Herwita Idris
ABSTRAK
Hama penggulung daun (Pachyzancla stultalis) merupakan salah satu hama penting pada tanaman nilam, dapat
merusak dan menurunkan mutu minyak, sehingga perlu dicari solusi yang lebih aman untuk mengendalikan hama
tersebut. Penggunaan insektisida botani adalah salah satu cara untuk mengendalikan hama pada tanaman.
Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian insektisida nabati yang mengandung bahan aktif cynamaldehid,
citronellal, oleandrin, thevetin dan alamandin terhadap hama penggulung daun nilam P. stultalis. Penelitian
dilaksanakan dirumah kaca dan di lapang. Penelitian rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap (tujuh
perlakuan dan empat ulangan), sedangkan pengujian skala lapang dilakukan dalam rancangan acak kelompok (10
perlakuan dan tiga ulangan). Parameter pengamatan meliputi mortalitas dan intensitas serangan larva penggulung
daun nilam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula insektisida nabati yang diuji dalam skala rumah kaca, dapat
mengendalikan penggulung daun P. stultalis antara 19,81-52,09% pada konsentrasi 5-10%. Pemakaian formulasi 20%,
menunjukkan efektifitas lebih baik dengan persentase kematian antara 23,96-56,24%. Pada uji skala lapang,
efektivitas formula insektisida lebih rendah dibandingkan rumah kaca, dengan tingkat kematian larva antara 46,80-
49,50% dan intensitas serangan antara 41,30-46,40%. Peningkatan konsentrasi formulasi menjadi 22%, menunjukkan
hasil yang lebih baik pada semua parameter.
Kata kunci: Tanaman nilam, penggulung daun (Pachyzancla stultalis), insektisida nabati
ABSTRACT
Leaf roller (Pachyzancla stultalis) is one of the important insect pest of patchouli plant, destroy and decreas of the oil
quality, so that necessary to find a more secure solution to control those insect. The use of botanical insecticide is one
of important method in controllong of insect pest on the plant. Therefore in connection with the testing of botanical
insecticide containing the active ingredient cynamaldehid, citronelal, oleandrin, thevetin and alamandin has been done
to leaf rollers on P. stultalis of patchouli plant. Greenhouse testing and field experiment were conducted. The
experiment were arranged in Completely Randomized Design and Randomized Block Design in the greenhouse and in
the field respectively, with seven treatment and four replications in greenhouse and 10 treatments and three
replications in the field. Parameters include mortality observations and intensity of attacks of larvae rollers on shoots
patchouli. The result indicated that the mortality of leaf roller, P. stultalis between 19.81-52.09% compared than
natural mortality in controls. Concentration formulation of 20%, showed a better than an other treatment with
mortality between 23.96-56.24%. At the field scale, the effectivity of the all treatment was lower than green house test
with a mortality rate of larvae between 46.80-49.50% and the intensity of the attack (41.30-46.40%). The best
concentration is 22% showed better results in all parameters.
Key words: patchouli plant, Pachyzancla stultalis, botanical insecticide
69
Bul. Littro, Volume 25, Nomor 1, Mei 2014
70
Herwita Idris : Formula Insektisida Nabati untuk Mengendalikan Hama Penggulung Daun (Pachyzancla stultalis) pada Tanaman Nilam
71
Bul. Littro, Volume 25, Nomor 1, Mei 2014
dalam rancangan acak kelompok. Aplikasi Kalau ditinjau dari sudut pemakaian
perlakuan dilakukan dengan cara penyemprotan kosentrasi, terlihat bahwa kosentrasi formulasi
insektisida yang diuji pada daun nilam. 20%, menunjukkan efektifitas yang lebih baik
Pengamatan dilakukan setiap minggu yang dibandingkan kosentrasi lain yang lebih rendah
meliputi intensitas serangan dan kepadatan dengan kematian larva antara 48,25-56,24%, hal
populasi larva per tanaman. Intensitas serangan ini disebabkan karena selain semakin besarnya
dihitung dengan Rumus (Natawigena, 1988). kadar bahan aktif yang bersifat toksik dalam
Ʃ (n x v ) formula, juga diduga karena kurangnya nutrisi
P= x 100% yang dikonsumsi oleh larva akibat adanya
ZN
Keterangan/Note: senyawa anti makan dalam formula yang
P = Intensitas serangan/Damage intensity. diperlakukan sehingga meningkatkan daya racun
n = Jumlah daun yang terserang/Total number of terhadap serangga uji (Shahabuddin dan Anshary,
leave damage.
v = Nilai skala tiap kategori serangan/Value of damage
2010). Sebaliknya kalau dilihat dari jenis bahan
category. aktif, diketahui bahwa formula insektisida nabati
Z = Nilai skala kategori serangn tertinggi/Value of berbahan kayumanis (cinnamaldehide) memiliki
highest of damage category. efektifitas paling baik dibandingkan dengan
N = Jumlah daun yang diamati/Total number of leaf
formula bahan lainnya dengan kematian larva
sample.
