Anda di halaman 1dari 22

Blog SulistiaChaerunnisa


Senin, 28 November 2016
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Eliminasi Urine
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Infeksi saluran kemih adalah suatu istilah umum yang dipakai untuk mengatakan adanya invasi
mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001)

Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari semua umur baik
pada anak-anak remaja, dewasa maupun pada usia lanjut akan tetapi, dari dua jenis kelamin
ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5 – 15%.

Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari seluruh perkemihan yang disebabkan oleh bakteri
terutama scherichia coli ; resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks
vesikouretal, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen uretral baru,
septikemia. ( Susan Martin Tucker, dkk, 1998)

Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari
uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra dan jauhnya jarak antara uretra
dari rektum pada pria dan adanya bakterisdal dalam cairan prostatik melindungi pria dari infeksi
traktus urinarius. Akbitnya UTI pada pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini
menunjukkan adanya abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.

1.2  Tujuan
1.      Tujuan Umum
Memberikan gambaran tentang perawatan pada saat eliminasi urine sesuai dengan tujuan dan tata
prosedur pelaksanaan.

2.      Tujuan Khusus


a.       Mengetahui faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih.
b.      Mengetahui sifat urine normal.
c.       Mengetahui masalah dalam eliminasi urine.
d.      Mengetahui cara mengatasi masalah dalam eliminasi urine.
e.       Mampu melaksanakan tindakan perawatan eliminasi urine sesuai dengan prosedur
pelaksanaan.

  BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1  Konsep Dasar Eliminasi urine
Eliminasi urine merupakan cairan yang dikeluarkan dari ginjal sebagai hasil filtrasi dari plasma
darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi, hanya  1 – 2 liter
saja yang dapat berupa urine, sebagai besar hasil filtrasi akan diserap kembali di tubulus ginjal
untuk dimanfaatkan  oleh tubuh.
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini terjadi dua
langkah utama yaitu: kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua, tinbul refleks saraf
yang disebut refleks miksi (refleks perkemih) yang berusah mengosongkan kandung kemih atau
jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.meskipun
refleks miksi adalah refleks outonomik medula spimalis, refleks ini bisa juga dihambat atau
ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
2.2 Anatomi Sistem Perkemihan
A.    Ginjal
Ginjal pada orang dewasa memilkiki panjang kira-kira 11cm, lebar 5 – 7,5cm, tebal 2,5cm, dan
berat sekitar 150 gram. Organ ginjal berbentuk kurva yang gerletak diarea retroperitoneal, pada
bagian belakang dinding abdomen disamping depan vertebra, setinggi torakal ke-12 sampai
lumbal ke-3. Ginjal disokong oleh jaringan adiposa dan jaringan penyokong yang disebut
fasiagerota, serta dibungkus oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan ginjal,
pemblu darah,dan klenjar adrenal terhadap adanya trauma. Ginjal terdiri atas tiga ruang, yaitu:
korteks, medula, dan pelvis.
1.      Korteks, merupakan bagian paling luar ginjal, terletak dibawah kapsula fibrosa sampai
dengan lapisan  medula, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari satu juta. Semua
glomerulus berada dikorteks dan 90% aliran darah menuju korteks .
2.      Medula, terdiri atas saluran-saluran atau duktus mengumpul yang disebut piramida ginjal
yang tersusun antara 8 – 18 buah.
3.      Pelvis, merupakan area yang terdiri atas kaliks minor yang kemudian bergabug menjadi
kaliks mayor. Empat sampai lima minor bergabung menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga
kaliks mayor bergabung menjadi pelpis ginjal yang berhubungan dengan uretr bagian proksimal

1.      Nefron merupakan unit fungsional ginjal, dimana pada masing-masig ginjal terdiri atas satu
sampai empat juta nefron. Nefron terdiri atas komponen faskular dan tubular. Komponen akular
atau pembulu darah kapiler diantaranya adalah anteriola aferen, glomerulus, ateriola everns, dan
kapiler peritubular. Komponen tubular merupakan penampung hasil filtrasi dari glomerus, terdiri
atas kapsula baumen tubulus kontrulus proksimal, ansa henle, tubulus kontortus distal, serta
tubulus dan duktus pengumpul . salah satu komponen penting nevron adalah glomelorusyang
merupakan cabang dari arteriola eferen yang membentuk anyaman-anyaman kapiler. Didalam
glomerulus bila terjadi proses filtrasi.
2.      Fungsi ginjal
Ginjal merupakan organ yang penting dalam proses keseimbangan cairan tubuh dan sebagai organ
sekresi dari zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan lagi. Berikut adalah beberpa fungsi ginjal .
1.      Pengaturan volume dan kompsisi darah. Ginjal berperan  dalam pengaturan volume darh dan
komposisi darah melalui mekanisme pembuangan atau sekresi cairan. Misalnyajika intake cairan
melebihi kebutuhan, maka ginjal akan membuang lebih banyak Ciaran yang keluar dalam bentuk
urine, sebaliknya jika kekurangan cairan, maka ginjal akan mempertahankan  cairan yang keluar
dengan sedikit urine yang dikeluarkan. Jumlah cairan yang keluar dan dipertahankan tubuh
berpengaruh terhadap pengeceran dan pemekatan darah serta volume darah. Didalam ginjal juga
diproduksi hormon eritropoiettin yang dapat menstimulasi pembentukan sel darah merah. Pada
kondisi kekurangan darah, anemia, atau hipoksia maka akan lebih banyak diproduksi eritropoietin
untuk memperbanyak produksi sel darah merah.
2.      Pengaturan jumlah dan konsentrasi elektrolit pada cairan ekstrasel, seperti natrium,klorida,
bikarbonat, kalsium, magnesium, fosfat dan hidrogen konsetrasi elektrolit ini memepengaruhi
pergerakan cairan intrasel dan ekstarasel. Bila terjadi pemasukan dan kehilangan ion-ion tersebut,
maka ginjal akan meningkatkan atau mengurangi sekresi ion-ion penting tersebut.
3.      Membantu mempertahankan keseimbangan asa basa (pH) darah. Pengendalian asam basa
darah oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urine asam atau basa melalui pengeluaran ion hidrogen
atau bikarbonat dalam urine.
4.      Pengaturan tekanan darah. Ginjal berepran dalam pengaturan tekanan darah dengan
menyekresi enzim renin yang mengaktifkan jalur renin-angiotensin dan mengakibatkan perubahan
vasokonstriksi atau vasodilatasi pembulu darah sehingga dapat meningkatkan tekanan darah atau
menurnkan tekanan darah.
5.      Pengeluaran dan pembersih hasil metabolisme tubuh, seperti urea, asam urat, dan kreatinin
yang jika tidak dikeluarkan dapat bersifat toksik khususnya pada otak
6.      Pengeluaran komponen-komponen asing seperti pengeluaran obat, pestisida, dan zat-zat
berbahaya lainnya

