Anda di halaman 1dari 14

Tugas Bahasa Indonesia

“Resensi Buku”

Nama : Selvi Anuri


Kelas : Xmipa 5
No : 37

SMA 1 BAE KUDUS


Jln . Jenderal Sudirman Km. 4 Kudus
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Resensi Buku Fiksi “Di bawah lindungan Ka’bah

1. Identitas Buku

a. Judul Buku     : Di Bawah Lindungan Ka’bah


Jenis Buku      : Fiksi.
Penulis           : Prof. DR. Haji Abdul Malik Karim Amrullah
(HAMKA).
Penerbit          : PT. Bulan Bintang.
Tahun Terbit   : Jumadil Awal 1422 / Agustus 2001.
Cetakan Ke     : 25.
Tebal Buku     : 80 halaman.
Kategori         : Novel Sastra.
Jenis Kertas    : HVS 70 gram.
2. Sinopsis Buku

Seorang anak yatim yang miskin bernama Hamid diangkat anak oleh keluarga Haji
Jafar . Haji Jafar adalah orang yang kaya raya. Haji Jafar dan istrinya ( Asiah ),
menganggap Hamid seperti anaknya sendiri. Hamid anak yang rajin, sopan dan berbudi
sehingga diperlakukan sama dengan anak kandung mereka, Zaenab.
Hamid juga menganggap Hamid seperti kakak kandungnya. Ia banyak bersama-sama
dengan Hamid. Karena bersekolah di tempat yang sama, keduanya pergi dan bermain
bersama. Ketika mereka beranjak remaja, dalam hati mereka mulai tumbuh perasaan lain,
suatu perasaan yang selama ini belum mereka rasakan sebelumnya. Hamid merasa bahwa
rasa sayangnya terhadap Zaenab bukan lagi perasaan sayang kepada adiknya. Demikian
pula halnya dengan Zaenab.
Setelah tamat dari sekolah rendah, Hamid melanjutkan sekolah ke Padang Panjang,
sedangkan Zaenab tidak melanjutkan sekolahnya. Pada masa itu, wanita yang tamat
sekolah rendah tidak dibolehkan meneruskan sekolahnya. Mereka dipingit untuk
kemudian dinikahkan dengan pilihan orang tuanya. Dengan berat hati, Hamid
meninggalkan gadis itu.
Selama di Padang Panjang, Hamid semakin menyadari perasaan cintanya terhadap
Zaenab. perasaan rindu hendak bertemu dengan gadis itu semakin hari semakin menyiksa.
Ia ingin selalu berada di dekatnya. Namun, ia tidak berani mengutarakan perasaan
hatinya. Dia sadar adanya jurang pemisah yang sangat dalam antara mereka. Zaenab
berasal dari keluarga terpandang, sedangkan Hamid berasal dari keluarga miskin. Itulah
sebabnya, rasa cinta yang bergelora terhadap Zaenab hanya dipendamnya saja.
Hamid benar – benar harus menguburkan rasa cintanya kepada Zaenab ketika Haji Jafar,
ayah Zaenab yang sekaligus ayah angkatnya, meninggal dunia. Tidak lama kemudian, ibu
kandungnya pun meninggal. Betapa pilu hatinya ditinggal oleh dua orang yang sangat dia
cintai. Kini dia merasa hidup sebatang kara. Dia merasa tidak lebih sebagai pemuda yatim
piatu yang miskin.
Sejak kematian ayah angkatnya, Hamid tidak dapat menemui Zaenab lagi karena
gadis itu telah dipingit ketat oleh mamaknya.
Hati Hamid semakin hancur ketika mengetahui bahwa Zaenab akan dijodohkan dengan
pemuda yang memiliki kekerabatan dengan ayah angkatnya. Bahkan, Mak Asiah meminta
Hamid untuk membujuk Zaenab supaya mau dijodohkan. Betapa hancur hati Hamid
menerima kenyataan tersebut. Cinta kasihnya kepada Zaenab tidak akan pernah tercapai.
Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Mak Asiah. Dia menemui Zaenab dan
membujuk gadis itu agar mau menerima pemuda pilihan mamaknya. Menerima kenyataan
tersebut, hati Zaenab menjadi sangat sedih. Dalam hatinya, dia ingin menolak kehendak
mamaknya, namun dia tidak mampu melakukannya.
Setelah kejadian itu, Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung
halamannya. Dia tidak sanggup menanggung beban berat. Dia meninggalkan Zaenab dan
pergi ke Medan, dia menulis surat kepada Zaenab. Dalam suratnya, dia mencurahkan isi
hatinya kepada gadis itu. Dari Medan Hamid melanjutkan perjalanan menuju Singapura,
kemudian dia pergi ke tanah suci Mekkah.
Betapa sedih dan hancur hati Zaenab ketika dia menerima surat dari Hamid. Gadis itu
tersiksa karena dia pun mencintai Hamid. Dia sangat merindukannya. Namun, dia harus
melupakan cintanya karena mamaknya telah menjodohkan dirinya dengan pemuda lain.
Karena selalu dirundung kesedihan, Zaenab sering sakit-sakitan dan kehilangan semangat
hidup.
Hamid selalu gelisah karena menahan rindu pada Zaenab. Untuk mengahapuskan
kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang Syekh. Sambil bekerja, dia
terus memperdalam agama islam dengan tekun.
Setelah setahun berada di Mekkah, Hamid bertemu dengan Saleh, seorang teman dari
kampungnya yang sedang melakukan ibadah haji. Ketika itu Saleh menjadi tamu di
penginapan tempat Hamid bekerja. Dari Saleh, Hamid dapat mendengar kabar tentang
Zaenab. Sejak kepergiannya, Zaenab sering sakit-akitan. Dia sangat menderita karena
menanggung rindu kepadanya. Dia juga mengetahui kalau Zaenab tidak
jadi menikah dengan pemuda pilihan ibunya.

