S45720-Basania Sevita PDF
S45720-Basania Sevita PDF
Basania Sevita
Achmad Lutfi
Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai formulasi kebijakan tarif PBB di DKI Jakarta. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis hal-hal yang menjadi latar belakang Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta merumuskan kebijakan tarif PBB dan proses perumusan dari kebijakan
ini. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode pengumpulan data kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah kebijakan tarif ditujukan untuk mengakomodir semua usulan
tarif, keberpihakkan kepada masyarakat dan memenuhi fungsi budgetair. Tahap formulasi
kebijakan tarif sudah sesuai dilakukan walaupun mengalami beberapa kendala dalam
mendapatkan kesepakatan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Kata Kunci: Perumusan Kebijakan, Pajak Bumi dan Bangunan, DKI Jakarta
ABSTRACT
This thesis discusses about policy formulation of rates in property tax in DKI Jakarta. This
research purposed was to know and analyze the reasons behind formulation of the policy
about rates in tax property by DKI Jakarta provincial government and the formulation of this
policy. This research are research with qualitative approach and qualitative data collection
method. The results of this study are intended to accommodate the policy rates all
proposedrates, stands to the community and fulfill the budgetair function. Stages of policy
formulation of rates is appropriate do despite having some problems in getting the agreement
in accordance with the objectives to be achieved.
1. Pendahuluan
Pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak dan transfer ke
daerah merupakan hal utama dalam desentralisasi fiskal. Meskipun kewenangan pemerintah
daerah untuk memungut pajak daerah masih terbatas, tetapi dari tahun ke tahun terdapat
peningkatan peran bagi pemerintah daerah. Hal ini terbukti dengan adanya perubahan pada
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2010. Pemerintah
melakukan perluasan basis pajak daerah dan retribusi daerah, penambahan jenis pajak daerah
dan retribusi daerah, peningkatan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah dan pemberian
diskresi penetapan tarif pajak dalam UU Nomor 28 Tahun 2009.
Penambahan jenis pajak daerah salah satunya adalah pengalihan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah. Berdasarkan jurnal dari
Dari tabel 1.1, dilihat bahwa tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan mengalami perluasan kelas.
Untuk NJOP kurang dari Rp. 200.000.000 hanya dikenakan tarif sebesar 0,01%, yang semula
dikenakan tarif sebesar 0,1% maka diperkirakan akan terjadi potential loss sebesar 10 kali
lipat. Untuk NJOP kurang dari Rp 2.000.000.000 akan dikenakan tarif sebesar 0,1%, yang
semula dapat dikenakan tarif sebesar 0,2%, dengan arti akan terjadi potential loss sebesar
50%. Pada NJOP lebih atau sama dengan Rp 10.000.000.000 akan dikenakan tarif 0,3%, yang
sebelumnya hanya dikenakan tarif 0,2%. Seperti yang di katakan oleh Hartoyo Mirungan
selaku Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Direktorat Jenderal Pajak berpendapat bahwa
“tarif baru akan menuai protes karena kenanikan besaran tarif sebesar 25% yang dirasakan
pemilik rumah atau bangunan dengan nilai diatas sepuluh miliar dirasa cukup memberatkan”
(www.antarasumbar.com, Hartoyo: DKI Tarik PBB P2 Sendiri 2013, par.7. 9 Februari 2013)
Berdasarkan pada tabel 1.2, menurut jumlah Surat SPPD yang diterima akan terjadi
penurunan penerimaan sebesar 90,21 % pada golongan pertama yaitu dengan NJOP kurang
dari Rp 200.000.000. Begitu juga dengan golongan kedua dan ketiga dengan penurunan
sebesar 27,79 % dan 0,05 %. Hanya pada golongan keempat saja, yaitu dengan NJOP sama
atau lebih besar dari Rp 10.000.000.000, akan mengalami pertambahan penerimaan sebesar
49,99%. Proyeksi potensi seperti diatas menggambarkan DKI Jakarta akan kehilangan potensi
paling banyak pada golongan pertama sebanyak kurang lebih 90 %, sedangkan untuk
bangunan mewah seharga sama atau lebih dari Rp 10.000.000.000 akan menerima
pemungutan meningkat kurang lebih 50 %.