Berdasarkan fungsi-fungsi di atas, ginjal melakukan 3 fungsi mekanik, yaitu filtrasi, reabsorpsi
tubular, dan sekresi tubular.
1.      Filtrasi glomerular
Filtrasi plasma terjadi pada glomerulus di nefron, merupakan langkah pertama produksi urine.
Ultrafiltasi terjadi di mana plasma menembus barier dari membran endothelium glomerulus
kemudian hasilnya masuk ke dalam ruang intrakapsul Bowman. Normalnya sekitar 20% atau
sekitar 180 liter per hari plasma masuk ke glomerulus untuk difiltrasi. Rata-rata 178,5 liter
direabsorpsi kembali dan hanya 1-2 liter yang diekskresi menjadi urine. Filtrasi glomerulus terjadi
akibat perbedaan tekanan filtrasi dengan tekanan yang melawan filtrasi atau disebut tekanan
filtrasi efektif. Ada tiga tekanan yang terjadi dalam proses filtrasi, yaitu : tekanan darah kapiler
glomerulus atau tekanan hidrostatik kapiler glomerulus, tekanan osmotik koloid plasma, dan
tekanan hidrostatik kapsula  Bowman.
a.       Tekanan darah kapiler glomerulus, merupakan tekanan yang cenderung mendorong, tekanan
ini tergantung dari kontraksi atau kerja jantung dan resistansi dari arteriola aferen dan arteriola
eferen. Besarnya tekanan ini sekitar 50 mmHg.
b.      Tekanan osmotik koloid  plasma, tekanan ini terjadi karena protein plasma yang cenderung
menarik air dan garam-garam ke dalam pembuluh darah kapiler. Tekanan ini bersifat melawan
filtrasi, besarnya sekitar 30 mmHg.
c.       Tekanan hidrostatif kapsula Bowman, yaitu tekanan yang terjadi karena adanya cairan pada
kapsula Bowman yang cenderung melawan filtrasi, besarnya sekitar 5 mmHg.
Dengan demikian, kekuatan filtrasi/tekanan filtrasi efektif adalah kekuatan mendorong dimana
tekanan darah kapiler glomerulus dikurangi dua kekuatan yang melawan filtrasi, yaitu tekanan
osmotik koloid dan tekanan hidrostatik kapsula Bowman sehingga besarnya 50 mmHg – (30
mmHg + 5 mmHg) = 15 mmHg.
Tidak semua zat dapat difeltrasi oleh glomerulus, misalnya sel darah dan protein. Oleh karena
ukurannya yang besar, membrane filtrasi hanya dapat dilalui oleh plasma, garam-garam, glukosa,
dan molekul-molekul kecil lainnya. Besarnya volume plasma yang difiltrasi oleh glomerulus per
menit pada semua nefron disebut laju glomerular (LFG) atau glomerular filtration rate (GFR),
Titik besarnya LFG pada laki-laki 125 mm/menit atau 180 liter per 24 jam, sedangkan pada wanita
sekitar 110 ml/menit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi LFG diantaranya sebagai berikut :
a.       Tekanan filtrasi efektif. Makin besar tekanan yang dihasilkan makin besar pula LFG-nya.
Tekanan filtasi efektif dipengaruhi oleh adanya autoregulasi dari ginjal termasuk karena stimulasi
saraf simpatis yang mempengaruhi konstriksi anteriola aferen dan eferen, adanya obstruksi aliran
urine, serta menurunnya protein plasma.
b.      Permeabilitas dari glomerulus. Normalnya membran glomerulus sangat permeable sehingga
filtrasi cepat terjadi. Pada kondisi tertentu, seperti pada penyakit ginjal dapat meningkatkan
permeabilitas kapiler sehingga meningkat LFG.
Pengukuran LFG sangat penting dalam mengestimasi pembersihan zat-zat, baik yang dikeluarkan
maupun  yang direabsorpsi di dalam nefron. Kemampuan ginjal untuk bersihan zat dari plasma
selama 1 menit disebut renal clearance. Dalam pengukuran ini, jumlah dari suatu zat di dalam
urine yang disekresikan dalam jangka waktu tertentu dikaitkan dengan kadar dalam plasma
digambar sebagai persamaan:
Clearance = kadar dalam zat urine dikalikan volume urine dalam milliliter
                    yang diekresikan per menit dibagi kadar zat dalam plasma.
atau C
C = Clearance
U = Kadar zat dalam urine
V = Volume urine (ml) yang disekresi per menit
P = Kadar zat dalam plasma
      Zat yang paling penting untuk disekresi adalah kreatinin karena bersihan kreatinin merupakan
acuan dalam fungsi renal clearance. Filtrasi kreatinin tergantung dari LFG dan konsertrasi
kreatinin dalam plasma (P)  dalam mg/ml atau filtrasi kreatinin = LFG x P. Sementara itu, ekskresi
kreatinin merupakan jumlah kreatinin yang dikeluarkan, tergantung dari laju aliran urine (V)
dalam ml/menit dan konsentrasi kreatinin di urine dalam mg/ml atau sekresi kreatinin = U x V.
      Kreatinin merupakan hasil pemecahan kreatinin fosfat dalam jaringan otot, normalnya
dikeluarkan melalui urine. Kreatinin masuk dan filtarasi oleh gloumerulus dan tidak di reabsorpasi
dalam jumlah yang signifikan. Dengan memonitorkan kreatinin darah dan jumlah yang disekreasi
melalui urine selama 24 jam  LFG dapat diestimasi.
                                                      
2.      Reabsorpsi tubular
Dari 180 liter per hari plasma yang difiltrasi, tidak semuanya dikeluarkan dalam bentuk urine.
Lebih banyak yang diserap kembali atau reabsorpsi dalam tubulus ginjal terutama zat-zat atau
material yang penting bagi tubuh dan hanya 1-2 liter yang dikeluarkan dalam bentuk urine.
Material yang reabsorpsi masuk kembali ke darah melalui kapiler peritubular. Persentase dari
subtansi yang reabsorpsi dan disekresi adalah sebagai berikut.
Tabel Persentase Substansi yang Direabsorpsi dan Disekresi Ginjal
Substansi
Reabsorpsi
( % rata-rata)
Sekresi
( % rata-rata )
Air
99
1
Sodium
99,5
0,5
Glukosa
100
0
Urea
50
50