mencapai 56,24% pada kosentrasi 20%, sedangkan
Nilai skala dari kategori serangan efektifitas paling rendah pada formulasi Nerium
(Natawigena, 1988): oleander (oleandrine) yang hanya mencapai
0 : Tidak ada serangan 48,25% pada kosentrasi 20%. Adanya variasi
1 : Terdapat serangan dengan luas kurang tingkat efektifitas dari insektisida nabati yang diuji
dari 25% dari bagian tanaman yang disebabkan oleh pengaruh kandungan bahan aktif,
diamati komposisi formulasi dan tanggap dari jenis
2 : Terdapat serangan dengan luas 25-50% serangga bersangkutan (Everitt and Ferron, 1999).
dari bagian tanaman yang diamati Tabel 1 menunjukkan bahwa kematian
3 : Terdapat serangan dengan luas 50-75% larva pada masing-masing perlakuan insektisida
dari bagian tanaman yang diamati nabati terjadi 48 jam setelah aplikasi, dan akhir
4 : Terdapat serangan dengan luas lebih dari kematian terjadi antara 96 jam setelah aplikasi.
75% dari bagian tanaman yang diamati Sedangkan pada insektisida sintetis, awal
kematian terjadi 24 jam setelah aplikasi, dan
HASIL DAN PEMBAHASAN terakhir pada 48 jam setelah aplikasi. Kondisi
Skala rumah kaca tersebut menunjukkan bahwa semua insektisida
nabati yang digunakan bersifat toksik, anti
Hasil uji skala rumah kaca diketahui bahwa
hormonal yang mengganggu keseimbangan
semua formula insektisida nabati yang diuji secara
hormon dalam tubuh larva. Gangguan hormonal
umum dapat meningkatkan kematian larva
ini terlihat dari beberapa indikasi visual antara lain
penggulung daun P. stultalis berkisar antara 19,81-
(a) Aktifitas pergerakan menjadi lambat bahkan
52,09% dibanding kematian alami pada kontrol
cenderung lumpuh, (b) Kemampuan untuk
(4,15%). Efektifitas insektisida sintetis piretroid
menggulung daun mengalami penurunan menjadi
dengan kematian larva mencapai 73,58% (Tabel
sangat lambat, (c) Kulit tubuh mengalami retak-
1). retak, bahkan ada beberapa larva yang menunjuk-
72
Herwita Idris : Formula Insektisida Nabati untuk Mengendalikan Hama Penggulung Daun (Pachyzancla stultalis) pada Tanaman Nilam
Tabel 1. Mortalitas larva penggulung daun pada berbagai perlakuan insektisida nabati skala rumah kaca.
Table 1. Mortality of leaf roller larvae on various of botanical insecticide treatments of greenhouse scale.
Kematian (%)
Perlakuan
Kisaran Rata-rata Efektifitas dibanding kontrol
Fbio-M
1. 5% 25-34 28,14 23,99
2. 10% 39-47 44,67 40,52
3. 20% 53-68 56,24 52,09
Fbio-SW
1. 5% 23-30 25,20 21,05
2. 10% 37-44 39,15 35,00
3. 20% 49-65 54,36 50,09
Fbio-NO
1. 5% 21-28 23,96 19,81
2. 10% 34-41 36,46 32,31
3. 20% 46-61 48,25 44,10
Fbio-TP
1. 5% 23-30 25,55 65,50
2. 10% 36-45 40,93 36,78
3. 20% 50-62 53,77 49,62
Fbio-AC
1. 5% 22-29 24,18 20,03
2. 10% 34-43 37,70 33,55
3. 20% 48-60 54,95 50,80
Sintetik 69-75 73,58 69,43
Non/kontrol 3-7 4,15 -
Keterangan/Note:
Fbio-KM= kayumanis, Fbio-SW= Seraiwangi, Fbio-NO= Nerium/Fbio-KM = cinnamon, Fbio-SW = Seraiwangi, Fbio-NO = Nerium.
Fbio-TP = Thevetia, Fbio-AC= Alamanda/Fbio-TP = Thevetia, Fbio-AC = Alamanda.
