Anda di halaman 1dari 44

OPTIMALISASI PRODUKSI PADI DALAM NEGERI GUNA

MENINGKATKAN DAYA SAING INDONESIA DI ERA MEA

Diusulkan Oleh :

(Rina Wahyuningsih/14611079/2014)
(Ahmad Husain Abdullah/14611251/2014)
(Tri Atmaja Huda/14611213/2014)

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


YOGYAKARTA
2016

i
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan limpahan rahmat dan pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah yang berjudul “Optimalisasi Produksi Padi dalam Negeri Guna
Meningkatkan Daya Saing Indonesia di Era MEA”. Meskipun banyak rintangan
dan hambatan yang penulis alami dalam proses pembuatan karya ilmiah ini,
namun penulis dapat menyelesaikannya dengan baik.
Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing
yang telah membantu dalam pembuatan karya ilmiah ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam pembuatan karya
ilmiah ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat
bagi kita bersama.

Yogyakarta, 10 April 2016

Tim Penyusun

iv
DAFTAR ISI

Halaman Sampul....................................................................................................i
Halaman Pengesahan............................................................................................ii
Lembar Pernyataan..............................................................................................iii
Kata Pengantar.....................................................................................................iv
Daftar Isi...............................................................................................................v
Ringkasan..........................................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1. Latar Belakang..............................................................................1
1.2. Perumusan Masalah......................................................................3
1.3. Tujuan dan Manfaat......................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................4
2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).........................................4
2.2. Peran Sektor Pertanian pada MEA...............................................4
2.3. Padi...............................................................................................4
2.3.1. Produksi Padi.......................................................................5
2.3.2. Produktivitas Padi................................................................5
2.4. Luas Lahan....................................................................................5
2.5. Nilai Tukar Petani.........................................................................5
2.6. Tingkat Pendidikan.......................................................................6
2.7. Angkatan Kerja Sektor Pertanian..................................................6
2.8. Penelitian Terdahulu.....................................................................6
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................8
3.1. Populasi dan Sampel.....................................................................8
3.2. Metode Pengumpulan Data...........................................................8
3.3. Definisi Operasional.....................................................................8
3.4. Batasan Masalah...........................................................................9
3.5. Metode Analisis Data....................................................................9
3.5.1. Analisis Deskriptif dengan Pemetaan..................................9
3.5.2. Regresi Data Panel.............................................................10

v
3.5.2.1. Model Regresi Data Panel.....................................10
3.5.2.2. Pemilihan Model Estimasi Data Pnel....................11
3.5.2.3. Pemeriksaan Persamaan Regresi............................12
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................14
4.1. Peta Distribusi Rata-Rata Produksi Padi Tahun 2010-2012.......14
4.2. Pemilihan Model (Teknik Estimasi) Regresi Data Panel...........17
4.3. Interpretasi Model Persamaan.....................................................18
4.3.1 Koefisien Determinasi.......................................................18
4.3.2 Uji Parsial..........................................................................19
4.3.3 Variabel Luas Lahan (Ha)..................................................19
4.3.4 Variabel Produktivitas Padi...............................................20
4.3.5 Variabel Angkatan Kerja...................................................21
4.3.6 Variabel Tenaga Kerja Berpendidikan Rendah.................21
4.4. Penyelesaian Masalah Sebagai Upaya Peningkatan Produksi Padi
untuk Menghadapi MEA.............................................................22
BAB V PENUTUP..........................................................................................24
5.1. Kesimpulan.................................................................................24
5.2. Saran...........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................26
DAFTAR RIWAYAT HIDUP...........................................................................28
LAMPIRAN........................................................................................................34

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Produksi Padi Tahun 2010-2012.....................................................14


Gambar 4.2 Grafik Tingkat Produksi Padi Tahun 2010-2012............................15
Gambar 4.3 Koefisien dan P-Value Model Produksi Padi ...............................17
Gambar 4.4 Peringkat Teratas Sebaran Luas Lahan Sawah dan Tingkat
Produktivitas per Provinsi...................................................................................19

vii
RINGKASAN

Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya


bermata pencaharian sebagai petani. Namun faktanya Indonesia masih melakukan
impor beras dari negara lain yaitu Thailand dan Vietnam. Hal ini dikarenakan
kurang mencukupinya ketersediaan beras dalam negeri yang disebakan oleh
menurunnya produksi padi dalam negeri. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penurunan produksi padi antara lain semakin berkurangnya lahan sawah akibat
pengalih fungsian lahan menjadi kawasan pemukiman ataupun industri. Selain itu
juga disebabkan oleh penurunan jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor
pertanian dan juga masih rendahnya kualitas sumber daya manusia sehingga
kurang mempunyai pengetahuan dalam memanajemen hasil pertanian ataupun
pengetahuan dalam mengembangkan sektor pertanian. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah petani lebih memilih menjual hasil panen kepada tengkulak
daripada ke BULOG sehingga tidak termasuk dalam hitungan persediaan beras
nasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan pertanian
setiap provinsi di Indonesia pada tahun 2010-2012 khususnya di sektor tanaman
padi jika dilihat dari variabel-variabel antara lain tingkat produksi dan
produktivitas tanaman padi, luas lahan sawah, jumlah penduduk yang bekerja
disektor pertanian, jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian berdasarkan
tingkat pendidikan serta nilai tukar petani. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder periode 2010-2012 dari BPS dan Pusat Data dan Sistem
Informasi, Kementerian Pertanian. Metode analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif dengan pemetaan menggunakan ArcGis dan menjelaskan
gambaran keadaan tingkat produksi padi terhadap variabel-variabelnya
menggunakan regresi data panel dengan Eviews. Model yang digunakan adalah
fixed effect dengan persamaan yang didapatkan adalah Yi = αi + 4,5977X2 +
1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e. Kekuatan variabel independen pada model
untuk menjelaskan variabel produksi padi sebesar 99,8%. Kesimpulan dari hasil
penelitian ini adalah variabel yang mempengaruhi pertambahan produksi padi
nasional adalah luas lahan, angkatan kerja, tingkat pendidikan perkerja di sektor
pertanian, dan tingkat produktivitas padi. Karena tahun 2016 ini sudah memasuki
era MEA maka Indonesia dituntut untuk dapat bersaing dengan negara-negara di
lingkup ASEAN salah satunya dalam hal ketahanan pangan oleh karena itu
pemerintah harus bekerja keras untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil
pertanian serta meningkatkan sumber daya manusia yang bekerja disektor
pertanian demi terciptanya ketahanan pangan nasional serta tercapainya program
swasembada beras.