Reabsorpsi sebagian besar terjadi di tubulus proksimal ( 75 % ) selebihnya terjadi di ansa Henle,
tubulus distal, dan duktus koligentes. Proses reabsorpsi dilakulkan melalui transfer pasif dan
transfer aktif. Transfer pasif adalah pergerakan zat atau material melalui gradien kimia dan listrik.
Pergerakan pasif terjadi dari area dengan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Misalnya
reabsorpsi pasif adalah air pada tubulus distal, air, dan urea dengan bantuan ADH di duktus
koligen, urea, air, serta klor pada tubulus proksimal. Transpor akltif terjadi dengan membutuhkan
energi ATP, misalnya reabsorpsi natrium, kalium, klor pada tubulus konturtus distal dan duktus
koligen, transfer glukosa, asam amino, natrium, kalium, fosfat, sulfat, dan vitamin C terjadi pada
tubulus kontortus proksimal.
3.      Sekresi tubular
Sekresi tubular adalah kebalikan dari reabsorpsi, merupakan proses aktif yang memmindahan zat
keluar kapiler peritubular melewati epitel sel-sel tubular masuk ke lumen nefron untuk
dikeluarkan dalam urine.
Subtansi penting disekresi oleh tubulus adalah hidrogen, kalium, anion dan kation organik, serta
benda-benda asing dalam tubuh. Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan asam basa
karena pengeluaran ion hidrogen tergantung dari keasaman cairan tubuh. Ketika cairan tubuh
asam, maka sekresi hidrogen meningkat, demikian sebaliknya. Sekresi kaliaum terjadi di tubulus
distal dan duktus koligen, sedangkan sekresi anion dan kation organik, termasuk polutan
lingkungan dan obat-obatan terjadi pada tubulus kontortus proksimal.

C.     Ureter
Ureter merupakan saluran yang berbentuk tabung dari ginjal ke kandung kemih, panjangnya 25 –
30 cm dengan diameter 6 mm. Berjalan mulai dari pelvis renal setinggi lumbal ke-2. Posisi ureter
miring dan menyempit di tiga titik, yaitu : di titik asal ureter pada pelvis ginjal, titik saat melewati
pinggiran pelvis, dan titik penemuan dengan kandung kemih. Posisi miring dan adanya
penyempitan ini dapat mencegah terjadinya refleks aliran urine. Ada tiga lapisan jaringan pada
ureter, yaitu pada bagian dalam adalah epitel mukosa, bagian tengah lapisan otot polos, dan bagian
luar lapisan fibrosa. Ureter berperan aktif dalam transpor urine. Urine mengalir dari pelvis ginjal
melalui ureter dengan gerakan peristaltiknya. Adanya ketegangan pada ureter menstimulasi
terjadinya konstraksi dimana urine akan masuk ke kandung kemih. Rangsangan saraf simpatis dan
parasimpatis juga mengontrol kontraksi ureter mengalirkan urine.
D.    Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan organ berongga dan berotot yang berfungsi menampung urine
sebelum dikeluarkan melalui uretra. Kandung kemih terletak pada rongga pelvis. Pada laki-laki,
kandung kemih berada di belakang simfisis pubis dan di depan rektum, sedangkan pada wanita
kandung kemih berada di bawah uterus dan di depan vagina. Dinding kandung kemih memiliki 4
lapisan jaringan. Lapsan paling dalam adalah lapisan mukosa yang menghasilkan mukus,
kemudian lapisan submukosa, lapisan otot polos yang satu sama lain membentuk sudut atau
disebut otot detrusor, lapisan paling luar adalah serosa.
Pada dasar kandung kemih terdapat area segitiga yang disebut trigone yang di dalamnya terdapat 3
muara, yaitu 2 muara ureter dan 1 muara uretra. Pada daerah puncak trigone terdapat leher
kandung kemih yang berhubungan dengan muara uretra yang di sekelilingnya terdapat sfinger
uretra interna. Sfinger uretra interna bersifat involunter, dirangsang oleh adanya urine yang masuk
ke kandung kemih.
Kandung kemih dipersarafi oleh serabut postganglionik dari pleksus ganglia hipogastrik dengan
saraf parasimpatis dari ganglia yang merupakan cabang dari nervus pelvikus. Saraf pelvikus
berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis terutama pada segmen S-2 dan S-3.
Pada bagian sfingter eksterna dipersarafi oleh nervus pudendal yang merupakan serat saraf
somatik dan mengontrol otot lurik pada sfingter.
Fungsi utama  dari kandung kemih adalah menampung urine dari uretra dan kemudian dikeluarkan
melalui uretra. Kapasitas maksimum dari kandung kemih pada orang dewasa sekitar 300-450 ml
dan anak-anak antara 50-200  ml. Pada keadaan penuh akan memberikan rangsangan pada saraf
aferen ke pusat miksi sehingga terjadi kontraksi otot detrusor yang mendorong terbukanya leher
kandung kemih sehingga terjadi proses miksinya
E.     Uretra
Uretra memanjang dari leher kandung kemih sampai ke meatus. Pada wanita panjangnya sekitar 4
cm, lokasinya antara klitoris dengan liang vagina. Panjang uretra pada laki-laki sekitar 20 cm,
terbagi atas 3 bagian: prostatic uretra yang panjangnya sekitar 3 cm, terletak di bawah leher
kandung kemih sampai kelenjar prostat,bagian kedua adalah membranasea uretra yang panjangnya
1-2 cm yang di sekitarnya terdapat sfingter uretra eksterna, dan pada abagian akhir adalah
kavernus atau panile uretra yang panjangnya sekitar 15 cm memanjang dari penis sampai
orifisium uretra.
Fungsi dari uretra adalah menyalurkan urine dari kandung kemih ke luar. Adanya sfingter uretra
interna yang dikontrol secara involunter memungkinkan urine dapat keluar serta sfingter uretra
eksterna memungkinkan pengeluaran urine dapat dikontrol. Di samping untuk pengeluaran urine,
pada laki-laki uretra juga tempat pengeluaran sperma pada saat ejakulasi.
     2.3  Proses Berkemih
Urine diproduksi oelh ginjal 1 ml/menit, tetapi dapat bervariasi antara 0,5-2 ml/ menit. Aliran
urine masuk ke kandung kemih dikontiol oleh gelombang peristaltik yang terjadi setiap 10-150
deyik. Aktivitas saraf parasimparis meningkatkan frekuensi.banyak nya aliran urine pada uretra
diperngaruhi oleh adanya refleks urettrorenal. Refleks ini diaktifkan oleh adanya obstruksi karna
konstriksi uretra dan juga konstriksi arterior aferen yang berakibat pada penurunan produksi urine,
demikian juga pada obstruksi ureter karna batu uretra.
Kandunng kemih berparsarafi oleh saraf dari pelvis, baik sensoris maupun motorik. Pengaktifan
saraf parasimpatiss menyebabkan kontraksi dari otot detrusor. Normalnya, sfinger interna pada
leher kandung kemih berkontraksi dan akan relaksi ketika otot kandung kemih berkontraksi.
Sementra iitu, sfinge eksterna dikontrol berdasarkan kesadaran (volunter) dan dipersarafi oleh
nervus pundedal yang merupakan saraf somatik.
Refleks berkemih dimulsiketika terjadi pengisian lkandung kemih. Jika ada 30-50 ml urine, maka
terjadi peningkatan tekanan pada dinding kandung kemih. Makin banyakn urine yang terkkumpul,
makin besar pula tekanannya, peningkatan tekanan akan menimbulkan refleks peregangan oleh
resptor regang sensoris pada dinding kandung kemih kemudian dihantarkan ke medula spinalis
segmen sakrilsmelalui nervus pelvikus dan kemudian dihantarkan ke medulaspinalis segmen
sakralis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih
untuk menstimulasi otot detrusor untuk berkonstraksi.
Siklus ini terus berlubang sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat, kemudian refleks
akan melemahkan dan menghilang sehingga refleks berekemih berhenti, hal ini menyebabkan
kandung kemih berleksasi. Sementara itu, jika terjadi kontraksi yang kuat, maka akan
menstimulasi nervus pudendal ke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika penghambatan
sinyal konstriktor volunter ke sfinger ekstern di otak kuat, maka terjadilah proses berkemih.
Proses berkemih juga dikontrol oleh saraf pusat, ketika terjadi rangsangan peregangan pada diding
otot detrusor akibat adanya pengisian urine dikadung kemih melalui serat saraf sensoris di nervus
pelvis stimulus tersebut dihantarkan ke hipotalamus, dari hipotamalus kemudian dihantarkan ke
korteks serbri, selanjutnya korteks serebri merespons dengan mengirimkan sinyal ke sfinger
interna dan eksterna untuk refleksasi sehingga pengeluaran urine terjadi terjadi, proses berkemih
juga difasilitasi oleh kontrakasi dinding abdomen dengan meningkatkan tekanan dalam kandung
kemih sehingga mengakibtkan urine masuk ke leher kanndung kemih dan menimbulkan refleks
berkemih. Tidak semua urine dapat dikelurkan dalam berkemih. Masih dapat terisi urine residu
sekitar 10 Ml.