Fbio = formula bio insektisida/bio insecticide formula.
kan kegagalan molting. Menurut Borror et al. penggulungan daun pada perlakuan insektisida
(1993) dan Yoshishara et al. (1980), pertumbuhan sintetik piretroid yang berlangsung selama 13,6
larva serangga dikontrol oleh hormon Protorasiko- jam (Gambar 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa
tropik (PPTH) yang dihasilkan oleh sel neurosekre- semakin tinggi daya toksisitas akan menurunkan
torik dengan fungsi merangsang kelenjer protorak aktifitas larva. Menurut Cheung. (1989) dan
dan corpora alata untuk menghasilkan hormon Nakamura (1993), serangga yang luput dari
Ekdison dan Juvenil. Gangguan yang terjadi pada kematian akibat penggunaan pestisida akan
hormon PPTH ataupun hormon Ekdison dan mengalami (1) Aktifitas menjadi lebih lambat yang
juvenil, mengakibatkan kematian, kegagalan mungkin berakhir dengan kematian, (2) Terjadi
molting, perpanjangan siklus, perubahan kon- perubahan mendasar pada sistim hormonal yang
sumsi makan dan gangguan lainnya. memungkinkan terjadinya kekebalan.
Adanya gangguan hormonal pada larva P. Untuk pengujian skala lapang insektisida
stultalis secara nyata bisa terlihat dari aktifitas nabati yang dipakai adalah formulasi kosentrasi
larva dalam melakukan penggulungan daun 20% (terbaik dari skala rumah kaca) dan 22%. Hasil
tanaman. Pada formula Fbio-KM, proses peng- uji lapangan diketahui bahwa rata-rata kematian
gulungan daun terjadi selama 9,8 jam, hal ini (mortalitas) hama penggulung daun pada
berarti 4,7 lebih lambat dari keadaan alami kosentrasi 20% berkisar antara 46,80-49,50%,
(kontrol) yang hanya berlangsung selama 5,1 jam, paling tinggi pada perlakuan insektisida nabati
serta 3,8 jam lebih cepat dibanding proses kayumanis dan paling rendah pada insektisida
73
Bul. Littro, Volume 25, Nomor 1, Mei 2014
nabati berbahan aktif T. peruviana. Pada sisi lain Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa
peningkatan kosentrasi menjadi 22% dari formulasi terbaik hasil rumah kaca, mengalami
kosentrasi terbaik skala rumah kaca (plus dua penurunan toksisitas antara 11,20-12,96%.
persen) dapat meningkatkan kematian larva Adanya penurunan toksisitas di atas diduga karena
penggulung daun menjadi 47,15-51,70%, paling belum stabilnya komposisi formulasi, sehingga
rendah pada perlakuan insektisida nabati T. sangat mudah terpengaruh oleh kondisi
peruviana dan paling tinggi pada perlakuan lingkungan, termasuk mengalami pencucian pada
insektisida nabati kayumanis (Tabel 2). saat hujan, ataupun terjadinya perubahan struktur
16 bahan aktif karena penyinaran yang terlalu tinggi.
14 Menurut Nakamura (1993); Cheung et al. (1989),
12 efektifitas suatu pestisida terletak dari komposisi
Aktifitas (jam)
10
formulasinya, ketepatan komposisi antara bahan
8
aktif, pelarut dan pembasah akan memberikan
6
efek sangat bagus terhadap efektifitas dan lama
4
waktu penyimpanan.
2
Diketahui juga bahwa intensitas serangan
0
Perlakuanan
larva penggulung daun pada berbagai perlakuan
Fbio-KM Fbio-SW Fbio-AC Fbio-TP formulasi insektisida nabati terlihat bervariasi,
Fbio-NO Decis Kontrol
paling tinggi pada perlakuan kontrol (tanpa
Gambar 1. Aktifitas larva penggulungan daun P. insektisida) dengan intensitas serangan 60,25%,
stultalis pada perlakuan insektisida sedangkan intensitas serangan paling rendah pada
nabati.
Figure 1. Larvae activity of leaf roller P. stultalis in
perlakuan insektisida sintetik piretroid dengan
botanical insecticide treatment. intensitas serangan 30,70%. Pada sisi lain
Tabel 2. Mortalitas larva penggulung daun pada berbagai perlakuan insektisida nabati skala lapang.
Table 2. Leaf roller larvae mortality at various treatment is of field-scale.
74
Herwita Idris : Formula Insektisida Nabati untuk Mengendalikan Hama Penggulung Daun (Pachyzancla stultalis) pada Tanaman Nilam
intensitas serangan pada empat formulasi Ditjen Bina Produksi Perkebunan. 2004. Nilam. Statistik
insektisida nabati berkisar 41,30-46,40% pada Perkebunan Indonesia. 2001-2003. 23 hlm.
formulasi terbaik rumah kaca, dan 39,80-44,60% Elzinga RJ. 1978. Fundamentals of entomology.
pada formulasi yang ditingkatkan (Tabel 2). Prentice hall of India. Private Ltd. New Delhi.
