Anda di halaman 1dari 11

UPAYA PEMERINTAH DALAM KERJASAMA

PENDIDIKAN SELATAN-SELATAN DAN


TRIANGULAR BAGI INDONESIA

Rifa Khoiriyah
1742500026

Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular di Indonesia

Kerja Sama Selatan-Selatan (KSS) adalah kerja sama pembangunan di antara negara-


negara berkembang untuk mencapai kemandirian bersama, yang di landasi dengan prinsip
solidaritas, kesetaraan (mutual opportunity)  dan saling menguntungkan (mutual benefit).
Dalam perjalanannya, model kerja sama tersebut berkembang dengan adanya dukungan mitra
pembangunan yang dikenal dengan istilah Kerja Sama Triangular (Triangular Cooperation).
Partisipasi aktif Indonesia dalam KSST ini, di dasari oleh kebijakan politik luar negeri
Indonesia yang bebas aktif, sebagai wujud pelaksanaan amanat UUD 1945, yaitu turut
melaksanakan ketertiban dunia.

Sejarah keterlibatan Indonesia dalam KSS dimulai saat Konferensi Asia Afrika di Bandung
pada 1955. Pelaksanaan KSS merupakan langkah nyata untuk mewujudkan solidaritas dan
penguatan collective action di antara negara-negara berkembang. Keterlibatan ini
merupakan implementasi dari Pembukaan UUD 45, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Indonesia berupaya mendorong negara-negara berkembang untuk bekerja sama menciptakan
peluang pertukaran pengetahuan dan inovasi bagi kemajuan bersama. Kerja sama ini terus
mengalami transformasi dan penguatan melalui beberapa tahapan penting setelah Konferensi
Asia Afrika tahun 1955, diantaranya terbentuknya Gerakan Non Blok tahun 1961,
Kelompok-77 tahun 1964, Kelompok 15 tahun 1989, Kelompok D-8 tahun 1997, South
Summit di Kuba dan Qatar tahun 2000 dan 2005, Resolusi PBB No. 58/220 tentang
pembentukan High Level Committee on South-South Cooperation dan Bogota
Statement:Towards Effective and Inclusive Development Partnerships
tahun 2010.
Sejak 1999 hingga 2014, Indonesia telah berinisiatif menggelar lebih dari 400 program
pelatihan yang melibatkan 4.400 peserta dari 99 negara. Mulai dari negara di Asia, Pasifik,
Afrika hingga Amerika Latin.

Program-program tersebut meliputi berbagai bidang, di antaranya pendidikan, pertanian,


perikanan, demokrasi dan pemerintahan yang bersih, serta manajemen bencana. Guna
mengimplementasikan program tersebut, pemerintah Indonesia telah membentuk Badan
Koordinasi Nasional untuk Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular di tahun 2010.

Tujuan pembentukan badan itu adalah untuk mengkoordinasi semua pelatihan yang
dilakukan, dan menyediakan kesempatan bagi Indonesia untuk berkontribusi meningkatan
kesejahteraan global.

Kerjasama yang paling mendesak di Indonesia terdiri dari beberapa sektor, yaitu : (a)
Pendidikan umum untuk generasi muda pada bidang Teknologi Informasi, Komputer, Bahasa
Inggris, Matematika, dan Budaya Damai berbasis Kearifan Selatan-Selatan; (b) Energi
Terbarukan bagi pembangunan jangka panjang; (c) Kesehatan Dasar untuk Masyarakat; (d)
Informasi dan Teknologi untuk Administrasi Pemerintahan; dan (e) Pelatihan Angkatan
Bersenjata untuk mendukung misi perdamaian PBB di seluruh dunia.

Berkaitan dengan Kerjasama Selatan-Selatan ini, PBB kemudian membentuk 17 tujuan


pembangunan berkelanjutan untuk mensejahterakan dunia (Sustainable Development Goals).
SDGs merupakan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan pada kesepakatan
pembangunan yang mendorong perubahan-perubahan ke arah pembangunan berkelanjutan,
berdasarkan hak asasi manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial,
ekonomi dan lingkungan hidup. SDGs/TPB diberlakukan dengan prinsip-prinsip universal,
integrasi dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun yang terlewatkan
atau “No-one Left Behind”. SDGs terdiri dari 17 Tujuan dan 169 target dalam rangka
melanjutkan upaya dan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) yang telah
berakhir akhir pada 2015 lalu. Kerjasama Pendidikan Selatan-Selatan dan Triangular ini,
merupakan salah satu upaya dalam dalam mewujudkan SDGs no.4, yaitu ‘Quality Education’
atau Pendidikan yang berkualitas.

Dilihat dari kacamata liberal, dunia sedang bersatu dan berupaya keras menghadapi berbagai
problematika, mulai dari permasalahan individu, sosial, hingga lingkungan. Untuk itu,
kelanjutan dari MDGs ini perlu diperbarui dan ditentukan waktu & target yang jelas, yaitu
pencapaian SDGs tahun 2030.
Salah satu aspek terpenting dari semuanya adalah pendidikan. Kerjasama Selatan Selatan dan
Triangular yang merupakan salah satu pencapaian SDGs ini, mengedepankan asas saling
menguntungkan, bukan termasuk kedalam bentuk persaingan. Untuk itu, melihat perubahan
dunia yang mengarah kepada kerusakan dan kehancuran, kini umat manusia saling
bekerjasama untuk memperbaikinya, dan meminimalisir persaingan yang saling merugikan,
melalui berbagai bentuk kerjasama.

Ideologi dan Problematika Pendidikan di Indonesia

Menurut berbagai sumber, pendidikan di Indonesia berdasarkan pada ideologi pancasila. Hal
ini tentunya sesuai dengan dasar negara, dan UUD 1945. Namun, pancasila disini bukan
berarti Indonesia menutup kesempatan bagi sistem pendidikan asing, melainkan justru
membuka kerjasama, dan menerima bantuan dari pihak luar negeri. Terutama melihat kondisi
pendidikan di Indonesia yang memburuk. Dengan semangat pembangunan berkelanjutan
dalam SDGs, serta Kerjasama Selatan Selatan dan Triangular di bidang pendidikan,
Indonesia kini memiliki harapan.

Indeks Pembangunan Pendidikan Untuk Semua (Education For All) Indonesia mengalami
penurunan di tingkat internasional1. Indonesia semakin hari kualitasnya semakin rendah.
Berdasarkan indeks perkembangan pendidikan (education development index, EDI) data
tahun 2011, indonesia menempati peringkat ke-69 dari 127 negara. Pada laporan tahunan
UNESCO education for all global monitoring report 2012, mutu pendidikan Indonesia berada
pada peringkat ke-64 dari 120 negara di dunia. Sedangkan laporan paling baru acara
pembangunan PBB tahun 2013, Indonesia menempati posisi 121 dari 185 negara dalam
indeks Pembangunan Manusia (IPM). Selain itu, survei firma pendidikan pearson
menunjukkan bahwa sistem pendidikan Indonesia merupakan yang terendah di dunia,
bersama Brasul dan Meksiko di tahun 2013, atau berada diurutan 39 dari 40 negara.
Kemudian, pada tahun 2014, posisi Indonesia makin memburuk, yaitu berada pada uruan 40
dari 40 negara. Sedangkan laporan OBCD (13 Mei 2015) kualitas pendidikan Indonesia
menempati peringkat 69 dari 76 negara.

Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia, terlihat dari beberapa aspek, salah satunya
kesenjangan dalam pendidikan itu sendiri2. Pendidikan di Indonesia menunjukkan kualitas

1
https://www.kompasiana.com/azzahfd23/5a2e7fbecaf7db79b82bd572/problematika-pendidikan-di-indonesia
2
Jurnal Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon, Problematika Pendidikan di Indonesia
yang rendah, dibanding dengan negara-negara di dunia, seperti yang telah disampaikan
sebelumnya. Asumsi ini muncul, karena pemerintah terlihat kurang serius dalam
memperhatikan pendidikan di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga tertinggal dalam berbagai
aspek, seperti sarana belajar, ataupun SDM tenaga pendidik. Sementara salah satu kemajuan
bangsa yang terpenting adalah pendidikan, karena pendidikan merupakan modal dasar untuk
kemajuan suatu bangsa.

Terdapat kesenjangan pendidikan yang terlihat jelas mengenai kualitas pendidikan antara
sekolah di kota, dan di pedesaan. Umumnya, sekolah di perkotaan lebih baik daripada
sekolah di pedesaan, yang tidak jarang kita lihat kondisi sekolah di pedesaan dan daerah
terpencil yang tidak layak. Persoalan sarana dan prasarana merupakan persoalan yang krusial
dalam perbaikan dan pembangunan sistem pendidikan di Indonesia, karena tentunya akan
sangat mengganggu kegiatan belajar mengajar.

Sekolah-sekolah di pedesaan dan daerah terpencil umumnya masih terkendala dengan sarana
prasarana pendidikan; seperti ruang kelas, perpustakaan, dan laboratorium. Ketika
mendapatkan bantuan pendanaan, itupun tidak cukup untuk menutupi seluruh kebutuhan
sekolah. Hanya sebagian kecil yang dapat digunakan untuk menutupinya, yang biasanya
cukup untuk perbaikan atap, dan pengecatan kembali saja. Kesenjangan yang lain juga pada
ketersediaan buku yang terbatas. Ketersediaan buku di daerah perkotaan dan dan daerah
terpencil serta perbatasan terjadi kesenjangan baik dari segi jumlah ketersediaan dan kualitas
buku. Sementara ketersediaan buku merupakan penunjang pendidikan yang sangat penting
karena hal ini akan menunjang keberhasilan proses pendidikan.

Permasalahan sarana dan prasarana ini, tentunya berhubungan dengan anggaran pendidikan.
Anggaran pendidikan inilah merupakan salah satu faktor yang cukup memberikan pengaruh
terhadap mutu dan kesesuaian pendidikan. Anggaran pendidikan ini akan mencakup jumlah
dan alokasi anggaran.

Kualitas dan kuantitas guru saat ini, juga merupakan hal yang dilematis. Secara objektif,
jumlah guru saat ini memang kurang memadai. Selain itu, jumlah guru yang sedikit juga
merupakan salah satu indikator kesenjangan dalam masalah pemerataan guru.

Jumlah guru yang kurang memadai inilah yang banyak terjadi di daerah pedesaan terpencil
dan perbatasan. Jumlah guru hanya ada sekitar 3-4 orang. Sementara itu, di daerah perkotaan
yang sarana dan prasarananya memadai mengalami penumpukan guru. Bahkan dalam satu
SD dijumpai 11-14 orang guru, termasuk diantaranya kepala sekolah3. Oleh karena itu,
sampai saat ini sekolah yang maju di perkotaan dapat terus bertahan dengan kemajuannya,
sementara sekolah yang kekurangan guru di pedesaan/daerah terpencil semakin terisolosi dan
semakin terpuruk.

Kesenjangan pemerataan tenaga pendidik ini merupakan pekerjaan yang harus di selesaikan
supaya pemerataan guru ini dapat terwujud. Berbagai upaya sudah dilakukan, seperti guru
kontrak, dan penambahan kuota guru melalui rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Selain itu, pemberian tunjangan khusus bagi guru yang tinggal di daerah terpencil. Upaya
upaya yang dilakukan pemerintah ini tentunya tidak langsung menyelesaikan masalah.

Selain itu, kualitas guru juga dipertanyakan. Seorang guru yang berpotensi dalam usaha
tercapainya kualitas pendidikan, sangat dituntut kemampuan profesionalnya. Skill dan
profesionalitas senantiasa harus ditingkatkan, terutama dalam menyiapkan sumber daya
manusia yang mampu menghadapi persaingan global.

Keterlibatan dan Aktivitas Indonesia dalam Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular

Indonesia telah berperan cukup besar dalam Kerjasama Selatan-Selatan dengan memberikan
bantuan teknis dalam berbagai bidang, yang pelaksanaannya dilakukan oleh berbagai
kementerian, lembaga pemerintah, perguruan tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM). Beberapa kementerian yang menonjol antara lain Kementerian Pertanian,
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Pendidikan Nasional. Beberapa LSM
seperti Yayasan Dian Desa dan Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) juga telah
berperan secara aktif dalam pelaksanaan Kerjasama Selatan-Selatan. Bentuk bantuan teknik
yang diberikan oleh Indonesia kepada negara berkembang lain terdiri dari program pelatihan,
program magang, program studi banding, pengiriman tenaga ahli, bantuan hibah peralatan,
beasiswa, workshop, dan seminar sebagai lahan pertukaran informasi. Untuk dapat lebih
memahami pelaksanaan Kerjasama Selatan-Selatan oleh berbagai kementerian, lembaga
pemerintah, perguruan tinggi dan LSM, selanjutnya akan diberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai kebijakan, landasan hukum, sasaran, koordinasi, mekanisme pendanaan, dan
monitoring serta evaluasi.

3
Jurnal Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon, Problematika Pendidikan di Indonesia
Gambar 1. Rincian Distribusi Negara-negara Peserta KSST4

Negara Penerima Tahun 2010-2013 dan 2015

Timor-Leste
Myanmar
Laos
Palestina
Kamboja
Vietnam
Kenya
Papua Nugini
Indonesia
Lain-lain

Sumber data : Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Indonesia

Dalam pelaksanaannya, Indonesia telah melakukan berbagai kerja sama pembangunan dalam
Kerangka KSST dengan negara-negara di seluruh dunia. Berdasarkan data dari Laporan
Tahunan KSST Tahun 2015 dan Kompilasi data KSS K/L tahun 2010-2013 negara-negara
penerima bantuan Indonesia dengan peserta terbanyak berasal dari benua Asia sementara
negara-negara peserta terendah berasal dari benua Afrika.

Gambar 1 menunjukkan distribusi negara-negara penerima bantuan Indonesia. Timor Leste


adalah negara yang menerima bantuan Indonesia dengan presentase peserta terbanyak sebesar
10%, diikuti oleh Myanmar (8%), Laos (7%), Palestina, (7%), Kamboja dan negara-negara
Asia-Afrika lainnya.

Bentuk program KSST di Indonesia yaitu berupa pelatihan, knowledge sharing, workshop,
pengiriman ahli, magang, dan program terpadu. Program-program tersebut bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kapasitas negara-negara penerima bantuan Indonesia, seperti
pada diagram berikut.
4
Sumber : Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Indonesia : Pentingnya Kerjasama Selatan Selatan dan
Triangular Bagi Indonesia
Gambar 2. Distribusi Program KSST yang ada di Indonesia pada tahun 2010-2013 dan 2015

Tahun 2010-2013 dan 2015

Pelatihan
Pengiriman Ahli
Kegiatan Terpadu
Workshop
Knowledge Sharing
Magang
Lain-lain

Sumber data : Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Indonesia

Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa pelatihan menjadi bentuk program yang
paling sering diselenggarakan dengan persentase sebesar 72%, diikuti oleh pengiriman ahli
(5%), kegiatan terpadu (4%), workshop (2%), knowledge sharing (1%), magang (1%) dan
lain-lain (15%). Mekanisme pelatihan memungkinkan peserta untuk meningkatkan
pengetahuan dan networking mereka. Selama pelatihan, program yang dilakukan adalah
pelatihan di kelas, dilengkapi dengan kunjungan lapangan ke tempat yang relevan.
Dibuktikan oleh data di atas, pelatihan masih dianggap sebagai mekanisme yang efektif untuk
berbagi pengetahuan kepada negara-negara berkembang lainnya.

Semua program KSST di Indonesia tentunya membutuhkan tenaga ahli, terkait tema program
KSST yang diselenggarakan. Tenaga ahli tersebut dapat berupa pengajar ataupun narasumber
yang berasal dari kementerian atau lembaga teknis. Berdasarkan data dari Laporan Tahunan
KSST 2015 dan Kompilasi data KSS K/L tahun 2010-2013, terdapat 10 Kementerian dan
Lembaga yang berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan KSST Indonesia, seperti yang
terdapat pada diagram dibawah ini.

Gambar 3. Lembaga dan Kementerian yang berpartisipasi dalam KSST


Partisipasi kementerian dan Lembaga Tahun 2010-2013 dan 2015
70
60
50
40
30
20
10
0
n N rin PU eg b ud P ri lu in
ta KB hu KK g en -l a
en BK npe en Se
tn en dikb nda m in
m e m m en e Ke La
Ke m Ke Ke m
Ke Ke
m Ke

Sumber data : Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Indonesia

Dari jumlah total 102 program yang diselenggarakan, terdiri dari kementerian Sekretariat
Negara (Setneg) melakukan sejumlah 22 Program, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) 12
Program, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masing-masing 11 Program, Kementerian
Pertanian 10 Program, dan selebihnya dilakukan oleh kementerian lain.

Dilihat dalam gambar 3, anggaran yang paling besar adalah Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, karena merupakan alokasi anggaran yang berupa pemberian beasiswa setiap
tahunnya.

Manfaat dan Hasil Kerjasama Selatan Selatan dan Triangular

Dengan adanya Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular diharapkan dapat memperkuat


kapasitas negara-negara berkembang untuk mengidentifikasi dan menganalisa isu-isu
pembangunan utama, dan strategi untuk mengatasinya. Melalui KSST ini, negara-negara
berkembang juga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan melalui kerja sama
pembangunan internasional dengan penyatuan kapasitas yang ada; menciptakan dan
memperkuat kapasitas SDM; meningkatkan dan memperbaiki komunikasi antara negara-
negara berkembang dalam menghadapi masalah-masalah pembangunan; serta mengenali dan
menanggapi masalah dari negara-negara berkembang. Selain tujuan pendidikan tersebut,
Indonesia juga memperoleh manfaat dari pelaksanaan KSST di bidang politik, dan sosial
budaya.
Indonesia memberikan bantuan kepada negara berkembang lainnya, melalui beasiswa atau
training di salah satu lembaga di Indonesia. Pada saat warga negara penerima bantuan
melaksanakan beasiswa atau training di Indonesia, mereka memiliki kualitas pendidikan dan
moral yang lebih siap dalam persaingan global. Tenaga pendidik yang diberi kesempatan
belajar keluar negeri, kemudian mengamalkan ajarannya kepada anak-anak Indonesia.

Selain itu, Indonesia juga memperoleh manfat di bidang sosial budaya. Peserta penerima
beasiswa dan pertukaran pelajar akan banyak mengenal dan belajar sosial dan budaya
nasional. Begitu juga dengan WNA yang berada di Indonesia. Setelah mereka kembali ke
negara asalnya, mereka dapat sharing budaya-budaya nasional. Hal ini akan menarik
perhatian warga negara asing untuk berkunjung ke Indonesia.

Manfaat di bidang politik adalah dapat meningkatkan citra Indonesia di mata dunia. Dengan
memiliki citra yang baik, Indonesia akan dipercaya untuk berada pada posisi-posisi penting di
lembaga internasional. Selain itu dengan membantu negara lain, Indonesia dapat menjaga
kedaulatan bangsa dan negara. Contohnya ketika Indonesia memberikan bantuan ke negara
Pasifik Selatan. Dengan adanya hubungan kerja sama ini, negara Pasifik Selatan memiliki
pandangan yang baik terhadap Indonesia.

Kesimpulan

Pendidikan adalah hal terpenting dalam sebuah bangsa. Pendidikan menentukan arah kemana
negaranya ingin maju, dilihat dari kualitas dan kuantitas SDMnya. Sebuah negara tentu tidak
dapat menyelesaikan semua permasalahan nasionalnya sendiri, yaitu membutuhkan
kerjasama antarnegara demi terwujudnya perdamaian dunia. Dari tulisan ini, penulis dapat
menyimpulkan bahwa kerjasama antarnegara sangat penting, terutama Kerjasama Selatan
Selatan dan Triangular ini.

Setiap negara dan kawasannya, akan mempertahankan kedaulatan, dan memperjuangkan


kemerdekan negaranya. Untuk itu, setiap kawasan tentunya akan membangun kerjasama
demi kemajuan regional. Dengan adanya kerjasama antarnegara, semua permasalahan dapat
terasa ringan karena dipikul bersama. Dimana dengan kerjasama ini, semua kepentingan dan
target akan terwujud.
REFERENSI

Artikel & Jurnal


 Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Indonesia : Pentingnya Kerjasama Selatan
Selatan dan Triangular Bagi Indonesia
 CENTER FOR EAST ASIAN COOPERATION STUDIES (CEACoS) , 2010 : Studi Arah
Kebijakan Indonesia dalam Kerjasama Selatan-Selatan, Japan International Cooperation Agency
 Prof. Dr. H. Purwasito Andrik, DEA : Capacity Building Kerjasama Selatan Selatan dan
Triangular Indonesia kepada Palestina Pada Tahun 2005-2014
 Pujayanti Adirini, 2015 : KERJA SAMA SELATAN-SELATAN DAN MANFAATNYA BAGI
INDONESIA, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi, Sekretariat Jenderal DPR RI,
Jakarta,
 Nasution Efrizal ; Problematika Pendidikan di Indonesia, Jurnal Fakultas Ushuluddin dan
Dakwah IAIN Ambon

Website
https://isstc.setneg.go.id/index.php/component/content/article/7-newsletter/219-kerja-sama-
selatan-selatan-dan-triangular-indonesia

http://www.neraca.co.id/article/96783/indonesia-pemain-penting-kerja-sama-selatan-selatan

http://sdgsindonesia.or.id/

https://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/opchjr354/ini-tujuh-masalah-pendidikan-di-
indonesia-menurut-jppi

https://www.kompasiana.com/azzahfd23/5a2e7fbecaf7db79b82bd572/problematika-pendidikan-
di-indonesia

https://mediaindonesia.com/read/detail/78408-pancasila-adalah-ideologi-pendidikan-kita

Anda mungkin juga menyukai