2.4    Karakteristik  dan komposisi urine


1.      Karakteristik urine.
Urine normal mempunyai karakteristiksebagi berikut
a.       Volume. Pada orang dewasa rat-rata urine yang dikeluarkan setiap berkemih sekitar 250-400
ml, tergantung dari intake dan kehilangan cairan jika pengeluaran urine kurang dari 30ml/jam,
kemungkinan terjadi gangguan fungsi ginjal.
b.      Warna, urine noemal warnanya kekuning-kuningan jernih, warna ini terjadi akibat adanyan
urobilin, warna lain seperti kuning gelap atau kuning coklat dapat terjadi pada dihidrasi, obat-
obatan juga dapat mengubah warna urine seperti warna merah atau orange gelap
c.       Baru bervariasi tergantung komposisi. Bau urine yang menyengat atau memusingkan timbul
karna urine mengandung amonia.
d.      Kadar pH sedikit asam antara 4,5-8 atau rata-rat 6,0 namun demikian, pH dipengaruhi oleh
intake makanan, misalnya urine vegetatian menjadi seidkit basa
e.       Berat jenis 1.003-1.030
f.       Komposisi air 93-97%
g.      Osmolariras  ( konsentrasi osmotik ) 85-1.335 mOam/liter.
h.      Bakteri tidak ada
2.      Komposisi urine
Lebih dari 99% dari 180 liter difiltrassi oleh glomerulus dan kemudain direabsorpsi kembali dlam
darah komposisi dan konsentrasi urine sesungguhnya menggambarkan kemampuan dari aktivitas
filtrasi, absorpsi, dan sekresi nefron,
      Urine mempunyai komposisi di antarannya adalah sebagai berikut.
a.       Zat buangan nitrogen seperti urea yang merupakan hasil deaminasi asam amino oleh hati
dan ginjal; kreatinin yang merupakan pemecahan keratin fosfat dalam otot rangka; amino yang
merupakan pemecahan deaminasi olehh hati dan ginjal; asam urat merupakan pemecahan daari
hemoglobin
b.      Hasil nutrien metabolisme seperti karbohidrat, keton, lemak, dan asam amino
c.       Ion-ion seperti natrium, klorida, klaium, kalsium, dan magnesium
   Zat-zat yang dikeluarkan bersama urine merupakan bahan-bahan yang tidak dibutuhkan oleh
tubuh bahkan dapat bersifat racun. Sementara bahan-bahan yang difiltrasi oleh glomerolus, tetapi
masih digunakan kembali oleh tubuh akan direabsorpsi sehingga tidak disekresi

2.5  Faktor yang mempengaruhi eliminasi urine


1.      Pertumbuhan dan perkembangan.
Usia dan berat badnaa dapat memepengaruhi jumlah pengeluaran urine. Pada usia lanjut, volume
kandung kemih berkurang; demikian juga wanita hamil sehingga frekuensi berkemih juga akan
lebih sering.
2.      Soiskultural
Buaya masyarakat dimana sebagian masyarakat hanya dapat miski pada tempat tertutup dan
sebaliknya ada masyarakat yang dapat miski pada lokasi terbuka
3.      Psikologis
Peada keadaan cemas dan stres akan meningkatkan stimulusi berkemih sehingga miksi akan lebih
sering, walaupun jumlahnya lebih sedikit
4.      kebiasaan seseorang
misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet sehingga ia tidak dapat berkemih dengan
menggunakan pot urine
5.      tonus ototeliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis
untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang
6.      intake cairan dan makanan
alkohol menghambat antidiurectic hormone (ADH) untuk meningatkan pembuangan urine. Kopi,
teh, coklat, dan cola yang menandung kafein dapat meningkatkan pembuangan dan eksresi urine
7.      kondisi penyakit
beberapa contoh kondisi penyakit yang dapat mempengaaruhi eliminsai urine adalah pasien
demam, peradangan dan iritasi pada organ kemih, infrak miokrad, serta gagal jantung. Pada pasien
dalam demam akan terjadi penurunan produksi urine karna banyak cairan yang dikeluarkan melali
kulit, peradanagan dan iritasi pda organ kemih akan meninmbulkan retensi urine, serta keadaaan
pasien infrak miokard dengan pembatasan aktivitas akan mempengaruhi pola eliminasi pasien.
Demikian juga pada pada pasien dengan gagal jantung denngan pembatasan cairan, pola dan
eliminasi urine pasien juga dapat terganggu.
8.      Pembedahan
Peggunaan anestesti menurunkanfiltrasi glomerulus sehingga produksi urine akan menurun
9.      Pengobatan
Penggunaan diuretik meningkatkan output urine, antikolinergik, an antihipertensi menimbulkan
retensi
10.  Pemeriksaan diagnostik
Pieolgram intravena dimana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk mengurangi output
urine. Sitoskop dapat menimbulkan edema lokal pada uretra dan spasme pada sfinger kandung
kemih sehingga dapat menimbulkan urine
11.  Trauma persarafan
Pasien dengan trauma spinalis dapat menimbulkan kerusakan saraf terutama pada daerah lumbal
yang mempersarafi kandung kemih sehingga kontrol eleminasi urine juga terganggu. Pada pasien
dapat mengalami retensi urine karea otot detrusor kandung kemih kehilangan kemampuan untuk
berkontraksi sehingga pengeluaran urine juga akan terganggu

