simpleks disebut juga fever blister, cold sore, herpes febrilis, herpes
labialis, herpes genitalis (Handoko, 2010). Penyakit herpes simpleks tersebar
kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak
berbeda (Siregar, 2005). Sekitar 50 juta penduduk di Amerika Serikat menderita
infeksi HSV pada usia 12 tahun atau lebih (Habif, 2004). Infeksi primer oleh HSV tipe
I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasanya
terjadi sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006) pada dekade II atau III dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Infeksi HSV berlangsung dalam
tiga tingkat : infeksi primer, fase laten dan infeksi rekurens (Handoko, 2010). Pada
infeksi primer tempat predileksi HSV tipe I di daerah pinggang keatas terutama
daerah mulut dan hidung yang biasanya dimulai pada usia anakanak. Inokulasi dapat
terjadi secara kebetulan, misalnya kontak kulit pada perawat, dokter, dokter gigi dan
tenaga kesehatan lainnya yang tidak menggunakan sarung tangan dan mengalami
Herpetic Whitlow pada jari tangannya (Sterry, 2006).Dilaporkan juga bahwa Herpetic
Whitlow sering didapati pada wanita dengan herpes genital (Habif, 2004).Virus ini
juga sebagai penyebab herpes ensefalitis (Handoko, 2010).Gejala yang ditimbulkan
berupa perasaan gatal, rasa terbakar, eritema, malaise, demam dan nyeri otot (Siregar,
2005).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Herpes Simpleks?
2. Apa klasifikasi Herpes Simpleks?
3. Apa etiologi Herpes Simpleks?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari Herpes Simpleks?
5. Bagaimana patofisiologi dari Herpes Simpleks?
6. Bagaimana pathways Herpes Simpleks?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari Herpes Simpleks?
8. Bagaimana Penatalaksanaan dari Herpes Simpleks?
9. Bagaimana komplikasi dari Herpes Simpleks?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari Herpes Simpleks?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Herpes Simpleks.
2. Untuk mengetahui apa klasifikasi Herpes Simpleks.
3. Untuk mengetahui apa etiologi Herpes Simpleks.
4. Untuk mengetahuibagaimana patofisiologi dari Herpes Simpleks.
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Herpes Simpleks.
1
6. Untuk mengetahuibagaimana pemeriksaan diagnostik dari Herpes Simpleks.
7. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari Herpes Simpleks.
8. Untuk mengetahuibagaimana penatalaksanaan dari Herpes Simpleks.
9. Untuk mengetahui bagaimana pathways Herpes Simpleks.
10. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan dari Herpes Simpleks.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Herpes merupakan salah satu jenis penyakit kulit dan kelamin. Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks. (Taupiqurrohman dkk. 2017)
Infeksi virus herpes simpleks, yang umumnya dikenal dengan herpes, dapat
disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) atau herpes simplex virus tipe 2
(HSV-2).(WHO, 2017)
Menurut price dkk dalam nanda nic & noc, virus herpes simplek (HSV) adalah
suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit, selaput lendir, dan sistem
syaraf. Infeksi Herpes simpleks virus (HSV) dapat berupa kelainan pada daerah
orolabial atau herpes orolabialis serta daerah genital dan sekitarnya atau herpes
genitalis, dengan gejala khas berupa adanya vesikel berkelompok di atas dasar makula
eritematosa. Herpes simpleks genitalis merupakan salah satu Infeksi Menular Seksual
(IMS) yang paling sering menjadi masalah karena sukar disembuhkan, sering berulang
(rekuren), juga karena penularan penyakit ini dapat terjadi pada seseorang tanpa gejala
atau simtomatis.(Bonita & Murtiastutik, 2017)
B. Klasifikasi
Menurut WHO, Virus herpes simpleks atau herpes, dikategorikan menjadi 2 jenis:
virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan herpes simplex virus tipe 2 (HSV-2).
1. HSV-1
Terutama menyebabkan infeksi mulut, tenggorokan,wajah, mata, dan infeksi
sistem saraf pusat (Mustofa.,et.al.,2016). Menurut WHO, HSV-1 terutama
ditularkan melalui oral ke oral kontak sehingga menyebabkan infeksi di dalam atau
di sekitar mulut (herpes oral). HSV-1 adalah infeksi yang sangat menular, yang
umum dan endemik di seluruh dunia. Sebagian besar infeksi HSV-1 diperoleh
selama masa kanak-kanak, dan infeksi seumur hidup. Sebagian besar infeksi HSV-
1 adalah herpes oral (infeksi di dalam atau di sekitar mulut, kadang-kadang disebut
herpes orolabial, oral-labial atau oral-facial herpes), namun sebagian infeksi HSV-
1 adalah genital herpes (infeksi pada alat kelamin atau daerah anal).
