Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MIKROBIOLOGI

“ ANTIBIOTIK PENGHAMBAT SINTESIS PROTEIN”

DOSEN PEMBIMBING

Dra. Ratih Dewi D,M.Kes

DISUSUN OLEH

Rahmaniah

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKUSLTAS FARMASI

PROGRAM STUDI S1-FARMASI

BANJARMASIN

2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Teriring dengan salam kita haturkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan

ijin-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah MIKROBIOLOGI

yang berjudul “ANTIBIOTIK PENGHAMBAT SINTESIS PROTEIN”.

Pada kesempatan ini pula, saya mengucapkan terima kasih kepada dosen

mata kuliah yang membimbing dan mengarahkan saya sehingga tugas makalah ini

dapat di selesaikan dengan baik.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas makalah ini masih

banyak kekurangan yang ditemui. Untuk itu saya mengucapkan maaf, karena

kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahan serta kekhilafan milik

umatnya.

Semoga tugas makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua

terutama bagi teman-teman mahasiswa .

Akhir kata saya mengucapkan

Wassalamualaikum Wr.Wb

Banjarmasin, 24 oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
I.I LATAR BELAKANG...............................................................................................1
I.II RUMUSAN MASALAH.........................................................................................2
I.II TUJUAN..................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN ANTIBIOTIK.................................................................................3
2.2 TETRASIKLIN........................................................................................................3
A. MEKANISME AKSI TETRASIKLIN...............................................................4
B. FARMAKOKINETIK........................................................................................5
C. RESISTENI........................................................................................................7
D. EFEK SAMPING...............................................................................................8
2.3 KLORAMFENIKOL..........................................................................................8
A. MEKANISME AKSI.........................................................................................9
B. FARMAKOKINETIK........................................................................................9
C. RESISTENSI....................................................................................................11
D. EFEK SAMPING.............................................................................................11
2.4 MAKROLIDA (ERITROMISIN, KLARITROMISIN, DAN AZITROMISIN)....11
A. MEKANISME AKSI.......................................................................................12
B. FARMAKOKINETIK......................................................................................14
C. RESISTEN.......................................................................................................17
D. INTERAKASI OBAT......................................................................................18
2.5 KLINDAMISIN.....................................................................................................19
A. MEKANISME AKSI.......................................................................................19
B. FARMAKOKINETIK......................................................................................20
BAB III PENUTUP.........................................................................................................22
3.1 KESIMPULAN................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................23

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG

Latar Belakang Kata antibiotik berasal dari bahasa inggris antibiotic, yang

akar katanya berasal dari bahasa Yunani yakni kata anti berarti “menangkal” dan

kata bios yang berarti “hidup”. Sehingga berdasarkan akar katanya berarti

antibiotika adalah sebuah obat yang baik atau bagus, yang mampu

mengahancurkan bakteri atau mencegah reproduksi bakteri. Sementara itu

menurut KBBI antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh berbagai

mikroorganisme, bakteri tertentu, fungi dan aktinomisetet yang dikadar rendah

sudah mempunyai kemapuan untuk menghambat pertumbuhan atau

menghancurkan bakteri atau barbagai mikroorganisme yang lain (misal: penisilin,

streptomisin dan tetrasilin). Dalam paper ini penulis membahas tentang antibiotika

khususnya untuk obat yang menghambat sintesa protein menurut ilmu

farmakologi. Antibiotik Penghambatan sintesis protein adalah berupa

penghambatan dari proses translasi dan transkripsi material genetik

mikroorganisme. Menghambat atau melambat sintesis protein berarti mengurangi

akumulasi protein salah dilipat dalam sel, yang mengurangi stres pada sel dan

memungkinkan sintesis protein untuk kembali normal. Sintesis protein dapat

dihambat oleh antibiotik seperti Klindamisin, Tetrasiklin, Spektinomisin,

Khloramfenikol, Neomisin, Streptomisin, Kanamisin, Eritromisin, Oleandomisin,

Tilosin dan Linkomisin. Untuk mengetahui hal itu secara lebih mendalam perlu

1
pembelajaran yang lebih lanjut. Hal inilah yang melatarbelakangi pembuatan

paper ini.

I.II RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang dimaksud Antibiotik?

b. Apa saja Antibiotik Penghambat Sintesis Protein ?

c. Bagaimana Mekanisme Aksinya?

