Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan kambing merupakan salah satu basis ekonomi yang sangat menjanjikan,

hampir setiap keluarga petani, selain mempunyai sapi juga memelihara kambing atau

domba. Penanganan ternak kambing relatif mudah, dapat dipelihara di semua kondisi

daerah perbukitan yang kering.

Ternak kambing merupakan ternak yang termasuk kedalam ternak kecil yang

memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging. Hal ini dikarenakan

kambing memiliki kapasitas adaptasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan beberapa

jenis ternak ruminansia lain seperti sapi dan domba.

Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia berbanding lurus dengan meningkatnya

jumlah permintaan konsumen terhadap daging kambing. Orientasi swasembada daging

kambing di Indonesia tidak hanya semata-mata untuk keperluan konsumennya saja tetapi

sebagai penunjang pendapatan masyarakat demi kesejahteraan rakyat Indonesia itu sendiri.

Permasalahan yang sedang terjadi sekarang adalah kurangnya pengetahuan masyarakat

dalam beternak kambing, karena pada umumnya masyarakat hanya mengetahui beternak

secara tradisional. Dalam upaya meningkatkan pemenuhan kebutuhan konsumen populasi

kambing unggul guna memenuhi kebutuhan daging yang masih belum mencukupi kualitas
dan kuantitas produk budidaya ternak kambing. Tanpa mengetahui pertambahan bobot

badan selama pemeliharaan dan juga masih minim pengetahuan tentang metode pemberian

pakan berupa konsentrat yang dihasilkan dari jenis yang berbasis limbah-limbah pertanian.

Kambing adalah salah satu komunitas ternak yang berpotensi dikembangkan

untuk menyokong persediaan protein hewani. Peluang pasar ternak kambing selalu

tersedia setiap saat dan selalu meningkat setiap tahun seiring dengan pertambahan

jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan gizi masyarakat. Kambing juga termasuk

salah satu jenis ternak yang akrab dengan sistem tani di pedesaan dan juga sangat

digemari oleh masyarakat untuk diternakkan karena ukuran tubuhnya tidak terlalu besar,

perawatannya mudah, cepat berkembang biak dan pertumbuhan anaknya juga cepat.

Dalam usaha peternakan, ada tiga faktor yang menentukan berhasil tidaknya usaha

peternakan yaitu bibit, pakan, dan tata laksana (manajemen). Ketiga faktor tersebut

merupakan segitiga sama sisi yang harus diperhatikan keseimbangannya. Pemeliharaan

kambing dengan baik dapat menghasilkan pertambaha berat badan pada ternak sesuai

target yang diinginkan peternak. Ternak memerlukan nutrisi untuk kebutuhan hidup

pokok, pertumbuhan, laktasi, gerak dan kerja. Kebutuhan ternak hendaknya perlu

dilakukan perhitungan atau dengan kata lain, pemberian pakan disesuaikan dengan

kebutuhan ternak tersebut dan perkandangan yang baik bagi ternak kambing (PE)

pranakan etawa lepas sapih jantan.


Adapun salah satu kendala yang dihadapi oleh peternak adalah belum cukup tersedia

pakan disaat musim kemarau dan perkandangan yang tidak memenuhi kaidah dan fungsi

yang sesungguhnya, cenderung akan merugikan baik terhadap ternak kambing itu sendiri,

peternak dan lingkungan sekitar. Banyak peternak yang belum memiliki pemahaman serta

pengetahuan yang tepat tentang manajemen perkandangan yang baik. Hal ini tentu menjadi

salah satu penghambat dalam beternak kambing karena tidak dapat mengoptimalkan hasil

dari beternak kambing itu sendiri. Oleh sebab itu, pengetahuan yang komprehensif tentang

perkandangan perlu diketahui oleh peternak sebagai upaya bagi peningkatan produktivitas

ternak kambing yang dipelihara sekaligus mengurangi dampak negatif pencemaran

lingkungan. Prinsipnya adalah kandang harus dapat membuat kambing merasa nyaman dan

aman. Kondisi ini tentunya akan menjadikan kambing mampu berproduksi secara optimal.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemeliharaan ternak kambing (PE) Peranakan Etawa jantan lepas sapih dapat

mempengaruhi (PBB) pertambahan berat badan, tinggi badan dan lebar dada terhadap

sistem kandang yang berbeda.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan bagi mahasiswa secara langsung

ke dunia kerja dan mengetahui (PBB) pertambahan berat badan,tinggi badan dan lebar dada

yang bagus dan cepat dalam pemeliharaan sistem kandang yang berbeda.
1.4 Manfaat Penelitian