2. HSV-2
Merupakan penyebab utama infeksi alat kelamin (Murtaza dkk.,2016). Infeksi
HSV-2 tersebar luas di seluruh dunia dan hampir secara eksklusif menular seksual,
menyebabkan herpes genital. HSV-2 merupakan penyebab utama herpes genital,
yang juga bisa disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1). Infeksi
dengan HSV-2 adalah seumur hidup dan tidak dapat disembuhkan (WHO, 2017).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi HSV tergantung usia, status imun pasien, lokasi anatomik
yang terlibat, serta jenis antigen virus. Dari perjalanan klinisnya, infeksi HSV dapat
dibagi menjadi infeksi primer dan rekuren. Infeksi primer umumnya disertai dengan
3
tanda sistemik, gejala lebih berat, dan tingkat komplikasi lebih tinggi. Episode rekuren
biasanya lebih ringan dan lebih singkat (Azwa A, dkk., 2009)
1) Gingivostomatitis Herpetik Akut
Merupakan manifestasi utama infeksi HSV-1 pada anak usia 6 bulan-5 tahun.
Pada orang dewasa bisa terjadi, umumnya ringan. Onset nya mendadak, disertai
suhu tinggi (39-40°C), anoreksia, dan rasa lesu. Gusi membengkak dan
kemerahan. Lesi vesikuler timbul di mukosa mulut, lidah dan bibir, kemudian
akan pecah dan menyatu, meninggalkan plak ulserasi. Terjadi juga limfadenopati
regional yang nyeri tekan. Kulit sekitar mulut juga bisa ikut terkena akibat
kontaminasi dari saliva yang terinfeksi (Arduino PG, dkk., 2006).
2) Faringotonsilitis Herpetik Akut
Merupakan manifestasi utama infeksi HSV- 1 pada orang dewasa. Gambaran
klinisnya berupa demam, malaise, nyeri kepala, dan nyeri tenggorokan. Vesikel
yang pecah akan membentuk lesi ulseratif dengan eksudat keabu-abuan di tonsil
dan faring posterior. Lesi oral dan labial terjadi pada kurang dari 10% pasien.
Infeksi HSV-2 gejalanya mirip, timbul akibat kontak orogenital, atau terjadi
bersamaan dengan herpes genitalis.
3) Herpes Labialis
Merupakan manifestasi tersering infeksi HSV- 1 rekuren. Nyeri prodromal, rasa
terbakar, dan kesemutan sering terjadi, diikuti timbulnya papul eritematosa yang
berkembang cepat menjadi vesikel intraepidermal kecil berdinding tipis, yang
akhirnya menjadi pustular dan berulserasi. Umumnya, rekurensi terjadi kurang
dari 2 kali setahun, tetapi bisa terjadi setiap bulan (Salvaggio MR., 2016).
4) Herpes Genitalis
Tingkat keparahan, frekuensi penyakit, dan rekurensi tergantung berbagai faktor,
yakni jenis virus, imunitas sebelumnya terhadap virus autolog atau heterolog,
jenis kelamin, serta status imun pejamu (Azwa A, dkk., 2009)
a. Herpes Genitalis Primer
Dapat disebabkan oleh HSV-1 ataupun HSV-2, dan bisa bersifat
asimptomatik. Gambaran klinis herpes genitalis primer yang disebabkan oleh
HSV-1 dan HSV-2 dapat dibedakan, serta rekurensi lebih sering pada HSV-2.
Herpes genitalis primer ditandai oleh gejala sistemik dan lokal yang parah
serta berkepanjangan.
Gejala episode pertama infeksi HSV-2 sekunder biasanya ringan dan
durasinya lebih singkat. Gejala dan komplikasi herpes genitalis primer lebih
parah pada wanita (Tabel 1).
Gejala konstitusi berupa demam, sakit kepala, malaise, dan nyeri otot
dominan pada 3-4 hari pertama. Gejala lokal berupa rasa nyeri, gatal, disuria,
keputihan, uretritis, dan limfadenopati dengan nyeri tekan. Pada pria dan
wanita, lesi ulseratif menetap selama 4-15 hari hingga terjadi pelepasan krusta
dan re-epitelisasi. Pada 75% pasien terbentuk kembali lesi baru selama
berlangsungnya penyakit, biasanya dalam 4-10 hari.
b. Herpes Genitalis Rekuren
Morbiditas utama herpes genitalis disebabkan oleh tingginya tingkat
reaktivasi. Reaktivasi subklinis ataupun simptomatik lebih sering terjadi pada
4
HSV-2 dibandingkan HSV-1. Sebanyak 60% pasien infeksi HSV-2 genital
primer rekuren pada tahun pertama. Pasien herpes genitalis primer berat
cenderung lebih sering rekuren dalam durasi lebih lama.
