Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS

Modul Oral Surgery and Emergency


(OsnE)

Ekstraksi Gigi dengan Anastesi Blok pada Gigi 47

Irene Dwi Rahmawati


20110340108

DOSEN PEMBIMBING KASUS:


drg. Widyapramana, MDSc

MODUL ORAL SURGERY


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2020
I. Deskripsi Kasus
a. Identitas Pasien
Nama : Marjanto
Usia : 43 tahun
Jenis kelamin :Laki-laki
Alamat :Yogyakarta
b. Pemeriksaan Subjektif
Pasien laki-laki berusia 43 tahun mengeluhkan gigi geraham
belakang sebelah kanan berlubang besar, keluhan tersebut dirasakan
sejak 10 tahun lalu. Pada 5 tahun lalu pasien pernah merasakan sakit
spontan sampai mengganggu tidur dan gusi nya membengkak, saat ini
pasien sudah tidak mengeluhkan rasa sakit. Pasien ingin segera
dilakukan pencabutan gigi.
c. Pemeriksaan Objektif
Terdapat kavitas pada bagian oklusal meluas ke distal dengan
kedalaman pulpa pada gigi 47
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
Vital sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Respirasi : 16 x/ menit
Suhu : Afebris
d. Gambaran klinis

Gambaran radiografi :

Hasil interpretasi radiografi


Gigi 47
Mahkota : Terdapat area radiolusen pada oklual hingga mencapai
kamar pulpa
Akar : 2 akar,akar mesial lurus, akar distal bengkok ke mesial
Membran periodontal : Membran periodontal yang mengelilingi akar
melebar
Lamina dura :Pada akar distal lamina dura terputus di apikal, pada akar
mesial lamina dura melebar pada bagian apikal
Periapikal : Terdapat area radiolusen dengan batas difus
Alveolar crest : Terdapat resorpsi pada sisi mesial dan distal gigi
e. Diagnosa
Berdasarkan pemeriksaan subjektif, objektif serta pemeriksaan penunjang,
didapatkan diagnosa pada kasus tersebut adalah nekrosis pulpa.
f. Treatment Planning
- KIE
- Ekstraksi dengan anastesi blok
- Kontrol dan evaluasi
g. Tahapan perawatan
 Kunjungan 1 : Ekstraksi dengan anastesi blok
(23 Agustus 2016)
 Dilakukan pemeriksaan subjektif
 Dilakukan pemeriksaan obyektif
Terdapat kavitas pada bagian oklusal dengan kedalaman pulpa
pada gigi 47
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
Vital sign :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 64 x/menit
Respirasi : 16 x/ menit
Suhu : Afebris
 Alat dan bahan
Set diagnostic
Tensimeter
Spuit injeksi 2cc
Bein
Tang mahkota 47
Set Bur
High speed
Kuret
Bone file
Pehacaine
Povidon iodin
Povidon iodin + saline
Kapas
- Dilakukan tindakan pencabutan menggunakan 1 ampul pehacaine.
- Di lakukan spulling povidon iodine dan saline ke dalam soket agar
debris dan jaringan nekrotik hilang
- Pasien diinstruksikan untuk menggigit kapas kurang lebih selama 20
menit.
- Peresepan obat :
R/ Amoxicillin tab 500 mg No. XV
S.3.d.d tab I, pc
R/ Asam Mefenamat tab 500 mg No. X
S.p.r.n.3.d.d tab I, pc
- Instruksi pasca pencabutan gigi
- Tidak boleh minum dan makan yang panas, pedas, dan asam
- Sementara waktu makan menggunakan sisi kanan
- Tidak boleh memainkan lidah ke arah bekas pencabutan
- Bekas luka tidak boleh di hisap-hisap
- Tidak boleh merokok
- Minum obat teratur, khusus obat antibiotic harus dihabiskan
- Istirahat yang cukup
- Apabila ada keluhan segera lapor ke operator
Foto klinis:

 Kunjungan 2 : Kontrol (25 Oktober 2016)


- Dilakukan pemeriksaan subyektif : pasien dating untuk melakukan
kontrol pasca pencabutan yang telah dilakukan pada 23 Agustus 2016.
Pasien mengaku tidak ada keluhan pada bekas pencabutan tersebut.
- Dilakukan pemeriksaan obyektif :
Terdapat area bekas pencabutan dengan palpasi (-)
Soket belum menutup sempurna
Penyembuhan luka baik