2.6  Masalah-masalah eliminasi urine


1.      Retensi urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih dan ketidak mampuan kandung kemih untuk
mengeluarkan urine. Retensi urien menyababkan distensi kandung kemih, dimana urine yang
terdapat dalam kantung kemih melebihi 400 ml. Normalnyaa adalah 250-400 ml. Retensi urine
dapat disebabkan karna ketidakmampuan kontrol sisstem persarafan dalam menstimulasi kemauan
untuk eliminasi urine, misalnya pada trauma medula spinalis. Retensi urine juga dapat disebabkan
karna obstruksi saluran kemih, seperti adanya batu saluran kemih, hipertrofi prostat, maupu
striktur uretra.
2.      Inkontinensia urine.
Adalah ketidakmampuan otot sfinger eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi
urine. Ada dua jenis inkontinensia, yaitu pertama, inkontinensia stres, yaitu stres yang terjadi pada
saat tekanan intraabdomen meningakat seperti pada saat batuk atau tertawa; kedua, inkontinensia
urgensi, yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih, hal ini terjadi akibat
infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme kandunng kemih
3.      Enursis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan  ketidakmampuan
untuk mengendalikan sfinger ekster a. Biasanya terjadi pada anak-anak atau pada orang jompo
4.      Perubahan pola berkemih
1.      Ferkuensi: meningkatkan ferkuensi berkemih tanpa intake cairan yang meningatkan,
biasanya terjadi pada sistitis, stres, dan wanita hamil
2.      Urgensi: perasaan ingi segera berkemih dan biasanya terjadi pada anak-anak karna
kemampuan sfinger untuk mengontrol berkurang
3.      Disuria: rasa sakit dan kesulitan dalm berkemih, misalnya pada infeksi saluan kemih,
trauma, dan striktut uretra
4.      Poliuria (diuresis): produksi urine melebihi normal tanpa peningkatan intake cairan,
misalnya pada pasien diabetes melitus
5.      Urinary suppression: keadan dimana ginjal tidak memproduksi urine secara tiba-tiba
6.      Anuria : keadaan dimana ginjal tidak mampu memeproduksi ginjal urine secara optimal,
produksi urine kurang dari 100 ml/ 24 jam. Keadaan ini merupakan tanda gagal ginjal
7.      Oliguria: merupakan keadaan dimana produksi urine kurang dari 30 ml/jam atau berkisar
antara 100-500 ml/24 jam
8.      Nokturia: miksi yang sering terjadi pada malah hari, hal ini merupakan perubahan pola
eliminasi. Penyebab nokturia karna faktor usia, stres, penyakit tertentu, dan pengobatan. Faktor
lai  adalah faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan. Pasien dengan kehamilan dan usia diatas
50 tahun sering terjadi nokturia
2.7 Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
1.      Riwayat keperawatan
a.       Pola berkemih pasien
b.      Gejala dari perubahan berkemih dan sejak kapan, lamanya
c.       Faktor yang memengaruhi berkemih dan usaha yang dilakukan selama mengalami masalah
eliminasi urine
2.      Pemerikasaan fisik
a.       Penampilan umum psien ekspresi wajah, pasien gelisah, atau menahan sakit
b.      Keadaan kulit
Kulit kering, mukosa mulut kering turgor kulit kering, lidah menjadi kering tanda kekurangan
cairan. Kulit berkeringat, basah dapat disebabkan karna pasienmenahan nyeri saaat berkemih. Kaji
adanya edema atau asites mungkin dapat terjadi
c.       Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembulu darah vena, distensi kandung kemih, pembesaran ginjal, nyeri
tekan, tandeerness, dan bising usus

d.      Genitalia wanita


Inflamasi, nodul, lesi, adnya sekret dari meatus, dan keadaan atrofi jaringan vagina
e.       Genitalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, dan adanya pembesaran skrotum
3.      Intake dan output cairan
a.       Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24jam)
b.      Kebiasan minum dirumah
c.       Intake; cairan infus, oral, makanan, NGT
d.      Kaji perubahan volume urine untuknmengetahui ketidakseimbangan cairan
e.       Output urine dari urine dan urinal, kantong urine, drainase ureterostomi , dan sitostomi
f.       Karakteristik urine: warna, kejernihan, bau, dan kepekatan
4.      Pemeriksaan diagnostik
a.       Pemeriksaan urine (urinalis):
1)      Warna (normalnya jernih kekuningan)
2)      Penampilan (normalnya jernih)
3)      Bau (normalnya beraroma)
4)      pH ( normalnya 4,5-8,0)
5)      berat jenis (normalnya 1,005-1,030)
6)      glukosa (normalnya negatif)
7)      keton ( normalnya negatif)
b.      kultur urine (N: kuman patogen negatif)