Mendengar penurturan Saleh, Hamid merasa sedih sekaligus gembira. Dia sedih
sebab Zaenab dalam keadaan menderita batin. Di lain pihak, dia gembira sebab Zaenab
ternyata mencintainya. Setelah mengetahui kenyataan yang menggembirakan itu, Hamid
memutuskan untuk kembali pulang ke kampung halamannya setelah ia menunaikan ibadah
haji.
Sementara itu , Saleh mengirim surat kepada istrinya mengabarkan pertemuannya dengan
Hamid. Dia menceritakan bahwa hamid masih menantikan Zaenab dan dia pun
memberitahukan bahwa Hamid akan pulang ke kampung halamannya bila mereka telah
selesai menunaikan ibadah Haji.
Rosna memberikan surat dari Saleh kepada Zaenab. Ketika dia membaca surat itu,
betapa gembiranya hati Zaenab. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan
kekasih hatinya. Dia merasa tidak sabar lagi menanti kedatangan Hamid. Segala kenangan
indah bersama Hamid kembali menari-nari dalam pikirannya. Semua itu dia ungkapkan
melalui suratnya kepada Hamid.
Hamid menerima surat Zaenab dengan sukacita. Semangatnya untuk segera kembali pulang
ke kampung semakin mengebu-gebu. Dia sangat merindukan kekasih hatinya. Itulah
sebabnya, dia memaksakan diri untuk tetap menunaikan ibadah haji sekalipun dalam
keadaan sakit.
Dia menjalankan setiap tahap yang wajib dilaksanakan untuk kesucian dan
kemurnian ibadah haji dengan penuh semangat. Dalam keadaan sakit parah, dia melakukan
wukuf.
Namun, sepulang melakukan wukuf di Padang Arafah, tubuhnya semakin melemah.
Pada saat yang sama, Saleh mendapat kabar dari istrinya bahwa Zaenab telah meninggal
dunia. Dia tidak ingin memberi tahu kabar itu kepada Hamid. Namun, Hamid mendesaknya
untuk menceritakan isi surat tersebut.
Mengetahui isi surat itu, Hamid sangat terpukul. Namun, karena keimanannya kuat,
dia mampu menerima kenyataan pahit itu. Dia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah
SWT. Keesokan harinya, dia tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam
perjalannya, dia terjatuh, sehingga Saleh mengupah orang Badui untuk memapahnya.
Usai acara di Mina, mereka berdua berangkat ke Masjidil Haram. Ketika mereka selesai
mengelilingi Ka’bah, Hamid minta berhenti di Kiswah. Sambil memegang Kiswah itu, dia
mengucapkan “ Ya Rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang, “ beberapa kali.
Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti untuk selama-lamanya. Hamid
meninggal dunia di depan Ka’bah
3. Unsur Intrinsik

a.Tema
Tema dalam novel yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah karya HAMKA adalah kasih
yang tak sampai.
b. Amanat
  Jangan pernah berputus asa, karena setiap masalah  pasti akan  ada jalan keluarnya.
Bukti pada halaman 12:
…..Kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan dan pergaulan
dunia ini, karena tali tempat bergantung sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah
terban.
  Teruslah berusaha dan berdoa agar semua yang diinginkan tercapai, karena Allah
Bukti pada halaman 18:
Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira,
membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan
diantarkan ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku
Haji Ja’far sendiri bersama-sama anaknya.
Mendengar perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang
selama ini sangat diharap-harapkannya

