Sambungan Bab 2
Sambungan Bab 2
Bentuk virus ada yang berbentuk bulat, oval, memanjang, silindris, dan
ada juga yang berbentuk T. Ukuran Virus sangat kecil, hanya dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop electron. Ukurannya berkisar dari 0,02
mikrometer sampai 0,3 mikrometer (Damara D, 2017).
Susunan Tubuh
1. Kapsid
Kapsid adalah lapisan pembungkus tubuh virus yang tersusun atas
protein. Kapsid terdiri dari sejumlah kapsomer yang terikar satu sama lain.
Fungsi kapsid yaitu :
Memberi bentuk virus
Pelindung dari kondisi lingkungan yang merugikan
Mempermudah penempelan pada proses penembusan ke dalam sel
6
2. Isi
Terdapat di sebelah dalam kapsid berupa materi genetik/ molekul
pembawa sifat keturunan yaitu DNA atau RNA. Virus hanya memiliki
satu asam nukleat saja yaitu satu DNA/ satu RNA saja.
3. Kepala
Kepala virus berisi DNA, RNA dan diselubungi oleh kapsid. Kapsid
tersusun oleh satu unit protein yang disebut kapsomer.
4. Ekor
Serabut ekor adalah bagian yang berupa jarum dan berfungsi untuk
menempelkan tubuh virus pada sel inang. Ekor ini melekat pada kepala
kapsid (Damara D, 2017).
(Campbell, 2006)
12
REPLIKASI VIRUS
b. Fase Penetrasi
Meskipun tidak memilki enzim untuk metabolisme, bakteriofage memiliki
enzim lisosom yang berfungsi merusak dinding sel bakteri. Setelah dinding
sel bakteri terhidrolisi, maka DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.
c. Fase Replikasi dan Sintesis
Pada fase ini, fage merusak DNA bakteri dan menggunakannya sebagai
bahan untuk replikasi dan sintesis.Pada fase replikasi, fage menyusun dan
memperbanyak DNAnya. Pada fase sintesis, fage membentuk selubung-
selubung protein (kapsid) baru. Bagian-bagian fage yang terdiri dari kepala,
ekor dan serabut ekor telah terbentuk.
d. Fase Perakitan
Komponen-komponen fage akan disusun membentuk fage baru yang
lengkap dengan molekul DNA dan kapsidnya.
e. Fase Pembebasan atau lisis
Setelah fage dewasa, sel bakteri akan pecah (lisis), sehingga fage yang baru
akan keluar. Jumlah virus baru ini dapat mencapai 200 buah. Pembentukkan
partikel bakteriofage melalui siklus litik ini memerlukan waktu 20 menit.
2. Infeksi secara lisogenik
Infeksi secara lisogenik melalui fase-fase berikut ini:
a. Fase Absorpsi dan Infeksi
Pada fase absrpsi dan infeksi peristiwa yang terjadi sam halnya dengan fase
absropsi pada infeksi secara litik. Fage menempel di tempat yang tepat yang
spesifik pada sel bakteri.
b. Fase Penetrasi
Pada fase ini, fage melepas enzim lisozim sehingga dinding sel bakteri
berlubang. Selanjutnya, DNA fage masuk ke dalam sel bakteri.
c. Fase Penggabungan
DNA virus bergabung dengan DNA bakteri membentuk profage. Dalam
bentuk profage, sebagian besar gen berada dalam fase tidak aktif, tetapi
sedikitnya ada satu gen yang selalu aktif. Gen aktif berfungsi untuk
mengkode protein reseptor yang berfungsi menjaga agar sebagian gen
profage tidak aktif.
14
d. Fase Replikasi
Saat profage akan bereplikasi, itu artinya DNA fage juga turut bereplikasi.
Kemudian ketika bakteri membelah diri, bakteri menghasilkan dua sel
anakan yang masing-masing mengandung profage. DNA fage (dalam
profage) akan terus bertambah banyak jika sel bakteri terus menerus
membelah. Bakteri lisogenik dapat diinduksi untuk mengaktifkan
profagenya. Pengaktifan ini mengakibatkan terjadinya siklus litik.
(Fifendy,2017)
sel terinfeksi, berasal dari gen NP, terletak paling dekat dengan ujung 3’
genom, sedangkan yang lebih sedikit berasal dari gen L, terletak di ujung
5’.
Protein virus disintesis di dalam sitoplasma dan jumlah masing-
masing produk gen berkaitan dengan kadar transkrip mRNA dari gen
tersebut. Glikoprotein virus disintesis dan mengalami glikosilasi di dalam
jalur sekresi.
Kompleks protein polymerase virus (protein P dan L) juga
berperan untuk replikasi genom virus. Untuk berhasil menyintesis cetakan
antigenom rantai positif intermedia, kompleks polymerase harus
mengabaikan sinyal terminasi yang tersebar pada perbatasan gen. seluruh
panjang genom progeny dikopi dari cetakan antigenom.
Genom paramiksovirus yang tidak bersegmen meniadakan
kemungkinan penyusunan ulang segmen gen (yaitu, genetic reassortment)
sehingga penting bagi perjalanan alamiah virus influenza. Protein
permukaan HN dan F paramiksovirus menunjukkan variasi genetic yang
minimal dalam jangka waktu yang lama. Mengejutkan bahwa virus
tersebut tidak mengalami antigenic drift akibat mutasi yang terjadi saat
replikasi, karena RNA polymerase rentan terhadap terjadinya kesalahan.
Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa hamper semua asam amino
di dalam struktur primer glikoprotein paramiksovirus dapat terlibat di
dalam peran pembentukan atau fungsional, meninggalkan kesempatan
yang kecil untuk substitusi yang secara jelas tidak akan menghilangkan
viabilitas virus.
C. MATURASI
Virus matang dengan membentuk tonjolan dari permukaan sel.
Nukleokapsid progeni terbentuk di dalam sitoplasma dan bermigrasi ke
permukaan sel. Mereka ditarik ke suatu tempat di membrane plasma yang
bertaburan duri glikoprotein HN dan F0 virus. Protein M penting untuk
oembentukan partikel, mungkin membentuk hubungan antarac selubung
16
hari ke-11 sampai hari ke14, virus ada di darah, saluran pernapasan, dan
organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai berkurang.
Selama infeksi, virus bereplikasi di sel-sel endotelial, sel-sel epitel, monosit,
dan makrofag.(Halim,2017)
Deteksi Antigen
Antigen campak dapat dideteksi langsung pada sel epitel dalam secret
respirasi dan urine. Antibodi terhadap nucleoprotein bermanfaat karena
merupakan protein virus yang paling banyakditemukanpadasel yang
terinfeksi.
Serologi
Pemastian infeksi campak secara serologis bergantung pada
peningkatan titer antibody empat kali lipat antara serum fase-akut dan
fase konvalensi atau terlihatnya antibody IgM spesifik campak di dalam
specimen serum tunggal yang diambilantara 1 dan 2 minggu setelah
awitan ruam. ELISA, uji HI, dan tes Nt semuanya dapat digunakan
untuk mengukur antibody campak, walaupun ELISA merupakanmetode
yang paling praktis.
Bagian utama respons imun ditujukan untuk melawan
nucleoprotein virus. Pasien dengan panen sefalitis sklerosasubakute
menunjukan respons antibody yang berlebihan, dengan titer 10 hingga
23
100 kali lipat lebih tinggi dari pada peningkatan titer yang terlihat
didalam serum konvalensi yang khas. (Jawetz, 2006)