I.II TUJUAN

Adapun tujuan dari membuat makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang apa antibiotik itu sendiri

2. Untuk mengetahui dan memahami tentang apa saja antibiotik yang

menghambat sintesis protein

3. Untuk mengetahui dan memahami tentang mekanisme aksi antibiotik yang

menghambat sintesis protein

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN ANTIBIOTIK

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang

dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain. Antibiotik

(latin : anti = lawan, blos = hidup) adalah zat-zat kimia yang dihasilkan

mikroorganisme hidup tertuam fungi dan bakteri ranah. Yang memiliki khasiat

mematikan atau menghambat pertumbuhan banyak bakteri dan beberapa virus

besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative kecil.

Penghambatan sintesis protein adalah berupa  penghambatan dari proses

translasi dan transkripsi material genetic mikroorganisme. Menghambat atau

melambat sintesis protein berarti mengurangi akumulasi protein salah dilipat

dalam sel, yang mengurangi stres pada sel dan memungkinkan sintesis protein

untuk kembali normal. Sintesis protein dapat dihambat oleh antibiotik seperti

tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida, ketolides, klindamisin, quinupristin /

dalfopristin, linezolid, dan spectinomycin.

2.2 TETRASIKLIN

3
Tetrasiklin umumnya bersifat bakteriostatik dan merupakan bakteri yang

berspektrum luas. Antibioik ini memiliki mekanisme masuk ke dalam sel bakteri

yang diperantai oleh transport protein. Tetrasiklin dapat melakukan pengikatan ke

subunit 30s ribosom dengan menghambat amino asil-tRNA mRNA sehingga

menghambat sintesis protein. Faktor penghambat penyerapan tetrasiklin adalah

Makanan (kecuali dosisiklin dan minosiklin), pH tinggi, pembentukan kompleks

dengan Ca+, Mg 2+, Fe2+, Al 3+ yang terdapat dalam susu dan antacid. Golongan

tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin diisolasi dari

Streptomyces aureofaciens. Kemudian oksitetrasiklin berasal dari

Streptomycesrimosus. Tetrasiklin dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin.

Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan

bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.

Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang

Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955. Tetrasiklin merupakan

antibiotika yang memberi harapan dan sudah terbukti menjadi salah satu

penemuan antibiotika penting. Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama

ditemukan adalah Klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens.

Kemudian ditemukan Oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin

sendiri dibuat secara semisintetik dari Klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh

dari spesies Streptomyces lain.

A. MEKANISME AKSI TETRASIKLIN

4
Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat ribosom

bakteri 30S dan mencegah akses aminoasil tRNA ke situs akseptor (A) pada

kompleks mRNA-ribosom. Obat-obat ini memasukkan bakteri gram negatif

melalui difusi pasif melalui saluran hidrofilik yang dibentuk oleh protein porin

dari membran sel luar dan oleh transpor aktif melalui sistem yang bergantung

energi yang memompa semua tetrasiklin melintasi membran sitoplasma.

Masuknya obat-obatan ini ke bakteri gram positif membutuhkan energi metabolik,

tetapi tidak dipahami dengan baik.

Pada umumnya efek antimikroba golongan Tetrasiklin sama (sebab

mekanisme kerjanya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dari aktivitas

masing-masing derivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat

membelah yang dipengaruhi antibiotika Tetrasiklin. Spektrum Antibiotik

Tetracyclines merupakan antibiotik spekturm luas. Tetracyclines juga efektif

terhadap organisme lain selain bakteri. Tetracyclines bersifat bakteriostatik

danmerupakan obat pilihan untuk infeksi yang disebabkan batang Gram (+)

(corinebacteriumacnes), batang Gram (-) (H.influenza, V. cholera),

enterobacteriaceae, chlamydia sp.,spirochaeta, mycoplasma pneumonia.C.

B. FARMAKOKINETIK

Absorpsi, Distribusi, dan Ekskresi. Penyerapan.

A. ABSORBSI

Penyerapan oral sebagian besar tetrasiklin tidak lengkap. Persentase dosis

oral yang diserap dengan perut kosong rendah untuk chlortetracycline (30%);

5
menengah untuk oxytetracycline, demeclocycline, dan tetracycline (60% hingga

80%); dan tinggi untuk doxycycline (95%) dan minocycline (100%). Persentase

obat yang tidak diserap meningkat ketika dosis meningkat. Penyerapan sebagian

besar terjadi di lambung dan usus kecil bagian atas dan lebih besar dalam keadaan

puasa. Absorpsi tetrasiklin terganggu oleh konsumsi produk susu secara

bersamaan; gel aluminium hidroksida; garam kalsium, magnesium, dan besi atau

seng; dan bismuth subsalicylate. Dengan demikian, susu, produk susu, antasida,

Pepto-Bismol, dan suplemen Fe dan Zn makanan akan mengganggu penyerapan

tetrasiklin. Penurunan penyerapan tampaknya hasil dari chelation kation divalen

dan trivalen.

