Anda di halaman 1dari 7

Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum yang kami lakukan pada tanggal 27 Oktober 2014 di laboratorium
IPA 2 dengan tujuan untuk menentukan episentrum suatu gempa bumi. Untuk dapat menentukan
episentrum, langkah pertama yaitu membagi kertas menjadi 4 bagian dan menentapkan titik a pada salah
satu bagian kertasnya. Langkah kedua yaitu menandai stasiun A, B, dan C pada kertas, dimulai dengan
menandai sebuah titik 2,5 cm diatas titik tengah kertas (sebagai stasiun A). menggambar B dan C
menggunakan a sebagai petunjuk. Langkah ketiga yaitu menghitung jarak episentrum gempa dengan
mengukur perbedaan waktu datangnya gelombang primer dan sekunder pada stasiun mereka. Langkah
keempat yaitu mengkonversikan setiap satuan jarak dengan cm, sehingga data dapat digunakan pada peta
(1 cm di peta = 100 km dikenyataan). Langkah kelima yaitu memebuat lingkaran yang berpusat pada
stasiun A, B, dan C.

Untuk menentukan episentrum, kita dapat menggunakan konsep lingkaran dengan diketahui
selisih waktu tiba gelombang P (primer) dan gelombang S (sekunder) yang terekam pada 3 stasiun
gempa. Gelombang primer adalah gelombang longitudinal yang pertama kali tercatat pada seismograf.
Gelombang ini dirambatkan dari hiposentrum melalui lapisan litosfer dan dirambatkan secara menyebar
dan cendrung cepat. Gelombang longitudinal merambat melalui medium zat padat, cair, dan gas.
Sedangkan gelombang sekunder adalah gelombang tranversal yang tercatat pada seismograf setelah
gelombang primer. Gelombang ini dirambatkan dari hiposentrum ke segala arah dalam lapisan litosfer
dengan kecepatannya lebih rendah dibangdingkan gelombang longitudinal dan bergerak tegak lurus
dengan arah rambatannya. Gelombang tranversal hanya merambat melalui medium padat. Sebelum
menghitung selisih gelombang primer dan sekunder, terlebih dahulu menentukan pusat dari gempa yang
ada di atas permukaan atau episentrum (titik pertemuan dari ketiga lingkaran).

a. Data Nomer 1 Episentrum


Pengamatan pertama, kami membuat perbedaan waktu di stasiun A = 60 sekon, stasiun B = 100
sekon, dan stasiun C = 80 sekon. Berdasarkan data hasil pengamatan didapatkan bahwa selisih dari
gelombang primer dan sekunder pada masing-masing stasiun adalah A = 2,6 cm; B = 4,4 cm; C = 3,7 cm.
Dari selisih gelombang primer dan sekunder yang didapat pada pengamatan oleh masing-masing stasiun
kita dapat memprediksi letak dari episentrum yang sebenarnya dalam kenyataan. Dengan menggunakan
skala perbandingan 1 cm di pengamatan = 100 km di kenyataan. Jadi selisih dari gelombang primer dan
sekunder pada masing-masing stasiun di kenyataan adala A = 260 km (episentrum terletak pada 260 km
dari stasiun A), B = 440 km (episentrum terletak pada 440 km dari stasiun B), C = 370 km (episentrum
terletak pada 370 km dari stasiun C). Kita dapat menegetahui bahwa gempa lebih dekat dengan stasiun A,
sehingga dimungkinkan daerah disekitar stasiun A akan mengalami kerusakan yang lebih parah
dibandingkan dengan di daerah disekitar stasiun B dan C. Setelah ditemukan letak episentrumnya kita
dapat mengetahui bahwa gempa tersebut berbentuk linier. Maksudnya dari gempa berbentuk linier adalah
gempa yang episentrumnya berupa suatu garis. Gempa linier dapat dirasakan oleh daerah-daerah yang
berada disebelah daerah pusat gempa dan terus merambat hingga daerah berikutnya sehingga membentuk
suatu garis.

a. Data Nomer 2 Episentrum

Pengamatan kedua, kami membuat perbedaan waktu di stasiun A = 80 sekon, stasiun B = 80