Kata kunci : Pertanian, Produksi padi, Regresi Data Panel, fixed effect, MEA

viii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semenjak tahun 2015, negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah
memasuki era ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA). Hal ini berakibat pada bebasnya arus keluar masuk
perdagangan barang, jasa, tenaga kerja dan investasi di negara-negara
ASEAN. Dengan adanya hal tersebut berakibat pada persaingan antara
barang, jasa, dan tenaga kerja asing dengan barang, jasa, dan tenaga kerja
Indonesia itu sendiri. Penerapan MEA merupakan suatu kesempatan bagi
Indonesia untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas
perekonomian. Salah satu sektor yang dapat menjadi kekuatan Indonesia
adalah sektor pertanian. Dengan adanya pasar bebas ASEAN menimbulkan
tantangan bagi Indonesia berupa keharusan untuk meningkatkan daya saing
melalui peningkatan kualitas serta kuantitas hasil pertanian guna dapat
bersaing dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN.
Indonesia merupakan negara agraris dengan kekayaan yang melimpah
dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.
Sebagai negara agraris sektor pertanian menyumbang peranan penting dalam
kegiatan perekonomian masyarakat. Komoditas yang potensial di Indonesia
adalah beras, karena beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar
masyarakat Indonesia. Kestabilan harga beras dan ketersediannya menjadi hal
penting yang harus diperhatikan pemerintah. Banyak faktor yang
mempengaruhi ketersediaan padi, antara lain salah satunya adalah lahan
sawah, semakin luas lahan sawah yang ditanami padi maka produktivitas padi
akan semakin besar, namun pada era sekarang banyak terjadi alih fungsi
lahan yang seharusnya digunakan sebagai lahan pertanian digunakan sebagai
pemukiman ataupun pengembangan industri. Faktor lain yang mempengaruhi
yaitu ketersediaan padi sebagai bahan baku untuk diproses menjadi beras.
Ketersediaan padi di Indonesia dihitung dari gabah yang dibeli pemerintah
melalui Badan Urusan Logistik (BULOG). Rendahnya harga yang diberikan
2

oleh BULOG mempengaruhi daya jual petani, sehingga petani lebih memilih
menjual gabah kepada tengkulak. (sumber: www.tempo.com) Sebagai
gambaran, berdasarkan Inpres no 5 tahun 2015 tentang pengadaan gabah dan
beras, harga gabah di tingkat petani yaitu minimal Rp. 3.600, namun
kenyataanya harga beli gabah masih dibawah harga standar.
Produksi padi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu penurunan
jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor pertanian. Badan Pusat Statistik
(BPS) mencatat jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dalam tiga tahun
terakhir terus mengalami penurunan. Penurunan jumlah tenaga kerja yang
bekerja disektor pertanian juga disebabkan salah satunya karena faktor tingkat
pendidikan. Tenaga kerja yang berpendidikan menengah hingga tinggi
umumnya kurang minat bekerja di sektor pertanian karena paradigma
pemikiran masyarakat bahwa bekerja disektor pertanian umumnya untuk
orang-orang berpendidikan menengah kebawah. Pengembangan di sektor
pertanian jelas sekali membutuhkan tenaga kerja yang mempunyai keahlian
dan berpendidikan minimal sekolah menengah . Namun petani di Indonesia
rata-rata hanya lulusan Sekolah Dasar (SD) sehingga kurang mempunyai
pengetahuan dalam memanajemen hasil pertanian ataupun pengetahuan
dalam mengembangkan sektor pertanian.
Dengan produktivitas padi yang terus menurun, pemerintah tetap
berusaha menstabilkan harga serta ketersediaannya dengan cara membuka
kran impor dari negara-negara tetangga. Disatu sisi kran impor dibuka dapat
membantu menstabilkan harga, namun disisi lain dengan dibukanya keran
impor maka terjadi penurunan harga jual gabah ditingkat petani sehingga
dapat merugikan petani dan menyebabkan ketergantungan terhadap pangan
luar negeri.
Dengan adanya faktor-faktor yang telah diuraikan diatas, maka
penulis tertarik untuk melakukan analisis tentang faktor penyebab penurunan
produksi padi di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Kementerian Pertanian tahun 2010-2012 untuk setiap Provinsi di Indonesia
sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan yang dapat digunakan untuk
pengembangan dibidang pertanian guna meningkatkan hasil pertanian.
3

Karena tahun 2016 ini sudah memasuki era MEA maka Indonesia dituntut
untuk dapat bersaing dengan negara-negara di lingkup ASEAN salah satunya
dalam hal ketahanan pangan oleh karena itu pemerintah harus bekerja keras
untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil pertanian serta
meningkatkan sumber daya manusia yang bekerja disektor pertanian demi
terciptanya ketahanan pangan nasional serta tercapainya program
swasembada beras.

1.2 Perumusan Masalah


Dari uraian latar belakang diatas, penulis dapat membuat rumusan
masalah yaitu bagaimana keadaan pertanian untuk setiap Provinsi di
Indonesia khususnya di sektor tanaman padi pada tahun 2010-2012 jika
dilihat dari variabel-variabel antara lain tingkat produksi dan produktivitas
tanaman padi, luas lahan sawah, jumlah penduduk yang bekerja disektor
pertanian, jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian berdasarkan
tingkat pendidikan serta nilai tukar petani.

1.3 Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui keadaan
pertanian setiap provinsi di Indonesia pada tahun 2010-2012 khususnya di
sektor tanaman padi jika dilihat dari variabel-variabel antara lain tingkat
produksi dan produktivitas tanaman padi, luas lahan sawah, jumlah penduduk
yang bekerja disektor pertanian, jumlah penduduk yang bekerja disektor
pertanian berdasarkan tingkat pendidikan serta nilai tukar petani. Sehingga
dari hasil analisis variabel-variabel diatas, dapat ditarik kesimpulan yang
dapat digunakan untuk pengembangan dibidang pertanian guna meningkatkan
hasil pertanian, karena jika sektor pertanian Indonesia tumbuh dan
berkembang maka hal ini dapat memberikan kontribusi dalam pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Sehingga sektor pertanian Indonesia dapat bersaing
dengan negara lain di kawasan ASEAN dalam era MEA ini.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)


ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN
adalah pemberlakuan era persaingan bebas dalam pasar tunggal sekawasan
Asia Tenggara. MEA dibentuk dengan dasar untuk memperkecil kesenjangan
diantara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan ekonomi. Pasar
tunggal akan menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang ditandai dengan
kebebasan arus barang, jasa, investasi, tenaga kerja, dan arus modal.
Pembentukan MEA juga akan menjadikan ASEAN sebagai kawasan yang
mempunyai daya saing tinggi dengan tingkat pembangunan ekonomi yang
merata dan terintegrasi dalam ekonomi global.

2.2 Peran Sektor Pertanian pada MEA


Sektor pertanian bisa menjadi salah satu komoditas utama Indonesia
dalam menghadapi pasar bebas ASEAN. Agar hal itu dapat diwujudkan maka
diperlukan peningkatan kualitas sektor pertanian salah satunya peningkatan
kualitas sumber daya manusia sebagai pengelola serta peningkatan dan
perbaikan infrastruktur, karena dengan infrastrutur yang baik akan
meningkatkan efisiensi pemasaran prduk. Dengan adanya pembenahan dalam
hal itu maka Indonesia dapat menghasilkan produk pertanian yang berdaya
saing dan berorientasi ekspor.