Melihat fenomena perhitungan diatas, maka kewenangan yang dalam menentukan tarif
PBB Perdesaan dan Perkotaan di DKI Jakarta merupakan tantangan untuk menciptakan suatu
kebijakan tarif yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh Pemda DKIJakarta. Hal
inilah yang menjadi daya tarik untuk menganalisis dasar pemikiran dari Pemda DKI Jakarta
dan menulusuri proses kebijakan tarif PBB di DKI Jakarta yang telah tertuang dalam Perda
Nomor 16 Tahun 2011.
Gambar 2.1
Kurva Laffer
Sumber:http://www.nationalaffairs.com
Dengan kurva Laffer dapat diketahui bahwa pada suatu titik, peningkatan tarif pajak justru
akan mengurangi penerimaan negara dari pajak. Perubahan tarif pajak sangat berpengaruh
terhadap perilaku taxpayers apakah comply terhadap aturan pajak (honest) atau tidak (evades).
Tarif pajak sangat mempengaruhi tingkat penerimaan serta menunjukkan adanya tingkat pajak
3. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, untuk
memahami dan mengintepretasikan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu
mengenai kebijakan tarif (Creswell, 1994, p.1). Pendekatan kualitatif dipilih agar konteks
permasalahan tentang analisis kebijakan tarif PBB Perdesaan Perkotaan dalam Perda Nomor
16 Tahun 2011 dapat dipahami dengan mendalam dan menyeluruh. Pendekatan ini dapat
menjelaskan apa latar belakang dari kebijakan tarif PBB Perdesaan Perkotaan di DKI Jakarta
dari pandangan pembuat kebijakan dan berbagai narasumber lain dan mengetahui bagaimana
Pemerintah DKI mengimplementasi kebijakan tarif tersebut kepada masyarakat dengan cara
menganalisis semua data yang diperoleh.
Penelitian ini bersifat deskriptif karena sasaran yang ingin dicapai adalah menjelaskan
bagaimana kebijakan tarif yang diterapkan menurut Perda nomor 16 Tahun 2011 dapat terjadi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar pertimbangan dan pemikiran dari
penentuan kebijakan tarif dalam Perda Nomor 16 Tahun 2011 yang ditetapkan oleh Pemda
DKI Jakarta. Sehingga sesuai dengan diungkapkan Gay, penelitian deskriptif merupakan
kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab
pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu
penelitian (Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, Uriante, 1993, p.71).
Selanjutnya, jenis penelitian berdasarkan manfaatnya adalah penelitian murni.
Penelitian murni bertujuan untuk mencari pengetahuan demi untuk kepentingan pengetahuan
itu sendiri (Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, Uriante, 1993:40). Penelitian murni lebih
banyak digunakan dalam lingkungan akademik dan biasanya dilakukan dalam rangka
pengembangan ilmu pengetahuan. Umumnya hasil penelitian murni memberikan dasar untuk
pengetahuan dan pemahaman yang dapat dijadikan sumber metode, teori dan gagasan yang
dapat diaplikasikan pada penelitian selanjutnya.
Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk penelitian cross sectional.
Penelitian cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu.
Pengertian satu waktu tertentu tidak bisa hanya dibatasi pada hitungan minggu, bulan atau
tahun saja. Tidak ada batasan yang baku untuk menunjukkan satu waktu tertentu, akan tetapi
yang digunakan adalah bahwa penelitian itu telah selesai (Jannah dan Bambang, 2005, p.45).
Penelitian ini dilakukan pada Januari 2013 sampai dengan bulan Juni 2013.