Penyerapan variabel tetrasiklin yang diberikan secara oral mengarah ke

berbagai konsentrasi plasma pada individu yang berbeda. Oksitetrasiklin dan

tetrasiklin tidak dapat diserap seluruhnya. Setelah satu dosis oral, konsentrasi

plasma puncak tercapai dalam 2 hingga 4 jam. Obat-obatan ini memiliki waktu

paruh dalam kisaran 6 hingga 12 jam dan sering diberikan dua hingga empat kali

sehari. Pemberian 250 mg setiap 6 jam menghasilkan konsentrasi plasma puncak

2 hingga 2,5 mg / ml. Meningkatkan dosis di atas 1 g setiap 6 jam tidak

meningkatkan konsentrasi plasma lebih lanjut. Demeclocycline, yang juga tidak

dapat diserap sepenuhnya, dapat diberikan dalam dosis harian yang lebih rendah

daripada yang disebutkan di atas karena usia paruh 16 jam memberikan

konsentrasi plasma yang efektif selama 24 hingga 48 jam.

Dosis oral oxycycline dan minocycline diserap dengan baik (90% hingga

100%) dan memiliki waktu paruh 16 hingga 18 jam; karena itu mereka dapat

6
diberikan lebih jarang dan pada dosis yang lebih rendah daripada tetrasiklin,

oksitetrasiklin, atau demeklosiklin. Setelah dosis oral 200 mg doxycycline,

konsentrasi plasma maksimum 3 mg / ml tercapai pada 2 jam, dan konsentrasi

plasma tetap di atas 1 mg / ml selama 8 hingga 12 jam. Konsentrasi plasma setara

apakah doxycycline diberikan secara oral atau parenteral. Makanan, termasuk

produk susu, tidak mengganggu penyerapan doxycycline atau minocycline.

B. DISTRIBUSI

Tetrasiklin menyebar secara luas ke seluruh tubuh dan ke jaringan dan

sekresi, termasuk urin dan prostat. Mereka terakumulasi dalam sel retikuloendotel

pada hati, limpa, dan sumsum tulang, dan di tulang, dentin, dan enamel gigi yang

tidak erupsi (lihat di bawah).

C. RESISTENI

Peradangan meninges tidak diperlukan untuk perjalanan tetrasiklin ke

dalam cairan serebrospinal (CSF). Penetrasi obat ini ke sebagian besar cairan dan

jaringan lainnya sangat baik. Konsentrasi dalam cairan sinovial dan mukosa

pendekatan sinus maksilaris yang dalam plasma. Tetrasiklin melintasi plasenta

dan memasuki sirkulasi janin dan cairan ketuban. Sehubungan dengan sirkulasi

ibu, konsentrasi tetrasiklin di plasenta plasenta dan cairan amnion masing-masing

adalah 60% dan 20%. Konsentrasi yang relatif tinggi dari obat-obatan ini juga

ditemukan dalam ASI.

Resistensi yang meluas terhadap tetracylines membatasi penggunaan

kliniknya. Organisme yang resisten terhadap salah satu obat tetracyclines berarti

7
resisten terhadap semua golongan tetracyclines. Sebagian besar staphylococci

penghasil penicillin sesekarang tidak sensitif terhadap tetracyclines.

D. EFEK SAMPING

 Nyeri ulu hati, sering disebabkan iritasi mucosa gaster. Hal ini dapatdiatasi

jika obat dimakan dengan makanan.

 Klasifikasi jaringan ; penumpukan di tulang dan gigi primer terjadi saat

proses klasifikasi jaringan pada anak-anak dalam masa pertumbuhan.

Halini menyebabkan diskolorisasi dan hipoplasia gigi. Penggunaan

padawanita hamil dan anak kurang dari 8 tahun harus dihindari.

 Hepatotoksik ; terjadi pada pemberian tetracyclines dengan dosis

yangtinggi, terutama jika terdapat riwayat pyelonephritis.

 Phototoxic ; terjadi ketika pasien yang menkonsumsi tetracyclines terpapar

sinar matahari atau sinar UV. Toksisitas ini sering ditemukan

jikadikonsumsi dengan doxycycline dan demeclocycline.

2.3 KLORAMFENIKOL

Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik dan merupakan antibiotik

berspektrum luas. Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak

8
lebih dari 103,0% C11H12Cl2N2O. Kloramfenikol berikatan dengan ribosom 5Os

dan menghambat asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil

transferase. Pada konsentrasi tinggi kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap

kuman-kuman tertentu. Mekanisme antibiotik ini adalah dengan menghambat

sintesis protein kuman.