Herpes genitalis rekuren biasanya didahului oleh gejala prodromal, berupa
rasa nyeri dalam serta rasa terbakar pada lokasi lesi yang berlangsung selama
2 jam sampai 2 hari. Gejala pada wanita umumnya lebih berat (Tabel 2).
c. Herpes Genitalis Subklinis
Infeksi genital HSV paling sering asimptomatik. Sebanyak 70-80% individu
yang seropositif tidak mempunyai riwayat herpes genitalis simptomatik
sebelumnya. Shedding virus asimptomatik terjadi pada 1-2% individu
imunokompeten yang terinfeksi dan 6%- nya terjadi dalam beberapa bulan
pertama sesudah infeksi (Mark KE, dkk., 2008).
Tabel 1. Perbedaan gambaran klinis herpes genitalis primer pada pria dan wanita
Pria Wanita
Vesikel herpetik di kepala, Vesikel herpetik pada genitalia
prepusium, dan batang penis, serta eksterna, labia mayora, labia minora,
terkadang di skrotum, paha, dan vestibulum, dan introitus vagina
bokong
Di area lembap, vesikel pecah
Di area kering, lesi berkembang meninggalkan ulkus rapih dengan nyeri
menjadi pustula dan bernanah tekan
Uretritis herpetik terjadi pada 30- Mukosa vagina biasanya meradang dan
40% pria, ditandai disuria berat serta membengkak
sekret berlendir
Pada 70-90% kasus serviks ikut
Pada orang yang melakukan terkena, ditandai oleh mukosa
hubungan seks per anal, daerah berulserasi atau nekrotik
perianal, dan rektum bisa juga
terkena, sehingga timbul proktitis Servisitis dapat menjadi manifestasi
herpetik tunggal pada beberapa pasien
5
Tabel 2. Perbedaan gambaran klinis herpes genitalis rekuren pada pria dan wanita
Pria Wanita
Muncul berupa 1 atau lebih kelompok Vesikel ditemukan pada labia mayora,
vesikel pada bagian batang, labia minora, atau perineum
prepusium, atau kepala penis
Lesi sering amat nyeri
Uretritis jarang terjadi
Demam dan gejala konstitusional
Nyeri biasanya ringan dan lesi akan jarang terjadi
menyembuh dalam 7-10 hari
Lesi menyembuh dalam 8-10 hari,
Frekuensi dan tingkat keparahan shedding virus berlangsung selama 5
rekurensi akan berkurang seiring hari
waktu
D. Etiologi
Herpes simplex disebabkan oleh Herpes Virus Hominis (HVH) atau Herpes Simplex
Virus (VSH). Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan
infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel berkelompok di atas kulit
yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering menginfeksi yaitu HSV-1
dan HSV-2 (Handoko, 2010).
KlasifikasiIlmiah
Famili :Herpesviridae
Subfamili :Alphaherpesvirinae
Genus :Simpleksvirus
Spesies : Virus Herpes SimpleksTipe 1 dan Virus Herpes simpleksTipe 2
7
pembungkusberasaldariselaputintisel yang terinfeksiyaitugliprotein (g)B, gD, gE, gH, gI.
gK, gL, dan M.
Replikasi Virus
Virus masukkedalamselmelaluifusiantaraglikoproteinselubung virus denganreseptornya
yang terdapat di membran plasma.Selanjutnyanukleokapsidpindahdarisitoplasmakeinti
sel. Setelahkapsidrusak, genom virus dilepas di dalamsel,
berubahdariliniarmenjadisirkular.Sebagai gen langsungditranskripsikandanproduk RNA-
nyadipindahkankesitoplasma. Padatahapakhir, denganbantuan protein beta,
terjaditranskripsidantranslasilate genesmenjadi protein gamma.
Transkripsi DNA virus menjadisepanjangsiklusreplikasi di dalamseldenganbantuaenzim
RNA polimeraseselpejamudan protein virus lain. Transkripdalambentuk DNA virus
intiselmelalui proses eksositotis. Satu kali siklusreplikasiberlangsungsekitar 18 jamuntuk
herpes simplek.
Relikasi HSV di dalamselakanmenghambatsintesis DNA dan protein
selularsejakfasedinireplikasi(Brooks, dkk., 1995).