  Kita harus berani mengungkapkan perasaan kita kepada orang yang kita cintai, jangan
kita sesali akan perbuatan kita yang tidak peka terhadap keadaan.

Bukti pada halaman  26:


             Dahulu saya tiada pedulikan hal itu, tetapi setelah saya besar dan terpisah darinya,
barulah saya insaf, bahwa kalau bukan di dekatnya, saya berasa kehilangan.
              Mustahil dia akan dapat menerima cinta saya, karena dia langit dan saya ini bumi,
bangsanya, tinggi dan saya hidup darinya tempat buat lekat hati Zainab. Jika kelak datang
waktunya orang tuanya bermenantu, mustahil pula saya akan termasuk dalam golongan
orang terpilih untuk menjadi menantu Engku Haji Ja’far. Karena tidak ada yang akan dapat
diharapkan dari saya. Tetapi Tuan,kemustahilan itulah yang kerap kali memupuk cinta.

  Kita harus harus berbicara yang sopan walaupun kepada orang yang usianya lebih muda
dan selalu tolong-menolong kepada sesama.
Bukt i pada halaman  26-27:
“Belajarlah sungguh-sungguh, Hamid, mudah-mudahan engkau lekas pintar dalam perkara
agama dan dapat hendaknya saya menolong engkau sampai tamat pelajaranmu...”
(Dalam kutipan tersebut terpapar bahwa Haji Ja’far adalah orang yang berlaku sopan dalam
berbicara kepada orang yang usianya lebih muda dan selalu tolong menolong terhadap
sesama).

  Segala sesuatu  membutuhkan pengorbanan. Kita sebagai manusia boleh berencana,


berharap dan berusaha semaksimal mungkin, namun Allah jugalah yang menentukan semua
itu.
Bukti pada halaman 69 :
              Setelah itu suaranya tiada kedengaran lagi; di mukanya terbayang, suatu cahaya
yang jernih dan damai, cahaya keridaan Ilahi.
              Di bibirnya terbayang suatu senyuman dan sampailah waktunya. Lepas ia dari dunia
yang mahaberat ini dengan keizinan Tuhannya. Di bawah lindungan Ka’bah!
(Dalam kutipan di atas terpapar bahwa Hamid adalah seorang yang memperjuangkan
cintanya sampai ia meninggal. Perjuangan cinta Hamid merupakan pengorbanan yang
begitu besar. Tetapi Hamid meninggal sebelum cintanya tersampaikan).

c.   Penokohan

Tokoh Protagonis

  Hamid.
  Zainab.
(Karena Hamid dan Zainab adalah orang yang menjadi pokok terbentuknya sutu masalah
dalam cerpen tersebut)

  Tokoh Tritagonis
  Saleh.
  Rosna
(Karena Saleh dan Rosna menjadi tokoh penengah akan permasalahan cinta antara Hamid
dan Zainab dalam novel tersebut)

Tokoh Bawaan
  Ibu Hamid.
  Haji Ja’far.
  Mak Asiah.
(Karena tokoh tersebut merupakan tokoh yang membantu jalannya suatu cerita pada cerpen
tersebut)

  Tokoh Figuran
  Badui.
  Pak Paiman
(Karena dalam cerita di novel tersebut tokoh Badui dan Pak Paiman tidak banyak ditampilkan
dan hanya muncul di saat tertentu dan apabila dua tokoh tersebut tidak ditampilkan dalam
cerita tidak akan mengubah cerita tersebut).

d. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel ini yaitu sudut pandang orang
pertama tunggal, karena dalam cerita ini penulis menetapkan dirinya sebagai tokoh utama dan
mengisahkan tentang dirinya sendiri, tindakan dan kejadian di sekitarnya.
Bukti:
Belakangan Hamid lebih banyak duduk termenung dan berdiam seorang diri, seakan-akan
"Saya" dianggap tidak ada dan idak diperdulikannya lagi. (halaman 8)
 Karena merasa tidak nyaman, maka "Saya" memberanikan diri mendekati dan bertanya
kepadanya, kabar apakah gerangan yang dibawa sahabat baru itu sehingga membuatnya
murung.(halaman 9)
Ia termenung kira-kira dua tiga menit,setelah itu ia memandangku dan berkata bahwa itu
sebuah rahasia. Namun setelah dibujuk agak lama, barulah ia mau berbagi kedukaannya
kepadaku. Dan ternyata rahasia yang ia katakan ialah tentang masa lalu dan kisah cintanya
dimasa itu. Saleh mengabarkan kalau dia sudah menikah dengan Rosna yang kebetulan teman
sekolahnya dan sahabat Zainab juga. (halaman 10)
Suatu ketika Hamid bertandang ke rumah Zainab, yang mana Zainab itu adalah orang yang
Hamid kasihi selama ini, namun ia tiada berani untuk memberitahukan perasaannya itu
kepada Zainab,mengingat jasa-jasa orang tua Zainab kepada Hamid dan ibunya selama ini.
Apalagi saat itu ibunya Zainab pernah meminta Hamid untuk membujuk Zainab supaya mau
dinikahkan dengan kemenakan ayahnya. Padahal waktu itu Hamid berniat unuk memberi
tahukan tentang perasaannya yang selama itu dia simpan kepada Zainab,namun niatnya itu
diurungkannya.(halaman 39)

e. Alur
Alur yang digunakan pada novel ini yaitu alur  campuran (flash back atau maju mundur),
karena dalam novel ini ceritanya bergerak dari bagian tengah menuju ke awal, dilanjutkan ke
akhir cerita.

Tahapan Alur
1.  Pengenalan
Ketika menginjakan kaki di tanah suci, aku menumpang di rumah seorang syekh yang
pekerjaan dan pencahariaannya dari memberi tumpangan bagi orang haji. Di tempat
tumpangan itu si Aku bertemu dengan seorang pemuda yang berusia kira-kira 23 tahun.
Pemuda itu menurut syekh berasal dari Sumatra. Dalam beberapa hari si Aku dapat
berkenalan dengannya.
2.  Konflik Awal
Baru dua bulan saja, pergaulan kami yang baik itu tiba-tiba telah terusik dengan
kedatangan seorang teman baru dari Padang, yang rupanya mereka adalah teman lama. Ia
bernama Saleh, menurut kabar ia hannya tinggal dua atau tiga hari di Mekah sebelum naik
haji, ia akan pergi ke Madinah dulu dua tiga hari pula sebelum jemaah haji ke Arafah. Setelah
itu ia akan meneruskan perjalanannya ke Mesir guna meneruskan studinya. Namun
kedatangan sahabat baru itu, mengubah keadaan dan sifat-sifat Hamid.
3.      Komplikasi
Setelah beberapa lama kemudian, dengan tidak disangka-sangka satu musibah besar telah
menimpa kami berturut-turut. Pertama ialah kematian yang sekonyong-konyong dari Engku
Haji Ja'far yang dermawan itu...Kematiannya membawa perubahan, yang bukan sedikit
kepada perhubungan dengan rumah tangga Zainab. Belum beberapa lama setelah budiman itu
menutup mata, datang pula musibah baru kepada diri saya. Ibu saya yang tercinta, yang telah
membawa saya menyebrangi hidup bertahun-tahun telah ditimpa sakit, sakit yang selama ini
telah melemahkan badannya, yaitu penyakit dada.
4.  Klimaks
Setelah kejadian pada pada hari itu, Hamid memutuskan untuk meninggalkan kota Padang
tanpa sepengetahuan Zainab.
Hamid menuju kota Medan, ketika di Medan Hamid mengirimkan surat kepada Zainab,
dengan meberanikan diri mencurahkan segala perasaan yang selama ini dipendamnya.
Setelah dari Medan Hamid menuju ke Singapura, selanjutnya ke Tanah Suci Mekah.
5.     Penurunan Klimaks
Kehadiran Saleh memberikan informasi kepada Hamid tentang keadan di kampungnya dan
tentang Zainab. Tentu ini semua membuat bahagia Hamid. Saleh juga memberi tahu bahwa
Zainab mencintai Hamid, Saleh tau hal tersebut dari istrinya yaitu Rosna yang kebetulan
Rosna adalah teman sepermainannya Zainab.
6.     Penyelesaian
Begitupun dengan Zainab kini ia telah mengetahui keberadaan Hamid, seseorang yang ia
nantikan selama bertahun-tahun. Karena Saleh pula cinta keduanya jadi terbuka, Hamid dan
Zainab kini sama-sama telah mengetahui perasaan masing-masing, yang ternyata cinta
mereka tidak bertepuk sebelah tangan. Tetapi sebelum keduanya bertemu di tanah air, Tuhan
telah berkehendak lain. Zainab dipanggil-Nya, disusul pula oleh Hamid yang juga di paggil-
Nya.