- 2. 0.05% - - 1. 0,05%
(Rp. 100 juta sampai ( < Rp.500 juta)
dengan Rp 250 juta)
- 3. 0,075% - - -
( Rp.250 juta sampai
dengan Rp. 500 juta)
1. 0,1% 4. 0,1% 1. 0,1% 1. 0,1% 2. 0,1%
( < Rp.1 Miliar) ( Rp. 500 juta sampai ( < Rp. 1 Miliar) ( < Rp. 2 Miliar) ( >Rp.500 juta sampai
dengan Rp 1 Miliar) dengan Rp.2 Miliar )
- 5. 0,15% - - -
(Rp. 1 Miliar sampai
dengan Rp. 2 Miliar)
2. 0,2% 6. 0,2 % 2.0,2% 2. 0,2% 3. 0,2%
( > Rp. 1 Miliar) (Rp. 2 Miliar sampai ( > Rp. 1 Miliar ( > Rp. 2 Miliar (> Rp. 2 Miliar
dengan Rp. 5 Miliar) sampai dengan Rp. sampai dengan Rp. 5 sampai dengan Rp, 5
5 Miliar) Miliar) Miliar)
- 7. 0,25% 3. 0,25% 3.0,25% 4. 0,25%
( Rp. 5 Miliar sampai ( > Rp. 5 Miliar) ( > Rp. 5 Miliar (> Rp. 5 miliar sampai
dengan Rp.10 sampai dengan dengan Rp. 15 Miliar)
Miliar) Rp.15 Miliar)
- 8. 0,3% - 4. 0,3% 5. 0,3%
( >Rp10 Miliar) ( > Rp. 15 Miliar) ( > Rp. 15 Miliar)
Sumber: hasil olahan peneliti
Agar dapat mengakomodir semua usulan tarif yang diajukan oleh eksekutif dan
legislatif, maka ada beberapa tarif yang dihapuskan, yaitu tarif 0%, 0,05%, 0,075%, 0,15%
dan 0,25%. Hilangnya tarif 0% dikarenakan akan mengurangi rasa gotong royong dalam
membayar PBB bagi rakyat yang kena tarif 0%. Selain itu, menyebabkan beberapa objek,
subjek, dan wajib pajak tidak mendapatkan SPPT PBB walaupun ketetapannya relatif kecil.
Apabila terhadap tanah tersebut tidak diterbitkan SPPT PBB maka akan sulit memonitor dan
mendeteksi perkembangan pemanfaatan tanah/bangunan. Dihapuskannya tarif 0,75% dan
0,15% disebabkan pemerintah daerah DKI Jakarta ingin menghilangkan interval NJOP kedua
tarif tersebut dan menaikkannya menjadi interval NJOP sampai dengan Rp. 2 Miliar yang
dikenakan tarif sebesar 0,1%. Pemakaian usulan tarif 0,1% yang menggantikan tarif 0,75%
dan 0,15% akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.534.902.343.376, sedangkan
pemakaian usulan tarif 0,75% dan 0,15% hanya dapat menghasilkan Rp.412.046.768.154.
Tarif 0,25% dihapuskan karena Pemprov DKI Jakarta ingin memakai tarif maksimal yaitu
0,3% untuk menutupi penerimaan menurun akibat diberlakukannya tarif 0,01%. Tetapi tarif
Berdasarkan tabel 4.2, terlihat jelas penerimaan PBB yang diterima oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta saat belum menjadi pajak daerah dan penerimaan PBB di tahun 2013
saat telah di daerahkan dengan penerimaan yang telah dicapai sampai dengan 26 April 2013.
Rencana penerimaan setiap tahunnya selalu meningkat, dikarenakan jumlah wajib pajak yang
juga meningkat. Oleh karena itu, saat dialihkan menjadi pajak daerah Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta tidak ingin penerimaannya malah menurun. Sesuai dengan prinsip pajak yang
dikatakan oleh Nurmantu (2005) yaitu revenue productivity yang menyangkut dua hal, yakni
principle of adequancy dan the principle of adaptability. Dengan prinsip ini berarti bahwa
sistem perpajakan dapat menjamin penerimaan untuk membiayai semua pengeluaran
pemerintah daerah. Dengan merujuk kepada local taxing empowerment yang merupakan salah
satu tujuan dari disahkan UU PDRD 2009, Perda ini hadir dengan tujuan untuk menjadikan
PBB sebagai alat untuk mengisi kas mereka dalam APBD serta dapat meningkatkan
kontribusi PBB dalam pos PAD.