8
E. Patofisiologi
HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphes viridae, sebuah grup
virus DNA rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada infeksi
manusia. Kedua serotipe HSV dan virus varicella zoster mempunyai hubungan dekat
sebagai subfamili virus alpha-herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel
multiple, bertumbuh cepat dan secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada
sel inang. Infeksi pada natural host ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan
permukaan mukosa dengan penyebaran virus pada sistem saraf dan menetap sebagai
infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif kembali secara periodik. Transmisi
infeksi HSV sering kali berlangsung lewat kontak erat dengan pasien yang dapat
menularkan virus lewat permukaan mukosa.
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui
droplet pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi.
Seseorang terpajan HSV-1 pada umumnya sebelum pubertas. Kulit dan mukosa
merupakan pintu masuk sekaligus tempat multplikasi virus, yang menyebabkan sel
lisis dan terbentuknya vesikel
HSV-2 biasanya ditularkan secara seksual. Setelah virus masuk ke dalam tubuh
hospes, terjadi penggabungan dengan DNA hospes dan mengadakan multiplikasi serta
menimbulkan kelainan pada kulit. Waktu itu pada hospes itu sendiri belum ada
antibodi spesifik. Keadaan ini dapat mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang
luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf
sensorik ke ganglion saraf regional dan berdiam di sana serta bersifat laten. Infeksi
orofaring HSV-1 menimbulkan infeksi laten di ganglion syaraf trigeminal, sedangkan
infeksi genital HSV-2 menimbulkan infeksi laten diganglia dorsalis sakralis. Bila pada
suatu waktu ada faktor pencetus, virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi
kembali sehingga terjadilah infeksi rekuren. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah
ada antibodi spesifik sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak
seberat pada waktu infeksi primer. Faktor pencetus tersebut antara lain adalah trauma
atau koitus, demam, stres fisik atau emosi, sinar UV, gangguan pencernaan, alergi
makanan dan obat-obatan dan beberapa kasus tidak diketahui dengan jelas
penyebabnya. Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito genital,
ano genital maupun oro genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala
klinis dan kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi
dengan HSV dimulai dari kontak virus dengan mukosa (orofaring, serviks,
konjungtiva) atau kulit yang abrasi. Replikasi virus dalam sel epidermis dan dermis
menyebabkan destruksi seluler dan keradangan.
F. Pemeriksaan Fisik
Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat
dibiakkan. Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV. Dengan tes
Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan
inklusi intranuklear (Handoko, 2010).
Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang. Caranya
dengan membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu
letakkan pada gelas obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan
9
alkohol atau dipanaskan. Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright,
Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi
dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang
multinuklear dan berukuran besar berwarna biru (Frankel, 2006).
Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur (Sterry, 2006).
Tes serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik
HSV tipe II dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi
besar menularkan infeksi (McPhee, 2007).
G. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, penanganan dari infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) ada 3
macam, yaitu Terapi Spesifik. Terapi Non-Spesifik dan Terapi Profilaksis. Tujuan dari
terapi tersebut masing-masing adalah untuk mempercepat proses penyembuhan,
meringankan gejala prodromal, dan menurunkan angka penularan.
1. Terapi Spesifik
• Herpes Labialis
b. Topikal : Penciclovir krim 1% (tiap 2 jam selama 4 hari) atau Acyclovir krim
5% (tiap 3 jam selama 4 hari). Idealnya, krim ini digunakan 1 jam setelah
munculnya gejala, meskipun juga pemberian yang terlambat juga dilaporkan
masih efektif dalam mengurangi gejala serta membatasi perluasan daerah lesi.
(Rekomendasi FDA & IHMF)
c. Sistemik : Valacyclovir tablet 2 gr sekali minum dalam 1 hari yang diberikan
begitu gejala muncul, diulang pada 12 jam kemudian, atau Acyclovir tablet 400
mg 5 kali sehari selama 5 hari, atau Famciclovir 1500 mg dosis tunggal yang
diminum 1 jam setelah munculnya gejala prodromal.
• Herpes Genitalis
a. Infeksi Primer
b. (Rekomendasi WHO 2003)
1) Acyclovir 200 mg po 5 x/hr, selama 7 hari
2) Acyclovir 400 mg po 3 x/hr, selama 7 hari
3) Valaciclovir 1 gr po 2x/hr selama 7 hari
c. (Rekomendasi CDC 2006)
1) Acyclovir 200 mg po 5 x/hr, selama 7-10 hari
2) Acyclovir 400 mg po 3 x/hr, selama 7-10 hari
3) Valaciclovir 1 gr po 2x/hr selama 7-10 hari
4) Famciclovir 250 mg po 3x/hr selama 7-10 hari
• Infeksi Rekuren
Terapi rekuren ditujukan untuk mengurangi angka kekambuhan dari herpes
genitalis, dimana tingkat kekambuhan berbeda pada tiap individu, bervariasi dari 2
kali/tahun hingga lebih dari 6 kali/tahun. Terdapat 2 macam terapi dalam
mengobati infeksi rekuren, yaitu terapi episodik dan terapi supresif.