2.3 Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim dengan
morfologi berbatang bulat dan berongga yang disebut jerami. Daunnya
memanjang dengan ruas searah batang daun. Pada batang utama dan anakan
membentuk rumpun pada fase vegetatif dan membentuk malai pada fase
generatif. Gabah adalah bulir padi yang telah dipisahkan dari tangkainya (jerami)
dengan cara perontokan menggunakan mesin perontok padi.
5

2.3.1 Produksi padi


Produksi padi adalah jumlah output atau hasil panen padi dari luas
lahan petani selama satu kali musim tanam dalam bentuk Gabah Kering
Panen (GKP).

2.3.2 Produktivitas Padi


Produktivitas padi adalah produksi padi per satuan luas lahan yang
digunakan dalam berusaha tani padi. Produktivitas diukur dalam satuan kuintal
per hektar (kuintal/ha).

2.4 Lahan Sawah


Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi
oleh pematang (galengan), saluran untuk menahan/menyalurkan air, yang
biasanya ditanami padi sawah tanpa memandang dari mana diperolehnya atau
status lahan tersebut. Termasuk disini lahan yang terdaftar di Pajak Hasil
Bumi, Iuran Pembangunan Daerah, lahan bengkok, lahan serobotan, lahan
rawa yang ditanami padi dan lahan-lahan bukaan baru. Lahan sawah
mencakup sawah pengairan, tadah hujan, sawah pasang surut, rembesan,
lebak dan lain sebagainya.

2.5 Nilai Tukar Petani


Nilai Tukar Petani merupakan perbandingan antara Indeks harga yg
diterima petani (It) dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib). NTP > 100,
berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar dari
kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari
pengeluarannya. NTP = 100, berarti petani mengalami impas.
Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan persentase
kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan
pengeluarannya. NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan
harga produksi relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang
konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.
6

2.6 Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan atau sering disebut dengan jenjang pendidkan
adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang
dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. (UU RI No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional).

2.7 Angkatan Kerja Sektor Pertanian


Angkatan kerja sektor pertanian adalah penduduk berusia diatas 15 tahun
yang bekerja disektor pertanian.

2.8 Penelitian Terdahulu


Penelitian yang dilakukan oleh Agung Budi Santoso (2015) berjudul
pengaruh luas lahan dan pupuk bersubsidi terhadap produksi padi nasional
bertujuan untuk menganalisis faktor luas lahan dan pupuk bersubsidi yang
mempengaruhi produksi padi secara nasional dan analisis deskripsi mengenai
faktor yang memengaruhi produksi padi tersebut yang meliputi penyebaran
dan proporsi di masing-masing pulau besar di Indonesia. Data yang
digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder berasal dari statistik
pertanian tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Pusat Data dan Informasi
Pertanian Kementerian Pertanian. Data tersebut diolah menggunakan analisis
regresi linier berganda. Hasil yang diperoleh bahwa produksi beras secara
nasional dipengaruhi oleh luas lahan sawah, realisasi pupuk urea bersubsidi,
realisasi pupuk SP-36 bersubsidi, dan realisasi pupuk ZA bersubsidi. Semua
faktor tersebut inelastis terhadap produksi padi baik dalam jangka pendek
ataupun jangka panjang. Pulau Jawa dan Bali memiliki proporsi tertinggi
dalam semua faktor yang memengaruhi produksi padi tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Manahanto, Salyo Sutrisno, dan
Candra F Ananda (2009) berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Padi Studi Kasus di Kecamatan Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah.
Tujuan penelitian antara lain untuk menganalisis faktor-faktor yang
7

mempengaruhi peningkatan produksi padi sawah, dan menganalisis tingkat


optimasi penggunaan faktor- faktor produksi pada usaha tani padi sawah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: model yang digunakan secara simultan
faktor-faktor luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja efektif, jumlah pupuk,
jumlah pestisida, pengalaman petani dalam berusahatani, jarak rumah petani
dengan lahan garapan, dan sistem irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap
peningkatan produksi padi sawah. Selain itu model yang digunakan
menunjukkan bahwa: secara parsial luas lahan garapan, jumlah tenaga kerja
efektif, jumlah pupuk, jumlah pestisida (obat-obatan), jarak lahan garapan
dengan rumah petani, dan sistem irigasi berpengaruh terhadap peningkatan
produksi padi sawah, sedangkan, pengalaman petani tidak berpengaruh (non
significant) terhadap peningkatan produksi padi sawah. Sedangkan hasil
analisis optimasi (efisiensi ekonomis) penggunaan faktor produksi
menunjukkan bahwa: luas lahan garapan belum optimum (efisien) sehingga
penggunaannya perlu ditambah, jumlah tenaga kerja efektif tidak optimum
sehingga penggunaannya perlu dikurangi terutama pada MT. I dan MT. II
sedangkan pada MT. III sudah optimum (efisien), jumlah pupuk tidak
optimum sehingga penggunaannya perlu dikurangi, jumlah pestisida (obat-
obatan) belum optimum sehingga penggunaannya perlu ditambah.
8

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel


Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keadaan
pertanian Indonesia tahun 2010-2012. Penggunaan periode tahun tersebut
karena sensus pertanian terakhir diadakan pada tahun 2013. Sedangkan
sampel yang digunakan adalah keadaan pertanian di 33 Provinsi (kecuali
Kalimantan Utara) pada tahun 2010-2012.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
dokumentasi, yaitu melalui pencatatan data sekunder dengan menggunakan
dokumen atau data tertulis. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder time series periode tahun 2010-2012 dari BPS di
www.bps.go.id dan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian
Pertanian.

3.3 Definisi Operasional


Variabel penelitian merupakan segala sesuatu yang akan menjadi
objek penelitian. Untuk melihat pengaruh atau hubungan antara variabel-
variabel tersebut maka terdapat dua jenis variabel yaitu variabel independen
(X) dan variabel dependen (Y).
Dalam penelitian ini variabel independen (X) antara lain:
1. Produktivitas, yaitu jumlah produksi padi per satuan luas lahan yaitu
kuintal/hektar.
2. Luas lahan sawah, yaitu luas lahan yang digunakan petani untuk
menghasilkan padi yang diukur dalam satuan hektar.
3. Angkatan kerja diatas 15 tahun yang bekerja disektor pertanian, yaitu
jumlah penduduk baik laki-laki maupun perempuan yang berusia diatas
15 tahun yang bekerja di sektor pertanian.
9

4. Jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian berdasarkan tingkat


pendidikan, dalam hal ini tingkat pendidikan dibagi menjadi dua yaitu
tingkat pendidikan rendah yaitu tidak sekolah – tamat SMP dan
pendidikan tinggi yaitu SMA – perguruan tinggi.
5. Nilai tukar petani, yaitu perbandingan antara Indeks harga yg diterima
petani (It) dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)
Sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen (Y) adalah
Produksi padi, yaitu hasil panen padi dari luas lahan petani selama satu kali
musim tanam dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) yang diukur dalam
satuan ton.