A. MEKANISME AKSI

Chloramphenicol menghambat sintesis protein pada bakteri, dan pada

tingkat lebih rendah, pada sel eukariotik. Obat ini dengan mudah menembus sel

bakteri, mungkin dengan difusi yang difasilitasi. Kloramfenikol bertindak

terutama dengan mengikat secara reversibel ke 50S ribosom subunit (dekat situs

pengikatan untuk antibiotik makrolida dan klindamisin, yang kloramfenikol

menghambat secara kompetitif). Meskipun pengikatan tRNA di lokasi pengenalan

kodon pada subunit ribosomal 30S tidak terganggu, obat ini tampaknya mencegah

pengikatan ujung asam amino dari tRNA aminoasil ke situs akseptor pada subunit

ribosom 50S. Interaksi antara peptidyltransferase dan substrat asam amino tidak

dapat terjadi, dan pembentukan ikatan peptida terhambat.

B. FARMAKOKINETIK

Absorpsi, Distribusi, Takdir, dan Ekskresi.

Chloramphenicol (CHLOROMYCETIN) diserap dengan cepat dari saluran

pencernaan, dan konsentrasi puncak 10 hingga 13 mg / ml terjadi dalam 2 hingga

3 jam setelah pemberian dosis 1-g. Persiapan kloramfenikol untuk penggunaan

parenteral adalah natrium prodrug aktif yang tidak larut dalam air dan suksinat.

Konsentrasi kloramfenikol suksinat yang serupa dalam plasma dicapai setelah

9
pemberian intravena dan intramuskuler. Hidrolisis kloramfenikol suksinat oleh

esterase terjadi secara in vivo. Chloramphenicol suksinat cepat dibersihkan dari

plasma oleh ginjal; ini dapat mengurangi bioavailabilitas obat secara keseluruhan,

karena sebanyak 30% dari dosis dapat dikeluarkan sebelum hidrolisis. Fungsi

ginjal yang buruk pada neonatus dan keadaan insufisiensi ginjal lainnya

menghasilkan peningkatan konsentrasi plasma kloramfenikol suksinat. Aktivitas

esterase menurun telah diamati dalam plasma neonatus dan bayi, memperpanjang

waktu untuk konsentrasi puncak aktif kloramfenikol (hingga 4 jam) dan

memperpanjang periode di mana klirens ginjal kloramfenikol suksinat dapat

terjadi.

Chloramphenicol didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan

dengan mudah mencapai konsentrasi terapeutik di CSF, di mana nilainya sekitar

60% dari mereka dalam plasma (kisaran, 45% hingga 99%) dengan ada atau tidak

adanya meningitis. Obat itu sebenarnya mungkin menumpuk di otak.

Chloramphenicol hadir dalam cairan empedu, susu, dan plasenta. Ini juga

ditemukan dalam aqueous humor setelah injeksi subconjunctival.

Metabolisme hati ke glucuronide yang tidak aktif adalah rute eliminasi

utama. Metabolit dan kloramfenikol sendiri diekskresikan dalam urin berikut

filtrasi dan sekresi. Pasien dengan sirosis atau gangguan fungsi hati mengalami

penurunan izin metabolik, dan dosis harus disesuaikan pada individu-individu ini.

Waktu paruh kloramfenikol berkorelasi dengan konsentrasi plasma bilirubin.

Sekitar 50% kloramfenikol terikat dengan protein plasma; pengikatan seperti itu

berkurang pada pasien sirosis dan pada neonatus. Setengah hidup tidak diubah

10
secara signifikan oleh insufisiensi ginjal atau hemodialisis, dan penyesuaian dosis

biasanya tidak diperlukan. Namun, jika dosis kloramfenikol telah berkurang

karena sirosis, klirens dengan hemodialisis mungkin signifikan. Efek ini dapat

diminimalkan dengan pemberian obat pada akhir hemodialisis. Variabilitas yang

signifikan dalam metabolisme dan farmakokinetik kloramfenikol pada neonatus,

bayi, dan anak-anak memerlukan pemantauan konsentrasi obat dalam plasma.

C. RESISTENSI

Resistensi terhadap kloramfenikol biasanya disebabkan oleh

asetiltransferase yang dikodekan plasmid yang menginaktivasi obat. Perlawanan

juga dapat hasil dari penurunan permeabilitas dan dari mutasi ribosom. Turunan

acetylated dari kloramfenikol gagal berikatan dengan ribosom bakteri.

D. EFEK SAMPING

a. Anemia; anemia hemolitik terjadi pada pasien-pasien dengan kadar

enzim glukosa6-fosfat dehidrogenase.

b. Grey baby syndrome; efek samping ini terjadi pada neo-natus jika

dosis yangdiberikan berlebih. Ditandai dengan poor feeding yang

dilanjutkan dengan terjadinya cyanosis dan kematian.