Terapi Episodik:
(Rekomendasi WHO 2003)
Acycovir
10
o 200 mg po 5x/hr, 5 hr, atau 400 mg p.o 3 x/hr, 5 hr, atau 800 mg p.o 2 x/hr, 5 hr
Valacyclovir
o 500 mg p.o 2 x/hr,5 hr, atau 1 gr p.o 1x/hr,5 hr
Famciclovir
o 125 mg p.o 2x/hr,5 hr
Rekomendasi CDC 2006
Acycovir
o 400 mg p.o 3 x/hr, 5 hr, atau 800 mg 2 x/hr, 5 hr, atau 800 mg p.o 3 x/hr,3 hr
Valacyclovir
o 500 mg p.o 2 x/hr 3 hr, atau 1 gr p.o 1x/hr, 5 hr
Famciclovir
o 125 mg p.o 2 x/hr,5 hr, atau 1 gr p.o 2 x/hr,1 hr
Terapi Supresif:
(Rekomendasi WHO 2003 & CDC 2006)
1) Acyclovir 400 mg p.o 2 x/hr selama 6 th
2) Famciclovir 250 mg p.o 2 x/hr selama 1 th
3) Valacyclovir 500 mg p.o 1x/hr selama 1 th
4) Valacyclovir 1 gr p.o 1x/hr selama 1 th
• HSV pada Kehamilan
Penanganan HSV pada kehamilan didasarkan pada riwayat herpes genitalis
sebelumnya dan usia kehamilan ketika terjadi serangan. Bagan penatalaksanaan
HSV pada kehamilan dapat dilihat pada gambar.( Anonim. 2004)
• HSV pada Neonatus
Penatalaksanaan bayi lahir dari ibu dengan herpes genitalis yaitu mengidentifikasi
secepatnya kemungkinan adanya infeksi herpes pada bayi tersebut. Oleh karena itu
direkomendasikan dilakukan pemeriksaan kultur virus dari sekret servik ketika
persalinan berlangsung pada semua ibu hamil dengan riwayat herpes genitalis.
Selain itu juga pemeriksaan kultur virus dari mukosa orofaring atau mukosa
konjungtiva dari bayi yang dicurigai. Pada bayi dengan ibu mengidap herpes
genitalis primer pada saat persalinan pervaginam, harus diberikan terapi profilaksis
acyclovir intravena dengan dosis 60 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis
yang diberikan selama 21 hari atau acyclovir intravena 10 mg/kgBB tiap 8 jam
selama 10-21 hari Terapi ini juga diberikan pada bayi yang dinyatakan positif
terinfeksi, dan terapi diberikan seawall mungkin ketika mulai timbul gejala.
• HSV dengan HIV
Penderita dengan immunocompromised biasanya memiliki gejala yang lebih berat
serta lebih lama pada daerah genital, perianal, atau oral. Lesi yang disebabkan oleh
HSV biasanya bersifat atipik, lebih nyeri, serta lebih berat. Meskipun terapi
antiretroviral bisa menurunkan tingkat keparahan dari infeksi herpes genital,
namun infeksi subklinik tetap dapat terjadi. Pemberian terapi supresif atau terapi
episodic menggunakan agen antivirus oral terbukti efektif dalam memperingan
manifestasi klinik dari HSV yang disertai dengan infeksi HIV. Penatalaksanaan
HSV pada HIV bisa dilihat pada gambar.( Kriebs, Jan. 2008)
12
3. Kandidiasis vagina: ditemukan pada 10% wanita dengan herpes genitalis primer,
terutama pada pasien diabetes melitus. Herpes ulseratif dengan lesi keputihan
pada mukosa sulit dibedakan dari infeksi jamur.
4. Infeksi mata, sering terjadi pada anak, disebabkan oleh HSV-1, kecuali pada
neonatus (bisa disebabkan oleh HSV-2), bermanifestasi sebagai konjungtivitis
folikuler unilateral atau keratokonjungtivitis herpetik akut dengan ulkus kornea
dendritik.
5. Infeksi kulit, dapat berupa
• Eksim herpetikum: terjadi pada individu dengan dermatitis sebelumnya, dapat
terlokalisir (sehingga sulit dibedakan dengan herpes zoster) atau tersebar luas.