B.     Diagnosis Keperawat dan Intervensi


1.      gangguan eliminasi urine: inkontinensia (NANDA, 2015-2014)
definisi: kondisi di mana seseorang tidak mampu mengendalikan pengeluaran urine
(NANDA,2013
kemungkinana berhubungan dengan :
a.       gangguan neuromuskular
b.      spasme kandung kemih
c.       trauma pelvis
d.      infeks saluran kemih
e.       trauma medula spinalis
 Kemungkinan data yang ditemukan:
a.       inkontinensia
b.      keinginan berkemih yang segera
c.       sering ke toilet
d.      menghindari minum
e.       spasme kandung kemih
f.       setiap berkemih kurag dari 100 ml atau lebih dari 550 ml
Tujuan yang diharapkan adalah sebagai berikut.
a.       Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam
b.      Tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia urine
c.       Klien berkemih dalam keadaan rileks
 BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Dalam bab ini menjelaskan ringkasan Asuhan Keperawatan yang dilakukan kepada Tn. D dengan
diagnosa medis Infeksi Saluran Kemih, yang dilaksanakan pada tanggal 7-9 Desember 2015.
Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi,
dan evaluasi.
A.    Pengkajian Keperawatan
Dalam melakukan pengkajian, penulis mendapatkan data dari klien, dan keluarga klien, catatan
medis, perawat Ruangan dengan melakukan wawancara dan observasi . pengkajian dilakukan
pada tanggal 7 sampai 9Desember 2015 pada Tn.D dengan diagnosa medis”Infeksi saluran
Kemih” di Ruang Anggrek Rumah Sakit Sukmul Sisma Medika  Jakarta Utara.
Klien bernama Tn.D  berusia tiga puluh empat tahun (34 tahun), jenis kelamin laki-laki, sudah
menikah BB 65 kg, masuk Rumah Sakit Sukmul Sisma Medika pada tanggal 7 Desember  2015
13.00 WIB ditempat di Ruang Anggrek pada kamar No 218. No Rekam Medis klien 64-84-86
dengan diagnosa medis klien adalah “Infeksi Saluran Kemih” pendidikan tamat SMA,
pekerjaan karyawan swasta , pasien beragama Islam  suku bangsa Indonesia, alamat rumah Jl.
Bahari No.24 RT.002/RW.006, sumber biaya BPJS.

Resume Kasus :
               
Tn.D 34 tahun masuk ke Rs Sukmul melalui UGD pada tanggal 5 Desember 2015 dan klien di
diagnosa oleh dokter dengan diagnosa medis Infeksi saluran kemih, klien mengatakan nyeri pada
saaat buang air kecil dan panas , klien mengatakan nyeri perut bagian kiri bawah seperti ditusuk-
tusuk dua hari yang lalu, klien mengatakan makannya 3x/hari, klien mengatakan nafsu makannya
baik. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasil, bising usus 8x/menit,
kesadarannya CM, Gcs 15, klien tampak pucat, klien tampak lesu, tugor kulit elastis/baik, mata
normal, klien tampak memengangi perutnya, konjungtiva normal/merah muda, membra mukosa
normal, klien turun 3kg dari 68kg menjadi 65kg, klien tampak dibantu oleh keluarga ketika
bangun dari tempat tidur, klien tampak lemas, klien terpasang infuse RL 28 tpm, kemudian tanggal
7 Desember 2015 didapatkan hasil lab : HB 13 gr/dl, Ht 38%, LED 15 menit perjam, leokosit
7.900 ribu/ul, trambosit 256.000 ribu/ul, Na 127 MEG/L, K 2,9 MEG/L dan CP 72MEG/L .
transferin 12 mg/100ml, albumin 3mg/100ml, klien mendapatkan terapi obat ceftriaxon 2x2gr.
 TTV klien : TD : 120/80 mmHg               S : 36,5C
                  N  : 80x/menit
                  RR : 20x/menit

Hasil laboratorium Hemaglobin 13 gr/dl (normal 14 g/dl), Hematokrit 38 vol%(normal 42 vol%)


leukosit 7.900/ul(normal 8000-10.000/ul), Trombosit 256.000/ul(normal 150-450/ul). Dari data
tersebut, maka ditemukan masalah keperawatan : Gangguan pola eliminasi BAK : Infeksi Saluran
kemih. Untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan intervensi dan implementasi keperawatan kaji
frekuensi dan konsistensi BAK, kaji skala nyeri, observasi tanda-tanda vital, berkaloborasi dengan
tim medis/dokter dalam pemberian obat ceftriaxon 2x2gr.

Genogram
                                                                                                                      
 

Keterangan :
                 : laki – laki
                 : perempuan                                                     
---------      : Tinggal dalam satu rumah           
                 : Meninggal laki-laki
                 : Meninggal Perempuan
                 : Garis keturunan
                 : Garis pernikahan
                 : Klien