Terjadinya variasi terhadap mortalitas larva di Everitt JI and P Ferron. 1999. Biological control of insect
atas, sangat dipengaruhi oleh aktifitas larva. Pada pests with natural insecticides. Academic Press,
perlakuan kontrol (tanpa insektisida) aktifitas larva New York. 384 p.
berjalan secara alamiah, sedangkan pada per- Fujiwara N, D Kawamura dan J Thomson. 1989. The
lakuan lainnya aktifitas larva dipengaruhi oleh botanical insecticide of Allamandin (Alamanda
bahan aktif dari insektisida uji dan menurunkan cathartica). Tokyo University Press. Japan. 44 p.
aktifitas larva. Ginting CU, A Djamin dan Hartanta. 1995. Efikasi
berbagai konsentrasi emulsi ekstrak daun nimba
KESIMPULAN (Azadirachta indica) dan daun Mindi (Melia
Semua formulasi insektisida nabati dapat azedarach) terhadap Setothosea asigna. Jurnal
meningkatkan kematian larva penggulung daun P. Penelitian Kelapa Sawit. 3(2): 119-125.
Stultalis sebesar 19,81-52,09% dengan persentase Hasnah dan Nasril. 2009. Efektivitas Ekstrak Buah
kematian antara 23,96-56,24%, dibanding Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Pada Tanaman
kematian alami pada kontrol pada uji di Rumah Sawi. Jurnal Floratek 4: 29-40.
kaca. Huong. 1990. The Plant toxic for botanical inscticide.
Pada pengujian skala lapang, toksisitas Journal of the Entomological Society of Southern
pada formulasi 20% mengalami penurunan 11,20- Africa 38: 125-155.
12,96% dengan tingkat kematian larva antara Idris H, Nurmansyah, Ariful dan Hilma Syamsu. 2003.
46,80-49,50% dan intensitas serangan antara Pemanfaatan pestisida limbah kayumanis untuk
41,30-46,40%. Peningkatan kosentrasi terbaik pengendalian penyakit kanker. Laporan akhir
rumah kaca menjadi 22%, menunjukkan hasil yg tahun 2003. 10 hlm.
lebih baik pada semua parameter uji. Kalshoven LGE. 1981. Pest of crops in Indonesia. PT.
Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta. Indonesia. 701 p.
DAFTAR PUSTAKA
Mathew G. 2006. An inventory of Indian Pyralids
Adria, Jamalius, Zulkifli H dan Idris H. 1990. Beberapa (Lepidoptera:Pyralidae). Zoos Journal 21(5): 2242-
jenis hama perusak daun tanaman nilam 2258.
(Pogostemon cablin Benth). Pemberitaan
Penelitian Tanaman Industri. Pusat Penelitian dan Nakamura K. 1993. Pesticides effect. Kanazawa
Pengembangan Tanaman Industri. Bogor. XVI(2): University Press. Japan. 23 p.
59-64. Natawigena H. 1988. Dasar-dasar perlindungan
Borror DJ, CA Triplehorn and NF Johnson. 1993. tanaman. Fakultas Pertanian Univ. Padjadjaran.
Pengenalan pelajaran serangga (terjemahan). Bandung. 118 hlm.
Edisi ke VI. Gadjah Mada University Press. Robin SRJ. 1982. Selected market for the essential oils
Yokyakarta. 1083 hlm. of patchouli and vetiver. Tropical Product Institute
Chapman RF. 1969. The insect, structure and function. Ministry of Overseas Development. Great Britain
The English Universities Press Ltd. London. 819 p. G. 167: 7-20.
Cheung K, J Hind and P Duffy. 1989. Plant original Saravanapavananthan T. 1985. Plant poisoning in Sri
toxisity and analyzer. Chemical Journal, 35: 295- Lanka. Jaffna Toxicol Journal, 20(1): 17-21.
297.
75
Bul. Littro, Volume 25, Nomor 1, Mei 2014
Shahabuddin dan A Anshary. 2010. Uji Aktivitas Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. hlm. 11-18.
Insektisida Ekstrak Daun Serai terhadap Ulat Daun
Wee HT and Ho SH. 2003. Contact Toxicity and
Kubis (Plutella xylostella L.). Jurnal Agroland 17(3):
Repellency of trans-Anethole and
178-183.
Cinnamaldehyde to Blattella germanica (L.)
Shaw D and Pearn J. 1979. Oleander Poisoning. Toxicol Department of Biological Sciences, National
Journal of Australia, 2: 267-269. University of Singapore. 4 p.
Soehardjan M. 1994. Konsepsi dan strategi penelitian Yoshishara T, K Sogawa, MD Pathak, BO Juliano and S
dan pengembangan pestisida nabati. Prosiding Sakamura. 1980. Oxalic acid, oleandrine and
Seminar Hasil Penelitian dalam Rangka thevetine as sucking inhibitor of the brown
Pemanfaatan Pestisida Nabati. Balai Penelitian planthopper. Ent. Journal. Exp. Appl 27: 149-155.
76