Agar penulis dapat mengetahui cara pemeliharaan kambing yang bagus dengan kandang

berbeda yang dapat mempengaruhi berat bada, tinggi badan dan lebar dada. Sehingga hasil

penelitian ini dapat diterapkan dimasyarakat.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kambing Peranakan Etawa (PE)

Kambing (PE) Peranakan Etawa adalah hewan dwiguna, yaitu sebagai penghasil susu

dan sebagai penghasil daging. Ciri-ciri kambing (PE) adalah warna bulu belang hitam putih

atau merah dan coklat putih, hidung melengkung, rahang bawah lebih menonjol, jantan dan

betina memiliki tanduk, telinga panjang terkulai, memiliki kaki dan bulu yang panjang

(Williamson dan Payne, 1993).

Kambing (PE) Peranakan Etawa adalah hasil persilangan antara kambing Etawa dengan

kambing Kacang dan jika dilihat dari bentuk fisiknya lebih mirip dengan kambing Etawa,

dan ukuran badannya kecil dari kambing (PE) Peranakan Etawa, maka disebut kambing

bligon, gumbolo, atau jawarandu. Keberadaan kambing (PE) Peranakan Etawa sudah

beradaptasi dengan kondisi Indonesia. Kambing (PE) Peranakan Etawa merupakan

kambing perah harapan daerah tropis Indonesia. Kambing lokal ini sangat potensial sebagai

penghasil susu yang sangat tinggi. Dengan tata cara pemeliharaan yang baik, salah satunya

dengan pemberian pakan baik secara kuantitas dan kualitas yang optimal, kambing (PE)

Peranakan Etawa mampu beranak tiga kali dalam dua tahun. Jumlah anak bervariasi, yaitu

1 sampai 3 ekor. Produksi susunya sangat beragam, yaitu antara 1,5 sampai 3,7 liter/hari

dengan masa laktasi 7 sampai 10 bulan (Sarwono, 2002).


Ada satu jenis kambing yang banyak ditemukan di Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta

yaitu kambing Bligon termasuk kambing (PE) Peranakan Etawa, tetapi bentuknya lebih

mirip kearah kambing Kacang, badannya lebih kecil dibanding kambing (PE) Peranakan

Etawa Basuki et al. (1982) dan Hardjosubroto et al. (1994). Djajanegara dan Misniwati

(2005) menambahkan bahwa kambing Bligon merupakan keturunan kambing Etawa

dengan kambing Kacang (persentase darah kambing Kacang lebih dari 50%) yang banyak

tersebar dipantai Utara Jawa dan Yogyakarta, moncong lancip, telinga tebal dan lebih

panjang dari kepalanya, leher tidak bersurai, sosok tubuh terlihat tebal, bulu kasar.

keunggulan kambing Bligon antara lain mudah beradaptasi dengan lingkungan, berat rata-

rata diatas 30 kg serta dapat menghasilkan susu yang sangat baik untuk kesehatan manusia

(Anonimusb, 2006).

2.2 Bahan Pakan

Pakan ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan konsentrat. Ternak

ruminansia membutuhkan sejumlah serat kasar dalam ransumnya agar proses pencernaan

berlangsung secara optimal, sumber utama serat kasar adalah hijauan. Oleh karena itu, ada

batasan minimal pemberian hijauan dalam komponen ternak ruminansia. Penggemukan

ternak ruminansia membutuhkan hijauan berkisar antara 0,5 sampai 0,8% bahan kering dari

bobot badan ternak. Apabila usaha penggemukan ternak ruminansia dilakukan dalam waktu

relatif singkat maka diperlukan konsentrat yang banyak dalam komponen ransumnya.
Namun, perlu diketahui bahwa pemberian konsentrat yang lebih dari 60% dalam komponen

ransumnya tidak akan ekonomis lagi walaupun harganya murah (Lubis, 1992).

Secara garis besar pakan ternak dikelompokan menjadi 2 jenis, yaitu hijauan dan

konsentrat (Wiliamson dan Payne, 1993). Hartadi et al. (1993) menjelaskan bahwa hijauan

adalah bagian aerial dari tanaman terutama rumput dan kacang-kacangan yang mengandung

18% serat kasar dalam bahan kering yang dipergunakan sebagai bahan ternak, sedangkan

konsentrat merupakan suatu bahan pakan yang dipergunakan bersama bahan pakan yang

lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan dengan tujuan untuk

dicampur sebagai bahan pelengkap. Blakely dan Bade (1994) menambahkan bahwa bahan

pakan adalah suatu bahan yang dapat dimakan dan dicerna oleh seekor hewan yang mampu

menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh, pertumbuhan,

penggemukan, reproduksi (birahi, konsepsi, kebuntingan), serta laktasi (produksi susu).

Sugeng (1998) menjelaskan tujuan dari pemberian pakan adalah untuk perawatan tubuh

atau untuk kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan berproduksi. Bahan Pakan adalah

bahan-bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan atau bahan lainnya yang layak

dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah. Bahan

pakan konvensional adalah bahan pakan yang sering digunakan dalam pakan yang

mempunyai kandungan nutrisi yang cukup dan disukai ternak. Bahan pakan konvensional

diantaranya jagung kuning, bungkil kedelai, pollard (dedak gandum), tepung ikan, dedak

padi, dan bahan lainnya. Bahan pakan substitusi adalah bahan pakan yang berasal dari
bahan yang belum banyak dimanfaatkan sebagai bahan pakan, akan tetapi dari kandungan

nutrisinya masih memadai untuk diolah menjadi pakan. Bahan pakan subtitusi diantaranya

bungkil inti sawit, lumpur sawit, tetelan daging (sisa fleshing), kulit biji kakao, kulit biji

kopi, dan lain-lain (Anonimusb, 2009).

2.2.1 Hijauan

Hijauan maupun konsentrat sebagai komponen ransum, dapat pula terdiri dari satu jenis

atau beberapa jenis pakan. Hijauan diartikan sebagai pakan yang mengandung serat kasar,

atau bahan yang tidak tercerna, relatif tinggi. Jenis pakan hijauan ini antara lain hay, silase,

rumput-rumputan, kacang-kacangan, dan limbah pertanian (misalnya jerami padi, pucuk

tebu, daun jagung). Konsentrat adalah pakan yang mengandung serat kasar, atau bahan tak

tercerna yang rendah. Jenis pakan konsentrat antara lain dedak padi, bungkil kelapa,

bungkil kelapa sawit, ampas tahu, tepung ikan, bungkil kedelai, pollard dan gaplek

(Susetyo, 1980). Siregar (1994) menambahkan hijauan berdasarkan kualitasnya dibedakan

menjadi 5 kelompok, yaitu:

1. Hijauan berkualitas rendah, seperti jerami padi, jerami jagung, dan pucuk tebu dengan

kandungan Protein Kasar (PK) 6% dan energi dalam bentuk “Total Degistible

Nutrient” (TDN) 51% dari Bahan kering (BK).

2. Rumput-rumputan seperti rumput alam dan rumput kultur yang memiliki kandungan

Protein Kasar (PK) sekitar 6 sampai 11% dengan Total Degistible Nutrien (TDN) 51

sampai 65% dar Bahan Kering (BK).


3. Hijauan leguminosa yang bukan termasuk pohon-pohonan memiliki kandungan Protein

Kasar (PK) sekitar 12 sampai 17% dengn Total Degistible Nutrien (TDN) berkisar

antara 61 sampai 65% dari Bahan kering (BK).

4. Hijauan dari tanaman umbi-umbian seperti umbi jalar dan daun umbi kayu yang

memiliki kandungan Protein Kasar (PK) 18 sampai 23% dengan Total Degistible

Nutrien (TDN) berkisar antara 61 sampai 65% dari Bahan kering (BK).

5. Leguminosa pohon seperti lamtoro, kaliandra, dan Gliricidae maculata yang memiiki

kandungan Protein Kasar (PK) diatas 23% dengan kandungan Total Degistible Nutrien

(TDN) 65% dari Bahan kering (BK) (Sindoeredjo, 1996).

Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan

berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga. Pemberian pakan pada

ternak sebaiknya diberikan dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang baik diberikan

dengan perbandingan 60% : 40% (dalam bahan kering ransum), apabila hijauan yang

diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55% : 45% dan hijauan yang

diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64% : 36%

(Sugeng, 1998).

Kambing membutuhkan hijauan yang banyak ragamnya. Kambing sangat menyukai

daun-daunan dan hijauan seperti daun turi, akasia, lamtoro, dadap, kembang sepatu,

nangka, pisang, gamal, putri malu, dan rerumputan. Hijauan dari daun-daunan lebih disukai

dari pada rumput (Sarwono, 2002).


2.2.2 Konsentrat

Penguat (konsentrat) adalah pakan yang mengandung serat kasar relatif rendah dan

mudah dicerna. Bahan pakan penguat ini meliputi bahan pakan yang berasal dari biji-bijian

seperti jagung giling, menir, dedak, katul, bungkil kelapa, tetes tebu, dan berbagai umbi-

umbian. Fungsi utama konsentrat adalah memberi tambahan energi dan protein yang

diperlukan untuk pertumbuhan produksi, yang tidak dapat dipenuhi oleh hijauan (Blakely

dan Bade, 1994).

Fungsi pakan penguat adalah meningkatkan dan memperkaya nilai gizi pada bahan

pakan lain yang nilai gizinya rendah. (Sugeng, 1998). Konsentrat atau pakan penguat tidak

boleh diberikan terlalu banyak. Sebaiknya pemberian pakan penguat tersebut tidak

sekaligus, melainkan diselingi dengan pemberian hijauan. Sebelum diberi konsentrat,

terlebih dahulu kambing diberi pakan hijauan (Sarwono, 2002).

2.3 Kandang

Perkandangan merupakan salah satu tata laksana pemeliharaan yang penting dan harus

diperhatikan. Kandang yang baik akan memberikan dampak yang baik pula bagi peternak

maupun ternak itu sendiri. Usaha ternak dapat berkembang secara optimal karena memiliki

tempat tinggal yang nyaman dan bersih. Dengan demikian kambing yang diternak dapat

terhindar dari penyakit. Hal tersebut dikarenakan adanya sanitasi kandang yang baik

(Suretno dan Basri, 2008). Sedangkan perkandangan milik peternakan rakyat sebagian
besar masih terbatas kemampuan dan pengetahuan dalam penggunaan teknologi dan

inovasi terkait perkandangan.

Sistem perkandangan juga belum diperhatikan oleh para peternak sehingga rentan

menimbulkan penyakit (Supriadi, et al., 2009). Sistim pemeliharaan ternak dengan sistem

kandang kelompok ini sudah diperkenalkan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejak

tahun 1989. Sistem perkampungan ternak atau kandang kelompok merupakan salah satu

paket teknologi yang diterapkan pada kelompok tani ternak, yang bertujuan untuk

meningkatkan produktivitas ternak dipedesaan.

Pola pemeliharaan ternak kambing (PE) Peranakan Etawa yang dilakukan oleh petani

peternak, umumnya dilakukan dengan sistem kandang individu dan kandang kelompok.

Pemeliharaan kambing (PE) Peranakan Etawa dengan sistem kandang individu, biasanya

lokasi kandang berdekatan dengan tempat tinggal sehingga dapat menyebabkan polusi bagi

penghuninya dan berdampak terhadap gangguan kesehatan, tidak adanya sistem organisasi

sehingga menyulitkan penyampaian berbagai inovasi atau informasi teknologi dari

penyuluh ke peternak, interaksi antar peternak kurang intensif sehingga kompetisi antar

peternak untuk meningkatkan produktivitas ternaknya juga rendah.

Kelebihan pemeliharaan ternak kambing dengan sistem kandang individu adalah

intensitas penularan penyakit sangat rendah disebabkan lokasi kandang antara peternak

yang satu dengan lainnnya cukup jauh. Beberapa manfaat dari pola pemeliharaan ternak

kambing (PE) Peranakan Etawa dengan sistem kandang kelompok adalah


1. jarak kandang jauh dari pemukiman penduduk sehingga dapat mengurangi pencemaran

lingkungan

2. adanya sistem organisasi sehingga peternak mudah dikumpulkan dan memudahkan

penyampaian berbagai inovas

3. hubungan interaksi antar peternak lebih intensif.

Beberapa jenis teknologi tepat guna yang sudah diadopsi oleh peternak pada pola

pemeliharaan sistem kandang kelompok adalah kawin suntik atau inseminasi buatan (IB),

penggunaan pakan konsentrat dan vaksin/obat-obatan/mineral, pembuatan kartu ternak, dan

kandang panggung. Dekatnya jarak antara satu kandang dengan kandang lainnya

menyebabkan intensitas penularan penyakit akan lebih tinggi dan hal ini merupakan salah

satu kekurangan dari pola pemeliharaan ternak sistem kandang kelompok.

(Devendra and Burns 1970) mengutarakan, bahwa suhu udara dalam kandang yang

tinggi cenderung menurunkan nafsu makan dan produktivitas. (Bhattacharya and Hussain

1974) melaporkan bahwa, suhu udara dalam kandang yang tinggi dengan kelembaban udara

yang tinggi pula akan menurunkan konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi air, serta

menurunkan daya cerna pakan. (Nardone et al. 2010) melaporkan bahwa kenaikan suhu

berpengaruh terhadap fisiologi, metabolisme dan kesehatan hewan. Menurut (Utomo 2013)

ketinggian tempat tidak berpengaruh terhadap kinerja reproduksi dan capaian hasil (IB)

insiminasi buatan pada kambing (PE) Peranakan Etawa.


2.3.1 Macam-Macam Kandang

Macam kandang yang dimaksudkan di sini adalah berdasarkan peruntukan kandang, ada

kandang koloni dan kandang individual. Kandang koloni digunakan untuk beberapa ekor

kambing secara bersama-sama. Kandang ini digunakan untuk memelihara anak kambing

dan kambing dara (Haryadi dan Kaleka, 2013).

Setiap kandang koloni sebaiknya digunakan maksimal untuk 10 ekor kambing. Hal ini

akan memudahkan dalam mengontrol kesehatan kambing serta mengontrol pemberian

pakan. Jika jumlah kambing terlalu banyak, akan terjadi persaingan saat diberi pakan.

Akibatnya kambing yang kalah akan kekurangan pakan sehingga pertumbuhan dan

kesehatannya terganggu. Kandang koloni berukuran 2 x 3 m bisa digunakan untuk 10 ekor

kambing muda atau anakan. Setelah kambing semakin besar, jumlahnya dikurangi (Haryadi

dan Kaleka, 2013).

Kandang individual hanya digunakan untuk satu atau dua ekor kambing. Kandang ini

digunakan untuk pejantan dan induk. Untuk pejantan, ukuran kandang individual bisa

dibuat 1,5 m x 2 m, sedangkan untuk induk berukuran 1,2 m x 1,5 m. Kandang ini juga bisa

digunakan untuk mengisolasi kambing yang sakit dan menggemukkan kambing yang

terlalu kurus. Untuk kambing yang kurus, ruang kandang yang sempit akan membatasi

gerakannya sehingga energinya tidak banyak keluar. Dengan begitu kelebihan energi akan

disimpan dalam bentuk daging dan lemak (Haryadi dan Kaleka, 2013).
2.3.2 Model Kandang

Selain sebagai rumah bagi kambing, kandang mempunyai fungsi agar peternak

memperoleh kemudahan dalam melakukan pemeliharaan, pemberian pakan, dan memerah

susu. Kandang sangat penting artinya karena akan melindungi kambing dari kontaminasi

kotoran serta melindunginya dari terpaan angin, hujan, panas matahari, dan menjadi tempat

beristirahat. Kandang juga menjadi tempat berbagai aktivitas pemeliharaan kambing.

Kandang bagi kambing seperti rumah bagi manusia (Haryadi dan Kaleka, 2013).

Kandang untuk kambing sebaiknya berbentuk panggung. Kandang lemprakan atau

berlantai tanah tidak dianjurkan karena akan becek dan lembab akibat kotoran dan urin

kambing. Hal ini bisa membuat kuman penyakit berkembang. Model kandang panggung

merupakan yang terbaik untuk pemeliharaan kambing. Pada kandang panggung kotoran

dan urin kambing langsung jatuh ke kolong kandang sehingga lantai kandang bersih, tidak

becek dan mudah dibersihkan. Dengan begitu kambing tidak menginjak-injak kotoran dan

urinnya sendiri. Selain tubuh kambing menjadi lebih bersih, kandang panggung dapat

mencegah penularan penyakit melalui kotoran (Haryadi dan Kaleka, 2013).

