Anda di halaman 1dari 24

TOPIK ESDM DAN TENAGA KERJA : KEPENDUDUKAN

Nama Kelompok :
Axel Leander JT (165020100111045)
Kholid Yahya (175020100111004)
Hartsa Kusuma Nagara (175020100111008)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019

1
BAB I

DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN

1.1 Gambaran Umum

Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia (UUD 1945 Pasal 26 ayat 2). Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan
dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan,
kematian, persebaran, mobilitas, dan kualitas, serta ketahanannya yang menyangkut politik,
ekonomi, sosial, dan budaya (Kemenkeu, 2015). Sementara, menurut BPS (2020),
pengertian penduduk ialah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik
Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili dari kurang
enam bulan tetapi bertujuan untuk menetap.

Disamping itu, pengertian penduduk menurut Mantra (2009) adalah orang dalam
matranya sebagai pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, dan
himpunan kuantitas yang bertempat tinggal disuatu tempat dalam batas wilayah tertentu.
Sedangkan, menurut Dr.Kartomo (1986), penduduk adalah sejumlah orang yang mendiami
suatu daerah tertentu. Apabila di daerah didiami oleh banyak orang dan menetap di sana,
maka itu bisa diartikan sebagai penduduk terlepas warga negara atau pun bukan.

Sedangkan, kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari dinamika


kependudukan manusia. Demografi meliputi ukuran, struktur, dan distribusi penduduk, serta
bagaimana jumlah penduduk berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi,
serta penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara keseluruhan atau
kelompok tertentu yang didasarkan kriteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama,
dan etnis tertentu.

2
Berdasarkan laporan oleh Bank Dunia, penduduk Indonesia pada tahun 2018
sejumlah 267.663.435 juta jiwa. Penduduk Indonesia saat ini menempati urutan keempat
dunia, dengan 3,52% dari penduduk dunia. Urutan pertama sampai dengan ketiga ditempati
oleh Tiongkok, India, dan Amerika Serikat dengan masing-masing persentase sebesar
18,4%, 17,8%, dan 4,37% dari penduduk dunia saat ini.

Dalam masalah kependudukan, penduduk tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas
saja. Namun, penduduk juga dilihat dari sisi kualitas penduduk itu sendiri. Kualitas penduduk
adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan non-fisik yang meliputi derajat kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan,
sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan manikmati kehidupan
sebagai manusia yang bertaqwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup
layak (Kemenkeu, 2015).

Beberapa teori tentang kependudukan termutakhir yang merupakan reformulasi teori


kependudukan yang ada sebagai berikut :

1. Teori Malthusian

Teori ini dipelopori oleh Thomas Albert Malthus, seorang pendeta Inggris, hidup pada
tahun 1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1789 lewat karangannya yang
berjudul: “ Essai on Principles of Populations as it Affect the Future Improvement of Society,
with Remark on The Speculation of Mr. Godwin, M. Condorcet, and Other Writers”,
menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang) apabila tidak
ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat
beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan
karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan.

Disamping itu, Malthus berpendapat bahwa manusia untuk hidup memerlukan bahan
makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan
dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap
pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan makanan. Inilah
sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Menurut Malthus pembatasan tersebut
dapat dilakukan dengan preventive checks dan positive checks. Preventive checks ialah
pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran.

Preventive check dapat dibagi menjadi dua, yaitu : moral restraint dan vice. Moral
restraint (pengekangan diri ) yaitu segala usaha untuk mengekang nafsu seksual, dan vice
adalah pengurangan kelahiran seperti : pengguguran kandungan, penggunaan alat-alat

3
kontrasepsi, homoseksual, promiscuity, adultery sedangakan Positive check adalah
pengurangan penduduk melalui proses kematian (Mantra, 2009).

2. Teori Neo-Malthusians

Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai
diperdebatkan oleh kelompok Neo-Malthusians. Mereka tidak sependapat dengan Malthus
bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan moral restraint saja. Untuk keluar dari
perangkap Malthus mereka menganjurkan menggunakan cara preventive checks. Menurut
kelompok ini yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan Paul Ehrlich pada abad ke-20 (pada
tahun 1950), dunia baru yang pada jaman Malthus masih kosong kini sudah mulai dengan
manusia.

Paul Erlich dalam bukunya “The Population Bomb” pada tahun1971 menggambarkan
penduduk dan lingkungan yang ada pada saat ini. Dunia sudah penuh dengan manusia,
keadaan bahan makanan sudah sangat terbatas dan lingkungan sudah banyak rusak dan
tercemar.

3. Teori Marxist

Menurut Marxist, tekanan penduduk yang terdapat disuatu negara bukan tekanan
penduduk terhadap bahan makanan, akan tetapi tekanan penduduk karena kesempatan
kerja. Kemikinan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu
cepat, tetapi kesalahan masyarakat itu sendiri seperti terdapat pada negara-negara kapitalis.

3. Teori Fisiologis dan Sosial-Ekonomi

a. John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris
dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju
pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun, ia berpendapat
bahwa pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku demografisnya dan juga
ia mengatakan apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai
keluarga kecil (fertilitas akan rendah).

b. Arsene Dumond adalah seseorang ahli demografi bangsa Perancis yang hidup
pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1890 menulis sebuah artikel berjudul
Depopulation et Civilization. Ia melncarkan teori penduduk baru yang disebut dengan teori
Kapilaritas sosial (theory of social capilary). Kapilaritas sosial mengacu pada
keinginan seseorang untuk mencapai kedudukan yang tinggi di masyarakat secara
demokrasi.