3.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diambil dari BPS dan
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian. Data
berupa laporan tahunan statistik sektor pertanian periode 2010-2012.
2. Data setiap variabel merupakan data per provinsi di Indonesia yaitu 33
provinsi kecuali Kalimantan Utara pada tahun 2010-2012.
3. Tingkat signifikansi 10%
4. Variabel dependen yang digunakan adalah produksi padi dengan satuan
ton.
5. Variabel independen yang digunakan adalah produktivitas (kuintal/ha),
luas lahan sawah (hektar), angkatan kerja yang berusia diatas 15 tahun
yang bekerja disektor pertanian, jumlah penduduk yang bekerja disektor
pertanian berdasarkan tingkat pendidikan serta nilai tukar petani.
6. Software statistik yang digunakan yaitu pemetaan dengan ArcGis dan
regresi data panel dengan Eviews 7.

3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Analisis Deskriptif dengan Pemetaan


Untuk menjelaskan hasil analisis deskriptif, alat analisis yang
digunakan adalah pemetaan dengan ArcGis. Adapun variabel yang digunakan
10

dalam pemetaan adalah tingkat produksi tanaman padi di 33 Provinsi di


Indonesia pada tahun 2010-2012.

3.5.2 Regresi Data Panel


Untuk menjelaskan gambaran keadaan tingkat produksi dan
produktivitas tanaman padi, luas lahan sawah, jumlah penduduk yang bekerja
disektor pertanian, jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian
berdasarkan tingkat pendidikan serta nilai tukar petani, alat analisis yang
digunakan adalah regresi data panel dengan menggunakan Eviews. Regresi
data panel adalah gabungan antara data time series dan data cross section.
Modelnya dituliskan dengan:
Y it =α + β X it +εit ; i=1 , 2 , … , N ; t=1 , 2, … , T
Dimana :
N = banyaknya observasi
T = banyaknya waktu
N ×T = banyaknya data panel

3.5.2.1 Model Regresi Data Panel

a. Common Effect Model (CEM)


Menurut Baltagi yang dituliskan oleh Pangestika (2015) model
tanpa pengaruh individu (common effect) adalah pendugaan yang
menggabungkan (pooled) seluruh data time series dan cross section dan
menggunakan pendekatan OLS (Ordinary Least Square) untuk
menduga parameternya. Metode OLS merupakan salah satu metode
populer untuk menduga nilai parameter dalam persamaan regresi linear.
Secara umum, persamaan modelnya dituliskan sebagai berikut.
Y it =α + β X it +ε it
Dengan :
Y it = variabel respon pada unit observasi ke-i dan waktu ke-t
X it = variabel prediktor pada unit observasi ke-i dan waktu ke-t
β = koefisien slope atau koefisien arah
11

α = intercept model regresi


ε it = galat atau error pada unit observasi ke-i dan waktu ke-t

b. Fixed Effect Model


Pendugaan parameter regresi panel dengan Fixed Effect Model
menggunakan teknik penambahan variabel dummy sehingga metode ini
seringkali disebut dengan Least Square Dummy Variable model.
Persamaan regresi pada Fixed Effect Model adalah
N
Y it =α 1 + ∑ a k D ki+ β X it + ε it
k=2

Menurut Gujarati yang dituliskan oleh Pangestika (2015) mengatakan


bahwa pada Fixed Effect Model diasumsikan bahwa koefisien slope
bernilai konstan tetapi intercept bersifat tidak konstan.

c. Random Effect Model (REM)


Menurut Nachrowi & Usman yang dituliskan oleh Pangestika
(2015) sebagaimana telah diketahui bahwa pada Random Effect Model
(REM), perbedaan karakteristik-karakteristik individu dan waktu
diakomodasikan pada intercept sehingga intercept-nya berubah antar
waktu. Sementara Random Effect Model (REM) perbedaan karakteristik
individu dan waktu diakomodasikan pada error dari model. Mengingat
ada dua komponen yang mempunyai kontribusi pada pembentukan
error, yaitu individu dan waktu, maka random error pada REM juga
perlu diurai menjadi error untuk komponen waktu dan error gabungan.
Dengan demikian persamaan REM diformulasikan sebagai berikut.
Y n=α + β X it +ε it ; ε it =ui + v t + wit
Dengan:
ui = komponen error cross section
vt = komponen error time series
w it = komponen error gabungan

3.5.2.2 Pemilihan Model Estimasi Data Panel


12

a. Uji Chow
Uji ini digunakan untuk memilih salah satu model pada regresi data
panel, yaitu antara model efek tetap (fixed effect model) dengan model
koefisien tetap (common effect model). Jika F hitung > F (n−1 , nT−n−k) atau
p−value<α (taraf signifikansi/alpha), maka tolak hipotesis awal ( H 0)
sehingga model yang terpilih adalah model efek tetap.

b. Uji Hausman
Uji ini digunakan untuk memilih model efek acak (random
effect model) dengan model efek tetap (fixed effect model). Uji ini
bekerja dengan menguji apakah terdapat hubungan antara galat pada
model (galat komposit) dengan satu atau lebih variabel penjelas
(independen) dalam model. Hipotesis awalnya adalah tidak terdapat
hubungan antara galat model dengan satu atau lebih variabel penjelas.
(Baltagi, 2008: 310). Jika W > X 2(a , k ) atau nilai p−valuekurang dari
taraf signifikansi yang dientukan, maka tolak hipotesis awal ( H 0)
sehingga model yang terpilih adalah model efek tetap.

3.5.2.3 Pemeriksaan Persamaan Regresi


a. Uji F
Hipotesis :
H 0 : β1 =β2 =β3 =…=β k =0
H 1 : paling tidak ada satu slope yang ≠ 0
Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope)
regresi secara bersamaan. Kriteria uji : H0 ditolak jika
F hitung > F (α , n+k−1 ,nT −n−k) artinya bahwa hubungan antara semua variabel
indpenden dan variabel dependen berpengaruh signifikan (Gujarati,
2004) yang dituliskan oleh Pangestika (2015).
b. Uji t
Hipotesis:
H 0 : β j=0
H 1 : β j ≠ 0 ; j=0,1,2 ,.. , k (k adalah koefisien slope)
13

Dari hipotesis tersebut, akan dilakukan pengujian terhadap β j


(koefisien regresi populasi), apakah sama dengan nol, yang berarti
variabel bebas tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap
variabel terikat atau tidak sama dengan nol yang berarti variabel bebas
mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

c. Koefisien Determinasi ¿ ¿)
Menurut Nachrowi & Usman yang dituliskan oleh Pangestika
(2015), Koefisien Determinasi (Goodness of Fit), yang dinotasikan
dengan ¿ ¿), merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi,
karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang
terestimasi. Dengan kata lain, angka tersebut dapat mengukur seberapa
dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya.
Nilai Koefisien Determinasi ¿ ¿), ini mencerminkan seberapa
besar variasi dari variabel terikat Y dapat diterangkan oleh variabel
bebasX . Bila nilai Koefisien Determinasi sama dengan 0 % ¿), artinya
variasi Y dari tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara
bila ( R2=100 % ) , artinya variasi secara keseluruhan dapat diterangkan
oleh X . Dengan kata lain, maka semua pengamatan berada tepat pada
garis regresi. Dengan demikian baik atau buruknya suatu persamaan
regresi ditentukan oleh R2-nya yang mempunyai nilai antara nol hingga
100 %.
14

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam perkembangannya, tingkat produksi padi dapat dipengaruhi oleh


faktor-faktor antara lain produktivitas, luas lahan sawah, jumlah penduduk yang
bekerja disektor pertanian dan juga nilai tukar petani. Produksi padi memiliki
peranan penting dalam menjaga stabilitas kehidupan masyarakat, dimana jika
produksi padi tinggi dan mencukupi maka masyarakat akan merasa sejahtera
sebaliknya jika produksi padi menurun bahkan rendah maka akan terjadi gejolak
di masyarakat karena padi merupakan bahan baku yang akan diproses menjadi
beras dimana beras menjadi makanan pokok masyarakat indonesia.