Tn.D  mengatakan orang yang terdekat adalah istri, interaksi dalam keluarga terbuka dan dapat
mengambil keputusan dengan musyawarah, dampak penyakit klien terhadap keluarga yaitu terjadi
perubahan di dalam keluarga, istri yang mencari nafkah untuk keluarga. Masalah yang
mempengaruhi klien adalah tentang kesehatan dan kesembuhannya.Mekanisme koping terhadap
masalah yang dialami klien yaitu pemecahan masalah, klien ingin segera sembuh dan cepat
pulang, perubahan yang dirasakan klien setelah jatuh sakit adalah berat badan klien menurun.
Klien tidak  mempunyai nilai-nilai yang bertentangan dengan kesehatan . Aktivitas
keagamaan/kepercayaan yang dilakukan klien adalah sholat lima waktu. Kondisi lingkungan
rumah klien tidak ada, sekitar rumah bersih.
Pola kebiasaan sebelum sakit :
Pola Nutrisi Ny. D makan 3x/hari nafsu makan klien baik, klien tidak mempunyai alergi, klien
tidak mempunyai jenis makanan yg tidak disukai, pola eliminas Tn.D  buang air kecil 5 kali sehari
dengan warna kuning jernih tidak ada keluhan. Buang air besar1kali sehari, waktu tidak tentu
warna kuning kosistensi padat dan tidak ada keluhan. Pola perawatan diri  Tn.D mandi 2 kali
sehari waktu pagi dan sore, oral hygiene 3 kali sehari dengan menggunakan odol pada waktu pagi,
siang dan sore, dan cuci rambut 2 kali sehari pada waktu pagi dan sore hari, pola istirahat dan tidur
Tn. D lama tidur malam 8jam/hari sebelum tidur berdo’a pola aktivitas dan latihan klien sehari-
hari klien hanya didalam ruangan, klien tidak melakukan olahraga.
Pola kebiasaan di Rumah sakit :
Pola nutrisi di Rumah Sakit frekuensi makan klien 3x/sehari, nafsu makan klien baik, klien selalu
menghabiskan satu porsi yang disediakan di Rumah sakit, klien tidak mempunyai jenis makanan
yg tidak disukai, makanan yang membuat alergi tidak ada, makan pantangan, makan diet, serta
penggunaan obat sebelum makan tidak menggunakan alat bantu seperti Nasso Gastric Tube (NGT)
dan lain-lainnya, pola eliminasi frekuensi buang air kecil 3-4x/hari, warna merah, ada keluhan
terasa nyeri pada saat buang air kecil dan pada saat buang air kecil dilakukan menggunakan
kateter di Rumah sakit, pola buang air besar frekuensi 1x/hari, warna coklat, konsistensi padat,
tidak ada keluahan saat beraktivitas buang air besar secara mandiri, pola perawatan diri selama di
Rumah sakit klien mandi 1x/hari, oral hygiene 2x/hari pada saat pagi dan sore hari, dan selama
klien masuk Rumah sakit pernah mencuci rambut, pola istirahat dan tidur di Rumah sakit Tn.D
tidur siang  ± 1 jam dan pada malam hari klien tidur selama ±6 jam, dan kebiasaan klien sebelum
tidur adalah berdo’a. pola aktivitas dan latihan di Rumah sakit klien tidak bekerja dan tidak
dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.
Sistem penglihatan posisi mata klien simetris kelopak mata dan pergerakan bola mata normal,
konjungtiva normal/merah muda, kornea normal dan sklera Anikterik, pupil Anisokor, otot mata
normal. Fungsi penglihatan baik, tidak ada tanda-tanda peradangan, klien tidak memakai kaca
mata dan tidak memakai kontak lensa, reaksi terhadap cahaya baik.
Sistem pendengaran daun telinga klien normal, kondisi telinga tengah normal tidak ada cairan
ditelinga dan klien tidak mengalami tinitus, klien tidak merasa penuh pada telinga, fungsi
pendengaran klien baik danklien tidak menggunakan alat bantu pendengaran. Sistem wicara tidak
ditemukan pada klien gangguan wicara
Sistem pernapasan membaik tetapi tidak ada sumbatan atau secret, suara nafas diauskultasi
terdengar vesikuler pada paru-paru kiri/kanan, pernapasan klien 20x/menit .dengan irama teratur
dan klien tidak menggunakan alat bantu napas oksigen (O2).
Sistem kardiovaskuler sirkulasi perifer nadi klien 80x/menit teratur, tekanan darah 120/80 mmHg.
Distensi vena jugularis  tidak ada pada leher kanan dan kiri, temperatur kulit klien dipalpasi
hangat, warna kulit kemerahan, pengisisan kapiler 3 detik dan tidak ada edema, sirkulasi jantung
kecepatan denyut nadi apical 80x/menit dan irama teratur,  klien tidak mempunyai kelainan bunyi
jantung murmur, serta tidak mempunyai sakit dada setelah.
Sistem hematologi gangguan hematologi : Hb : 13 gr/dl ht : 38 vol%, leukosit : 7.900 ribu/ul,
eritrosit : 3,90juta/ul, trombosit : 256.000 ribu/ul .
Sistem syaraf  pusat klien  tidak mempunyai keluhan sakit kepala, tingkat kesadaran
composmentis, Glaslow Coma scale (E = 4 M= 5, V= 6). Tidak ada peningkatan tekanan intra
kranial.Klien tidak mempunyai gangguan sistem persyarafan.
Sistem pencernaan keadaan mulut : gigi klien caries, tidak menggunakan gigi palsu, tidak ada
stomatitis, lidah tampak bersih, dan salifa normal.
Sistem endokrin klien tidak mengalami pembesaran kelenjar tiroid, napas klien tidak berbau
keton, tidak ada polidipsi, poliuri, polipagi, dan klien tidak mempunyai luka gangrene.
Sistem integument temperature kulit klien 36,50C warna kulit kemerahan, kondisi kulit klien tidak
ada edema pada ekstramitas kiri bawah dan tidak terdapat kelainan pada kulit.
Sistem muskuloskletal klien tidak mengalami kesulitan dalam pergerakan , klien tidak mengalami
seluitis pada ekstramitas paha kiri dan kondisinya bengkak/edema, klien tidak mempunyai
kelainan bentuk tulang sendi dan tidak ada kelainan struktur tulang belakang.
a.      Data penunjang
Hasil laboratorium : pada tanggal 7 Desember 2015
Pemeriksaan                    hasil                            Nilai Normal
Hemaglobin                       13gr/dl                         p: 13-16, w: 12-14
Leukosit                            7.900/ul                       5000-10.000
LED                                  15mm/jam                   p: 0-15, w: 0-20
Hematokrit                        38%                             p: 45-55, w:40-50
Trombosit                          256.00/ul                     150.000-400.00
Eritrosit                             3,90 juta/ul                  4,00-5,00
Basofil                               0%                               0-1
Limfosit                            23                                20-40
Monosit                             6                                  2-8
b.      Penatalaksanaan
Infus RL 20 tetes/menit
Antibiotik Ceftriaxon 2x2gr
c. Data focus
1. Data subjektif
klien mengatakan terasa nyeri pada saat buang air kecil dan panas, klien mengatakan nyeri perut
bagian kiri bawah seperti ditusuk-tusuk dua hari yang lalu dengan skala nyeri 6, klien mengatakan
nafsu makan baik , klien mengatakan lemas, klien mengatakan lesu dan tidak beraktifitas secara
mandiri, klien mengatakan perlu dibantu ketika bangun ditempat tidurnya.
2. Data objektif
Bising usus 8x/menit, tugor kulit elastis/baik, mata normal, konjungtiva normal/merah muda, kulit
tampak kemerahan, klien tampak lemas dan lesu, klien tampak memegangi perut, BB turun
perkilo gram dari 68-65 kg, klien tampak dibantu oleh keluarga ketika bangun dari tempat tidur,
klien terpasang infus RL 20 tpm, hasil TTV k/ : suhu : 36,5C, nadi : 80x/menit, TD : 120/80
mmhg, RR : 20x/menit, data lab tanggal 7 Desember 2015 Hb : 13 gr/dl, Ht 38%, LED
15mm/jam, leukosit 7.900 ribu/ul, trombosit 256.000 ribu/ul, transferrin 12mg/100ml, albumin
3mg/100ml, Na 127 meg/l, k 2,9meg/l, cp 27 meg/l, terapi obat ceftriaxon 2x2gr.
b. Analisa Data
Nama Klien / umur  :Tn. D / 34 tahun
No. kamar / Ruangan :  218/ 2/ anggrek
Dx. Medis :Infeksi saluran kemih 

Data
Masalah
Etiologi
Ds:
-          Klien mengatakan nyeri pada saat BAK dan panas
Do:
-          tugor kulit elastis
-          mata normal
-          membrane mukosa normal
-          klien terpasang infus RL20 tpm
-          TTV klien:
Suhu: 36,5ºC
TD   : 120/80 mmHg
RR   : 20x/ menit
Nadi : 80x/ menit
-          Hasil lab tanggal 5 Desember 2015
Na : 127 mEg/L
K   : 2,9 mEg/L
CP: 72 mEg/L
Ht : 38%

