Anda di halaman 1dari 2

Latar belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting

bagi prekonomian nasional Indonesia, khususnya sebagai penyedia lapangan pekerjaan,

sumber pendapatan, dan devisa Negara. Indonesia negara pemasok utama kakao dunia urutan

ketiga yaitu Pantai Gading 38,3 %, Ghana 20,2%, Indonesia 13%, Nigeria 5%, Brasil 5%,

Kamerun 5%, Ekuador 4% dan Malaysia 1%, sedangkan negara-negara lain menghasilkan

9% sisanya (Askindo, 2005). Selain itu, kakao juga berperan dalam mendorong

pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri, dimana tanaman kakao (Theobroma

cacao L) dikenal sebagai bahan-bahan untuk membuat makanan dan minuman yang sering

disebut dengan baverage crop.

Kakao atau biji kakao secara teknis bukan kacang atau kacang-kacangan, melainkan biji

buah Theobroma cacao pohon. Setelah panen, biji kakao dan buah mereka sekitarnya pulp

biasanya ditempatkan dalam tumpukan atau kotak dan difermentasi di bawah pengaruh

mikroba alami bahwa kalikan menggunakan gula dari pulp sebagai energy sumber. Benih-

benih tersebut dikeringkan di bawah sinar matahari atau di kayu dipecat oven dan dikirim ke

prosesor kakao. Coklat bibit selanjutnya telah mantel tipis mereka dihapus dari embrio

jaringan, yang kemudian dipanggang, dan digiling menjadi apa yang disebut sebagai cairan

cokelat. Cocoa powder adalah diproduksi oleh mekanis menekan sebagian besar lemak

(cocoa butter) dari cairan cokelat dan dengan demikian merupakan ekstrak biji buah kakao itu

(Crozier, dkk., 2011).

Permintaan dunia terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Namun, kualitas biji kakao yang diekspor oleh Indonesia dikenal sangat rendah. Hasil uji

mutu dan kualitas biji kakao perkebunan rakyat belum memenuhi standar ekspor, secara

random beberapa kriteria belum memenuhi standar yaitu kadar air dan kadar kotoran relatif
tinggi, ukuran biji pada umumnya beragam, kadar biji berkapang belum memenuhi

persyaratan standar dan biji tidak terfermentasi (Bappeda, 2009).

Menurut Tafzi (1999) permasalahan dalam penanganan pascapanen kakao adalah adanya

kesenjangan dalam informasi mengenai teknologi penanganan pascapanen serta adanya

keterbatasan pengetahuan dan keterampilan petani maupun penyuluh lapangan mengenai

teknologi pascapanen itu sendiri. Informasi dalam penanganan pasca panen kakao dibutuhkan

untuk mendukung pemberdayaan fungsi-fungsi penanganan pascapanen dengan tujuan

menekan serendah mungkin kehilangan hasil dan kerusakan akibat kesalahan dalam

penanganan pasca panen. Oleh sebab itu praktikum kali ini dilakukan penanganan pasca

panen biji kakao.

Anda mungkin juga menyukai