Kandang sebaiknya dibuat menghadap ke timur agar sinar matahari pagi bias masuk ke

dalamnya. Bila tidak, atap kandang sebaiknya diberi genting kaca. Sinar matahari baik

untuk tubuh kambing, selain itu sinar matahari berguna untuk mengurangi kelembaban di

dalam kandang dan mencegah berkembangnya bibit penyakit. Kandang juga harus

mempunyai sirkulasi udara yang baik agar tidak pengap dan lembab (Haryadi dan Kaleka,
2013). Kandang sebaiknya terlindung dari hembusan angin yang kencang. Angin yang

terlalu kencang dapat menyebabkan kembung pada kambing. Untuk memecah hembusan

angin, di sekitar kandang bisa ditanami pepohonan. Jenis pepohonannya bisa dipilih dari

jenis yang merupakan pakan kambing, misalnya pohon nangka, gamal, turi, lamtoro, atau

kaliandra (Haryadi dan Kaleka, 2013).

2.4 Hipotesis

Diduga bahwa kandang umbaran tidak cocok untuk pertambahan (BB) yang cepat bagi

kambing (PE) Peranakan Etawa jantan lepas sapih sedangkan kandang individu mungkin

dapat menyebabkan perubahan yang cepat terhadap (BB) berat badan, (TB) tinggi badan

dan (LB) lebar dada kambing (PE) Peranakan Etawa lepas sapih jantan yang cepat.
BAB III

METODOLOGI

3. 1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2020 yang berlokasi di Desa

Tandassura Kecamatan Limboro Kabupaten Poleali Mandar yang terletak ± 10 km dari ibu

Kota Kecamatan dengan jarak ± 50 km dari pusat ibu Kota Kabupaten, ± 248 km dari pusat

ibu Kota Propensi. Kawasan ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua

dan empat dengan waktu tempuh 2 jam dari ibu Kota Kabupaten dan 6 jam dari ibu Kota

Propensi.

3. 2 Materi Penelitian

3.2.1 Ternak

Penelitian ini menggunakan sampel 12 ekor kambing dan dibagi dalam dua kelompok,

Umur kambing yang digunakan 3-4 bulan dengan rata-rata berat bobot badan awal antara

16,00 kg.

3.2.2 Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tunggal dan umbaran,

Kandang tunggal berbentuk panggung yang disekat sebanyak 6 petak. Ukuran kandang

individual untuk setiap petak adalah 100 X 200 X 100 cm. Sedangkan ukuran kandang

umbaran 300 X 700 cm dan masing-masing kandang dilengkapi dengan tempat makanan.
3. 3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dengan melakukan

pengukuran statistic vital berat badan, tinggi badan dan lebar dada terhadap kambing

Peranakan Etawa lepas sapih di Desa Tandassura dan penimbangan bobot badan sebagai

peubah. Pengambilan data secara sensus yaitu mengamati seluruh kambing dilokasi sesuai

dengan criteria ternak yang telah ditetapkan.

3.3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini disusun berdasarkan rancangan acak Lengkap ( RAL ) Pola 2 x 2. 2

perlakuan dapat di liat pada tebel di bawah ini:

Tabel 1. Rancangan penelitian

Perlakuan
Ulangan
P1 P2

1 P1.1 P2.1

2 P1.2 P2.2

3 P1.3 P2.3

4 P1.4 P2.4

5 P1.5 P2.5

6 P1.6 P2.6
Keterangan :

P1 : Kambing yang dikandang individu

P2 : Kambing yang dikandang umbaran/kelompok

3.3.2 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian adalah melakukan survey ditempat penelitian dan melakukan

pengukuran langsung terhadap ternak kambing Peranakan Etawa (PE) sebanyak 12 ekor

yang terdapat ditempat penelitian yaitu Desa Tandassura.

3. 4 Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam dengan metode

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan bantuan analisis stastistical product and service

solution (SPSS) versi 17. Apabila terdapat pengaruh nyata antar perlakuan, dilanjutkan Uji

Beda Nyata Terkecil (Uji BNT).

Anda mungkin juga menyukai