Bentuk ini juga dapat terjadi pada pasien dengan kerusakan kulit luas, seperti
luka bakar, sindrom pemfigus, atau Sezary
• Herpetic whitlow: infeksi HSV pada jari, terjadi pada atau dekat kutikula atau
area lain akibat trauma. Bila area kuku juga terkena, maka akan terjadi infeksi
sekunder oleh bakteri patogen yang memerlukan insisi dan drainase. Herpetic
whitlow dikaitkan dengan HSV-1 pada pekerja di tempat perawatan
kesehatan dan anak-anak akibat paparan saliva dan dengan HSV-2 akibat
paparan genito-digital.
• Herpes gladiatorum: lesi kulit HSV-1 yang tersebar telah ditemukan pada
pegulat yang tertular akibat paparan saliva terinfeksi selama pertandingan.
(Salvaggio.2016)
6. Infeksi viseral: terjadi akibat viremia dan umumnya dengan keterlibatan
multiorgan. Komplikasi ini bisa terjadi pada infeksi primer asimptomatik ataupun
pada pasien imunokompeten. Pada sebagian besar kasus herpes diseminata, lesi
terbatas pada kulit, namun penyebaran viseral yang fatal dapat terjadi dengan atau
tanpa lesi vesikuler pada kulit.1 Gambaran klinis yang menonjol adalah hepatitis
fulminan, disertai leukopenia, trombositopenia, dan koagulasi intravaskular
diseminata.1 Infeksi HSV-1 dan HSV-2 diseminata juga dapat menyebabkan
esofagitis, nekrosis adrenal, pneumonitis interstitial, sistitis, artritis, meningitis,
dan ensefalitis.1
7. Infeksi sistem saraf pusat, dapat berupa:1, 5
• Meningitis aseptik: berupa meningitis limfositik benigna akut, lebih sering
terjadi pada infeksi HSV-2. Gejala meningeal biasanya mulai timbul 3-12 hari
setelah munculnya lesi genital, mencapai puncaknya 2-4 hari kemudian dan
mereda dalam 2-4 hari sesudahnya. Gambaran sesuai meningitis aseptik dapat
ditemukan pada pemeriksaan cairan serebrospinal. Tanda dan gejala
ensefalitis umumnya tidak dijumpai, dan jarang terjadi gejala sisa neurologis.
HSV-2 juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan PCR (polymerase chain
reaction) cairan serebrospinal pasien meningitis limfositik benigna rekuren
(Mollaret meningitis), mengindikasikan kemungkinan HSV sebagai
penyebabnya, sehingga disebut juga sebagai sindrom idiopatik.
• Ganglionitis dan meilitis: infeksi HSV genital dan anorektal dapat disertai
komplikasi, retensi urin, neuralgia, serta anestesia sakral akibat ganglionitis
dan radikulitis. Gejala biasanya mereda dalam 1-2 minggu. Mielitis transversa
jarang terjadi.
13
• Ensefalitis: berupa suatu acute necrotizing viral encephalitis. Umumnya
terjadi sesudah periode neonatal, biasanya disebabkan oleh HSV-1.
Ensefalitis terjadi sebagai infeksi primer pada 50% kasus dan bisa juga
disebabkan oleh infeksi rekuren atau reinfeksi oleh strain HSV-1 yang
berbeda. Gambaran klinisnya, berupa nyeri kepala, tanda rangsang
meningeal, gangguan status mental, dan kejang umum. Bila terjadi nekrosis
fokal pada korteks orbitofrontal, temporal serta sistem limbik, dapat terjadi
anosmia, kehilangan memori, halusinasi olfaktorius, dan gustatorius serta
kejang fokal. Hemiparesis yang memburuk dengan cepat serta penurunan
kesadaran hingga koma bisa terjadi. Pada beberapa orang, gambaran klinisnya
mirip psikosis akut atau delirium tremens. Pada pemeriksaan cairan
serebrospinal didapatkan pleiositosis sedang dengan campuran antara sel
mononuklear dan polimorfonuklear, jumlah eritrosit sedang, serta
peningkatan kadar protein ringan dengan kadar glukosa normal. MRI
(magnetic resonance imaging) merupakan pemeriksaan pencitraan paling
sensitif, umumnya menunjukkan lesi fokal di area temporal berupa edema dan
penyengatan kontras. Metode non-invasif paling sensitif untuk mendiagnosis
adalah pemeriksaan DNA HSV dengan PCR. Angka kematian cukup tinggi
(70%) pada pasien yang tidak diobati, sedangkan pada mereka yang diobati,
insidens gejala sisa neurologisnya cukup tinggi.
8. Herpes genitalis dan kehamilan Herpes genitalis rekuren: baik pada wanita hamil
maupun tidak hamil gambaran klinisnya sama, meskipun bisa terjadi
peningkatan jumlah rekurensi akibat kehamilan. Herpes genitalis rekuren
dijumpai pada 1-2% dari kasus herpes neonatal. Akan tetapi, adanya lesi genital
aktif bukan indikator akurat terjadinya shedding HSV.6 Persalinan sesaria
direkomendasikan untuk ibu hamil dengan lesi genital. American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan terapi supresi
antiviral untuk semua wanita hamil dengan riwayat HSV genital rekuren pada 4
minggu akhir kehamilannya.1,7 Infeksi genital primer selama kehamilan: infeksi
episode pertama mempunyai konsekuensi lebih berat untuk ibu dan janinnya,
sehingga penting untuk mengidentifikasi wanita yang berisiko infeksi primer
(HSV-2 seronegatif). Wanita hamil dapat mengalami infeksi diseminata luas
dengan mortalitas tinggi (50%). Infeksi pada trimester ketiga kehamilan
dihubungkan dengan infeksi HSV neonatal, hambatan pertumbuhan intrauterin,
dan prematuritas. (Anzivino.2009)
9. Penyakit HSV neonatal Infeksi HSV neonatal disebabkan oleh kontak dengan
sekret genital terinfeksi. Sekitar 90% infeksi didapat saat perinatal, 5-8% didapat
kongenital, dan beberapa diperoleh saat postnatal. Pada 70% ibu, infeksi yang
terjadi tidak menimbulkan gejala. Besarnya risiko penularan dari ibu dengan
infeksi primer adalah sekitar 50%.9 Pada neonatus dan bayi (usia kurang dari 6
minggu), frekuensi infeksi viseral dan susunan saraf pusat sangat tinggi. Bila
tidak diterapi, mortalitasnya sekitar 65% dan bisa timbul gejala sisa neurologis
berat. Penyakit dapat mengenai kulit, mata, atau mulut. Bisa juga muncul
sebagai ensefalitis atau penyakit viseral diseminata yang mengenai paru, hati,
jantung, adrenal, dan kulit. (Salvaggio.2016)
14
10. Koinfeksi dengan HIV: Berbagai penelitian menunjukkan bahwa adanya
antibodi terhadap HSV-2 akan meningkatkan risiko terinfeksi HIV, tidak
tergantung pada ada atau tidaknya ulkus genital.10 Penelitian awal di Afrika
telah memperlihatkan penurunan jumlah virus HIV pada pasien yang mendapat
terapi untuk infeksi HSV yang menyertainya; penjelasannya belum ada.
(Nagot.2007) Pengetahuan hubungan antara HIV dan HSV-2 dapat mengubah
pendekatan epidemiologis terhadap penyakit menular seksual di seluruh dunia.
Selain itu, herpes genital dikaitkan dengan peningkatan risiko penularan HIV
sebesar 2-3 kali lipat, penularan HIV per tindakan seksual hingga 5 kali lipat,
dan bertanggung jawab terhadap 40-60% infeksi HIV baru pada populasi dengan
prevalensi HSV-2 tinggi.13 HSV-2 dan HIV telah terbukti saling
mempengaruhi. Infeksi HSV2 meningkatkan risiko penularan HIV baru sekitar 3
kali lipat. Selain itu, pasien dengan koinfeksi HIV dan HSV-2 lebih mungkin
menularkan HIV kepada orang lain. HSV2 merupakan infeksi yang paling sering
terjadi pada pasien HIV, terjadi pada 6090% pasien. Gejala klinik infeksi HSV-2
pada pasien HIV (dan imunokompromais) seringkali lebih berat serta lebih
sering mengalami rekuren. Pada penyakit HIV lanjut, HSV-2 dapat
menyebabkan komplikasi lebih serius, meskipun jarang, seperti
meningoensefalitis, esofagitis, hepatitis, pneumonitis, nekrosis retina, atau
infeksi diseminata. (WHO.2014)
15
I. WOC
16
J. ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa
1. Nyeri akut b.d inflamasi jaringan
2. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan turgor,adanya lesi
3. Hipertermi b.d proses kompensasi tubuh terhadap penyakit
4. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan sekunder akibat penyakit hapes
simplek
5. Defisiensi pengetahuan b.d kurang informasi tentang penyakit
A. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnose medis.
b) Keluhan Utama
Pada keluhan pertama yang ditanyakan adalah keluhan atau gejala yang
menyebabkan klien berobat.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pengumpulan riwayat kesehatan atau keperawatan sekarang yang
perlu ditanyakan faktor yang melatar belakangi atau hal-hal yang
mempengaruhi keluhan, bagaimana sifat terjadinya gejala (mendadak,
perlahan-lahan, terus menerus, atau berupa kecelakaan)
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat atau pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau riwayat
kecelakaan, atau penyakit yang pernah dialami atau riwayat masuk rumah
sakit.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat pengumpulan data tentang riwayat keluarga bagaimana riwayat
kesehatan atau keperawatan yang ada dimiliki salah satu anggota
keluarga, apakah ada yang menderita penyakit seperti yang dialami klien
atau mempunyai penyakit degeneratif lainnya.
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
17
pengaruhnya dalam kehidupan sehari – harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat
3 Hipertermi
b.d proses
kompensasi
tubuh
terhadap
penyakit
4. Gangguan Kriteria Hasil : 1. Ciptakan hubungan
citra tubuh - Klien mengatakan saling percaya
b.d dan menunjukkan 2. Dorong klien untuk
perubahan penerimaan atas menyatakan
penampilan penampilannya perasaannya
sekunder - menunjukkan terutama tentang
akibat keinginan dan cara ia merasakan
penyakit kemampuan berpikir atas
hapes untuk melakukan memandang dirinya
simplek perawatan diri 3. Jaga privasi klien
- melakukan pola- 4. Hindari sikap terlalu
pola melindungi terbatas
penanggulangan pada permintaan
yang baru klien
5. dorong klien dan
keluarga untuk
menerima
keadaannya
6. dorong klien untuk
berbagi
rasa,masalah,kekuati
19
ran,dan persepsinya.
5. Defisiensi Tujuan : 1. Kaji kesiapan klien 1. Efektivitas
pengetahuan - klien akan mengikuti program proses
b.d kurang menunjukkan pembelajaran. pemeblajaran
informasi pengetahuan 2. Diskusikan metode dipengaruhi oleh
tentang meningkat mobilitas dan kesiapan fisik
penyakit dengan kriteria ambulasi sesuai dan
klien mengerti program terapi fisik. mental klien
dan memahami 3. Ajarkan tanda/gejala untuk mengikuti
tentang klinis yang program
penyakitnya memerluka evaluasi pembelajaran
medik (nyeri berat, 2. Meningkatkan
Kriteria Hasil : demam, perubahan partisipasi dan
- Klien mampu sensasi kulit distal kemandirian
mengetahui status cedera) klien dalam
kondisinya. perencanaan dan
pelaksanaan
program terapi
fisik.
3. Meningkatkan
kewaspadaan
klien
untuk mengenali
tanda/gejala
dini
yang memerulukan
intervensi lebih
lanjut.
BAB III
20
PENUTUP
A. Kesimpulan
Herpes simplex adalah infeksi akut oleh virus Herpes Simplex (virus Herpes
Hominis) tipe I dan tipe II yang ditandai dengan vesikel berkelompok diatas kulit
yang eritematosa di daerah mukokutan. Ciri-ciri Herpes simplex adalah adanya
bintil-bintil kecil, bisa satu atau sekumpulan, yang berisi cairan, dan jika pecah bisa
menyebabkan peradangan.
Virus herpes simpleks menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan
sebagian besar dengan kontak seksual. Gejala herpes adalah Area yang terinfeksi
biasanya berwarna kemerahan, dan menjadi sensitif, setelah itu timbul bintik-bintik
merah. Jumlahnya bervariasi
B. Saran
Perawat ataupun mahasiswa keperawatan harus banyak
membaca danmemperbanyak referensi untuk meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman tentang Herpes Simpleks.
DAFTAR PUSTAKA
21
Bonita,Laissa& Murtiastutik, Dwi. 2017.Penelitian Retrospektif: Gambaran Klinis
Herpes Simpleks Genitalis. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin –
Periodical of Dermatology and VenereologyVol. 29 / No. 1 / April 2017.
Homepage :http://e-journal.unair.ac.id
Arduino PG, Porter SR. Oral and perioral herpes simplex virus type 1 (HSV-1) in-fection:
Review of its management. Oral Dis. 2006;12(3):254-70
Azwa A, Barton SE. Aspects of herpes simplex virus: A clinical review. J Fam Plann Reprod
Health Care 2009;35(4):237-42
Brooks, G., et al, 1995, Mikrobiologi Kedokteran edisi 20. Jakarta : EGC Penerbit Buku
Kedokteran.
Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide To Diagnosis And Therapy 4th ed.
Philadelphia: Mosby; 2004. p. 54.346-55
Handoko, Ronny P. 2010. Buku Ajar Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Balai Pustaka
FKUI
Mahler V. Herpes Simplex. In: Williams H, Bigby M, editors. BMJ Evidence Based
Dermatology 2nd.Edition.USA: Blackwell Publishing:2008
22