II. Pertanyaan Kritis


a. Bagaimana mekanisme kerja obat anastesi lokal?
b. Apa saja macam teknik blok anastesi?
c. Apa saja alternative yang dapat dilakukan apabila anastesi blok yang
dilakukan tidak berhasil?
d. Bagaimana tahap proses penyembuhan luka pasca ekstraksi?
III. Landasan Teori
Rasa sakit adalah suatu sensasi tidak menyenangkan yang
ditimbulkan oleh adanya jejas yang merusak, dimana sensasi ini diteruskan
oleh persarafan khusus menuju ke sistim saraf pusat untuk
diinterpretasikan sebagai rasa sakit. Rasa sakit dalam beberapa hal dapat
dipandang sebagai suatu elemen yang amat dibutuhkan, karena dapat
berfungsi sebagai peringatan akan adanya bahaya. Rasa sakit ini timbul
apabila terjadi perubahan lingkungan yang menyebabkan jejas pada
jaringan sehingga karenanya dapat disebut sebagai suatu mekanisme
perlindungan tubuh. Di dalam praktek kedokteran gigi rasa sakit ini tidak
dapat dipandang sebagai sesuatu yang menguntungkan, melainkan justru
merupakan suatu masalah yang harus ditangani.
Metode pencegahan rasa sakit yang paling sering digunakan di
bidang kedokteran gigi adalah dengan penghambatan konduksi impuls rasa
sakit. Metode semacam ini disebut dengan anestesi lokal. Anestesi lokal
dilakukan dengan menggunakan cairan yang bersifat analgesia yang
disuntikkan di sekitar serat saraf yang dituju. Setelah diobservasi oleh sel
saraf cairan ini dapat menghambat terjadinya depolarisasi pada serat saraf
tersebut sehingga meniadakan kondisi impuls ke susunan saraf pusat.

Istilah Analgesia mempunyai arti hilangnya sensasi rasa sakit tanpa


disertai hilangnya kesadaran. Analgesia regional (analgesia lokal) berarti
hilangnya sensasi rasa sakit pada suatu bagian tertentu dari tubuh tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Anestesia regional (anestesia lokal) adalah
hilangnya semua sensasi yakni sensasi rasa sakit, tekan, suhu, termasuk
fungsi motorik pada suatu daerah setempat dari tubuh.

Mekanisme kerja obat anastesi lokal

Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anestesi lokal diperlukan


suatu pemahaman tentang proses timbulnya rasa sakit dalam hubungannya
dengan sifat-sifat fisiologis serabut saraf perifer. Dalam keadaan istirahat
pada permukaan sel saraf terdapat perbedaan potensial yang disebabkan
karena adanya keseimbangan antara ion natrium (sodium) di luar sel dan
mekanisme yang disebut dengan sodium pump. Pompa sodium ini
memompa ion-ion sodium dari dalam sel menuju ke cairan ekstraselular
yang menyebabkan terjadinya akumulasi ion sodium di luar sel. Keadaan
stabil semacam ini menimbulkan suatu resting memrane potensial yang
besarnya sekitar -70 mv.

Pada saat sel saraf menerima suatu rangsangan maka terjadi


perubahan permiabilitas membran sel saraf terhadap ion sodium sehingga
terjadilah peningkatan difusi ion-ion sodium kedalam sel yang diikuti
dengan difusi ion potasium ke luar sel. Keadaan ini disebut juga dengan
depolarisasi. Apabila rangsang yang ada mencapai/melebihi nilai ambang
saraf maka deporalisasi yang terjadi menjadi self-generating sehingga
depolarisasi tersebut diteruskan dari satu node ke node berikutnya
disepanjang serat saraf yang bersangkutan. Dengan demikian terjadilah
penghantaran impuls sampai ke susunan saraf pusat. Cairan anestesi lokal
dapat memblokir sensasi rasa sakit dengan jalan menghambat
penghantaran impuls pada serat saraf perifer. Hal ini dapat berlangsung
karena cairan anestesi lokal menyebabkan penurunan permiabilitas sel
saraf terhadap ion sodium. Pada saat serat saraf menerima suatu
rangsangan maka tidak terjadi influks ion sodium ke dalam sel saraf
sehingga dengan demikian baik depolarisasi maupun konduksi
(penghantaran) impuls ke susunan saraf pusat tidak terjadi.

Macam Teknik Anastesi Blok Mandibula

1. Anestesi blok teknik Gow-Gates :


Saraf yang dituju pada anestesi blok teknikGow-Gates adalah N.
Mandibularis. Prosedurnya adalah :
1). Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.
2). Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi leher
3). Posisi operator :
a. Untuk mandibula sebelah kanan, operator berdiri pada posisi jam
8menghadap pasien.
b. Untuk mandibula sebelah kiri , operator berdiri pada posisi jam
10menghadap dalam arah yang sama dengan pasien.
4). Tentukan patokan ekstra oral : intertragic notch dan sudut
mulutDaerah sasaran: daerah medial leher kondilus, sedikit
dibawah insersi ototpterygoideus eksternus.
5). Operator membayangkan garis khayal yang dibentuk
dari intertragic notch keSudut mulut pada sisi penyuntikan
untuk membantu melihat ketinggianpenyuntikan secara
ekstra oral dengan meletakkan tutup jarum atau jari
telunjuk.
6). Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk
membantu meregangkan jaringan .
7). Operator menentukan ketinggian penyuntikan dengan
patokan intra oralberdasarkan sudut mulut pada sisi
berlawanan dan tonjolan mesiopalatinal M2maksila.
8). Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
9). Spuit diarahkan ke sisi penyuntikan melalui sudut mulut
pada sisi berlawanan,dibawah tonjolan mesiopalatinal M2
maksila, jarum diinsersikan kedalamjaringan sedikit
sebelah distal M2 maksila .
10). Jarum diluruskan kebidang perpanjangan garis melalui
sudut mulut ke intertragicnotch pada sisi penyuntikan
kemudian disejajarkan dengan sudut telinga
kewajahsehingga arah spuit bergeser ke gigi P pada sisi
yang berlawanan, posisi tersebutdapat berubah dari M
sampai I bergantung pada derajat divergensi
ramusmandibula dari telingan ke sisi wajah.
11). Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai berkontak
dengan tulang leher kondilus,sampai kedalamam kira-kira
25 mm. Jika jarum belum berkontak dengan tulang,maka
jarum ditarik kembali per-lahan2 dan arahnya diulangi
sampai berkontakdengan tulang. Anestetikum tidak boleh
dikeluarkan jika jarum tidak kontakdengan tulang.
12). Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif
depositkan anestetikumsebanyak 1,8 – 2 ml perlahan-
lahan.
13). Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama
1 – 2 menit .
14). Setelah 3 – 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan
boleh dilakukan.

2. Anestesi blok teknik Akinosi :


Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup
sehingga baik digunakan padapasien yang sulit atau sakit
pada waktu membuka mulut.
Prosedur :
1). Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang
2). Posisi operator untuk rahang kanan atau kiri adalah
posisi jam delapan
berhadapan dengan pasien.
3). Letakkan jari telunjuk atau ibu jari pada tonjolan
koronoid, menunjukkanjaringan pada bagian medial dari
pinggiran ramus. Hal ini membantumenunjukkan sisi
injeksi dan mengurangi trauma selama injeksi jarum.
4). Gambaran anatomi :
- Mucogingival junction dari molar kedua dan molar ketiga
maksila
- Tuberositas maksila
5). Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri
topikal anestesi.
6). Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan
pengunyahan rileks.
7). Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal
maksila, jarum
diinsersikan posterior dan sedikit lateral dari
mucogingival junction molar keduadan ketiga maksila.
8). Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan
jarum dibelokkanmendekati ramus dan jarum akan tetap
didekat N. Alveolaris inferior.
9). Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari
tuberositas maksila.
10). Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum
sebanyak 1,5 – 1,8 ml secaraperlahan-lahan. Setelah
selesai , spuit tarik kembali.
Kelumpuhan saraf motoris akan terjadi lebih cepat
daripada saraf sensoris. Pasien dengantrismus mulai
meningkat kemampuannya untuk membuka mulut.
3. Teknik Fisher :
Prosedur :
- Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang.
Aplikasikan antiseptic didaerahtrigonum retromolar.
- Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi terakhir
mandibula, geser kelateral untuk merabalinea oblique
eksterna. Kemudian telunjuk digeser kemedian untuk
mencari lineaoblique interna, ujung lengkung kuku
berada di linea oblique interna dan
permukaansamping jari berada dibidang oklusal gigi
rahang bawah.
- Posisi I : Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung
kuku , dari sisi rahang yang tidakdianestesi yaitu regio
premolar.
- Posisi II : Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi,
sejajar dengan bidang oklusal danjarum ditusukkan
sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan
anestetikumsebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N.
Lingualis.
- Posisi III : Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh
lalu jarum ditusukkan sambalmenyelusuri tulang
sedalam kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negative
keluarkananestetikum sebanyak 1 ml untuk
menganestesi N. Alveolaris inferior.
- Setelah selesai spuit ditarik kembali.
Alternative yang dapat dilakukan apabila anastesi blok yang
dilakukan tidak berhasil

Penyebab terjadinya kegagalan anastesi blok mandibula diantaranya


adalah:

(1) injeksi terlalu rendah sehingga terletak di bawah lingula mandibulae


(2) terlalu dalam yaitu masuk ke glandula parotis
(3) terlalu superficial (masuk ke spatium pterygomandibularis
(4) terlalu tinggi (mencapai collum mandibulae)
(5) terlalu jauh ke lingual (ke dalam m. pterygoideus medialis).
Kegagalan anestesia di garis median disebabkan karena gagalnya
menganestesi saraf-saraf yang bersitumpang. Pada regio premolar bisa
disebabkan karena adanya inervasi dari cabang-cabang nn. cervicales
superficiales (rami cutaneus colli).
(6) daerah yang mengalami peradangan akan sulit dianastesi
Apabila pasien yang sudah dilakukan anastesi blok mandibula
tetapi pasien masih terasa sakit saat proses pencabutan gigi maka yang
dapat dilakukan operator adalah :

1. Mengulangi anastesi blok untuk menganastesi nervus alveolaris


inferior, nervus lingualis dan nervus long buccalis dengan larutan pehacaine.
2. Jika setelah anastesi blok dengan cara konvensional yang kedua
dirasa masih belum berhasil, maka teknik anastesi blok menggunakan teknik
akinosi merupakan cara yang direkomendasikan.
3. Selain kedua cara tersebut bisa ditambahkan anastesi infiltrasi
intraligamen. Teknik ini memberikan hasil yang efektif dan adekuat untuk
tindakan pencabutan gigi rahang bawah maupun odontektomi gigi molar ke-3
rahang bawah.Penyuntikan dapat menggunakan jarum konvensional maupun
Citoject. Jenis jarum tidak mempengaruhi efektivitas hasil. Jarum disuntikkan
dengan arah 30° sepanjang setiap akar gigi pada permukaan mesiobukal. Jarum
suntik ditekan sampai masuk di antara gigi dan tulang alveolar.

Tahap Penyembuhan Luka Pasca Ekstraksi

1. Fase Inflamasi;  Berlangsung sampai hari ke-5. Akibat luka


terjadi pendarahan, tubuh akan berusaha menghentikannya
dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang
terputus (retraksi) dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi
karena keluarnya trombosit, trombosit mengeluarkan
prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam
amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah,
mengatur tonus dinding pembuluh darah dan kemotaksis
terhadap leukosit.  Sel radang keluar dari pembuluh darah
secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis.
Sel Mast mengeluarkan serotinin dan histamin yang
meningkatkan permiabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan
oedema. Dengan demikian akan timbul tanda-tanda radang.
Leukosit, limfosit dan monosit menghancurkan dan memakan
kotoran dan kuman. Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin,
belum ada kekuatan pertautan luka sehingga disebut fase
tertinggal (lag phase). Berat ringannya reaksi radang ini
dipengaruhi juga oleh adanya benda-benda asing dari luar
tubuh, misalnya: benang jahit, infeksi kuman dll. Tidak adanya
serum maupun pus/nanah menunjukkan reaksi radang yang
terjadi bukan karena infeksi kuman tetapi karena proses
penyembuhan luka.
2. Fase Proliferasi atau Fibroplasi:  Berlangsung dari akhir masa
inflamasi sampai kira-kira minggu ke-3. Pada fase ini terjadi
proliferasi dari fibroblast yang menghasilkan
mukopolisakarida, asamaminoglisin dan prolin yang akan
mempertautkan tepi luka. Pada fase ini terbentuk jaringan
granulasi. Pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah
seluruh permukaan luka tertutup epitel dan mulailah proses
pendewasaan penyembuhan luka, pengaturan kembali dan
penyerapan yang berlebih.
3. Fase Remodelling/Fase Resorbsi/Fase penyudahan:  Pada fase
ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan
kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya
gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru
terbentuk. Fase ini berakhir bila tanda radang sudah hilang.
IV. Refleksi Kasus
Pasien laki-laki berusia 43 tahun mengeluhkan gigi geraham
belakang sebelah kanan berlubang besar, keluhan tersebut dirasakan sejak
10 tahun lalu. Pada 5 tahun lalu pasien pernah merasakan sakit spontan
sampai mengganggu tidur dan gusi nya membengkak, saat ini pasien
sudah tidak mengeluhkan rasa sakit. Pasien ingin segera dilakukan
pencabutan gigi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan obyektif disertai pemeriksaan
penunjang rontgen periapikal terdapat karies dengan kedalaman pulpa
dengan sondasi negative, perkusi dan palpasi negative, dan tes vitalitas
negative. Berdasarkan hasil pemeriksaan subyektif, obyektif dan
pemeriksaan penunjang, diagnose kasus adalah nekrosis pulpa.
Pada kasus ini pemilihan anastesi dilakukan dengan tehnik blok,
dengan cara konvensional (Fisher) untuk menganastesi nervus alveolaris
inferior dan nervus lingualis, serta tambahan anastesi infiltrasi pada
nervus bukalis.
Dengan pertimbangan sisa mahkota <1/3 servikal dan
kemungkinan akan membuat mahkota fraktur maka operator memutuskan
untuk melakukan separasi pada gigi tersebut menggunakan set bur dan
highspeed. Setelah dipastikan gigi sudah terbelah dua sampai ke
bifurkasinya maka dilakukanlah pengungkitan persisi untuk mengambil
sisi distal terlebih dahulu menggunakan forcep barulah dilanjutkan sisi
yang mesial.
Setelah gigi berhasil dikeluarkan, operator memastikan kembali di
dalam soket tersebut apakah ada tulang yang tajam, lalu dilakukan
kuretase serta diikuti dengan irigasi menggunakan larutan povidone
iodine dan saline. Operator melakukan sedikit pemijatan pada soket bekas
pencabutan tersebut barulah pasien diinstruksikan mengigit kapas yang
diberi povidone iodine kurang lebih 20 menit.
Operator meresepkan obat antibiotik Amoxicillin dan pereda nyeri
Asam Mefenamat. Tidak lupa operator melakukan komunikasi informasi
dan edukasi terkait hal-hal apa saja yang sebaiknya dilakukan dan tidak
boleh dilakukan pasca tindakan pencabutan gigi.

V. Kesimpulan
Tindakan pencabutan gigi merupakan pilihan treatment terakhir
jika kondisi gigi sudah tidak bias dipertahankan lagi. Pencabutan gigi
merupakan tindakan bedah minor dalam rongga mulut. Oleh karena itu
dalam melakukan tindakan pencabutan gigi sebaiknya operator dapat
mempertimbangan indikasi,kontra indikasi, pemilihan teknik anestesi serta
cara mengatasi komplikasi yang mungkin muncul dan juga dapat
memeperkirkan tingkat kesulitan dari pencabutan itu sendiri
Teknik separasi merupakan teknik yang biasa digunakan pada
kasus gigi akar multiple dan divergen pada kasus ini, separasi dalam
pencabutan gigi sudah dilakukan dengan baik yaitu separasi dengan bur
diamond tapered dengan handpiece highspeed dengan arah bukal lingual
untuk membelh gigi menjadi dua yaitu bagian mesial dan distal.
Selanjutnya masing-masing bagian di cabut dengan menggunakan tang
radix rahang bawah posterior. Selanjutnya dilakukan kuretase pada socke,
dilakukan penghalusan tulang yang tajam menggunakan bone file, irigasi
menggunakan larutan povidone iodine + saline.

VI. Daftar Pustaka

Choi Ryang Lee1 , Hoon Joo Yang, 2019. Alternative techniques for failure
of conventional inferior alveolar nerve block. Department of Oral and
Maxillofacial Surgery, School of Dentistry, Seoul National University,
Korea 2 Orthognathic Surgery Center, Seoul National University
Dental Hospital, Korea. J Dent Anesth Pain Med 2019;19(3):125-134.
J.G. Meechan, 1999. How to Overcome Failed Local Anasthesia. British
Dental Journal, Volume 186 , No 1. January 9 1999.
Kaiin, Harry A. Anestesi Blok Mandibula. Sub bagian Dental Anestesi,
Bagian bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran
Bandung.http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/aneste
si_blok_mandibula.pdf

Anda mungkin juga menyukai