4.1 Peta Distribusi Rata-Rata Produksi Padi Tahun 2010-2012


Berdasarkan data produksi pertanian pada 33 provinsi di Indonesia
dari tahun 2010-2012, sekitar 55% produksi beras di Indonesia berada di
pulau Jawa dan Bali, 23% di pulau sumatera, 11% di pulau Sulawesi, 7% di
pulau Kalimantan, 4% di pulau Nusa Tenggara, dan untuk di pulau Maluku
dan Papua tidak terdapat produksi padi. Gambaran umum mengenai pemetaan
rata-rata tingkat produksi padi di Indoneia tahun 2010-2012 dapat dilihat pada
Gambar 4.1
15

Gambar 4.1 Produksi Padi Tahun 2010-2012

Pada Gambar 4.1 dapat diketahui bahwa daerah dengan indeks warna
gelap memiliki nilai produksi yang tinggi, daerah dengan indeks warna
sedang memiliki nilai produksi sedang, dan daerah yang berwarna putih
memiliki nilai produksi yang rendah. Provinsi yang memiliki tingkat produksi
besar pada tahun 2010-2012 adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. Kemudian daerah yang tingkat produksinya sedang adalah
Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung,
Banten, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
Sedangkan Provinsi yang lain dengan tingkat Produksi yang rendah.
16

Gambar 4.2 Grafik Tingkat Produksi Padi Tahun 2010-2012

Gambar 4.2 menunjukan gambaran umum mengenai tingkat produksi


padi pada 33 provinsi di Indonesia dari tahun 2010-2012, dengan rata-rata
produksi padi di Indonesia 2.033.156 ton, terdapat 8 provinsi yang memiliki
tingkat produksi padi di atas rata-rata yang terdiri dari provinsi Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Kemudian terdapat 3 provinsi
dengan tingkat produksi padi berada ada kisaran rata-rata yang terdiri dari
Banten, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, dan sisanya 22 provinsi di
Indonesia memiliki tingtat produksi padi di bawah rata-rata. Provinsi yang
memiliki rata-rata tingkat produksi padi tertinggi adalah Jawa Barat sebesar
11.547.607 ton, adapun provinsi yang memiliki tingkat produksi padi
terendah adalah Kepulauan Riau sebesar 1.264 ton.
Pada Gambar 4.2 terdapat 3 provinsi yang menjadi titik pusat
perhatian yaitu provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, provinsi
ini memiliki tingkat produksi padi jauh di atas rata-rata. Terdapat perbedaan
tingkat produksi yang signifikan antara pulau Jawa dengan pulau lainnya, hal
ini dikarenakan adanya keragaman sumber daya alam dan kondisi sosial
ekonomi. Koridor ekonomi Sumatera misalnya, di dominasi oleh subsektor
perkebunan dan banyak dijumpai lahan tanaman pangan yang dikonversi
17

menjadi lahan perkebunan. Koridor ekonomi Jawa sesuai dengan MP3EI


(Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia )
banyak dijumpai agroindustri yang mengolah produk pangan. Koridor
ekonomi Sulawesi sesuai MP3EI merupakan daerah produksi pangan,
sebagian kecil terdapat produksi pangan di lahan sawah. Koridor ekonomi
Bali dan Nusa Tenggara terjadi persaingan pemanfaatan lahan pertanian
dengan sektor pariwisata. Koridor ekonomi Kepulauan Maluku dan Papua
memiliki beragam potensi sumber pangan dengan kendala geografi yang
cukup berat.
Selain adanya keragaman sumberdaya alam dan sosial ekonomi,
menurut Adiningsih et.al, (2004) yang ditulis oleh Irawan dkk (2013), tanah-
tanah di luar Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua
sebagian besar termasuk ordo Ultisol, Inceptisol, dan Oxiosol. Dimana ketiga
ordo tanah ini pada umumya mempunyai tingkat kesuburan tanah yang
rendah, dicirikan dengan kandungan hara terutama fosfat dan kation-kation
seperti Ca, Mg, K, dan Na, serta kandungan bahan organik yang rendah,
kejenuhan basa yang rendah sampai sangat rendah, Kapasitas Tukar Kation
(KTK) dan kandungan Fe dan Al yang tinggi sampai sangat tinggi. Dengan
adanya sifat-sifat tanah seperti ini, peningkatan produksi padi di luar pulau
Jawa akan sulit dicapai tanpa adanya pasokan pupuk yang tinggi. Selain itu
tentunya diperlukan perbaikan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
budidaya padi sawah seperti penggunaan varietas unggul, pengolahan tanah,
pengairan dan pemberantasan hama penyakit tanaman guna meningkatkan
tingkat produksi padi secara merata di seluruh Indonesia. Sehingga sektor
pertanian Indonesia dapat bersaing dengan negara lain dikawasan ASEAN
dalam era MEA ini.

4.2 Pemilihan Model (Teknis Estimasi) Regresi Data Panel


Dalam penelitian ini, variabel produksi padi dipengaruhi oleh
beberapa variabel independen diantaranya adalah : luas lahan pertanian,
angkatan kerja di atas 15 tahun yang bekerja di sektor pertanian, tingkat
produktivitas, nilai tukar petani, jumlah lulusan berpendidikan rendah (tidak
sekolah sampai tamat sekolah menengah pertama) yang bekerja di sektor
18

pertanian, jumlah lulusan berpendidikan tinggi (sekolah menengah atas


sampai strata 1) yang bekerja di sektor pertanian. Hasil analasis regresi data
panel menggunakan software eviews7 dengan tingkat kepercayaan sebesar
90% didapatkan variabel independen yang berpengaruh secara signifikan
(nyata) terhadap variabel produksi padi yang akan diperlihatkan pada gambar
4.3
Variabel Keterangan Coefficients Sig.

