Anda di halaman 1dari 12

TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG

SWAMEDIKASI OBAT

Hilda Suherman1), Dina Febrina2)


Program Studi Farmasi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa Purwokerto
1)
hildasuherman@shb.ac.id, 2) dinafebrina@shb.ac.id

Abstrak

Swamedikasi adalah upaya manusia untuk mengobati penyakit atau gejala penyakit ringan seperti demam,
batuk, flu, nyeri dan lain-lain tanpa resep dokter. Pada pelaksanaannya, keterbatasan pengetahuan akan obat
dan penggunaannya dapat menjadi sumber kesalahan pengobatan (medication error). Penelitian ini dilakukan
dengan metode penelitian deskriptif cross sectional. Data dikumpulkan melalui teknik pengisian kuesioner
yang telah divalidasi. Sebanyak 300 orang responden yang terlibat dalam penelitian ini dipilih dengan
metode consecutive sampling dari 3 apotek di Kota Purwokerto yang ditentukan secara proporsional sesuai
dengan populasi masingmasing apotek. Data dianalisis dengan uji Chi-square dan uji Fisher menggunakan
Statistical Product and Servicer Solution (SPSS) versi 17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien 22,6% tergolong buruk, 48% tergolong sedang, dan 29,4% tergolong baik. Penggunaan
obat swamedikasi 26,3% tidak rasional dan 73,7% rasional. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa
tingkat pengetahuan pasien tergolong sedang dengan persentase 48%. Sedangkan rasionalitas swamedikasi
tergolong rasional dengan persentase 73,7%.

Kata Kunci: Swamedikasi, Apotek, Pengetahuan, Rasionalitas penggunaan obat

Abstract
Self-medication is a human effort to treat diseases or symptoms of minor ailments such as fever, cough, flu,
pain and others without a doctor's prescription. In practice, limited knowledge of drugs and their use can be
a source of medication errors (medication error). This research was conducted with a cross sectional
descriptive research method. Data was collected through a validated questionnaire filling technique. A total
of 300 respondents involved in this study were selected by consecutive sampling method from 3 pharmacies
in the city of Purwokerto which were determined proportionally according to the population of each
pharmacy. Data were analyzed by Chi-square test and Fisher's test used Statistical Product and Servicer
Solution (SPSS) version 17. The results showed that the patient's knowledge level was 22.6% classified as
poor, 48% classified as moderate, and 29.4% classified as good. The use of self-medication is 26.3%
irrational and 73.7% rational. Based on the results of the study, it was found that the patient's level of
knowledge was classified as moderate with a percentage of 48%. While self-administered rationality is
classified as rational with a percentage of 73.7%.