sekon, dan stasiun C = 100 sekon. Untuk menentukan letak episentrum kita menggambar lingkaran
terlebih dahulu dengan mengikuti ketentuan bahwa perbedaan antara gelombang primer dan sekunder
sebanyak 40 sekon = 2 cm, 60 sekon = 3 cm, 80 sekon = 4 cm, 100 sekon = 5 cm, dan 120 sekon = 6 cm
pada pengamatan. Skala 1 cm pengamatan menunjukan 100 km dikenyataan. Mengacu pada ketentuan
tersebut didapatkan data hasil pengamatan perbedaan gelombang primer dan sekunder pada masing-
masing stasiun A = 3 cm (dikenyatan, episentrum terletak pada 300 km dari stasiun A); B = 3,3 cm
(dikenyataan, episentrum terletak pada 330 km dari stasiun B); C = 4 cm (dikenyataan, episentrum
terletak pada 400 km dari stasiun C). kita dapat mengetahui bahwa gempa lebih dekat dengan stasiun A,
sehingga dimungkinkan didaerah sekitar stasiun A akan mengalami kerusakan lebih parah dibandingkan
dengan daerah disekitar stasiun B dan C. Setelah ditemukan letak episentrumnya kita dapat mengetahui
bahwa gempa tersebut berbentuk linier. Maksudnya dari gempa berbentuk linier adalah gempa yang
episentrumnya berupa suatu garis. Gempa linier dapat dirasakan oleh daerah-daerah yang berada
disebelah daerah pusat gempa dan terus merambat hingga daerah berikutnya sehingga membentuk suatu
garis.

b. Data Nomer 3

Tidak terdapat titik pertemuan antara ketiga lingkaran

Pengamatan ketiga, kami membuat perbedaan waktu di stasiun A = 120 sekon, stasiun B = 60
sekon, dan stasiun C = 80 sekon. Untuk menentukan letak episentrum kita menggambar lingkaran terlebih
dahulu dengan mengikuti ketentuan bahwa perbedaan antara gelombang primer dan sekunder sebanyak
40 sekon = 2 cm, 60 sekon = 3 cm, 80 sekon = 4 cm, 100 sekon = 5 cm, dan 120 sekon = 6 cm pada
pengamatan. Skala 1 cm pengamatan menunjukan 100 km dikenyataan. Pada pengamatan nomer 3, tidak
didapatkan titik pertemuan antara ketiga lingkaran. Sehingga tidak terdapat selisih dari gelombang primer
maupun sekunder. Hal ini dimungkinkan bahwa gelombang sekunder atau gelombang tranversalnya
merambat melalui medium selain zat padat. Karena jika gelombang tranversal merambat melalui medium
selain zat padat, dapat menyebabkan gelombang tersebut akan menghilang dan tidak tercatat lagi pada
seismograf. Dimungkinkan bahwa gempa tersebut jauh dari pusat gempa bumi, sehingga goncangan
gempa bumi semakin lemah saat sampai ke permukaan. Selain itu, kemungkinan yang mungkin terjadi
adalah gempa yang terjadi adalah gempa yang episentrumnya berada di laut. Gempa ini terjadi karena
hiposentrumnya berada dibawah dasar laut sehingga guncangan dan getarnnya berada di dasar laut.
Gempa ini biasanya menyebabkan tsunami apabila kekuatannya besar.

c. Data Nomer 4

Episentrum

Pengamatan keempat, kami membuat perbedaan waktu di stasiun A = 100 sekon, stasiun B = 120
sekon, dan stasiun C = 80 sekon. Untuk menentukan letak episentrum kita menggambar lingkaran terlebih
dahulu dengan mengikuti ketentuan bahwa perbedaan antara gelombang primer dan sekunder sebanyak
40 sekon = 2 cm, 60 sekon = 3 cm, 80 sekon = 4 cm, 100 sekon = 5 cm, dan 120 sekon = 6 cm pada
pengamatan. Skala 1 cm pengamatan menunjukan 100 km dikenyataan. Mengacu pada ketentuan tersebut
didapatkan data hasil pengamatan perbedaan gelombang primer dan sekunder pada masing-masing
stasiun A = 3,8 cm (dikenyatan, episentrum terletak pada 380 km dari stasiun A); B = 4,8 cm
(dikenyataan, episentrum terletak pada 480 km dari stasiun B); C = 2,5 cm (dikenyataan, episentrum
terletak pada 250 km dari stasiun C). Kita dapat mengetahui bahwa gempa lebih dekat dengan stasiun C,
sehingga dimungkinkan di daerah sekitar stasiun C akan terjadi kerusakan yang lebih parah dari pada
stasiun B dan A. Setelah ditemukan letak episentrumnya kita dapat mengetahui bahwa gempa tersebut
berbentuk linier. Maksudnya dari gempa berbentuk linier adalah gempa yang episentrumnya berupa suatu
garis. Gempa linier dapat dirasakan oleh daerah-daerah yang berada disebelah daerah pusat gempa dan
terus merambat hingga daerah berikutnya sehingga membentuk suatu garis.