4
c. Emile Durkheim adalah ahli sosiologis Perancis yang hidup pada akhir abad ke-19.
Ia menekankan perhatiannya pada keadaan pertumbuhan penduduk yang tinggi
disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk yang cepat, akan timbul persaingan
diantara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup.

Apabila dibandingkan antara masyarakat tradisional dan masyarakat industri akan


terlihat bahwa pada masyarakat tradisional tidak terjadi persaingan yang ketat dalam
memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya. Hal
ini disebabkan karena ada masyarakat industri tingkat pertumbuhan dan kepadatan
penduduk tinggi.

d. Michael Thomas Sadler dan Doubleday, kedua ahli ini adalah penganut teori
fisiogi. Sadler mengemukakan bahwa daya reproduksi manusia dibatasi oleh jumlah
penduduk yanga ada di suatu negara atau wilayah jika kepadatan penduduk tinggi,
daya reproduksi manusia akan menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk
rendah reproduksi manusia akan meningkat. Doubleday berpendapat bahwa daya
reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Teori
fisiologis ini banyak diilhami oleh teori aksi dan reaksi dalam meninjau perkembangan
penduduk suatu negara. Teori ini dapat menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat
mortalitas penduduk, semakin tinggi pula tingkat produksi manusia.

1.2 Perkembangan Sampai Sekarang

Piramida penduduk Indonesia menunjukkan bahwa persentase anak-anak berumur


0- 14 tahun turun dari 43,97 % pada tahun 1971, menjadi 40,9% pada tahun 1980, dan terus
turun menjadi 36,73% pada tahun 1990, dan diperkirakan masih akan menurun menjadi
29,8% pada tahun 2000 (BPS, 1998).

Penurunan tersebut terjadi karena adanya penurunan tingkat kelahiran di Indonesia.


Sementara itu, penduduk usia kerja (15-59 tahun), meningkat dari 51,5% pada tahun 1971,
menjadi 53,6% pada tahun 1980, dan meningkat lagi menjadi 57,06% pada tahun 1990, dan
diperkirakan masih akan meningkat menjadi 62,8% pada tahun 2000. Untuk penduduk yang
berusia 60 tahun ke atas meningkat dari 4,5% menjadi 5,5%, dan terus meningkat menjadi
6,3%, serta diperkirakan masih meningkat menjadi 7,53% dalam kurun waktu yang sama
(BPS, 1998).

Perubahan struktur penduduk tersebut, mempengaruhi angka beban ketergantungan


(dependency ratio) Indonesia, yang pada tahun 1971 sebesar 86,84, menurun menjadi
79,10 pada tahun 1980, dan terus menurun menjadi 67,82 pada tahun 1990. Diperkirakan
angka beban ketergantungan semakin menurun menjadi 59,2 pada tahun 2000, yang berarti

5
bahwa kemampuan seseorang untuk mengalokasikan dana dalam usaha produktif semakin
besar. Dalam upaya memperlambat pertumbuhan penduduk selama tiga dekade, telah
terjadi perubahan-perubahan dalam komposisi dan struktur penduduk sebagaimana terlihat
pada struktur jumlah penduduk usia 0-4 tahun menurun dari tahun 1971-1990, namun
kelompok umur ini diperkirakan kembali meningkat pada tahun 2000 ini sebagai akibat dari
“baby boom” pada tahun 1970-1980an

Laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun 1971-1980 adalah 2,32% per
tahun, dan telah berhasil ditekan menjadi 1,98% per tahun pada periode 1980-1990, dan
berhasil terus ditekan menjadi 1,66% per tahun pada periode tahun 1990-1995 (BPS, 1997).
Penurunan angka laju pertumbuhan penduduk secara nasional terutama berkat
keberhasilan pembangunan keluarga berencana, yang didukung oleh perbaikan kondisi
kesehatan dan ekonomi penduduk Walaupun laju pertumbuhan penduduk telah dapat
ditekan, namun secara absolut masih memberikan tambahan jumlah penduduk yang cukup
besar. Pada periode tahun 1995-2000, laju pertumbuhan penduduk diharapkan dapat terus
ditekan menjadi 1,50% per tahun. Pada periode tahun tahun berikutnya sampai tahun 2017
ditekan menjadi 1,34% seperti pada table dibawah ini

6
1.2.1 Peta Persebaran Jumlah Penduduk di Indonesia

1.2.2 Angka Kelahiran Total

Angka Kelahiran Total (TFR) pada tahun 1971 adalah 5,605 per 1.000 perempuan,
dan berhasil diturunkan menjadi 4,680 per 1.000 perempuan pada tahun 1980, dan terus
menurun menjadi 3,020 per 1.000 perempuan pada tahun 1990, menjadi 2,938 per 1.000
perempuan pada tahun 1995, dan diperkirakan menjadi 2,647 per 1.000 perempuan pada
tahun 2000 (Kasto dan Sembiring, 1995). Perubahan penurunan fertilitas tersebut sebagai
akibat keberhasilan program KB selama ini, dan akibat pengaruh pelayanan kesehatan yang
meningkat. Selain itu faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya juga mempengaruhi
penurunan fertilitas. Pada periode tahun 1995-2000, diharapkan TFR semakin menurun
menjadi 2,593 per 1.000 perempuan dan Pada periode 2010 – 2015( 2012) TFR sebesar
2,4 per 1000 wanita .Periode 2017 sebesar 2,4.

1.2.3 Angka Prevelansi ber KB

Tren Pemakaian kontrasepsi pada wanita kawin 15-49 tahun di Indonesia tahun
2017 sebesar 63,6.

1.2.4 Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia melihat secara bersamaan semua isu dalam masyarakat:


pertumbuhan ekonomi, perdagangan, ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-nilai
kultural dari sudut pandang manusia. Pembangunan manusia juga mencakup isu penting

7
lainnya, yaitu gender. Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya
memperhatikan sektor sosial, tetapi merupakan pendekatan yang komprehensif dari semua
aspek kehidupan manusia Berikut merupakan grafik dan peta perseberan IPM di Indonesia

1.2.5 Bonus Demografi dan Proyeksi Penduduk Indonesia di tahun mendatang

Indonesia adalah salah satu dari 179 peserta konferensi International Conference on
Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo, yang merupakan bukti komitmen
bangsa Indonesia dalam pembangunan yang berwawasan kependudukan. Secara umum,
tujuan ICPD 1994 adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteran umat
manusia serta mempromosikan pembangunan manusia dengan menerima kenyataan
adanya keterkaitan antara kebijaksanaan kependudukan dan pembangunan, yang ditujukan
pada: (1) pengentasan kemiskinan; (2) peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam rangka
pembangunan berkelanjutan; (3) pendidikan, khususnya bagi perempuan; (4) kesamaan dan
kesetaraan gender; (5) penurunan angka kematian bayi, anak dan ibu; (6) pemberian
pelayanan dan akses kesehatan reproduksi yang universal termasuk keluarga berencana
dan kesehatan seksual; (7) keberlanjutan pola produksi dan konsumsi; (8) keamanan
persediaan pangan; (9) pembangunan sumberdaya manusia; dan (10) kepastian terhadap

8
perlindungan hak-hak asasi manusia, termasuk hak dalam pembangunan sebagai bagian
dasar dari hak-hak asasi manusia yang bersifat universal.

Tujuan tersebut akan dicapai melalui Program Aksi Kependudukan yang


dikelompokkan dalam berbagai bidang yaitu: (1) hubungan timbal balik antara
kependudukan, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan; (2) gender,
dan pemberdayaan perempuan; (3) keluarga: peranan, hak, susunan dan strukturnya; (4)
pertumbuhan dan struktur penduduk; (5) hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi; (6)
kesehatan, kesakitan dan kematian; (7) distribusi penduduk, urbanisasi dan migrasi internal;
(8) migrasi internasional; (9) kependudukan, pembangunan dan pendidikan; (10) teknologi,
penelitian dan pengembangan; (11) kegiatan nasional; (12) kerja sama internasional; (13)
kemitraan dengan sektor non pemerintah; dan (14) tindak lanjut konferensi.

Dalam proyeksi disepakati bahwa pada tahun 2020 akan tercapai suatu kondisi
penduduk tumbuh seimbang, di mana jumlah penduduk akan mencapai kurang lebih 260
juta jiwa, suatu proyeksi yang lebih rendah dari perkiraan PBB sebesar 263,8 juta jiwa. PBB
memproyeksikan penduduk dunia yang terbagi dalam masing-masing negara dengan 3
variasi yaitu tinggi, sedang dan rendah, di mana ketiga jenis varian ini berdasarkan atas
tingkat kelahiran di masa depan. PBB memproyeksikan jumlah penduduk dunia dengan tiga
variasi, akan berjumlah 8,38 miliar pada varian tinggi, 7,82 miliar pada varian sedang dan
7,28 miliar pada varian rendah. Untuk Indonesia, diproyeksikan dengan varian tinggi
berjumlah 282,7 juta jiwa, varian sedang 263,8 juta jiwa dan varian rendah 244 juta jiwa.
Tabel 1 memperlihatkan proyeksi parameter demografi yang hendak dicapai Indonesia
dalam rangka menuju kondisi Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) 2020.

9
Angka kelahiran kasar diharapkan terus menurun dari 22,7 per 1000 penduduk pada
periode tahun 1995-2000 menjadi 16,3 pada periode tahun 2015-2020, sehingga diharapkan
bahwa setiap tahun hanya terdapat 4 – 4,5 juta kelahiran bayi. Untuk mencapai angka
kelahiran kasar yang terus menurun, maka angka kelahiran total (TFR) diharapkan makin
menurun mendekati 2,0 per wanita yang berarti rata-rata jumlah anak hanya dua per wanita.
Meskipun angka kematian ibu, bayi dan anak-anak akibat penyakit infeksi saluran
pernafasan bagian atas (ISPA) menurun karena pelayanan kesehatan sudah makin baik,
tetapi penyakit degeneratif mulai meningkat, sehingga angka kematian kasar menetap atau
berkurang sedikit setiap tahunnya.

Dengan pelayanan kesehatan yang makin membaik, gizi yang makin baik dan tingkat
pendidikan penduduk yang makin tinggi, maka rata-rata harapan makin meningkat dari 64,7
tahun pada perode tahun 1995-2000 menjadi 72,5 tahun pada periode tahun 2015-2020.
Dengan perkembangan tersebut di atas maka LPP diharapkan akan makin menurun
mencapai di bawah 1% pada tahun 2020 dengan mengasumsikan migrasi internasional
mendekati 0 (nol).

1.3 Permasalahan Kependudukan

1.3.1 Jumlah penduduk yang besar

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terdiri dari 17.504 pulau.
Berdasarkan proyeksi penduduk 2015-2045 hasil Survei Penduduk Antar Sensus (Supas)
2015, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 269,6 juta jiwa pada 2020. Angka
tersebut terdiri atas 135,34 juta jiwa laki-laki dan 134,27 jiwa perempuan.

10
Sebanyak 66,07 juta jiwa masuk kategori usia belum produktif (0-4 tahun), kemudian
sebanyak 185,34 juta jiwa merupakan kelompok usia produktif (15-64 tahun), dan sebanyak
18,2 juta jiwa merupakan penduduk usia sudah tidak produktif (65+ tahun). Saat ini
Indonesia memasuki era bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif lebih
banyak dibanding usia tidak produktif (usia belum produktif + usia sudah tidak produktif).

Dengan banyaknya penduduk, Indonesia tentunya memiliki beberapa permasalahan


terkait kependudukan yang besar juga. Contoh permasalahan yang dialami oleh Indonesia
saat ini adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi, kualitas pendidikan masyarakat yang
rendah, tingginya angka ketergantungan dan persebaran penduduk yang tidak merata.

Seperti yang dapat dilihat pada gambar diatas, Indonesia saat ini sedang
mendapatkan bonus demografi yang besar karena tingginya angka masyarakat di umur 0-4
hingga 40-44 tahun. Hal ini dapat menjadi hal yang sangat baik ataupun sesuatu yang dapat
menghancurkan Indonesia dengan cepat.

11
Bonus Demografi merupakan kondisi dimana suatu wilayah atau negara memiliki
jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan usia
non-produktif (usia 65+).  Dikatakan sebagai "bonus" karena kondisi ini tidak terjadi secara
terus menerus melainkan hanya terjadi sekali dan tidak bertahan lama.

Prasyarat yang harus dipenuhi oleh suatu negara apabila ingin memperoleh manfaat
besar dari bonus demografi yaitu sumber daya manusia yang berkualitas. Karena dengan
adanya masyarakat yang berkualitas dapat meningkatkan pendapatan perkapita suatu
negara apabila ada kesempatan kerja yang produktif. Yang kedua, terserapnya tenaga kerja
menjadi faktor penting dalam memanfaatkan bonus demografi karena dengan banyak
dibutuhkannya tenaga kerja, maka pengangguran akan berkurang dan kesejahteraan akan
meningkat pesat. Yang ketiga, meningkatkan tabungan di tingkat rumah tangga. Setiap
rumah tangga memiliki potensi untuk membuka suatu usaha yang akan memberi lapangan
pekerjaan untuk orang lain sehingga angka pengangguran menurun. Dan yang terakhir,
peran perempuan yang masuk ke dalam pasar kerja akan membantu peningkatan
pendapatan dan akan lebih banyak lagi penduduk usia produktif menjadi benar-benar
produktif.

Banyaknya kualitas  sumber daya manusia yang tinggi disuatu negara akan sangat
mempengaruhi perkembangan dari negara tersebut. Indonesia merupakan negara dengan
SDM yang berkesempatan untuk menjadi negara maju. Contohnya di negara Jepang yang
mengalami bonus demografi pada tahun 1950 membuat Jepang melesat menjadi negara
dengan kekuatan ekomoni tertinggi ke-3 di dunia pada dekade 70-an, setelah Amerika
Serikat dan Uni Soviet. Indonesia juga sampai saat ini memiliki modal SDM yang sama
dengan Jepang pada tahun 1950. Bahkan SDM di Indonesia bisa diprediksi akan meningkat
pesat hingga pada tahun 2035. Namun, yang menjadi masalah adalah banyaknya SDM
tidak di imbangi dengan kualitas yang memadai.

Maka dari itu, Bonus Demografi dapat menjadi suatu berkah dan peluang untuk
mendatangkan keuntungan yang besar bagi kemajuan bangsa Indonesia. Dengan
persiapan yang baik serta investasi yang tepat, bonus demografi bisa mengubah masa
depan Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera dengan cara mengoptimalkan sumber
daya manusia terutama yang berusia produktif. 

Namun berkah ini bisa berbalik menjadi bencana jika bonus ini tidak dipersiapkan
kedatangannya. Bonus Demografi tidak serta merta datang dengan sendirinya. Tetapi, untuk
mewujudkan potensi nasional, perlu dipersiapkan dan selanjutnya dimanfaatkan dalam
peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

12
Jumlah usia produktif yang besar harus ditunjang dengan kemampuan, keahlian, dan
pengetahuan yang baik. Sehingga usia produktif dapat menjadi tenaga kerja yang terampil
serta memiliki keahlian dan pengetahuan untuk menunjang produktivitasnya. Salah satu
persiapan dalam hal ini adalah komitmen pemerintah dalam penganggaran di bidang
pendidikan. Agar besarnya anggaran bidang pendidikan yang mencapai 20% dari nilai
APBN dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk peningkatan kulitas SDM, terutama
SDM yang akan masuk dalam bursa kerja dengan memperbanyak cakupan pendidikan
kejuruan dan ketrampilan serta melalui Balai-balai Latihan Kerja terutama di pusat-pusat
pertumbuhan dan pelibatan pihak Swasta (Industri,perkebunan,pertambangan)

Selain itu, pemerintah dihimbau supaya mampu menjadi agent of development


dengan cara memperbaiki mutu modal manusia, mulai dari pendidikan, kesehatan,
kemampuan komunikasi, hingga penguasaan teknologi. Solusi lainnya bisa dengan
memberikan keterampilan kepada tenaga kerja produktif sehingga pekerja tidak hanya
bergantung pada ketersediaan lapangan pekerjaan tapi mampu menciptakan lapangan
pekerjaan itu sendiri. Selain itu pemerintah juga harus mampu menjaga ketersediaan
lapangan pekerjaan, menjaga aset-aset negara agar tidak banyak dikuasai pihak asing yang
pastinya akan merugikan dari sisi peluang kerja. Masyarakat pun juga harus menjadi
pendukung utama pembangunan mutu manusia dengan cara menyadari pentingnya arti
pendidikan, kesehatan dan aspek-aspek yang dapat mengembangkan kualitas manusia itu
sendiri.