Keywords: Self-medication, Pharmacy, Knowledge, Rationality of drug use

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


82
PENDAHULUAN kesehatan (Gupta, et al., 2011; Hermawati,
Pengobatan sendiri (self medication) 2012).
merupakan upaya yang paling banyak Swamedikasi harus dilakukan sesuai
dilakukan masyarakat untuk mengatasi dengan penyakit yang dialami,
keluhan atau gejala penyakit sebelum pelaksanaannya sedapat mungkin harus
mereka memutuskan mencari pertolongan memenuhi kriteria penggunaan obat yang
ke pusat pelayanan kesehatan/petugas rasional. Kriteria obat rasional antara lain
kesehatan (Depkes RI, 2008). Mengobati ketepatan pemilihan obat, ketepatan dosis
diri sendiri atau yang lebih dikenal dengan obat, tidak adanya efek samping, tidak
swamedikasi berarti mengobati segala adanya kontraindikasi, tidak adanya
keluhan dengan obat-obatan yang dapat interaksi obat, dan tidak adanya polifarmasi
dibeli bebas di apotek atau toko obat (Muharni, 2015).
dengan inisiatif atau kesadaran diri sendiri Sampai saat ini di tengah masyarakat
tanpa nasehat dokter (Muharni, 2015). seringkali dijumpai berbagai masalah dalam
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar penggunaan obat. Diantaranya ialah
(Riskesdas) 2013, 35,2% rumah tangga kurangnya pemahaman tentang penggunaan
menyimpan obat untuk swamedikasi obat tepat dan rasional, penggunaan obat
(Kemenkes RI, 2015). bebas secara berlebihan, serta kurangnya
Swamedikasi biasanya dilakukan untuk pemahaman tentang cara menyimpan dan
mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit membuang obat dengan benar. Sedangkan
ringan yang banyak dialami masyarakat, tenaga kesehatan masih dirasakan kurang
seperti demam, nyeri, pusing, batuk, memberikan informasi yang memadai
influenza, sakit maag, kecacingan, diare, tentang penggunaan obat (Kemenkes RI,
penyakit kulit dan lain-lain (Depkes RI, 2015). Oleh karena itu, sebagai pelaku self-
2006). Salah satu penyebab tingginya medication harus mampu mengetahui jenis
tingkat swamedikasi adalah perkembangan obat yang diperlukan, kegunaan dari tiap
teknologi informasi via internet. Alasan lain obat, menggunakan obat dengan benar
adalah karena semakin mahalnya biaya (cara, aturan pakai, lama pemakaian),
pengobatan ke dokter, tidak cukupnya mengetahui efek samping obat yang
waktu yang dimiliki untuk berobat, atau digunakan dan siapa yang tidak boleh
kurangnya akses ke fasilitas–fasilitas menggunakan obat tersebut (Depkes RI,

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


83
2008). Secara umum keterampilan PIO C. Populasi dan Sampel
apoteker dalam swamedikasi sakit kepala 1. Populasi
dan flu ini bertujuan untuk memberian Pada penelitian ini populasi yang
informasi kepada pasien bagaimana cara digunakan adalah semua pasien
swamedikasi obat atas kesadaran diri swamedikasi berusia 18 – 60 tahun
sendiri tanpa nasehat dokter. dari tiga apotek di Kota Purwokerto.
2. Sampel
METODOLOGI
Sampel dalam penelitian ini adalah
A. Jenis Penelitian
pasien swamedikasi berusia 18 – 60
Penelitian ini merupakan penelitian
tahun dari tiga apotek di Kota
deskriptif yang menggambarkan
Purwekerto yang memenuhi kriteria
fenomena yang diteliti yang terjadi di
inklusi. Pengambilan sampel
dalam suatu populasi tertentu,
dilakukan dengan metode consecutive
menggunakan desain pendekatan cross-
sampling sampai jumlah sampel yang
sectional (Swarjana,2012).
dibutuhkan terpenuhi serta
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
berdasarkan waktu pengumpulan data
1. Lokasi penelitian
yang tersedia (Swarjana, 2012).
Penelitian ini dilaksanakan di tiga
Kriteria inklusi :
apotek di Kota Purwokerto. Apotek
a. pasien yang datang ke apotek untuk
dipilih berdasarkan lokasi yang
melakukan swamedikasi.
strategis dan pemilik apotek yang
b. pasien berumur 18 – 60 tahun.
bersedia memberikan izin untuk
c. pasien yang dapat berkomunikasi
dilakukannya penelitian.
dengan baik.
2. Waktu penelitian
Kriteria eksklusi :
Penelitian ini dilaksanakan pada
a. pasien yang tidak bersedia bekerja
bulan September 2018 dari jam
sama dalam penelitian ini.
09.00 s/d 21.00 WIB di tiga apotek
D. Pengambilan Data
di Kota Purwokerto.
Sumber data dalam penelitian ini yaitu
data primer yang diperoleh secara
langsung dari responden melalui
pengisian kuesioner. Kuesioner dalam