F. Latar

Latar tempat

  Di Mekkah
Bukti pada halaman 7:
Menurut keterangan syekh kami, anak muda itu berasal dari Sumatera, datang pada tahun
yang lalu, jadi adalah dia seorang yang telah mukim di Mekah.
  Di Rumah
      Bukti pada halaman 13:
….Saya hanya duduk dalam rumah didekat ibu
  Di Halaman Rumah
Bukti pada halaman 16:
...Setelah saya akan meninggalkan halaman rumah itu
  Di Puncak Gunung Padang
Bukti pada halaman 20:
Waktu orang berlimau, sehari orang akan berpuasa, kami dibawa ke atas puncak Gunung
Padang.
  Di Padang
Bukti pada halaman 20:
…Sehari orang akan puasa, kami dibawa ke atas Gunung Padang, karena di sanalah ayahku
berkubur dan beberapa famili ibu Zainab.
  Di Padang Panjang
Bukti pada halaman 23:
…Sejak mula saya pindah ke Padang Panjang, senantiasa saya merasa kesepian.
  Di Pesisir Arau
Bukti pada halaman 35:
...di waktu saya sedang berjalan-jalan seorang diri di Pesisir Arau yang indah itu...
  Di Medan, Singapura, Bangkok, Tanah-tanah Hindustan, Karachi, Basrah, Irak, Sahara Nejd
Bukti pada halaman 46:
      Tiada lama saya di Medan, saya menuju Singapura, mengembara ke Bangkok, berlayar
terus memasuki tanah-tanah Hindustan, dan dari karachi berlayar menuju ke Basrah, masuk
Irak, melalui Sahara Nejd dan akhirnya sampailah saya ke Tanah Suci ini.
  Di Madinah
Bukti pada halaman 61:
sepuluh hari sebelum orang-orang berangkat ke Arafah mengerjakan wukuf, jemaah-jemaah
telah kembali dari ziarah besar ke Madinah.
  Pekuburan Ma'ala
Bukti pada halaman 73 :
Sehari sebelum kami meninggalkan Mekkah, pergilah kami berziarah ke kuburan Ma'ala,
tempat Hamid di kuburkan.

Latar Waktu

  Tahun 1927
Bukti pada halaman 6:
Konon kabarnya, belumlah pernah orang naik haji seramai tahun 1927 itu, baik sebelum itu
ataupun sesudahnya.
  Bulan Ramadan, Bulan Syawal
Bukti pada halaman 8:
Baharu dua bulan saja, semenjak awal Ramadan sampai syawal...
  Malam :
Bukti
a. Pada suatu malam, sedang ia duduk seorang dirinya... (halaman 9)
b. Di waktu malam, ketika akan tidur, kerap kali Ibu menceritakan kebaikan Ayah... (halaman13)
  Pagi
Bukti :
        1.Tiap-tiap pagi saya selalu di hadapan rumah itu... (halaman 16).
        2. Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu... (halaman 18).
         3. Besok paginya, saya tidak menjunjung nyiru tempat kue lagi... (halaman 18)

  Hari Minggu
Bukti pada halaman 19:
Hari Minggu kami diizinkan pergi ke tepi laut.....
  Sore
Bukti pada halaman 19:
…Kadang-kadang di waktu sore kami duduk di beranda muka...
  Bulan Zulhijjah
Bukti pada halaman 65:
Pada hari kedelapan bulan Zulhijjah, datang perintah dari syekh kami
Latar Suasana