Dalam menentukan kebijakan tarif ini, Pemda juga menghindari penerapan tarif yang
tinggi dan golongan atau layer tarif yang banyak belum tentu dapat menghasilkan ketetapan
yang tinggi. Pada dasarnya objektivitas dari pajak adalah penerimaan bukan tarif, karena yang
ditakutkan adalah adanya penghindaran pajak.Kurva Laffer menyebutkan bahwa Pemda
cenderung untuk menggunakan tarif yang tinggi agar diperoleh total penerimaan pajak daerah
yang maksimal. Apabila tarif pajak yang terlalu tinggi akan membunuh aktivitas ekonomi,
yang mengakibatkan pendapatan pajak menurun.
Selain fungsi budgetair, pemerintah juga seharusnya memperhatikan fungsi regulerend
dari PBB yang dapat dilaksanakan terkait dengan kebijakan tarif PBB Perdesaan dan
Perkotaan di DKI Jakarta. Selama ini, fungsi PBB di Indonesia masih sebatas sebagai alat
5. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan yaitu, hal-hal yang menjadi latar
belakang dalam formulasi kebijakan tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan di DKI Jakarta adalah
untuk mengakomodir semua usulan dari pihak Legislatif maupun Eksekutif agar tercapai
sebuah kesepakatan. Kemudian adanya keberpihakkan kepada masyarakat wajib pajak dengan
menerapkan prinsip keadilan yaitu, yaitu memberikan perlakukan perpajakan dengan melihat
kepada kemampuan wajib pajaknya. Selain itu, terkait dengan pelaksanaan fungsi budgeter,
dimana dengan adanya penetapan tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan di DKI Jakarta ini dapat
meningkatkan Penerimaan Asli Daerah Provinsi DKI Jakarta. Kemudian, proses perumusan
kebijakan tarif PBB di DKI Jakarta ini melewati lima tahapan. Tahap pertama adalah
6. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu, pertama, hal yang penting dalam
merumuskan kebijakan publik adalah untuk melibatkan seluruh pihak yang terkait agar
kebijakan dapat dibentuk secara comprehensive dan dapat mengakomodir semua tujuan-tujuan
yang ada. Seperti halnya dalam kebijakan tarif PBB di DKI Jakarta ini pihak kelompok
kepentingan yang diajak untuk ikut berdiskusi adalah LSM politik yang tidak bergerak
langsung dalam perpajakan. Kelompok kepentingan yang diundang bisa dari developer
konstruksi atau dari pihak akademisi yang bergerak langsung dan mempelajari mengenai
PBB. Kedua, PBB karena telah menjadi pajak daerah dan penentuan tarif dan peraturannya
berdasartkan atas kewenangan Pemerintah Daerah, maka penulis berharap agar kedepannya
nanti pemerintah tidak menjadikan PBB sebagai alat politis untuk menarik simpati masyarakat
semata tetapi tetap mengukur kebijakannya untuk pembangunan daerah. yang terakhir,
sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian ini, ada baiknya dilakukan penelitian lanjutan baik
kuantitatif maupun kualitatif untuk melihat bagaimana implementasi dari diberlakukanya
kebijakan tarif PBB di DKI Jakarta untuk melihat tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan dari
penerapan kebijakan tarif PBB di DKI Jakarta.
Fischer, F. G. 2007. Handbook of Public Policy Analisys: Theory, Politics and Methods. Oca
Raton: CRC Press.
Moleong, Lexy.J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta:
PT.Rajagrafindo Persada.
Sevilla, Consuelo G, Jesus A. Ochave, Twila G.Punsalam, Bella P.Regala dan Gabriel G .Uriarte.
1993. Pengantar Metode Peneletian. Jakarta: UI Press.
Seligman, Edwin R.A. 1911. The Shifting and Incidence of Taxation.Colombia University.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori & Proses. Jakarta: PT. Buku Kita.
Jurnal
Untung Supardi. 2012. Penentuan NJOP: Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan Properti
Komersial, Apartemen di Jakarta. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta
Media Lain
www.antarasumbar.com
www.nationalaffairs.com
www.beritajakarta.com