ß slope (konstanta) 8,725,031 0,9933


X1 ankatan kerja >= 15tahun di sektor pertanian -1,668,686 0,0000
X2 luas lahan (ha) 4,597,750 0,0995
X3 nilai tukar petani (%) -9,934,425 0,9299
X4 jumlah lulusan berpendidikan rendah di sektor pertanian 1,285,565 0,0065
X5 jumlah lulusan berpendidikan tinggi di sektor pertanian 4,476,908 0,1274
X6 tingkat produktivitas 45457,75 0,0006
R-squared 0,9986
Adj. R-squared 0,9978

Gambar 4.3 Coefficients dan p-value model produksi padi

Yi = αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e

Keterangan :
Yi : Produksi padi tiap provinsi (ton)
αi : nilai intercept masing-masing provinsi.
X2 : luas lahan (Ha)
X4 : jumlah lulusan berpendidikan rendah (tidak sekolah sampai tamat
sekolah menengah pertama) yang bekerja di sektor pertanian.
X6 : Tingkat produktivitas (kuintal/ha)
X1 : Jumlah angkatan kerja di atas 15 tahun yang bekerja di sektor pertanian.
e : error
Model persamaan tersebut merupakan model regresi fixed effect (efek
tetap). Pemilihan model berdasarkan hasil keputusan beberapa perlakuan uji
(test) antara lain uji F dan Uji Hausman. Pada Uji F (Chow test) dilakukan
perbandingan antara model estimasi common effect dan fixed effect dimana
pada hasil pengujian nilai probabilitas < 0,10 (tingkat signifikansi) sehingga
keputusannya model fixed effect lebih baik dibandingkan model common
effect pada kasus penelitian ini. Tahap selanjutnya, melakukan uji Hausman
yang dimana merupakan uji untuk menentukan manakah model estimasi yang
19

terbaik diantara fixed effect model dengan random effect model. Setelah
dilakukan, output menunjukkan bahwa nilai probabilitas < 0,10 sehingga
model fixed effect lebih baik jika dibandingkan dengan model random effect
pada kasus penelitian ini. Pada model fixed effect diasumsikan bahwa efek
setiap individu (provinsi) yang tercermin dalam parameter α memiliki nilai
tertentu yang tetap untuk setiap provinsi namun setiap provinsi memiliki
parameter slope (ß) yang tetap. Setiap αi adalah parameter yang akan
diestimasikan secara unik untuk setiap provinsi. Berikut merupakan contoh
model persamaan pada provinsi D.I Yogyakarta :

YD.I. Yogyakarta : -1628004 + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e

4.3 Interpretasi Model Persamaan

4.3.1 Koefisien Determinasi


Berdasarkan gambar 4.3 diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R
Squared) dalam model ini sebesar 0,998 atau jika dikonversikan kedalam
bentuk persentase menjadi 99,8%. Hal tersebut berarti bahwa variabel
independen yang terdiri atas luas lahan, nilai tukar petani, angkatan kerja
diatas 15 tahun yang bekerja disektor pertanian, tingkat produktivitas, jumlah
lulusan berpendidikan rendah dan berpendidikan tinggi yang bekerja sebagai
petani mampu menjelaskan atau mempengaruhi variabel dependen (produksi
padi) sebesar 99,8% dan sisanya sebesar 0,02% dipengaruhi faktor lain diluar
penilitian.

4.3.2 Uji Parsial


Berdasarkan uji parsial dengan tingkat signifikansi sebesar 0,10 dengan
H0 : ßi = 0 (tidak ada pengaruh signifikan) dan H1 : ßi ≠ 0 (ada pengaruh
secara signifikan) serta daerah kritis tolak H0 jika p-value < 0,10 didapatkan
keputusan bahwa variabel yang berpengaruh siginifikan terhadap produksi
padi di Indonesia adalah luas lahan, tingkat produktivitas, jumlah lulusan
berpendidikan rendah yang bekerja disektor pertanian dan angkatan kerja
diatas 15 tahun yang bekerja disektor pertanian.
20

4.3.3 Variabel Luas Lahan (Ha)


Luas lahan pertanian berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah
produksi padi. Pada literature jurnal penelitian terdahulu yang berjudul
“Pengaruh Luas Lahan dan Pupuk Bersubsidi Terhadap Produksi Padi
Nasional” yang dibuat oleh Agung Budi Santoso (2015) menunjukkan
keputusan yang sama. Bahwasannya luas lahan mempunyai pengaruh yang
nyata terhadap peningkatan jumlah produksi padi secara nasional. Pada
gambar 4.3 nilai koefisien luas lahan sebesar 4,5977 artinya setiap
penambahan 1 Ha lahan sawah akan mempengaruhi pertambahan produksi
padi sebesar 4,5977 ton dengan syarat variabel independen yang lain
dianggap tetap.

Provinsi Tahun Produktivitas (kuintal/ha) Produksi (ton) Luas Lahan Sawah (ha)

Jawa Timur 2010 59.29 11643773 1107276


Jawa Timur 2011 54.89 10576543 1106449
Jawa Timur 2012 61.74 12198707 1105550
Jawa Tengah 2010 56.13 10110830 962471
Jawa Tengah 2012 57.7 10232934 962289
Jawa Tengah 2011 54.47 9391959 960970
Jawa Barat 2011 59.22 11633891 930507
Jawa Barat 2010 57.6 11737070 930268
Jawa Barat 2012 58.74 11271861 923575
Sumatera Selatan 2011 43.13 3384670 629355
Sumatera Selatan 2010 42.53 3272451 611386
Sumatera Selatan 2012 42.81 3295247 610314
DI Yogyakarta 2012 61.88 946224 55023
Sumber : statistika pertanian 2010-2012 , Badan Pusat Statistika

Gambar 4.4 Peringkat Teratas Sebaran Luas Lahan Sawah dan Tingkat
Produktivitas per Provinsi

Berdasarkan data produksi pertanian 2010-2012 (Badan Pusat Statistik)


jumlah produksi padi di provinsi Jawa Timur menjadi yang tertinggi dengan
jumlah 12,19 juta ton, diikuti dengan provinsi-provinsi di pulau jawa lainnya,
seperti Jawa tengah dan Jawa Barat. Jumlah produksi padi yang tinggi
cenderung terpusat di pulau Jawa, diperkirakan penyebabnya adalah pulau
Jawa memiliki beberapa gunung aktif yang berperan memberikan kandungan
mineral di dalam tanah. Selain itu, Pulau Jawa memiliki potensi air tanah
yang cukup besar (Irawan 2012) dan menurut Rejekiningrum (2009)
21

penyebaran potensi air tanah di Pulau Jawa 24,9% dari total penyebaran air
tanah di Indonesia.
Pada gambar 4.3 dapat dilihat luas lahan sawah pada tahun 2012
cenderung menurun dari tahun sebelumnya. Seperti contohnya pada provinsi
Jawa Timur yang diindikasi terjadi pengalihan fungsi lahan sawah. Alih
fungsi lahan sawah atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan sawah
adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan sawah dari
fungsinya semula menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif
terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan pertanian
merupakan bentuk konsekuensi adanya pertumbuhan dan perubahan struktur
sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang (Hidayat 2009).
Semakin banyak lahan sawah yang dialih fungsikan untuk dijadikan daerah
perindustrian maupun perumahan maka akan mengakibatkan jumlah produksi
padi menurun. Namun, faktanya jumlah penduduk Indonesia semakin
meningkat setiap tahunnya tanpa diimbangi dengan penambahan luas lahan
pertanian, sehingga kegiatan konversi lahan pertanian ke sektor non pertanian
tidak dapat dihindari guna menunjang pertambahan penduduk Indonesia.