  Suasana Bahagia
1.     Suasana bahagia ketika Hamid dapat bersekolah.Bukti :
         Pada suatu pagi saya datang ke muka ibu saya dengan perasaan yang sangat gembira,
membawa kabar suka yang sangat membesarkan hatinya, yaitu besok Zainab akan diantarkan
ke sekolah dan saya dibawa serta. Saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja'far
sendiri bersama anak anaknya.
          Mendengar perkataan itu, terlompatlah air mata ibuku karena suka cita, kejadian yang
selama ini sangat diharap-harapkannya. (halaman 18).
2.    Suasana bahagia jika waktu pakansi tiba. Bukti :
Bilamana pakansi puasa telah datang, gembiralah hati saya, karena akan dapat saya
menghadap ibu saya, memaparkan dihadapannya, bahwa dia sudah patut gembira, karena
anaknya ada harapan akan menjadi orang alim. (halaman 24).
3.    Suasana bahagia ketika pakansi tiba, bertemu dengan ibu dan Haji Ja'far serta dengan
Mak Asih dan Zainab. Bukti :
...Ibu saya titik air matanya karena kegirangan, Engku Haji Ja'far tersenyum mendengar saya
mengucapkan terima kasih. Mak Asiah memuji saya sebagai anak yang berbudi. (halaman
25).
  Suasana sedih
1) Hal tersebut digambarkan ketika Hamid sedang melakukan tawaf, ia  mengeluarkan air
mata. Bukti:
...air matanya titik amat derasnya membasahi sorban yang membalut dadanya..(halaman 8-9).
2) Suasana sedih anak perempuan yang tamat sekolah karena akan masuk pingitan.
Bukti :
Yang berasa sedih amat, adalah anak-anak perempuan yang akan masuk pingitan; tamat
sekolah bagi mereka artinya suatu sangkar yang telah tersedia buat seekor burung yang bebas
terbang...(halaman 23).
3) Suasana sedih karena kematian Haji Jafar dan ibunya. Dengan bukti kutipan sebagai
berikut:
“Tidak mak, cuma kematian yang bertimpa-timpa itu agak mendukakan hatiku, itulah
sebabnya saya kurang keluar dari rumah.” (halaman 36)
4) Suasana sedih ketika Hamid melunakan hati Zainab supaya mau ditunangankan. Dengan
bukti kutipan berikut:
...air matanya kelihatan menggelenggang, mengalir, setitik dua titik kepipinya...(halaman 41).
5)Suasana sedih ketika Zainab menceritakan isi hatinya kepada Rosna. Dengan bukti kutipan
berikut:
Air mata Zainab kembali jatuh... (halaman 51).
6) Suasana sedih ketika Hamid mengetahui bahwa Zainab telah meninggal. Dengan bukti
kutipan berikut.
Melihat itu kepalanya tertekun ia menarik nafas panjang, dari pipinya meleleh dua titik air
mata yang panas. (halaman 67).
G. Gaya Bahasa

Dalam novel ini ada beberapa gaya bahasa yang digunakan yaitu:

a. Gaya bahasa asosiasi


1)  …Bukit-bukit yang gundul itu tegak dengan teguhnya laksana pengawal yang
menyaksikan dan menjagai orang haji yang berangsur pulang ke kampungnya masing-
masing. (halaman 73)

b.      Gaya bahasa hiperbolisme


1) ...terlompatlah air mata ibuku karena suka cita... (halaman 18).
2) ...dan kadang-kadang memberi melarat kepada jiwamu. (halaman 32).
3) ...saya karam dalam permenungan... (halaman 35).
4) ...air matanya kelihatan menggelenggang...(halaman 41).
5) ...saya patahkan hati anaknya yang hanya satu...(halaman 44).
6) ...saya telah karam di dalam khayal... (halaman 54).
7) ...dia telah meninggalkan saya dengan gelombang angan-angan.(halaman 55).
8) Dan kapalku memecahkan ombak dan gelombang menuju Tanah air yang tercinta.
(halaman 74).