2.4 MAKROLIDA (ERITROMISIN, KLARITROMISIN, DAN AZITROMISIN)

Antibiotik makrolida mengandung cincin lakton beranggota banyak

(cincin beranggota 14 untuk eritromisin dan klaritromisin dan cincin beranggota

15 untuk azitromisin) yang dilekatkan satu atau lebih gula deoksi. Klaritromisin

berbeda dari eritromisin hanya dengan metilasi gugus hidroksil pada posisi 6, dan

11
azitromisin berbeda dengan penambahan atom nitrogen metil-tersubstitusi ke

dalam cincin lakton. Modifikasi struktural ini meningkatkan stabilitas asam dan

penetrasi jaringan dan memperluas spektrum aktivitas. Rumus struktur makrolida

adalah sebagai berikut:

Eritromisin biasanya bersifat bakteriostatik, tetapi mungkin bakterisida

dalam konsentrasi tinggi terhadap organisme yang sangat rentan. Antibiotik paling

aktif in vitro terhadap cocci gram positif dan basil aerobik. Strain yang rentan dari

S. pyogenes, S. pneumoniae, dan viridans streptococci memiliki MIC yang

berkisar dari 0,015 hingga 1 mg / ml.

A. MEKANISME AKSI

Antibiotik makrolida adalah agen bakteriostatik yang menghambat

sintesis protein dengan mengikat secara reversibel ke 50S subunit ribosom dari

mikroorganisme yang sensitif, di atau sangat dekat dengan situs yang mengikat

kloramfenikol. Erythromycin tidak menghambat pembentukan ikatan peptida,

melainkan menghambat langkah translokasi dimana molekul peptidil tRNA yang

baru disintesis bergerak dari situs akseptor pada ribosom ke situs donor peptidil.

Bakteri Gram positif menumpuk sekitar 100 kali lebih banyak eritromisin

12
daripada bakteri gram negatif. Sel-sel jauh lebih permeabel terhadap bentuk obat

yang tidak terionisasi, yang mungkin menjelaskan peningkatan aktivitas

antimikroba pada pH basa.

Ketahanan terhadap makrolida biasanya dihasilkan dari salah satu dari

empat mekanisme:

(1) penghabisan obat oleh mekanisme pompa aktif (dikodekan oleh mrsA,

mefA, atau mefE dalam staphylococci, grup A streptococci, atau S. pneumoniae,

masing-masing);

(2) perlindungan ribosom oleh produksi enzim metilase inducible atau

konstitutif, dimediasi oleh ekspresi ermA, ermB, dan ermC, yang memodifikasi

target ribosom dan mengurangi pengikatan obat;

(3) hidrolisis makrolida oleh esterase yang dihasilkan oleh

Enterobacteriaceae (Lina et al., 1999; Nakajima, 1999); dan

(4) mutasi kromosom yang mengubah protein ribosom 50S (ditemukan di B.

subtilis, Campylobacter spp., mycobacteria, dan cocci gram positif).

Fenotipe MLSB (macrolide-lincosamide-streptogramin B) diberikan oleh

gen erm, yang menyandikan metilase yang memodifikasi pengikatan macrolida

ribosom. Karena macrolides, lincosamides, dan streptogramin tipe B berbagi

tempat pengikatan ribosom yang sama, ekspresi konstitutif dari erm

menganugerahkan resistensi silang ke ketiga kelas obat. Jika resistensi disebabkan

erm induksi ekspresi, ada resistensi terhadap makrolida, yang merupakan

13
penginduksi erm, tetapi tidak untuk lincosamides dan streptogramin B, yang

bukan induser. Resistensi silang masih dapat terjadi jika mutan konstitutif dipilih

oleh paparan lincosamides atau streptogramin B. Perlawanan yang diperantarai

oleh Efflux terhadap makrolida mungkin tidak menghasilkan resistansi silang ke

lincosamides atau streptogramin B karena mereka secara struktural berbeda

dengan makrolida dan bukan substrat dari pompa macrolide.

B. FARMAKOKINETIK

A. ABSORBSI

Basis eritromisin tidak lengkap tetapi cukup diserap dari usus kecil bagian

atas. Karena dilemahkan oleh asam lambung, obat ini diberikan sebagai tablet

salut enterik, sebagai kapsul yang mengandung pelet enterik berlapis yang larut

dalam duodenum, atau sebagai ester. Makanan, yang meningkatkan keasaman

lambung, dapat menunda penyerapan.

Puncak konsentrasi serum adalah 0,3 hingga 0,5 mg / ml, 4 jam setelah

pemberian oral dari 250 mg basa, dan 0,3 hingga 1,9 mg / ml setelah dosis tunggal

500 mg. Ester dari basis erythromycin (misalnya, stearat, estolat, dan etilsalinat)

memiliki stabilitas asam yang lebih baik, dan penyerapannya kurang diubah oleh

makanan. Satu dosis tunggal 250-mg eritromisin estolat menghasilkan konsentrasi

serum puncak sekitar 1,5 mg / ml setelah 2 jam, dan dosis 500 mg menghasilkan

konsentrasi puncak 4 mg / ml. Puncak konsentrasi serum eritromisin etilsuksinat

adalah 1,5 mg / ml (0,5 mg / ml basa) 1 hingga 2 jam setelah pemberian dosis 500

mg. Nilai-nilai puncak termasuk ester tidak aktif dan basis bebas, yang terakhir

14
yang terdiri dari 20% hingga 35% dari total. Konsentrasi dasar eritromisin

mikrobiologi aktif dalam serum karena itu mirip untuk berbagai persiapan.

Konsentrasi eritromisin yang lebih tinggi dapat dicapai dengan pemberian

intravena. Nilai sekitar 10 mg / ml 1 jam setelah pemberian intravena 500 hingga

1000 mg eritromisin laktobionat.

Clarithromycin diserap dengan cepat dari saluran pencernaan setelah

pemberian oral, tetapi metabolisme first-pass mengurangi bioavailabilitasnya

menjadi 50% hingga 55%. Konsentrasi puncak terjadi sekitar 2 jam setelah

pemberian obat. Klaritromisin dapat diberikan dengan atau tanpa makanan, tetapi

bentuk pelepasan diperpanjang, biasanya diberikan sekali sehari sebagai dosis 1-g,

harus diberikan dengan makanan untuk meningkatkan bioavailabilitas.

Konsentrasi puncak steady-state dalam plasma 2 hingga 3 mg / ml dicapai setelah

2 jam dengan rejimen 500 mg setiap 12 jam, atau setelah 2 hingga 4 jam dengan

dua tablet extended release 500-mg diberikan satu kali sehari.

Azitromisin yang diberikan secara oral diserap dengan cepat dan

didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, kecuali ke otak dan CSF. Pemberian

bersama antasida aluminium dan magnesium hidroksida menurunkan konsentrasi

obat serum puncak tetapi tidak secara keseluruhan bioavailabilitas. Azitromisin

tidak boleh diberikan dengan makanan. Dosis loading 500 mg akan menghasilkan

konsentrasi obat plasma puncak sekitar 0,4 mg / ml. Ketika dosis pemuatan ini

diikuti oleh 250-mg satu kali sehari selama 4 hari, konsentrasi obat tingkat mantap

adalah 0,24 mg / ml. Azitromisin juga dapat diberikan secara intravena,

menghasilkan konsentrasi plasma 3 hingga 4 mg / ml setelah infus 1 jam 500 mg.

15
B. DISTRIBUSI

Erythromycin berdifusi dengan mudah menjadi cairan intraseluler,

mencapai aktivitas antibakteri pada dasarnya semua situs kecuali otak dan CSF.

Erythromycin menembus ke dalam cairan prostat, mencapai konsentrasi sekitar

40% dari mereka dalam plasma. Konsentrasi di telinga tengah eksudat hanya

mencapai 50% konsentrasi serum dan dengan demikian mungkin tidak memadai

untuk pengobatan otitis media yang disebabkan oleh H. influenzae. Pengikatan

protein sekitar 70% hingga 80% untuk basis eritromisin dan bahkan lebih tinggi,

96%, untuk estolat. Erythromycin melintasi plasenta, dan konsentrasi obat dalam

plasma janin sekitar 5% hingga 20% dari mereka dalam sirkulasi ibu. Konsentrasi

dalam ASI adalah 50% dari mereka dalam serum.

Clarithromycin dan metabolit aktifnya, 14-hydroxyclarithromycin,

mendistribusikan secara luas dan mencapai konsentrasi intraseluler yang tinggi di

seluruh tubuh. Konsentrasi jaringan umumnya melebihi konsentrasi serum.

Konsentrasi dalam cairan telinga tengah 50% lebih tinggi daripada konsentrasi

serum simultan untuk klaritromisin dan metabolit aktif. Pengikatan protein

klaritromisin berkisar antara 40% hingga 70% dan tergantung pada konsentrasi.

Sifat farmakokinetik unik Azitromisin meliputi distribusi jaringan yang

luas dan konsentrasi obat yang tinggi dalam sel (termasuk fagosit), menghasilkan

konsentrasi obat yang jauh lebih besar dalam jaringan atau sekresi dibandingkan

dengan konsentrasi serum secara bersamaan. Fibroblas jaringan bertindak sebagai

reservoir alami untuk obat in vivo. Pengikatan protein adalah 50% pada

16
konsentrasi plasma yang sangat rendah dan kurang pada konsentrasi yang lebih

tinggi.

C. RESISTEN

Resistensi macrolide adalah umum di antara streptokokus. Karena

mekanisme yang menghasilkan resistansi terhadap eritromisin mempengaruhi

semua makrolida, resistensi silang di antara mereka lengkap. Prevalensi resistensi

makrolid antara kelompok A streptokokus isolat, yang dapat setinggi 40%, terkait

dengan konsumsi antibiotik makrolida dalam populasi. Ketahanan macrolide

antara S. pneumoniae sering berdampingan dengan resistensi penisilin. Hanya 5%

dari strain yang rentan terhadap penisilin yang tahan terhadap macrolide,

sedangkan 50% atau lebih dari strain yang resisten terhadap penisilin mungkin

resisten terhadap macrolide. Staphylococci tidak andal sensitif terhadap

eritromisin. Strain yang tahan terhadap macrolide dari S. aureus berpotensi

resisten terhadap klindamisin dan streptogramin B (quinupristin). Gram-positif

bacilli juga sensitif terhadap eritromisin; MIC khas adalah 1 mg / ml untuk

perfringens Clostridium, 0,2 hingga 3 mg / ml untuk Corynebacterium

diphtheriae, dan 0,25 hingga 4 mg / ml untuk Listeria monocytogenes.

Fenotipe MLSB (macrolide-lincosamide-streptogramin B) diberikan oleh

gen erm, yang menyandikan metilase yang memodifikasi pengikatan macrolida

ribosom. Karena macrolides, lincosamides, dan streptogramin tipe B berbagi

tempat pengikatan ribosom yang sama, ekspresi konstitutif dari erm

menganugerahkan resistensi silang ke ketiga kelas obat. Jika resistensi disebabkan

erm induksi ekspresi, ada resistensi terhadap makrolida, yang merupakan

17
penginduksi erm, tetapi tidak untuk lincosamides dan streptogramin B, yang

bukan induser. Resistensi silang masih dapat terjadi jika mutan konstitutif dipilih

oleh paparan lincosamides atau streptogramin B. Perlawanan yang diperantarai

oleh Efflux terhadap makrolida mungkin tidak menghasilkan resistansi silang ke

lincosamides atau streptogramin B karena mereka secara struktural berbeda

dengan makrolida dan bukan substrat dari pompa macrolide.

D. INTERAKASI OBAT

Eritromisin dan klaritromisin menghambat CYP3A4 dan berhubungan

dengan interaksi obat yang signifikan secara klinis (Periti et al., 1992).

Erythromycin mempotensiasi efek carbamazepine, corticosteroids, cyclosporine,

digoxin, ergot alkaloid, theophilin, triazolam, valproate, dan warfarin, mungkin

dengan mengganggu metabolisme metabolisme obat-obat ini. Clarithromycin,

yang secara struktural terkait dengan eritromisin, memiliki profil interaksi obat

yang serupa. Azitromisin, yang berbeda dari eritromisin dan klaritromisin karena

struktur cincin lakton beranggota 15, dan diritromisin, yang merupakan analog

cincin lakton beranggota 14 yang lebih panjang dari analog eritromisin,

tampaknya bebas dari interaksi obat ini. Hati-hati disarankan, bagaimanapun,

ketika menggunakan azitromisin dalam hubungannya dengan obat yang diketahui

berinteraksi dengan eritromisin.

18
2.5 KLINDAMISIN

Clindamycin adalah turunan dari asam amino trans-L-4-n-propylhygrinic,

melekat pada turunan sulfur yang mengandung oktose. Ini adalah congener

lincomycin, dan rumus strukturalnya adalah:

A. MEKANISME AKSI

Klindamisin mengikat secara eksklusif ke 50S subunit ribosom bakteri dan

menekan sintesis protein. Meskipun klindamisin, eritromisin, dan kloramfenikol

tidak berhubungan secara struktural, mereka bertindak di lokasi yang berdekatan,

dan pengikatan oleh salah satu antibiotik ini ke ribosom dapat menghambat

interaksi yang lain. Tidak ada indikasi klinis untuk penggunaan bersamaan

antibiotik ini. Ketahanan makrolida karena metilasi ribosom oleh enzim yang

dikodekan erm juga dapat menghasilkan resistensi terhadap klindamisin. Namun,

karena klindamisin tidak menginduksi metilase, ada resistensi silang hanya jika

enzim diproduksi secara konstitutif. Klindamisin bukan merupakan substrat untuk

pompa penghabisan makrolida; sehingga strain yang resisten terhadap makrolida

19
oleh mekanisme ini rentan terhadap klindamisin. Metabolisme diubah kadang-

kadang menyebabkan resistensi clindamycin (Bozdogan et al., 1999).

B. FARMAKOKINETIK

A. ABSORBSI

Clindamycin hampir sepenuhnya diserap setelah pemberian oral.

Konsentrasi plasma puncak 2 hingga 3 mg / ml dicapai dalam waktu 1 jam setelah

konsumsi 150 mg. Kehadiran makanan di perut tidak mengurangi penyerapan

secara signifikan. Waktu paruh antibiotik adalah sekitar 2,9 jam, dan akumulasi

obat sederhana dengan demikian diharapkan jika diberikan setiap 6 jam.

Klindamisin palmitat, persiapan oral untuk penggunaan pediatrik, adalah

prodrug tidak aktif yang dihidrolisis secara cepat in vivo. Laju dan tingkat

penyerapannya mirip dengan klindamisin. Setelah beberapa dosis oral pada

interval 6 jam, anak-anak mencapai konsentrasi plasma 2 hingga 4 mg / ml

dengan pemberian 8 hingga 16 mg / kg.

Ester fosfat klindamisin, yang diberikan secara parenteral, juga dengan

cepat dihidrolisis in vivo ke senyawa induk aktif. Setelah injeksi intramuskular,

konsentrasi puncak dalam plasma tidak tercapai sampai 3 jam pada orang dewasa

dan 1 jam pada anak-anak; nilai-nilai ini mendekati 6 mg / ml setelah dosis 300

mg dan 9 mg / ml setelah dosis 600 mg pada orang dewasa.

B. DISTRIBUSI

Klindamisin didistribusikan secara luas di banyak cairan dan jaringan,

termasuk tulang. Konsentrasi yang signifikan tidak tercapai di CSF, bahkan ketika

meningen meradang. Konsentrasi yang cukup untuk mengobati toksoplasmosis

20
serebral dapat dicapai (Gatti et al., 1998). Obat ini siap melintasi penghalang

plasenta. Sembilan puluh persen atau lebih klindamisin terikat pada protein

plasma. Clindamycin terakumulasi dalam leukosit polimorfonuklear, makrofag

alveolar, dan abses.

C. EKSKRESI

Hanya sekitar 10% dari klindamisin yang diberikan diekskresikan tidak

berubah dalam urin, dan jumlah kecil ditemukan dalam feses. Namun, aktivitas

antimikroba bertahan dalam tinja selama 5 hari atau lebih setelah terapi parenteral

dengan klindamisin dihentikan; pertumbuhan mikroorganisme klindamisin-

sensitif dalam isi kolon dapat ditekan hingga 2 minggu.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pada makalah ini dengan topik “Antibiotik Penghambat Sintesis Protein”

dapat disimpulkan bahwa dari begitu banyak golongan antibiotik yang ada,

terdapat salah satu antibiotik yang menghambat sintesis protein dengan

pembagian dan penggolongan seperti yang sudah di jelaskan diatas dengan

mekanisme aksi yang sama dan nama dagang obat yang berbeda serta golongan

yang berbeda beda.

22
DAFTAR PUSTAKA

Lina, G., Quaglia, A., et al. Distribution of genes encoding resistance to

macrolides, lincosamides, and streptogramins among staphylococci. Antimicrob.

Agents Chemother., 1999,  43:1062-1066. PUBMED

Nakajima, Y. Mechanisms of bacterial resistance to macrolide antibiotics.

J. Infect. Chemother., 1999,  5:61-74. PUBMED

Periti, P., Mazzei, T., Mini, E., and Novelli, A. Pharmacokinetic drug

interactions of macrolides. Clin. Pharmacokinet., 1992, 23:106-131. PUBMED

Bozdogan, B., Berrezouga, L., et al. A new resistance gene, linB,

conferring resistance to lincosamides by nucleotidylation in Enterococcus

faecium HM1025. Antimicrob. Agents Chemother., 1999,  43:925-929. PUBMED

Gatti, G., Malena, M., Casazza, R., et al. Penetration of clindamycin and

its metabolite N-demethylclindamycin into cerebrospinal fluid following

intravenous infusion of clindamycin phosphate in patients with AIDS.

Antimicrob. Agents Chemother., 1998, 42:3014-3017. PUBMED

23

Anda mungkin juga menyukai