d. Data nomer 5
Tidak terdapat titik pertemuan antara ketiga lingkaran

Pengamatan kelima, kami membuat perbedaan


waktu di stasiun A = 120 sekon, stasiun B = 40 sekon, dan stasiun C = 60 sekon. Untuk menentukan letak
episentrum kita menggambar lingkaran terlebih dahulu dengan mengikuti ketentuan bahwa perbedaan
antara gelombang primer dan sekunder sebanyak 40 sekon = 2 cm, 60 sekon = 3 cm, 80 sekon = 4 cm,
100 sekon = 5 cm, dan 120 sekon = 6 cm pada pengamatan. Skala 1 cm pengamatan menunjukan 100 km
dikenyataan. Pada pengamatan nomer 5, tidak didapatkan titik pertemuan antara ketiga lingkaran.
Sehingga tidak terdapat selisih dari gelombang primer maupun sekunder. Hal ini dimungkinkan bahwa
gelombang sekunder atau gelombang tranversalnya merambat melalui medium selain zat padat. Karena
jika gelombang tranversal merambat melalui medium selain zat padat, dapat menyebabkan gelombang
tersebut akan menghilang dan tidak tercatat lagi pada seismograf. Dimungkinkan bahwa gempa tersebut
jauh dari pusat gempa bumi, sehingga goncangan gempa bumi semakin lemah saat sampai ke permukaan.
Selain itu, kemungkinan yang mungkin terjadi adalah gempa yang terjadi adalah gempa yang
episentrumnya berada di laut. Gempa ini terjadi karena hiposentrumnya berada dibawah dasar laut
sehingga guncangan dan getarnnya berada di dasar laut. Gempa ini biasanya menyebabkan tsunami
apabila kekuatannya besar.
Gempa bumi adalah getaran yang ditimbulkan oleh lewatnya gelombang seismik yang
dipancarkan oleh suatu sumber energy elastic yang dilepaskan secara tiba-tiba. Pelepasan energy elastic
tersebut terjadi pada saat batuan dilokasi sumber gempa tidak mampu menahan gaya yang ditimbulkan
olah gerak relative antar blok batuan, daya tahan batuan menentukan besaran kekuatan gempa. Teori yang
dapat menjelaskan tentang energy elastic yang dapat diterima adalah pergeseran sesar dan teori
kekenyalan elastic (elastic rebound theory) dari H.F Rheid (1906). Teori ini menjelaskan jika permukaan
bidang sesar saling bergesekan, batuan akan mengalami deformasi (perbahan bentuk). Jika perubahan
tersebut melampaui batas elastisitasnya atau regangannya, maka batuan akan patah (rupture) dan akan
kembali ke bentuk asalnya (reboud).

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap episentrum, kami dapat memperkirakan daerah yang
dekat dengan sumber gempa (dengan amplitude gelombang paling besar) adalah daerah yang akan
mengalami kerusakan lebih parah. Selain dari faktor jarak dengan sumber gempa ada juga faktor yang
lain yaitu sifat batuan dan rekayasa bangunan. Semakin jauh jarak dari pusat bumi, goncangan gempa
bumi akan semakin melemah, sehingga efek terhadap bangunan akan semakin kecil. Efek dari kerusakan
akibat gempa bumi bersifat konsentris (melingkar) mengikuti kaidah perambatan gelombang gempa
bumi. Bangunan yag didirikan diatas batuan yang lahan batuan yang bersifat kompak dank eras akan
lebih tahan lama terhadap goncanag gempa bumi dibandingkan dengan bangunan yang didirika di atas
batuan yang bersifat lunak (urai). Seperti halnya kasus yang melanda Yogyakarta tanggal 26 Mei 2006
didaerah Bantul yang mengalami kerusakan bangunan paling parah dan korban yang lebih banyak
dibandingkan dengan kota Yogyakarta yang lainnya, karena daerah bantul terletak di atas batuan urai.
Kontuksi bangunan sangat berpengaruh terhadap kekuatan bangunan dalam menahan goncanagn gempa
bumi. Jika kualitas bangunan memenuhi standar bangunan tahan gempa, maka bangunan tersebut dapat
bertahan terhadap goncangan gempa bumi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dapat menyimpulkan bahwa dengan perbedaan waktu antara gelombang
primer dan gelombang sekunder yang diterima oleh masing-masing stasiun, berbeda pula episentrum
letak episentrumnya.

Jawaban pertanyaan

1. Saat ilmuwan ingin menentukan episentrum gempa dengan menggunakan tiga tempat yang
terletak pada satu homoseista (homoseista adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat di
permukaan bumi yang mencatat getaran gempa pertama pada waktu yang sama). Selain itu juga
diketahui perbedaan waktu gelombang primer dan sekunder antar ketiga stasiun.
2. Dengan menggunakan gambar ketiga lingkaran, kemudian dicari titik singgung atau daerah itisan
dari ketiga gambar lingkaran tersebut. Selain itu juga harus diketahui perbedaan waktu datang
antara gelombang primer dan gelombang sekunder antar ketiga stasiun.

Anda mungkin juga menyukai