c.       Gaya bahasa antithese


1) ...kita akan bertemu dengan yang tinggi dan yang rendah, kita akan bertemu dengan
kekayaan dan kemiskinan, kesukaan dan kedukaan, tertawa dan ratap tangis. (halman 6).
2) ...di antara kaya dan miskin, mulia dan papa... (halaman 30).
3) ...tidak memperbeda-bedakan di antara raja-raja dengan orang minta-minta, tidak
menyisihkan orang kaya dengan orang miskin, orang hina dengan orang mulia... (halaman
31).
d.      Gaya bahasa personifikasi
1) ..., tiba-tiba datang ombak yang agak besar, dihapuskannya unggunan yang kami dirikan
itu... (halaman 20).
2) ...dicelah-celah ombak yang memecah ke atas pasir... (halaman 35).
3) ...memperhatikan pergulatan ombak dan gelombang... (halaman 53).
e. Gaya bahasa repetisi
1) …Masa itu sedang rimbun, bunga sedang kembang dan buah sedang lebat, (halaman 13).
2) “...Engkau tentu memikirkan juga, bahwa emas tak setara dengan loyang, sutra tak
sebangsa dengan benang.“ (halaman 31).
4. Unsur Ekstrinsik
a.  Nilai-nilai
Nilai-nilai yang terkandung dalam novel ini adalah
  Nilai Sosial
Keadaan ekonomi pengarang menggabarkan tentang seorang yang kaya raya, seorang yang
miskin, dan selalu rendah hati.
Bukti :
...kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan memandang kehidupan dan pergaulan
dunia ini, karena tali tempat bergantung sudah putus dan tanah tempat berpijak sudah
terban.(halaman 12)
  Nilai Agama
Dilihat dari segi nama, dan jalan cerita yang di ceritakan pengarang merupakan seorang
muslim.
Bukti :
“ Ibu pun menunjukkan kepadaku beberapa do’a dan bacaan, yang menjadi wirid dari
almarhum Ayah semasa mendiang hidup, mengharapkan pengharapan yang besar-besar
kepada Tuhan serwa sekalian alam memohon belas kasihannya ”.
(halaman 13)
  Nilai Pendidikan
“Sekolah-sekolah Agama yang di situ mudah sekali saya masuki, karena lebih dahulu saya
mempelajari ilmu umum, saya hanya tinggal memperdalam pengertian dalam perkara
agama saja, sehingga akhirnya salah seorang guru menyarankan saya mempelajari agama di
luar sekolah , sebab kepandaian saya dalam ilmu umum”(halaman 23)
  Nilai Moral
“ …maka pada dirinya saya dapati beberapa sifat yang tinggi dan terpuji, yang agaknya tidak
terdapat pada pemuda-pamuda yang lain baik dari kalangan kaya dan bangsawan sekalipun.
Sampai pada saat yang paling akhir daripada kehidupan ayahku, belum pernah ia
menunjukkan Perangai yang tercela. Wahai Ros saya tertarik benar kepadanya”(halaman 53)

b. Biografi Pengarang

Haji Abdul Karim Amrulloh atau lebih dikenal dengan julukan Buya HAMKA
atau HAMKA (yang merupakan singkatan namanya ) , lahir pada tahun 1908 di desa
Kampoeng Molek , Meninjau, Sumatra Barat dan meninggal di Jakarta pada tanggal
24 Juli 1981. Beliau adalah sastrawan Indonesia sekaligus ulama dan aktivis politik.
Dibawah lindungan ka’bah merupakan novel atau buku karangan beliau yang ke 13
(1936), yang diterbitkan oleh PT. Bulan Bintang dengan ketebalan buku yaitu 80
halaman.
5. Kelemahan Buku
 Isi cerita dari novel ini tidak sempurna (jalan cerita bertele-tele), dan akhir
ceritanya juga sulit di tebak oleh pembaca.
 Menggunakan bahasa yang sangat baku, sehingga pembaca agak kesulitan
untuk mengetahui maksud dari cerita.
 Cover (sampul) novel kurang menarik, sehingga pada saat melihat sampulnya
pembaca seakan-akan tidak tertarik.

6. Kelebihan
 Buku ini diperkaya dengan peribahasa , surat surat telegram, dan pesan
moral yang berharga.
 Kelebihan dari Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah : Terletak pada alurnya
yang dapat membawa pembaca merasakan apa yang dirasakan Hamid dan
Zainab, bagus dan kental akan keagamaanya meskipun bercerita mengenai

percintaan dan dapat memberitahukan bahwa kita harus bersikap dermawan


dan dapat peduli kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan kita
meskipun itu dari kalangan bawah.

7. Kecocokan Bagi pembaca


Novel ini layak dibaca oleh kalangan anak remaja maupun dewasa , bahkan orang
tua sekalipun . Karena memiliki cerita menarik tentang romantisme dan kesabaran
tinggi yang dapat membuat pembaca menitikkan air mata.

Anda mungkin juga menyukai