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


84
penelitian ini terdiri dari 4 bagian, yaitu mendapatkan gambaran distribusi
bagian pendahuluan untuk mengetahui: frekuensi karakteristik demografi dan
apakah pasien pernah menggunakan variabel lain. Analisis bivariat,
obat swamedikasi, bagian pengetahuan digunakan untuk mengetahui hubungan
swamedikasi bertujuan untuk sosiodemografi dengan tingkat
mengetahui tingkat pengetahuan pasien pengetahuan tentang swamedikasi dan
tentang swamedikasi, bagian rasionalitas swamedikasi menggunakan
rasionalitas swamedikasi bertujuan uji chi-square dan fisher.
untuk mengetahui rasionalitas obat
HASIL DAN PEMBAHASAN
swamedikasi yang digunakan
A. Karakteristik Responden
responden dan bagian data demografi
Sebanyak 300 responden
responden yang bertujuan untuk
yang berasal dari tiga apotek di Kota
mengetahui karakteristik responden.
Purwokerto yang terlibat dalam
Kuesioner yang digunakan sebelumnya
penelitian ini, 100 responden berasal
dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
dari apotek A, 113 responden berasal
dari apotek B, dan 87 responden
E. Analisis Data
berasal dari apotek C. Berdasarkan
Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 3
hasil penelitian ini, responden
kategori yaitu tingkat pengetahuan baik
didominasi oleh perempuan (64%)
(skor <60%), sedang (skor 60%-80%)
dengan golongan umur 29-39 tahun
dan buruk (skor >80%). Sedangkan
(31,4%) dan mayoritas pendidikan
rasionalitas dikategorikan menjadi 2
terakhir adalah SMA (55,4%) dengan
yaitu rasional jika memenuhi enam
kategori pekerjaan yang paling banyak
kriteria ketepatan pengobatan sendiri
adalah ibu rumah tangga (34,6%). Data
dan tidak rasional jika tidak memenuhi
lengkap dapat dilihat pada Tabel 1
enam kriteria ketepatan pengobatan
sendiri. Dilakukan pengolahan data
menggunakan SPSS. Analisis data
dilakukan melalui 2 tahap, yaitu analisis
univariat, digunakan untuk

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


85
Tabel 1. Karakteristik Sosiodemografi Seluruh Responden
Variabel Jumlah (N) (300) Persentase (%)
Umur
a.18-28 tahun 90 30,9
b.29-39 tahun 100 31,4
c.40-49 tahun 65 20,3
d.50-60 tahun 45 17,4
Jenis kelamin
a. Laki-laki 100 36
b. Perempuan 200 64
Pendidikan
Terakhir 3 0,9
a. Tidak tamat SD 32 10,6
b. SD 65 17,4
c. SMP 150 55,4
d. SMA 50 15,7
e. Perguruan Tinggi
Pekerjaan
a. Tidak/belum 21 6
bekerja 28 10,9
b. Karyawan 4 1,1
c. Guru 35 10
d. Mahasiswa 1 0,3
e. Tenaga 211 71,7
Kesehatan
f. Lainnya
Total 300 100

B. Sumber Informasi dan Tempat menunjukkan bahwa mayoritas


Memperoleh Obat Swamedikasi responden melakukan pengobatan
1. Sumber informasi memperoleh obat sendiri karena pengalaman penggunaan
swamedikasi obat pribadi/keluarga (Harahap, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
diketahui bahwa mayoritas responden
melakukan swamedikasi berdasarkan
pengalaman pribadi/keluarga (38,9%).
Data lengkap dapat dilihat pada
Gambar.1. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian terdahulu yang

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


86
0% Iklan

19,7% Pengalaman Pribadi


24,9 % Petugas Kesehatan
16,5%% Saran dari Orang Lain
Lainnya

38,9 %

Gambar 1 Sumber Informasi Memperoleh Obat Swamedikasi


2. Tempat memperoleh obat dari warung (27,4%), supermarket
swamedikasi (3,7%). Data lengkap dapat dilihat pada
Berdasarkan hasil penelitian ini Gambar 4.2. Hasil penelitian ini sejalan
dapat diketahui bahwa persentase dengan penelitian terdahulu yang
terbanyak responden memperoleh obat menunjukkan bahwa mayoritas
tanpa resep dokter yang digunakan yaitu responden memperoleh obat tanpa resep
dari apotek (68,9%) dikarenakan banyak dari apotek (Mellina, 2016). Hal ini
responden beranggapan bahwa di apotek dikarenakan bahwa obat-obat yang dijual
adalah tempat yang tepat untuk di apotek lebih dapat dipercaya mutu dan
memperoleh obat yang terjamin keasliannya, sehingga apotek lebih
kualitasnya dan banyak jenis obat yang dipilih sebagai tempat pembelian obat
dapat diperoleh. Selain apotek responden (Hermawati, 2012).
juga memperoleh obat yang digunakan
0% Apotek
3,7% Warung
27,4%
Supermarket
Lainnya
68,9%

Gambar 2 Tempat Memperoleh Obat Swamedikasi

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


87
C. Tingkat Pengetahuan Responden responden di tiga apotek Kota
tentang Swamedikasi Purwokerto tergolong sedang (48%).
Berdasarkan hasil penilaian yang Data lengkap dapat dilihat pada Tabel
dilakukan dapat diketahui bahwa 2.
mayoritas tingkat pengetahuan
Tabel 2. Frekuensi Tingkat Pengetahuan Seluruh Responden
Kriteria Frekuensi Persentase (%)
Buruk 69 22,6
Sedang 138 48
Baik 93 29,4
Total 350 100
Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan di
penelitian di Kecamatan Cimanggis Kecamatan Medan Marelan yang
(Depok) dan Kota Panyabungan yang menunjukkan mayoritas tingkat
menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pengetahuan pasien swamedikasi
pengetahuan pasien swamedikasi tergolong buruk (Mellina, 2016). Data
tergolong sedang (Hermawati, 2012; lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.
Harahap, 2015). Namun berbeda
Tabel 3. Distribusi Pengetahuan Responden tentang Swamedikasi
No Soal Jawaban
Benar (%) Salah (%) Tidak tahu (%)
1. Definisi Swamedikasi 144 (52,6) 40 (11,4) 116 (36)
2. Logo obat-obatan 152 (52) 39 (14) 109 (34)
3. Perbedaan obat batuk 257 (87,7) 15 (4,3) 28 (8)
kering dan batuk
berdahak
4. Aturan pakai obat 270 (77,1) 41 (14,6) 19 (8,3)
5. Defenisi aturan pakai 146 (47,4) 112 (37,7) 42 (14,9)
3x sehari
6. Pengertian indikasi obat 207 (64,9) 11 (6) 82 (29,1)
7. Pengertian 169 (56,9) 35 (10) 96 (33,1)
kontraindikasi obat
8. Pengertian efek 243 (78) 43 (15,1) 14 (6,9)
samping obat
9. Pengertian interaksi 107 (36,3) 55 (18,6) 138 (45,1)
obat
10. Aturan penyimpanan 252 (83,4) 35 (12,9) 13 (3,7)
obat

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


88
Berdasarkan jawaban dari seluruh D. Rasionalitas Penggunaan Obat dalam
responden dapat disimpulkan bahwa Swamedikasi
sebagian besar pertanyaan yang diberikan Berdasarkan hasil penilaian
tidak dapat dijawab dengan benar oleh mengenai rasionalitas penggunaan obat,
responden. Mayoritas responden menjawab dapat disimpulkan bahwa mayoritas
dengan baik mengenai perbedaan antara responden yang melakukan
obat batuk kering dengan obat batuk swamedikasi di tiga apotek Kota
berdahak (87,7%). Tetapi responden paling Purwokerto menggunakan obat secara
sedikit menjawab pertanyaan dengan baik rasional (73,7%). Data lengkap dapat
mengenai interaksi obat (36,3%). Hal ini dilihat pada Tabel 4.
dapat disebabkan karena kurangnya
pemahaman tentang obat-obatan
(Kemenkes RI, 2015).
Tabel 4. Frekuensi Rasionalitas Penggunaan Obat Swamedikasi
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tidak rasional 82 26,3
Rasional 218 73,7
Total 350 100

Berdasarkan hasil penilaian pada samping obat (18,9%). Data lengkap


setiap kriteria rasionalitas, tidak dapat dilihat pada Tabel 5
rasionalnya penggunaan obat paling .
banyak disebabkan oleh adanya efek

Tabel 5. Distribusi Status Penilaian Untuk Setiap Kriteria Rasionalitas


Kriteria Status Jumlah Persentase (%)
Ketepatan pemilihan Tidak tepat 5 1,4
obat Tepat 295 98,6
Ketepatan dosis obat Tidak tepat 20 5,7
Tepat 280 94,3
Efek samping obat Ada 46 18,9
Tidak ada 254 81,1
Kontraindikasi Ada 6 1,7

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


89
Tidak ada 294 98,3
Interaksi obat Ada 0 0
Tidak ada 300 100
Polifarmasi Ada 6 1,7
Tidak ada 294 98,3

Hasil penelitian ini sejalan dengan sampingobat. Dengan begitu, mereka


penelitian yang dilakukan di dapat segera menanggulanginya jika
Kecamatan Cimanggis (Depok) yang ternyata efek tersebut merugikan diri
menunjukkan bahwa tidak rasionalnya mereka (Depker RI, 2008).
penggunaan obat paling banyak Namun hal ini tidak sejalan dengan
disebabkan oleh adanya efek samping penelitian yang dilakukan di Kota
yang mengganggu pada penggunaan Panyabungan dan Kecamatan Medan
obat responden meskipun pada dosis Marelan yang menunjukkan bahwa
normal. Efek samping obat memang tidak rasionalnya penggunaan obat
diakui dirasakan oleh beberapa paling banyak disebabkan oleh
responden pada penggunaan obat-obat ketidaktepatan penggunaan dosis obat
Over The Counter (OTC). Meskipun (Harahap, 2015; Mellina, 2016).
begitu, banyak pula dari mereka yang Ketidaktepatan pemilihan obat
tidak menyadari, apakah reaksi yang dalam penelitian ini yaitu
dirasakan merupakan suatu efek ketidaksesuaian indikasi obat yang
samping atau bukan. Hal tersebut dipilih dengan keluhan pasien seperti
diasumsikan sebagai salah satu bentuk antibiotik untuk keluhan penyakit pegal
ketidakwaspadaan reponden terhadap atau capek, demam kurang dari 3 hari,
efek samping dari obat yang dan lambung, menggunakan obat flu
digunakannya (Hermawati, 2012). untuk keluhan sakit kepala. Perlu
Seorang pelaku swamedikasi diingat bahwa obat juga memiliki efek
seharusnya mengetahui efek samping yang tidak diinginkan. Bentuk
obat yang digunakan sehingga dapat kesalahan misalnya seseorang sakit
memperkirakan apakah suatu keluhan kepala, tapi yang diminum obat flu.
yang timbul kemudian merupakan Memang kebanyakan obat flu
suatu penyakit baru atau efek mengandung obat sakit kepala, tapi

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


90
obat flu juga mengandung obat-obat kandungan obat atau zat aktifnya sama
lainnya. Ibarat membunuh satu atau hampir sama (Widodo, 2004). Hal
penjahat yang sebenarnya hanya perlu tersebut dapat mengakibatkan
satu peluru, tetapi dilakukan dengan polifarmasi jika tidak diperhatikan
granat, penjahat itu mati, tetapi seperti penggunaan Panadol dengan
kerusakan yang ditimbulkan juga lebih Sanmol yang memiliki kandungan
banyak (Widodo, 2004). serupa yaitu Parasetamol 500 mg.
Ketidaktepatan dosis obat dalam
penelitian ini meliputi dosis sekali KESIMPULAN
pakai dan cara penggunaan obat. Hal 1. Tingkat pengetahuan pasien tentang

ini dapat disebabkan karena responden swamedikasi di tiga apotek

hanya fokus pada pengalaman pribadi Kecamatan Medan Sunggal,

atau keluarga dan mengesampingkan mayoritasnya adalah tingkat

informasi yang ada tentang pengetahuan tergolong sedang

pengobatan. Kasus lain responden (48%).

menggunakan antibiotik tidak sampai 2. Rasionalitas swamedikasi pasien di

habis, hal ini dapat menimbulkan tiga apotek Kecamatan Medan

masalah obat tidak manjur, kepekaan Sunggal yaitu tergolong rasional

berlebihan setelah digunakan secara (73,7%).

lokal, resistensi (bakteri menjadi kebal


SARAN
dan tidak dapat dibunuh lagi dengan
1. Dinas Kesehatan Kota Purwokerto
obat tersebut), terjadi infeksi lain
perlu memberikan promosi mengenai
(sekunder) (Widodo, 2004).
cara memilih dan menggunakan obat
Pemilihan obat bermerek yang
dengan benar dan tepat.
digunakan bersamaan juga harus
2. Diharapkan kepada mahasiswa
memperhatikan kandungannya karena
farmasi ataupun tenaga kesehatan
obat bermerek dapat mengandung lebih
lainnya agar lebih aktif dalam
dari satu macam obat. Pada sebagian
melakukan penyuluhan kepada
obat, pabrik obat diperbolehkan
masyarakat tentang pengetahuan
membuat obat dengan merek masing-
swamedikasi.
masing walaupun sebenarnya macam

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


91
3. Diharapkan kepada masyarakat agar Gupta, P., Bobhate, P., dan Shrivastava, S.
(2011). Determinants of Self
lebih mencari informasi tentang
Medication Practices in an Urban
obat-obatan dari sumber yang dapat Slum Community. Asian Journal
Pharmaceutical and Clinical
dipercaya khususnya petugas
Research. 4(3): 54-57.
kesehatan. Harahap, N. A. (2015). Tingkat
Pengetahuan dan Rasionalitas
4. Pada penelitian selanjutnya
Swamedikasi di Tiga Apotek Kota
diharapkan agar peneliti dapat Panyabungan. Skripsi. Medan:
Fakultas Farmasi Universitas
menambahkan faktor-faktor yang
Sumatera Utara.
dapat mempengaruhi tingkat Hermawati, D. (2012). Pengaruh Edukasi
Terhadap Tingkat Pengetahuan dan
pengetahuan dan rasionalitas
Rasionalitas Penggunaan Obat
swamedikasi seperti sikap dan Swamedikasi Pengunjung di Dua
Apotek Kecamatan Cimanggis,
penghasilan responden.
Depok. Skripsi. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA Alam Program Studi Farmasi UI.
Kemenkes RI. (2015). Pemahaman
Anief. (1997). Apa yang Perlu Diketahui Masyarakat Akan Penggunaan Obat Masih
tentang Obat. Yogyakarta: Gajah Mada Rendah. Jakarta: Pusat Komunikasi
University Press. Publik.
Badan Pusat Statistik. (2015). Medan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
Sunggal dalam Angka 2015. Medan: Badan 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat
Pusat Statistik Kota Medan. Wajib Apotek. Jakarta: Departemen
Bogadenta, A. (2012). Manajemen Kesehatan RI.
Pengelolaan Apotek. Yogyakarta: D- Keputusan Menteri Kesehatan
Medika. 1176/MENKES/SK/X/1999 tentang
Hal. 18-19. Daftar Obat Wajib Apotek No.3.
Depkes RI. (2006). Pedoman Penggunaan Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Obat Bebas dan Terbatas. Jakarta: Khomsan, A. (2000). Teknik Pengukuran
Departemen Kesehatan Republik Pengetahuan Gizi. Bogor:
Indonesia. Hal. 8, 22-37, 31-35, 38-41, Departemen
47-50. Gizi dan Sumber daya Keluarga,
Depkes RI. (2008). Materi Pelatihan Fakultas Pertanian IPB. Hal. 11.
Peningkatan Pengetahuan dan Universitas Sumatera Utara
Keterampilan Memilih Obat Bagi Kristina, S., Prabandari, Y., dan
Tenaga Kesehatan. Jakarta: Sudjaswadi, R. (2008). Perilaku
Departemen Kesehatan Republik Pengobatan Sendiri Yang Rasional
Indonesia. Hal. 0, 6-8, 9, 10. Pada Masyarakat. Majalah Farmasi
Garofalo, L., Gabriella D. G., dan Italo, F. Indonesia. Yogyakarta: Fakultas
A. (2015). Self Medication Practice Farmasi. Universitas Gajah Mada.
among Parents in Italy. Biomed 19(1): 32-40.
Research International. Hal. 1-8.

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


92
Lapau, B. (2012). Metode Penelitian Peraturan Menteri Kesehatan
Kesehatan: Metode Ilmiah 925/MENKES/PER/X/1993 tentang
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Daftar Perubahan Golongan Obat
Disertasi. Edisi Revisi. Jakarta: No.1. Jakarta: Departemen
Pustaka Obor Indonesia. Hal. 42. Kesehatan RI.
Lwanga, S. K., dan Lameshow, S. (1991). Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 Tahun
Sampel Size Determination in Health 2017 tentang Apotek. Jakarta:
Studies. Geneva: World Health Departemen Kesehatan RI. PP RI
Organization. Hal. 25. No 51. (2009). Tentang Pekerjaan
Mellina, I. (2016). Tingkat Pengetahuan Kefarmasian. Jakarta. Hal. 1-3.
Pasien dan Rasionalitas Swamedikasi di Simamora, B. (2008). Panduan Riset
Empat Apotek Kecamatan Medan Perilaku Konsumen. Jakarta:
Marelan. Skripsi. Medan: Fakultas Gramedia Pustaka Utama. Hal. 59.
Farmasi Universitas Sumatera Supardi, S., dan Susyanty, A. L. (2010).
Utara. Penggunaan Obat Tradisional
Menkes RI. (2016). Peraturan Menteri Dalam Upaya Pengobatan Sendiri
Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang Di Indonesia (Analisis Data Susenas
Standar Pelayanan Kefarmasian di Tahun Universitas Sumatera Utara
Apotek. Jakarta: Departemen 2007). Buletin Penelitian
Kesehatan RI. Kesehatan. Jakarta: Pusat Penelitian
Mubarak, W. I., dkk. (2007). Promosi dan Pengembangan Sistem dan
Kesehatan: Sebuah Pengantar Kebijakan Kesehatan. 38(2): 80-89.
Proses Belajar Mengajar dalam Swarjana, I. K. (2012). Metodologi
Pendidikan. Yogyakarta: Graha Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV
Ilmu. Hal. 83-84. Andi
Muharni, S., Fina, A., dan Maysharah, M. Offset. Hal. 51, 102.
(2015). Gambaran Tenaga Talawo, D. P. (2014). Pengaruh Leaflet
Kefarmasian dalam Memberikan Terhadap Tingkat Pengetahuan
Informasi Kepada Pelaku Penggunaan Obat Swamedikasi Di
Swamedikasi di ApotekApotek Desa Tingkohubu Timur Kecamatan
Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Suwawa. Jurnal Penelitian
Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Farmasi. Gorontalo: Fakultas
2(1): 47-53. Farmasi Universitas Negeri
Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Gorontalo. Hal. 1-12.
Masyarakat: Prinsip-Prinsip Dasar. Trihendradi, C. (2011). Langkah Mudah
Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 127-130. Melakukan Analisis Statistik
Peraturan Menteri Kesehatan Menggunakan SPSS 19.
919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Yogyakarta: Penerbit Andi. Hal.
Obat yang 145-147, 215217.
Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Zeenot, S. (2013). Pengelolaan dan
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Penggunaan Obat Wajib Apotek.
Peraturan Menteri Kesehatan Jogjakarta: D-Medika. Hal. 109-
924/MENKES/PER/X/1993 tentang 112, 139 dan 143.
Daftar Obat Wajib Apotek No.2.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Viva Medika | EDISI KHUSUS/SERI 2/ FEBRUARI/2018


93

Anda mungkin juga menyukai