Anda di halaman 1dari 14

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam
melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukanoleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni (orang-
orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Di
antara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia
merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin.

Hal itu terjadi salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi
juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat
kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di
Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat
besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan
keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif dengan
dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran.
Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh
wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga
yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Karena korupsi membawa dampak
negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian dari korupsi?


2. Kondisi yang mendukung munculnya Korupsi?
3. Apa saja jenis-jenis tindak pidanada korupsi?
4. Apakah dampak dari korupsi?
5. Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan?
6. Tuduhan Korupsi sebagai alat Politik?
7. Mengukur korupsi?
8. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi?

C. Metode penulisan
1. Mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan korupsi
2. Menuliskan data

D. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian korupsi


2. Untuk mengetahui penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi
3. Untuk mengetahui macam-macam dari korupsi
4. Untuk mengetahui dampak adanya korupsi
5. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi

E. Kegunaan Penulisan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, diharapkan dapat memberikan

pemahaman serta menghasilkan sumbangan pemikiran, diantaranya sebagai berikut :

1. Bagi penulis, sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan

dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang korupsi.

2. Bagi para akademis, untuk menambah referensi serta memperkuat teori yang sudah

ada khususnya mengenai dampak adanya korupsi

3. Bagi pihak-pihak lain, bermanfaat sebagai bahan masukan dan referensi tambahan

dalam pembahasan yang sama.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dari Korupsi

Korupsi atau rasuah (bahas latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna


busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-
unsur sebagai berikut:

 perbuatan melawan hukum,


 penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
 memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
 merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah

 memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),


 penggelapan dalam jabatan,
 pemerasan dalam jabatan,
 ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima
gratifikasi (bagi pegawai negri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi

3
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti
penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk
membedakan antara korupsi dan kejahatan.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap
korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat
namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

B. Kondisi yang mendukung munculnya Korupsi

 Konsentrasi kekuasaan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung


kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
 Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
 Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal.
 Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
 Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
 Lemahnya ketertiban hukum.
 Lemahnya profesi hukum.
 Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
 Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan
hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang
menyatakan antara lain ” pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya
korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat…..”
namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor
yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang
paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi.
Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling

4
menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh
Guy J Parker dalam tulisannya berjudul “Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia
Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa ” di
Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar
golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu.
Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan
banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang
diberikan”. ( Sumber buku “Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)

 Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan
perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
 Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan
kampanye”.

C. Jenis-jenis tindakan Korupsi

Dalam melaksanakan tugas atau melakukan kegiatan usaha banyak hal yang terjadi.
Para pegawai dalam melaksanakan tugasnya lalai, kinerjanya tidak baik dan kurang disiplin.
Hal ini merupakan suatu pelanggaran yang bisa dikatagorikan korupsi. Para pengusaha atau
para perilaku ekonomi lain dalam melaksanakan kegiatannya banyak melakukan hal tidak
terpuji yang dicapai untuk mencapai keuntungan dengan cara-cara seperti :

 Pengusaha, untuk mendapatkan izin usaha dengan cepat bersedian membayar kepada
petugas pengurusan perizinan walaupun diluar ketentuan
 Pegawai, yang mutasi bersedia membayar harga pengurusan surat-surat mutasinya
kepada petugas di instansi yang bersangkutan walaupun tidak ada aturan dan
ketentuannya
 Pelamar kerja, demi bisa diterima bersedia membayar kepada pejabat atau petugas yang
bersedia mengusahakan agar bisa diterima padahal itu diluar ketentuan.

Berdasarkan contoh perilaku di atas baik yang dilakukan oleh orang yang dilayani
maupun oleh petugas sebagai pelayan keduanya melanggar aturan. Karena dari perilaku
tersebut muncul bibit-bibit korupsi yang tidak terasa perkembangannya.

Terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi antara lain :

5
 Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)
 Penggelapan dalam jabatan
 Pemerasan dalam jabatan
 Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara)

D. Dampak Korupsi

 Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,


korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan
cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif
mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem
pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik
menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi
mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat
yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.

 Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak


efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup,
dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan
bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang
baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk
membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi
ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan perniagaan”. Perusahaan yang memiliki
koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-
perusahaan yang tidak efisien.

Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan


investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih

6
banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk
menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan.
Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan
infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor


keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah
korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman
modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka
adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank
di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu
potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk
pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar
dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian
modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar
negeri mereka sendiri.  (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan)
telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus
Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa
pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari
korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar
negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

 Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi
sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan
yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME).
Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

E. Bentuk Bentuk Penyalahgunaan

7
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah
seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor
swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

 Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan
penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup
sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.

Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama
dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.

Dua belas negara yang paling minim korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan
tentang korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai
berikut:

 Australia
 Kanada
 Denmark
 Finlandia
 Islandia
 Luxemburg
 Belanda
 Selandia Baru
 Norwegia
 Singapura
 Swedia
 Swiss
 Israel

Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah:

 Azerbaijan
 Bangladesh

8
 Bolivia
 Kamerun
 Indonesia
 Irak
 Kenya
 Nigeria
 Pakistan
 Rusia
 Tanzania
 Uganda
 Ukraina

Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan
berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan
langsung korupsi yang terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada).

 Sumbangan kampanye dan “uang haram

Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi
untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut
politisi.

Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan
keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi
keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan
munculnya tuduhan korupsi politis.

F. Tuduhan korupsi sebagai alat politik

Sering terjadi dimana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan


tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan
yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

G. Mengukur korupsi

9
Mengukur korupsi – dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara,
secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin
bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi,
menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi
Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini);
Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan
pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela
perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga
menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank
Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator
Kepemerintahan.

H. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi

1. Strategi preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat
upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan
banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya
korupsi.
2. Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agarapabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebutakan dapat diketahui dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya danseakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan
tepat. Dengandasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem
tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepatmemberikan sinyal apabila
terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangatmembutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu
baik itu ilmu hukum,ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3. Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari
tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk

10
dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat
dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara
terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi
yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati atau pengamat
masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan
korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
 Konsep “carrot and stick”
Konsep carrot and stick yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang
keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah pendapatan
netto pegawai negeri, TNI dan Polriyang cukup untuk hidup dengan standar sesuai
pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup
layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick  adalah bila
semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak
tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana
perlu dijatuhi hukuman mati.
 Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi”

Gerakan masyarakat anti korupsi yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini
perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti
korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu
bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari
partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan
sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai
politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan
sekaligus memberi kandukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.

 Gerakan “Pembersihan”

Gerakan Pembersihan yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan,


Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggung jawab serta memiliki komitmen
yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial
untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem
organisasi yang ada dengan menekankan prosedur “structure follows strategy” yaitu dengan

11
menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan
orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.

 Gerakan “Moral”

Gerakan moral yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui
gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat
menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung,
dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui
lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi
muda sebagai langkah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral
korupsi.

 Gerakan “Pengefektifan Birokrasi”

Gerakan pengefektifan birokrasi yaitu dengan menyusutkan jumlahpegawai dalam


pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang
sesuai dengan kemampuan dankeahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan
korupsi,dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbuktibersalah dan
bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalahkejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan
siapa saja yang melakukankorupsi berarti melanggar harkat dan martabat
kehidupan.Pemerintah setiap negara pada umumnya pasti telah melakukan langkah-langkah
untuk memberantas korupsi dengan membuat undang-undang.Indonesia juga membuat
undang-undang tentang pemberantasan tindak pidanakorupsi (undang-undang terlampir
dihalaman belakang).

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Korupsi pada dasarnya ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari
itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam
pemerintahan. Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi
meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan
aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain,
ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia,
serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,
dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi,
ekonomi, dan kesejahteraan negara. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak
dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya
pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi
wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak
pernah tepat sasaran. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk
mengawasi dan membuat keputusan politik untuk mencegah makin mewabahnya penyakit
kotor korupsi di Indonesia.

 Saran

13
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan
korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.

14

Anda mungkin juga menyukai