Jumlah penduduk Indonesia yang sangat besar inilah yang dapat memicu
permasalahan-permasalahan lain muncul sehingga Indonesia masih belum bisa dibilang
sebagai negara maju meskipun perekonomiannya sudah kuat. Hal ini menjadi tugas bagi
pemerintah untuk dapat semakin memajukan perekonomian Indonesia melalui kesempatan
yang ada agar tidak menjadi boomerang bagi negara Indonesia sendiri. Secara umum,
solusi strategisnya bisa dimulai dari pemerintah. Hal utama yang perlu dilakukan pemerintah
antara lain; meningkatkan fasilitas kesehatan masyarakat, membuka lapangan kerja untuk
angkatan kerja baru, investasi di bidang pendidikan dengan kompetensi yang meningkatkan
kualitas tenaga kerja, melindungi penduduk yang sudah bekerja untuk dapat terus bekerja,
memfasiliasi penduduk yang sudah bekerja untuk memiliki produktivitas yang tinggi,
menyiapkan angkata kerja baru agar kompetitif dan sesuai kebutuhan pasar, fokus pada
kebijakan ekonomi prosedur investasi yang sederhana dan meningkatkan jumlah produksi
yang lebih besar daripada tingkat konsumsi.

13
1.3.2 Persebaran Penduduk Indonesia

Tabel diatas menjelaskan bahwa persebaran penduduk di Indonesia sangatlah tidak


merata. Dari beberapa kota besar yang disensus, kita sudah dapat melihat dengan jelas
bahwa konsentrasi penduduk di Pulau Jawa sangatlah besar dan semakin mendekati titik
jenuh. Upaya dari pemerintah untuk mengatasi padatnya penduduk hanya di beberapa
pulau sangatlah diperlukan agar tidak terjadi ketimpangan yang besar antar pulau. Distribusi
masyarakat yang merata sangat diperlukan bagi Indonesia di saat ini agar dapat
meminimalisir ketimpangan perekonomian masyarakat pada pulau lain.

Seperti yang dapat kita lihat di tabel, penduduk di Jakarta sangatlah banyak dan hal
tersebut menjadi tidak bagus karena dapat membuat tingkat pengangguran menjadi sangat
tinggi meskipun tingkat perekonomian Jakarta berada pada urutan pertama di antara kota-
kota di Indonesia. Jika pemerintah dapat menggunakan wewenangnya untuk memindahkan

14
masyarakat ke kota lain yang kekurangan penduduk, mungkin hal ini dapat membuat
perekonomian masyarakat menjadi meningkat dan hal itu juga dapat meningkatkan
perekonomian Indonesia pada jangka panjang.

Upaya pemerintah untuk memindahkan ibukota ke Pulau Kalimantan merupakan


langkah pertama yang baik dan diharapkan dapat menurunkan konsentrasi penduduk di
Kota Jakarta agar perekonomian tidak jenuh dan dapat bergerak lebih fleksibel. Jika kita
melihat negara negara lain, mereka sudah lebih awal memisahkan antara kota
administrative dan kota bisnis, hal itu ditujukan agar persaingan ekonomi terjadi secara
sehat dan dapat meningkatkan potensi terselubung dari kota kota lain.

Berikut ini dampak dari masalah persebaran penduduk yang tak merata:

 Daerah yang memiliki kependudukan yang padat tentu saja akan menyebabkan
masalah sosial seperti pemukiman kumuh, tingkat kemiskinan meninggi, dan masih
banyak lainnya. Sedangkan daerah yang rendah tingkat kependudukannya akan
mengakibatkan penduduknya menjadi terisolir dari dunia luar.
 Banyaknya penduduknya di suatu daerah akan menyebabkan perekonomian tidak
merata, sehingga beberapa daerah yang memiliki tingkat penduduk yang kurang
tentu saja akan sulit berkembang.
 Tingkat pengangguran yang tinggi dapat terjadi di daerah-daerah yang padat
penduduknya.
 Upaya pelestarian budaya hanya akan terpusat pada satu tempat saja yang memiliki
jumlah penduduk banyak.
 Persebaran penduduk yang tidak merata juga akan berkaitan dengan sistem politik
yang menjadi tak seimbang.

Tentu saja jika dampak-dampak tersebut diteruskan maka akan membuat Negara tidak akan
berkembang. Nah berikut ini ada beberapa cara mengatasi masalah persebaran penduduk
yang tidak merata, dalam aspek sosial dan ekonomi:

1. Transmigrasi

Salah satu cara utama yang cukup efektif untuk mengatasi masalah bentuk
hubungan sosial asosiatif dan disosiatif dari persebaran penduduk adalah dengan cara
transmigrasi. Data yang ada saat ini menunjukkan jika Papua yang merupakan salah satu
Pulau terluas di Indonesia hanya memiliki penduduknya yang jumlahnya kurang dari 1%

15
penduduk Indonesia. Bahkan hal ini juga terjadi di Kalimantan yang hanya memiliki 5% dari
total jumlah penduduk di Indonesia. Tujuan dari transmigrasi sendiri adalah:

 Meratakan persebaran masyarakat Indonesia


 Meningkatkan taraf hidup transmigran
 Mengelola sumber daya alam di daerah yang masih kurang penduduknya
 Meningkatkan keamanan dan pertahanan di Indonesia
 dll.

2. Memeratakan Pembangunan

Cara lain nya yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah dengan memeratakan
pembangunan, tak hanya pada daerah daerah pusat yang penduduknya padat saja namun
juga di wilayah lainnya di bagian timur, tengah dan barat Indonesia. Hal ini akan mengurangi
jumlah penduduk yang berniat ingin mengadu nasib di daerah daerah pusat. Hal ini juga
akan membantu pembangunan didaerah masing-masing.

3. Membangun Industri Kecil Di Pedesaan

Kebanyakan masyarakat desa memilih untuk pindah ke daerah perkotaan dengan


harapan dapat merubah nasib mereka. Hal ini dikarenakan banyak macam-macam bencana
alam di Indonesia dan daerah daerah pedesaan yang memang masih kurang dalam
industrinya, sehingga membuat masyarakat pedesaan memilih keluar dari desa. Untuk
mengatasi hal ini pemerintah dapat membangun industri industri skala kecil di daerah
pedesaan sehingga mengurangi jumlah penduduk desa yang lari ke kota. Sehingga
masyarakat juga dapat membangun desanya menjadi lebih baik lagi.

4. Memusatkan Industri Besar Di Daerah

Cara lainnya yang dapat menarik masyarakat untuk mau bertransmigrasi ke daerah
daerah yang jarang penduduknya yaitu dengan cara memusatkan faktor penghambat
perubahan sosial budaya dan industri-industri besar di daerah yang masih sedikit jumlah
penduduknya. Sehingga masyarakat dari daerah padat tertarik untuk mengadu nasib di
daerah tersebut.

5. Penyuluhan Kepada Masyarakat

Pemerintah dapat melakukan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya


transmigrasi. Berikan pengertian kepada masyarakat yang berada di daerah daerah padat

16
agar mau melakukan transmigrasi ke daerah lainnya yang dapat meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan, berikan
penyuluhan untuk tidak mencoba mengubah nasib di perkotaan. Mereka dapat membangun
desa mereka sendiri agar lebih baik. Berikan contoh masalah-masalah yang dapat
ditimbulkan jika banyak penduduk yang lari ke kota.

6. Mengembangkan Kesenian Daerah

Pemerintah juga dapat mengembangkan kesenian di daerah-daerah yang jarang


penduduknya agar dapat dikenal dan menjadi potensi pariwisata yang menguntungkan
daerah tersebut. Sehingga membuat banyak masyarakat lainnya yang tertarik untuk tinggal
disana.

7. Mensosialiasikan Program Keluarga Berencana

Persebaran penduduk yang tidak merata salah satunya dapat disebabkan oleh
bentuk penyimpangan sosial dan tingkat kelahiran yang tinggi. Untuk itu, pemerintah harus
sigap untuk mengatasi peningkatan angka kelahiran dengan mengadakan sosialisasi
mengenai program keluarga berencana (KB).

8. Menunda Usia Minimal Kawin

Di Indonesia sendiri, masih banyak sekali penduduk-penduduk yang menerapkan


kawin di suia muda. Tentunya hal ini akan membuat tingkat kependudukan akan semakin
padat. Untuk itu, pemerintah bisa membuat peraturan mengenai penundaan usia kawin
masyarakat.

9. Berikan Pelatihan Untuk Menambah Ketrampilan

Buatlah program-program yang dapat mengasah ketrampilan masyarakat yang ada


di pedesaan. Sehingga mereka tak memiliki keinginan untuk mengadu nasib di kota. Dengan
skill dan kemampuan tersebut mereka juga mampu mendapatkan kehidupan yang layak.

10. Membangun Sarana dan Prasarana Di Daerah Pelosok

  Kebanyakan orang-orang Indonesia menolak untuk pindah ke daerah-daerah


pelosok karena minimnya fasilitas yang tersedia di daerah tersebut. Disinilah peran penting
pemerintah yang harus tanggap untuk membangun fasilitas yang mencukupi di daerah-
daerah tersebut.

17
1.3.3 Tingkat pendidikan di Indonesia

Pemerintah telah melakukan berbagai langkat dalam rangka perbaikan pendidikan


bangsa. Namun demikian beberapa persoalan pendidikan masih menjadi tantangan yang
harus dibenahi, mulai dari permasalahan akses, pemerataan dan mutu pendidikan.

Beberapa capaian pembangunan Indonesia dari dimensi pendidikan dalam ukuran


kacamata global masih menunjukkan ketertinggalan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
memberikan ukuran yang menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil
pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Selama empat
tahun terakhir, IPM Indonesia terus meningkat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
peningkatan IPM dari 68,9 di tahun 2014, menjadi 70,81 di tahun 2017, angka tersebut
masuk kategori “tinggi”. Namun dalam peringkat global, angka tersebut menempatkan
Indonesia pada urutan ke-116 dari 189 negara.

Rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia tahun 2017 adalah 8,5 tahun, yang
artinya secara rata-rata penduduk Indonesia hanya mampu sekolah sampai dengan jenjang
pendidikan menengah pertama. Ini menunjukkan masih rendahnya capaian pendidikan
penduduk Indonesia. Artinya keterbatasan akses pendidikan dan keberlanjutan sekolah
masih menjadi faktor penyumbang bagi rendahnya daya saing bangsa .

1.3.4 Angka Partisipasi Sekolah

Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh sumber daya manusia
yang berkualitas. Pada tahun 2017, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia
mencapai 70,81, meningkat 0,63 poin atau tumbuh sebesar 0,90 persen dibandingkan tahun

18
2016. Hal ini menandakan kualitas kesehatan, pendidikan, dan pemenuhan hidup yang
merupakan dimensi pembentuk IPM di Indonesia semakin meningkat. Salah satu bentuk
peningkatan kualitas dan pemanfaatan fasilitas pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari
persentase partisipasi sekolah penduduk. Berdasarkan partisipasi sekolah, penduduk
dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: tidak/belum pernah sekolah, masih bersekolah,
dan tidak bersekolah lagi.

Pada tabel diatas terlihat bahwa pada tahun 2018 persentase penduduk 5 tahun ke
atas yang tidak/belum pernah sekolah sebesar 6,7 persen, yang masih sekolah sebesar
25,22 persen, dan yang tidak bersekolah lagi sebesar 68,08 persen. Menurut jenis kelamin,
partisipasi sekolah penduduk usia 5 tahun ke atas perempuan dan laki-laki cenderung tidak
memiliki perbedaan yang signifikan. Namun, berdasarkan daerah tempat tinggal, masih
terdapat sekitar 8,57 penduduk usia 5 tahun ke atas di perdesaan yang belum pernah
sekolah, dibandingkan di perkotaan yang hanya sekitar 5,16 persen penduduk yang belum
sekolah. Melihat hal tersebut, tentunya perhatian pemerintah harus lebih ekstra, khususnya
untuk daerah perdesaan dalam hal meningkatkan kualitas dan fasilitas pendidikan agar
partisipasi sekolah masyarakat dapat ditingkatkan.

Persentase penduduk usia 5 tahun ke atas penyandang disabilitas yang masih


sekolah hanya 5,48 persen, dan masih ada sebesar 23,91 persen yang belum pernah
mencicipi bangku
sekolah sama sekali. Jika kembali lagi mengingat bahwa salah satu cita-cita luhur Indonesia
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, pada setiap lapisan kelompok masyarakat tanpa
terkecuali, maka tentu wajar jika pemerintah dan masyarakat harus bekerja keras lebih giat
lagi dalam peningkatan kualitas pendidikan agar keadilan terutama di bidang pendidikan
dapat
tercapai. Jika hal tersebut telah terjadi, maka ketimpangan partisipasi sekolah antara
penyandang disabilitas dan yang bukan penyandang disabilitas tentu tidak akan terjadi.

Semakin tinggi kelompok umur sekolah, semakin rendah tingkat partisipasi


sekolahnya. Lebih lanjut, terlihat bahwa partisipasi sekolah terfokus pada kelompok umur 7-
18 tahun. Hal ini sejalan dengan program wajib belajar 12 tahun yang telah diamanatkan
dalam RPJMN 2015-2019. Meskipun demikian, persentase partisipasi sekolah harus lebih
ditingkatkan lagi, khususnya kelompok umur sekolah menengah (SM) yaitu 16-18 tahun,
karena pada tahun 2018, setidaknya hanya 1 dari 4 penduduk usia 16-18 tahun yang tidak
bersekolah lagi. Kesadaran akan pentingnya pendidikan hingga sekolah menengah harus
lebih ditingkatkan lagi agar program wajar 12 tahun mencapai targetnya dengan maksimal.

19
Dapat terlihat juga bahwa masih terdapat 5,45 persen penduduk usia 25 tahun ke atas yang
tidak/belum pernah mengenyam pendidikan atau masih ada setidaknya 5 dari 100 penduduk
di atas 25 tahun yang belum pernah merasakan bangku sekolah seumur hidup mereka. Hal
ini menggambarkan bahwa pendidikan terdahulu belum dapat menggapai seluruh lapisan
masyarakat.

Keberhasilan pendidikan di suatu bangsa akan menciptakan sumber daya manusia


unggul, berkualitas, dan berdaya saing tinggi yang pada akhirnya menjadi generasi harapan
bangsa, engine of growth, dan lokomotif pembangunan. Di sinilah peran penting penduduk
usia sekolah 7-24 tahun diperlukan karena mereka menjadi bagian dari komposisi penduduk
yang akan memanfaatkan peluang tersebutmengingat usia 7-24 tahun merupakan rentang
usia sekolah, dimana hendaknya mereka yang berada pada rentang usia tersebut masih
aktif dalam mengenyam pendidikan di bangku sekolah tanpa terkecuali.
1.3.5 Tingkat Ketergantungan

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa Rasio ketergantungan secara nasional
cenderung menurun. Grafik menunjukkan rasio ketergantungan pada tahun 2000 sebesar
53,76 dan menurun pada tahun 2005 menjadi sebesar 50,8. Pada tahun 2010 mengalami
sedikit peningkatan menjadi 51,33 dan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015
menunjukkan angka beban ketergantungan sebesar 49,2 yang berarti setiap 100 penduduk
usia produktif (15-64 tahun) menanggung beban sebanyak 49,2 penduduk usia nonproduktif

20
(kurang dari 15 tahun dan 65 tahun keatas). Keadaan ini bisa diartikan bahwa Indonesia
saat ini sedang mengalami era bonus demografi.

Rasio ketergantungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Rumus diatas digunakan untuk menghitung rasio ketergantungan total dari suatu
populasi. Rumusnya adalah jumlah penduduk tidak produktif  (0-14 tahun dan 65+ tahun)
dibagi dengan jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) lalu dikalikan 100.

Pentingnya Rasio Ketergantungan

Semakin rendah angka ketergantungan, semakin baik pula kondisi ekonomi suatu
negara. Hal ini disebabkan oleh rendahnya masyarakat non produktif yang harus ditanggung
secara ekonomi oleh masyarakat produktif.

Tanggungan ini berbentuk jaminan sosial, bantuan pensiun, serta fasilitas lainnya
yang didapatkan oleh penduduk non produktif walaupun mereka tidak bekerja.

Oleh karena itu, sebaiknya negara-negara dunia berupaya agar rasio


ketergantungan masyarakatnya tidak terlalu tinggi. Jika rasio ketergantungan terlalu tinggi,
maka akan terjadi masalah ekonomi dimana pendapatan negara tidak cukup untuk
menyediakan semua fasilitas gratis tersebut.

Ketika negara tidak mampu menyediakan fasilitas umum secara efektif dan efisien
karena kekurangan dana, masyarakat yang produktif juga akan terkena imbasnya. Hal ini
terjadi karena pemerintah memiliki obligasi untuk melayani seluruh rakatnya dengan sebaik
mungkin, tidak boleh hanya golongan tertentu yang diuntungkan.

Masalah angka ketergantungan ini jauh lebih mempengaruhi negara berhaluan


sosialis dan welfare state. Karena pada negara sosialis dan welfare state, terdapat jaringan
pengaman sosial seperti upah minimum, jaminan kesehatan, serta dana pensiun yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meredistribusi kekayaan.

21
BAB II
KESIMPULAN

Kondisi ekonomi Indonesia dapat menjadi sangat baik jika kita dapat menyelesaikan
permasalahan kependudukan terutama di bagian pemerataan pendidikan dan
memanfaatkan bonus demografi sebaik mungkin agar dapat meningkatkan pendapatan
negara. Rasio ketergantungan yang menurun menunjukkan bahwa Indonesia sekarang
sedang dalam keadaan perekonomian yang baik.

Upaya dari pemerintah sangatlah dibutuhkan dalam hal ini mengingat pemerintah
sudah mulai memindahkan ibukota ke Pulau Kalimantan dan berharap dapat memberikan
dampak yang baik untuk kehidupan perekonomian Pulau Jawa yang sudah mulai jenuh
karena banyaknya orang yang pergi ke Pulau Jawa untuk mencari pekerjaan dan berpotensi
untuk meningkatkan pengangguran juga karena supply dan demand pekerjaan tidak sesuai.

22
BAB III

BEBERAPA MASALAH YANG PERLU DITELITI DAN JUDUL PENELITIANNYA

Berdasarkan kesimpulan diatas, dan dengan permasalahan yang sudah dijabarkan di dalam
BAB I, maka judul penelitian yang akan digunakan adalah “Pengaruh Bonus Demografi
Terhadap Pengangguran Terdidik Dan Pengangguran Usia Muda Di Indonesia”
dengan berbagai alasan sebagai berikut :

1. Dengan bonus demografi yang akan mendatangi Indonesia, maka apakah bonus
demografi ini akan berdampak baik atau malah menambah masalah di sektor tenaga kerja,
lebih spesifik di sektor pengangguran

2. Untuk mengetahui pengaruh bonus demografi terhadap pengangguran


terdidik berdasarkan jenjang pendidikan dasar ke bawah, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi serta pengangguran usia muda di perkotaan dan perdesaan.

Sedangkan, manfaat dari hasil penelitian ini adalah :

Manfaat teoritis :

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam memperkaya wawasan bonus demografi dan dampaknya terhadap pengangguran
terdidik di usia muda di Indonesia.

Manfaat Praktis :

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap
pemecahan masalah yang berkaitan dengan bonus demografi beserta dampaknya terhadap
pengangguran terdidik usia muda di Indonesia.

Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi penyusunan program
pengentasan pengangguran terdidik usia muda di Indonesia.

23
DAFTAR PUSTAKA

Direktoral Jendral Anggaran Kementrian Keuangan. 2015. Kajian Kependudukan

Badan Pusat Statistik. 2020. Kependudukan di


https://www.bps.go.id/subject/12/kependudukan.html diakses pada 01 Februari 2020

Mantra, Ida Bagus. 2009. Demografi Umum. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

Wirosuhardjo, Kartomo. 1986. Kebijaksanaan Kependudukan dan Ketenagakerjaan di


Indonesia. Jakarta : FE UI

https://journal.uny.ac.id/index.php/cp/article/view/7569
https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/rasio-ketergantungan-penduduk-indonesia-
1483511262
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/01/02/inilah-proyeksi-jumlah-penduduk-
indonesia-2020
https://www.bps.go.id/publication/2011/05/23/35c86fd4076ef657ef89125d/pertumbuhan-
dan-persebaran-penduduk-indonesia-hasil-sensus-penduduk-2010.html
https://www.kompasiana.com/andhinirosari/5a2e2c4acf01b4574160ed32/bonus-demografi-
dan-dampak-terhadap-indonesia?page=all
Kantor Menteri Negara Kependudukan, 1999, ICPD+5: Program Strategis Kependudukan
dan Pembangunan Menuju Tahun 2015, Jakarta.
Kantor Menteri Negara Kependudukan, 1999, Program Aksi Nasional Pembangunan
Kependudukan sampai Tahun 2020, Jakarta.
Kantor Menteri Negara Transmigrasi dan Kependudukan, 2000, Keputusan Menteri Negara
Transmigrasi dan Kependudukan Nomor Kep.40/MEN-NEG/2000 tentang Penetapan
Jumlah, Struktur dan Komposisi Penduduk Indonesia 2000-2005.
United Nations, 2000, Population Issues Briefing Kit 2000, UNFPA United Nations, 1994,
Programme of Action, International Conference on Population and Development, Cairo.

24

Anda mungkin juga menyukai