ABSTRACT
Masih tingginya insiden kanker serviks di Indonesia disebabkan oleh kurangnya kesadaran
perempuan yang sudah menikah untuk melakukan deteksi dini (tes Pap smear atau tes IVA)
karena kurangnya pengetahuan mereka mengenai pentingnya pemeriksaan IVA.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Populasi Penelitian adalah WUS yang ada di wilayah keja Puskesmas
Buleleng I yang berjumlah 10960 orang dan sampel berjumlah 40 orang, dengan teknik
simple random sampling. Instrumen kuesioner untuk data pengetahuan, sikap dan
pemeriksaan IVA yang diuji dengan analisis Regresi Logistik.
penelitian ini didapatkan pengetahuan WUS (p=0,007), sikap WUS (p=0,014) dan secara
simultan pengetahuan dan sikap WUS berpengaruh terhadap perilaku pemeriksaan IVA di
Puskesmas Buleleng I, Kecamatan Buleleng, sebesar 72,7%. Terdapat hubungan positif
antara tingkat pengetahuan dan sikap WUS dengan pemeriksaan IVA di Puskesmas Buleleng
I.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap WUS, Perilaku pemeriksaan IVA
PENGERTIAN
Kanker serviks adalah kanker yang muncul pada leher rahim wanita. Leher rahim sendiri
berfungsi sebagai pintu masuk menuju rahim dari vagina. Semua wanita dari berbagai usia
berisiko menderita kanker serviks. Tapi, penyakit ini cenderung memengaruhi wanita yang
aktif secara seksual. Pada tahap awal, kanker serviks biasanya tidak memiliki gejala. Gejala
kanker serviks yang paling umum adalah pendarahan pada vagina yang terjadi setelah
berhubungan seks, di luar masa menstruasi, atau setelah menopause. Meski terjadi
pendarahan, belum berarti Anda menderita kanker serviks. Untuk memastikan penyebab
kondisi Anda, segera tanyakan kepada dokter. Jika dicurigai terdapat kanker serviks, rujukan
menemui dokter spesialis akan diberikan.
IVA (Inspeksi visual asam)
Inspeksi visual asam (IVA) adalah deteksi dini kanker leher rahim alternatif selain pap smear
untuk memeriksa daerah yang tidak bisa dijangkau oleh pap smear.
IVA dilakukan dengan cara mengolesi leher rahim dengan asam asetat, untuk melihat tanda-
tanda lesi prakanker (tahapan sel-sel berubah menjadi sel-sel buruk yang berpotensi menjadi
kanker). Hasil IVA bisa dilihat langsung saat itu juga sehingga dapat diambil keputusan cepat
mengenai penatalaksanaannya. Selain mudah dan terjangkau, IVA juga memiliki akurasi
yang sangat tinggi (90%) dalam mendeteksi lesi atau luka prakanker.
IVA harus dikerjakan oleh dokter atau bidan yang sudah mendapat training.
1. Dapat dilakukan pada jumlah besar orang dan masyarakat dengan cara yang
cukup mudah dan , cepat , murah
Pada skrining IVA ini dapat digunakan pada semua wanita yang memiliki gejala penyakit
kanker serviks maupun yang sudah menderita penyakit kanker serviks. IVA dilakukan
dengan cara mengolesi leher rahim dengan asam asetat, untuk melihat tanda-tanda lesi
prakanker (tahapan sel-sel berubah menjadi sel-sel buruk yang berpotensi menjadi kanker).
Hasil IVA bisa dilihat langsung saat itu juga sehingga dapat diambil keputusan cepat
mengenai penatalaksanaannya. Selain mudah dan terjangkau, IVA juga memiliki akurasi
yang sangat tinggi (90%) dalam mendeteksi lesi atau luka prakanker.
IVA harus dikerjakan oleh dokter atau bidan yang sudah mendapat training.
Skrining seharusnya dilakukan pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun.
Kalau fasilitas memungkinkan maka dilakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun. Kalau
fasilitas tersedia lebih maka dilakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun. Ideal dan optimal
pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun. Skrining yang dilakukan
sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.
Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila
hasil negative (-) adalah 5 tahun.
Pada hasil IVA positif, artinya Jika ditemukan ada kelainan pada Tes IVA, yaitu positif pra-
kanker (gejala kanker), maka dapat diobati dengan krioterapi. Yaitu pengobatan dengan
pendinginan (gas dingin) dimana memiliki efek samping yang ringan dan mudah diatasi.
IVA dilakukan lebih praktis karena tidak perlu alat tes laboratorium untuk pengambilan
sampel jaringan, tidak perlu teknisi lab khusus untuk membaca hasil tes. Selain itu,
sensitivitas IVA dalam mendeteksi kelainan yang terjadi pada serviks lebih tinggi dari
pap smear (75%) meskipun dari segi kepastian lebih rendah (85%), biayanya sangat
murah bahkan ada yang gratis di beberapa puskesmas dan hasilnya dapat langsung diketahui
tanpa menunggu berminggu-minggu.
Hasil IVA bisa dilihat langsung saat itu juga sehingga dapat diambil keputusan cepat
mengenai penatalaksanaannya. Selain mudah dan terjangkau, IVA juga memiliki akurasi
yang sangat tinggi (90%) dalam mendeteksi lesi atau luka prakanker.
IVA harus dikerjakan oleh dokter atau bidan yang sudah mendapat training.
Dengan spekulum melihat serviks yang dipulas dengan asam asetat 3-5%. Pada lesi
prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelum Dengan
tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak
lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh bidan, maka di
beberapa negara bidan tersebut dapat langsung melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini
tentu mengandung kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif.
3. Tes tersebut dapat diterima oleh masyarakat umum dan sasaran
Pada beberapa Negara telah menyarankan melakukan tes IVA. Skrining yang dilakukan
sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan. Di
Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil
negatif(-)adalah5tahun.
Pada hasil IVA positif, artinya Jika ditemukan ada kelainan pada Tes IVA, yaitu positif pra-
kanker (gejala kanker), maka dapat diobati dengan krioterapi. Yaitu pengobatan dengan
pendinginan (gas dingin) dimana memiliki efek samping yang ringan dan mudah diatasi.
Uji skrining yang baik
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat atau yang lebih dikenal dengan IVA, merupakan metode
yang dapat digunakan juga untuk deteksi dini kanker serviks. Metode ini memeriksa serviks
dengan cara melihat langsung (dengan mata telanjang) serviks setelah memulasnya dengan
larutan asam asetat 3-5%. Tujuan dari IVA yakni untuk mengurangi morbiditas (keparahan
penyakit) atau mortalitas (kemungkinan kematian) dari penyakit dengan pengobatan dini
terhadap kasus-kasus yang ditemukan, dan untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada
serviks.
IVA dilakukan lebih praktis karena tidak perlu alat tes laboratorium untuk
pengambilan sampel jaringan, tidak perlu teknisi lab khusus untuk membaca hasil tes. Selain
itu, sensitivitas IVA dalam mendeteksi kelainan yang terjadi pada serviks lebih tinggi
dari pap smear (75%) meskipun dari segi kepastian lebih rendah (85%), biayanya sangat
murah bahkan ada yang gratis di beberapa puskesmas dan hasilnya dapat langsung diketahui
tanpa menunggu berminggu-minggu.