4.3.4 Variabel Produktivitas Padi


Produktivitas padi (kuintal/ha) merupakan kemampuan luas lahan
untuk menghasilkan padi per hektar. Produktivitas padi berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan jumlah produksi padi. Pada persamaan
model, nilai koefisien produksi padi sebesar 45.457 artinya setiap
peningkatan 1 satuan pada variabel produktivitas padi maka akan berdampak
pada pertambahan jumlah produksi padi sebesar 45.457 ton jika variabel
lainnya diasumsikan tetap atau dianggap tidak ada. Provinsi D.I,Yogyakarta
memiliki potensi pengembangan luas lahan sawah karena memiliki
produktivitas tinggi, dilihat dari datanya yang terus meningkat setiap
tahunnya,sebagai contoh, pada tahun 2012 sebesar 61,88 kuintal/ha dan luas
lahan sawah yang tersedia sebesar 17,27 % dibandingkan dengan luas total
daratan. Oleh karena itu, dapat dikatakan, potensi produksi padi di D.I
Yogyakarta akan bertambah seiring dengan peningkatan nilai produktivitas.

4.3.5 Variabel Angkatan Kerja


22

Angkatan kerja diatas 15 tahun yang bekerja disektor pertanian


berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah produksi padi nasional. Pada
model, nilai koefisien angkatan kerja sebesar -1,6686, artinya angkatan kerja
berpengaruh negatif terhadap produksi padi. Hal tersebut terjadi karena pada
data yang digunakan di penelitian ini terdapat provinsi yang jumlah angkatan
kerjanya lebih banyak dibanding hasil produksi padinya, sehingga
mempengaruhi model yang didapatkan. Secara teoritis seharusnya jika jumlah
angkatan kerja yang bekerja disektor pertanian jumlahnya banyak maka akan
mempengaruhi jumlah produksi padi menjadi semakin tinggi. Namun pada
penelitian ini diduga bahwa terdapat beberapa daerah yang kinerja petaninya
rendah sehingga menyebabkan ketimpangan negatif antar jumlah angkatan
kerja dan produksi padi.

4.3.6 Variabel Tenaga Kerja Berpendidikan Rendah


Nilai koefisiensi variabel jumlah lulusan berpendidikan rendah yang
bekerja di sektor pertanian (X4) sebesar 1,2855. Hal tersebut berarti setiap
penambahan 1 satuan variabel X4 akan mempengaruhi peningkatan produksi
padi sebesar 1,2855 ton dengan syarat variabel lain yang masuk dalam model
pengamatan dianggap konstan. Lain halnya dengan tenaga kerja yang
berpendidikan tinggi yang tidak masuk dalam model pengamatan. Ketika
sektor pertanian mayoritas diisi tenaga kerja yang berpendidikan rendah
otomatis mereka tidak mampu berperan banyak karena keterbatasan
pengetahuan sehingga sangat sulit untuk mengembangkan inovasi teknologi
pertanian untuk meningkatkan jumlah produksi padi nasional. Berkaca pada
masalah tersebut, sudah seharusnya bagi para pemuda yang mampu
mengenyam pendidikan tinggi agar dapat mengubah mindset mereka
bahwasannya menjadi seorang petani bukanlah suatu hal yang rendahan.
Indonesia membutuhkan banyak para ahli-ahli dibidang pertanian untuk dapat
mengembangkan teknologi di bidang pertanian guna meningkatkan jumlah
produksi padi sehingga slogan “Indonesia sebagai negara agraris” mampu
diperlihatkan melalui jumlah produksi pertanian komoditi tanaman pangan
seperti padi yang melimpah.
23

4.4 Penyelesaian Masalah Sebagai Upaya Peningkatan Produksi Padi untuk


Menghadapi MEA
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah lahan pertanian
di Indonesia pada tahun 2012 sekitar 13 juta hektar. Namun faktanya,
Indonesia hingga saat ini masih melakukan impor beras dari Thailand dan
Vietnam. Padahal Indonesia memiliki peranan penting sebagai produsen padi
dimata dunia dan menjadi produsen beras terbesar ketiga setelah Tiongkok.
Permasalahan ini terjadi karena beberapa faktor, salah satunya sumber daya
manusia yang kurang berkualitas. Jika dilihat dari kuantitasnya, Indonesia
berada diposisi teratas dengan jumlah tenaga kerja yang melimpah dibanding
Negara anggota ASEAN lainnya. Namun, yang perlu diperhatikan adalah
permasalahan kualitas dari SDM yang dimiliki bukan lagi tentang
kuantitasnya. Menurut data, umumnya orang-orang yang bekerja disektor
pertanian berpendidikan rendah yaitu antara tidak sekolah hingga hanya
tamatan SMP, sehingga hal ini mempengaruhi cara dalam mengolah pertanian
dan juga memanajemen hasil pertanian. Dengan adanya permasalahan
tersebut sebaiknya pemerintah lebih gencar melakukan pendekatan,
sosialisasi penyuluhan dan pendampingan kepada petani-petani di daerah-
daerah yang dianggap sebagai kawasan penghasil pertanian yang produktif,
karena dengan adanya pendidikan, penyuluhan dan pendampingan, petani
menjadi lebih paham cara pengolahan lahan sawah untuk menghasilkan padi
yang berkualitas dan kuantitasnya bisa meningkat serta petani tidak menjual
hasil panen kepada tengkulak dan lebih memilih menjual kepada BULOG
sehingga persediaan beras di BULOG bisa aman dan pemerintah tidak perlu
impor dari negara lain. Sehingga bukan lagi hanya menargetkan peningkatan
jumlah produksi padi setiap tahun, akan tetapi bagaimana cara menghasilkan
produksi padi yang berkualitas dan mampu bersaing dengan produksi padi di
beberapa negara anggota ASEAN lainnya.
Faktor lainnya yang mempengaruhi produksi padi adalah alih fungsi
lahan yang berubah menjadi kawasan industri ataupun pemukiman. Alih
fungsi lahan secara besar-besaran sangat mempengaruhi ketersediaan lahan
sawah sehingga hal ini juga mempengaruhi produksi padi secara signifikan.
24

Tanah memiliki keterbatasan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya,


disisi lain kebutuhan manusia akan pembangunan pada dasarnya memerlukan
tanah dalam pelaksanaannya. Alih fungsi lahan sawah menjadi bangunan ini
dapat membuat kerugian jangka panjang yaitu berdampak terhadap
lingkungan dan potensi lahan itu sendiri, sehingga produksi padi bisa
menurun dengan adanya pengalihfungsian ini. Dengan adanya hal tersebut
pemerintah membuat regulasi melalui undang-undang agraria yaitu Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan. Didalam undang-undang tersebut sudah dijelaskan
tentang tujuan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan antara lain:
menjamin tersedianya lahan pertanian secara berkelanjutan, mewujudkan
kemandirian, ketahanan dan kedaulatan pangan, meningkatkan kemakmuran
serta kesejahteraan petani dan masyarakat, dll. Dengan sudah adanya regulasi
dari pemerintah pusat tersebut, diharapkan pemerintah daerah memperketat
pelaksanaan dan mematuhi regulasi tersebut karena pemberi izin pengalih
fungsian lahan biasanya pemerintah daerah. Apabila pemangku kebijakan
melaksanakan regulasi Undang-Undang sebagaimana mestinya maka
pengalihfungsian lahan bisa ditekan dan produksi padi di Indonesia bisa
terjaga sehingga pemerintah bisa menekan impor beras bahkan tidak perlu
lagi melakukan impor beras guna mengurangi ketergantungan pangan
terhadap luar negeri.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
25