Ds:
-          Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk skala nyeri 6
-          Klien mengatakan lemas
Do:
-          Bising usus 8x/menit
-          Klien tampak lemas dan lesu
-          Hasil TTV klien
Suhu: 36,5ºC
TD :120/80 mmHg
RR   : 20x/menit
Nadi: 80x/menit
-          Hasil lab tanggal 7 Desember  2015
Na: 127 mEg/L
K  : 2,9 mEg/L
CP: 72 mEg/L
Ht: 38%
-          Terapi obat
Ceftriaxone 2x2gr
Ds:
-          Klien mengatakan nafsu makan baik
-          Klien mengatakan tidak enak di perut
-          Klien mengatakan lemas
Do:
-          Konjungtiva normal
-          BB turun 3 kg dari 68 → 65 kg
-          Hasil TTV klien:
Suhu: 36,5ºC
TD: 120/80 mmHg
Nadi : 80x/ menit
RR: 20x/ menit
-          Hasil lab 7 Desember  2015
Hb: 13 gr/dl
Albumin: 3mg/100 ml
Transperin: 12mg/100ml
-          Terapi obat:
Ceftriaxone 2x2gr

Gangguan pola eliminasi urine


Resiko tinggi infeksi

Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Nyeri saat BAK


Rasa panas pada saat BAK
Intake yang tidak adekuat

C. Diagnosa Keperawatan
1.      gangguan pola eliminasi BAK : berhubungan dengan infeksi saluran perkemihan
2.      infeksi berhubungan dengan rasa panas saat BAK
3.      gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
D.    Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan
1.      Diagnosa keperawatan I
Gangguan pola eliminasi BAK : berhubungan dengan infeksi saluran perkemihan

TUJUAN:
Setelah dilakukan tindak keperawatan kepada Tn.D selama 3 x 24 jam di harapkan gangguan pola
eliminasi BAKtidak terjadi
KRITERIA HASIL:
BAK4-5x/hari, Bising usus 8-12x/menit , TTV klien normal, Suhu: 36,5ºC-37ºC, Nadi: 60-
80x/menit, RR: 18-20x/menit, TD: 120/80 mmHG
INTERVENSI
Mandiri:
1.      Kaji frekuensi dan konsistansi
Rasional : Mengetahui frekuensi dan konsistensi
2.      Kaji bising usus klien
Rasional : Mengetahui frekuensi bising usus
3.      Kaji TTV klien
Rasional :Mengetahui keadaan umum klien
4.      Kolaborasi dengan dokter pemberian obat
Rasional :menambah frekuensi BAK klien

Hasil lab: Hb 13-16 gr/dl, Na 127 mEg/L, CP 72mEg/L. K 2,9 mEg/L terapi obat ceftriaxon 2x2gr

2.      Diagnosa keperawatan II


Infeksi berhubungan dengan rasa panas pada BAK
TUJUAN:
Setelah dilakukan tindak keperawatan kepada Ny.D selama 3 x 24 jam di harapkan teratasi
dengan:
KRITERIA HASIL:
BAK 4-5/ hari), Tugor kulit elastis , Klien tidak terpasang infus, TTV klien normal, Suhu 36,5ºC -
37ºC, Nadi 60- 80 x/menit, TD 120/80 mmHg, RR 18-20x/ menit, Hasil lab normal, Hb : 12-16
gr/dl, Na : 135-148 mEg/L, K : 3,5 : 5,5 mEg/L dan CP : 95-105 mEg/L ,Input dan output
INTERVENSI
Mandiri :
1.      Kaji status hidrasi: kelopak mata, tugor kulit, membrane mukosa mulut
Rasional :Mengetahui keadaan umum klien
2.      Kaji dan pantau urine normalnya 600-1600ml
Rasional :Mengetahui jumlah iwl yang di keluarkan
3.      Kaji intake dan output cairan
Rasional :Mengetahui keadaan keseimbangan cairan
4.      Monitor TTV
Rasional :Mengetahui keadaan umum klien

3.      Diagnosa keperawatan III


Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
TUHJUAN:
Setelah di lakukan tindakan keperawatan kepada Tn.D selama 3x24 jam di harapkan gangguan
keseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan
KRITERIA HASIL:
Klien menghabiskan 1 porsi makanan, Konjungtiva normal, BAK klien normal
BB klien / 65-67kg ,TTV klien/ normal
Suhu 36,5 - 37ºC , TD 120/80mmhg
Nadi 60-80 x/menit , RR 18-20x/menit
Hasil Lab normal
Hb : 12 – 16 gr/dl
Aubumin : 4 – 5,5 mg / 100 ml
Transferin : 17- 25 mg/ 100 ml
INTERVENSI
Mandiri :
1.      Kaji nafsu makan kilen dan pantau nutrisi tiap hari
Rasional :Mengetahui keadekuatan masukan nutrisi klien
2.      Kaji TTV kilen
Rasional :Mengetahui keadaan umum kilen
3.      Jaga kerbersihan mulut kilen
Rasional :Mengikatkan nafsu makan kilen
4.      Sajikan makan yang mudah di cerna , dalam keadaan hangat
Rasional :Mengikatkan selera makan dan intake makanan
5.      Anjurkan klien minum sedikit tapi sering
Rasional :mengurangi rasa nyeri
6.      Atur posisi semi flower saat memberikan makanan
Rasional :Mengurangi regurgitasi
Koloborasi
7.      Monitor hasil lab , Hb , transferin, albumin
Rasional :Monitor status nutrisi
8.      Berikan obat sesuai program ceftriaxon 2x2gr
Rasional :Mengurangi rasa nyeri pada saat BAK

BAB IV
PENUTUP
4.1  Kesimpulan

Dari pembahasan diatas kami dapat menarik kesimpulan bahwa kebutuhan eliminasi urinne
merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis dan bertujuan untuk mengeluarkan bahan sisa.
Dimana sisitem tubuh yag berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, kandug
kemih, dan uretra. Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol berkemih
yang terdapat di korteks serebral.

Eliminasi urine merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh. Urine dikeluarkan melalui
paru-paru, kulit, ginjal, dan pencernaan. Sistem perkemihan terdiri dari dua ginjal (ren) yang
menghassilkan urine, dua ureter yang membawa urine dari ginjal ke viska urinaria (kandung
kemih), satu vesika urinaria (vu) , tempat urine dikumpulkan, dan atu uretra, urin dikeluarkan dari
vesika urinaria.

Faktor yang memepengaruhi eliminassi urine yaitu diet dan asupan (intake), respon keinginan
awal gaya hidup, stres psikologis, tingkat perkembangan kondisi penyakit, sosiokultural,
kebiasaan seseorang tonus otot, pengobatan, dan pemeriksaan diagnostik.

4.2  Saran
1.      Mahasiswa
a.       Mahasiswa dapat menambah ilmu pengetahuan dalam dunia kesehatan.
b.      Mahasiswa dapat mengetahui tentang gangguan eliminasi urine.

2.      Pasien
Agar pasien dapat ditangani pada saat terjadi gangguan eliminasi urine.

3.      Instansi
Instansi dapat memfasilitasi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat mendukung
tercapainya makalah yang baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai