Anda di halaman 1dari 10

Novita A.

Abay
18014101070

Ketuban Pecah Dini

2.1 Definisi.

Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM )


adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis
diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan
dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian
untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk
melakukan pengamatan adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan
< 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut KPD Preterm (PPROM = preterm
premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.

Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset
of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi
kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan
KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya
persalinan.

Periode Laten : adalah interval waktu dari kejadian pecahnya selaput


chorioamniotik dengan awal persalinan.

Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat menjadi besar.

1
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan feto pelvik..
3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala akibatnya.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.

2.2 Epidemiologi

Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 – 10 % dari semua


kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup
bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak
cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kelahiran
prematur.

KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan,


dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang
kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu bertujuan untuk
menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan Respiratory Distress Syndrom
(RDS).

2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini tidak jelas dan tidak dapat ditentukan secara
pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD,
namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang
menjadi faktor predesposisi adalah :

2
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan
pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya
tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai
infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia trachomatis
dan Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C

2.4 Patofisiologi
Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan menginduksi
kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak mikroorganisme
servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C yang dapat meningkatkan
konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih lanjut menyebabkan pelepasan PGE2
dan PGF2 alfa dan selanjutnya menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga
dihasilkan produk sekresi akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1,
factor nekrosis tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh
paru-paru janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis
juga mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan amnion
juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan kemudian
prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.

3
Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah mekanisme lain
terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim bacterial dan atau
produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi dapat menyebabkan
kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora servikovaginal komensal dan patogenik
mempunyai kemampuan memproduksi protease dan kolagenase yang menurunkan
kekuatan tegangan kulit ketuban. Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat
memecah kolagen tipe III pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit
ketuban yang terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan
pengurangan kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.
Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase yang
dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel inflamasi
manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah plasminogen menjadi
plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.

2.5 Diagnosis
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang
positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau
melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang
negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan
mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa
yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
laboratorium. Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :

1.Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara
tiba-tiba dari jalan lahir, terus menerus atau tidak. Cairan berbau khas, dan perlu juga
diperhatikan warna keluanya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan
belum ada pengeluaran lendir darah. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa
KPD secara benar.

2. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat dan nadi cepat.

4
3.Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

4.Pemeriksaan dengan spekulum.


Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap
kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan
dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri
ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau lakukan manuver valsava, atau bagian
terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada
forniks anterior/posterior.

5.Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang
kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam
karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen
bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan
cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang
sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan
dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan), dan dibatasi sedikit mungkin.

6.Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya.
Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret
vagina.
1.Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Kertas mustard emas yang
sensitive, pH ini akan berubah menjadi biru tua pada keberadaan bahan basa. pH
normal vagina selama kehamilan adalah 4,5-5,5, pH cairan amniotik adalah 7-7,5.
Tempatkan sepotong kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik
spekulum dari vagina, jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan

5
adanya air ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang
positif palsu.
2. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering
terjadi kesalahan pada penderita oligohidromnion.

2.6 Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayinya.
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan
menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan
menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau
menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau
menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru,
harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis
janin.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan
tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD
dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu
pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang
optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-
paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin
merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada
kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya
selaput ketuban atau lamanya perode laten.
Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan
dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan
dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.

6
1. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD
keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian
infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan
permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = “lag” period. Makin
muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya.
Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan
dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan
dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit
ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu.
Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun
pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya
sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian
antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan
pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah
terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. Beberapa
penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau
ditunggu samapai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan
sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek
sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi.
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap
keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan
komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi
yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi
semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan
bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan
pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

2. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)


Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak

7
dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat konservatif disertai
pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis. Penderita perlu dirawat di
rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan
bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent
diberikan juga tujuan menunda proses persalinan.
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada
pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru,
jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul
tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang
umur kehamilan
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlansung dengan
jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulakan komplikasi-
komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-kompliksai yang dapat
terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan
juga mungkin terjadi intoksikasi.
Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedah sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan
bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin
tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat
janin, partus tak maju, dll.
Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif.
Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang
berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan
pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap
kemungkinan infeksi intrauterin.
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan
selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD
telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National
Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid
pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi

8
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m
tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

2.7 Komplikasi
Pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan bayi adalah meningkatnya
mortalitas dan morbiditas perinatal. Pengaruh KPD terhadap janin dan ibu yaitu :
1. Terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin
sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterine lebih dahulu terjadi (amnionitis,
vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan mortalitas
dan morbiditas perinatal. Janin yang mengalami takhikardi mungkin mengalami
infeksi intrauterin.
2. Terhadap ibu
Karena jalan terlalu terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila
terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis
(nifas), peritonitis dan septikemia, serta dry – labor. Ibu akan merasa lelah karena
terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, nadi cepat dan nampaklah
gejala-gejala infeksi. Hal tersebut akan meninggikan angka kematian dan angka
morbiditas pada ibu
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan
ruangan dalam rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi ascenden. Salah
satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar
dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama
periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan
prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu
dan bayi atau janin dalam rahim (Manuaba, 1998). Tanda adanya infeksi bila suhu
ibu ≥38oC, air ketuban yang keruh dan bau, lekosit darah >15.000/mm3.

9
DAFTAR PUSTAKA

High Risk Pregnancy, Premature Rupture of The Membranes(PROM). http//www.


healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedshrpregnant/online.cfm

Prawirohardjo. S. Ilmu Kebidanan. Ed. III, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2008.

Prawirohardjo. S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002.

Premature Rupture of The Membranes. http//www.eMedicine.com.

Premature Rupture of The Membranes with Intrauterine Spread. http//lpig.doe report.com.

10

Anda mungkin juga menyukai