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dari grafik dapat


disimpulkan bahwa provinsi yang memiliki tingkat produksi tinggi pada
tahun 2010-2012 adalah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Kemudian daerah yang tingkat produksinya sedang adalah Provinsi Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Banten,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat. Sedangkan
Provinsi yang lain dengan tingkat Produksi yang rendah.
Dari hasil analisis dengan regresi data panel diperoleh hasil bahwa
yang mempengaruhi pertambahan produksi padi nasional adalah luas lahan,
angkatan kerja, tingkat pendidikan perkerja di sektor pertanian, dan tingkat
produktivitas padi. Model yang digunakan adalah fixed effect dan model
persamaan yang di dapatkan adalah Yi = αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 +
45457X6 – 1,6686X1 + e. Kekuatan variabel independen pada model untuk
menjelaskan variabel produksi padi sebesar 99,8%.
Karena tahun 2016 ini sudah memasuki era MEA maka Indonesia
dituntut untuk dapat bersaing dengan negara-negara di lingkup ASEAN salah
satunya dalam hal ketahanan pangan. Oleh karena itu pemerintah harus
bekerja keras untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas hasil pertanian
serta meningkatkan sumber daya manusia yang bekerja disektor pertanian
demi terciptanya ketahanan pangan nasional serta tercapainya program
swasembada beras.

5.2 Saran
Dari hasil kesimpulan yang telah diuraikan, maka penulis membuat beberapa
saran antara lain:
1. Pemerintah harus lebih gencar melakukan sosialisasi, pendampingan dan
penyuluhan terhadap petani-petani sehingga kualitas sumber daya
manusia di bidang pertanian bisa meningkat yang akan berpengaruh
terhadap cara mengolah pertanian dan juga memanajemen hasil
pertanian.
2. Pemerintah melalui Badan Urusan Logistik (BULOG) harus lebih gencar
melakukan pendekatan dan penyuluhan terhadap petani agar menjual
26

hasil panennya kepada BULOG sehingga ketersediaan beras nasional


bisa terjamin.
3. Pemerintah daerah harus mematuhi regulasi yang sudah dibuat oleh
pemerintah pusat melalui undang-undang agraria yang mengatur tentang
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sehingga tidak asal
dalam memberi izin pengalih fungsian lahan menjadi perumahan atau
kawasan industri.
4. Masyarakat harus merubah paradigma bahwa menjadi petani adalah
pekerjaan yang rendahan dan tidak menjanjikan, padahal menjadi petani
bisa menguntungkan jika dibarengi dengan kemampuan pengolahan dan
memanajemen hasil pertanian yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
27

Abdurofiq, Atep. (2014). Menakar Pengaruh Masyarakat ekonomi ASEAN 2015


Terhadap Pembangunan Indonesia. Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Jakarta.

Apriyadi, Tri. (2013). Mengganti Beras Adalah Keharusan. [Online]. Tersedia:


http://www.kompasiana.com/tri_apriyadi/mengganti-beras-adalah-
keharusan_552cce5e6ea83490338b456a [8 April 2016 : 18.45].

Ananto, dkk. (2012). Kemandirian Pangan Indonesia dalam Perspektif Kebijakan


Mp3ei. Jakarta: IAARD Press, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Kementrian Pertanian.

Badan Pusat Statistik. (2015). Produksi Padi Menurut Provinsi (ton) 1993-2015.
[Online]. Tersedia: www.bps.go.id [15 Maret 2016 : 19.30].

Badan Pusat Statistik. (2015). Produktivitas Padi Menurut Provinsi (kuintal/ha)


1993-2015. [Online]. Tersedia: www.bps.go.id [15 Maret 2016 : 19.39].

Badan Pusat Statistik. (2015). Luas Lahan Sawah Menurut Provinsi (ha) 2003-
2013. [Online]. Tersedia: www.bps.go.id [15 Maret 2016 : 19.45]

Badan Pusat Statistik. (2015). Nilai Tukar Petani (NTP) Menurut Provinsi 2008-
2014. [Online]. Tersedia: www.bps.go.id [15 Maret 2016 : 19.59].

Ekananda, M. (2015). Ekonometrika Dasar untuk Penelitian Bidang Ekonomi,


Sosial dan Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Irawan, dkk. (2013). Studi Kebijakan Akselerasi Pertumbuhan Produksi Padi di


Luar Pulau Jawa. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kementrian Pertanian.

Pasaribu S. M, dkk. (2014). Kajian Kesiapan Sektor Pertanian Menghadapi pasar


tunggal ASEAN 2015. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sasmita, Ronny P. (2016). MEA, Siap Tidak Siap Harus Siap. [Online]. Tersedia:
http://news.metrotvnews.com/read/2016/01/06/467535/mea-siap-tidak-
siap-harus-siap [8 April 2016 : 18.26]
28

Supriyatna, dkk.(2014). Statistik Lahan Pertanian Tahun 2009-2013. Pusat Badan


dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal, Kementrian
Pertanian.

Winarno, W. Wahyu. (2007). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan


Eviews. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


29
30
31
32
33
34
35

LAMPIRAN

Lampiran 1

Tabel model persamaan regresi berdasarkan nilai intercept yang unik di setiap provinsi

Model
Provinsi
α (intercept) y (Produksi padi)
Aceh -1137900 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Sumatra Utara 2069791 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Sumatra Barat -134214.5 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Riau 13557.75 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Jambi -578506.1 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Sumatera Selatan 1036658 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Bengkulu -998558.8 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Lampung 1041713 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Kep. Bangka Belitung -944252.4 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Kep. Riau -1306720 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
DKI Jakarta -2541605 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Jawa Barat 7266343 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Jawa Tengah 6908260 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
DI Yogyakarta -1628004 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Jawa Timur 10355936 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Banten -794547.6 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Bali -1300935 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Nusa Tenggara Barat -710749.5 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Nusa Tenggara Timur -811263.6 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Kalimantan Barat 105366.6 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
kalimantan Tengah -808434.6 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Kaliantan Selatan -1220847 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Kalimantan Timur -1205293 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Sulawesi Utara -1525269 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Sulawesi Tengah -1033028 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Sulawesi Selatan 588383 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Sulawesi Tenggara -1343250 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Gorontalo -2044131 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Sulawesi Barat -1656030 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Maluku -1627841 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Maluku Utara -1236688 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Papua Barat -1501635 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Papua -1296309 y= αi + 4,5977X2 + 1,2855X4 + 45457X6 – 1,6686X1 + e
Lampiran 2

Anda mungkin juga menyukai