Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

Keterkaian Ketimpangan dan Kemiskinan dengan Teori-Teori Pembangunan

Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Geografi Pembangunan

Dosen Pembimbing:
Sri Mariya, S.Pd, M.Pd

Oleh
Kelompok 4

1. Kurnia Sari
2. Vivitri Alfira
3. Rizandi Hidayat
4. Yonanda Putri
5. Refina Aisya

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam, Atas segala
karunia nikmatNya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah
yang berjudul “Keterkaian Ketimpangan dan Kemiskinan dengan Teori-Teori Pembangunan”
disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi Pembangunan yang
dibimbing oleh ibu Sri Mariya, S.Pd, M.Pd
Makalah ini berisi tentang bagaimana keadaan kemiskinan dan ketimpangan wilayah bisa
terjadi dan bagaimana keterkaitan kemiskinan dan ketimpangan dengan teori-teori pembangunan.
Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca sekalian.
Demikian yang bisa kami sampaikan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb

                 Padang, 23 Februari 2020

                                                                                                 Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana keadaan kemiskinan dan ketimpangan wilayah bisa terjadi............. 2
2.2 Bagaimana keterkaitan kemiskinan dan ketimpangan dengan teori-
teori pembangunan .............................................................................................. 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemiskinan adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses
terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak
berharta-benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan
dapat dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga,
maupun kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial
yang lain. Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-
laki dan perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Kemiskinan dan ketimpangan pembangunan layaaknya satu unsur yang tak dapat di
pisahkan. Kemiskinan ada di akibatkan karena adanya ketimpangan sosial dalam suatu
Negara. Dimana sebagian besar pendapatan suatu neara hanya dapat dinikmati oleh
segelintir orang dan yang lainnya mendapat porsi yang kecil atau malah tidak
mendapatkannya.
Untuk itu mesti diketahui bahwa adanya faktor yang membuat kemiskinan dan
ketimpangan wilayah tersebut bisa terjadi serta keterkaitan antara kemiskinan dan
ketimpangan pembangunan itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana keadaan kemiskinan dan ketimpangan wilayah bisa terjadi ?
2. Bagaimana keterkaitan kemiskinan dan ketimpangan dengan teori-teori pembangunan ?
1.3 Tujuan Pembelajaran
Berdasarkan pada rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana keadaan kemiskinan dan ketimpangan wilayah.
2. Untuk mengetahui keterkaitan kemiskinan dan ketimpangan dengan teori-teori
pembangunan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kemiskinan dan ketimpangan wilayah

a. Kriteria Bank Dunia

Indonesia telah melalui transformasi yang mengagumkan dalam lima belas tahun
terakhir. Angka kemiskinan nasional telah berkurang setengahnya, dari 24 persen di tahun 1999
menjadi 11.3 persen di tahun 2014. Rerata pertumbuhan ekonomi bertahan di angka sekitar 6
persen dalam dasawarsa terakhir. Indonesia juga menjadi anggota G-20, satu-satunya dari Asia
Tenggara.

Namun, perjalanan menuju kesejahteraan bersama masih belum selesai. Indonesia


berisiko tidak membantu rakyat miskin dan rentannya. Pengentasan kemiskinan mulai stagnan,
dengan penurunan yang mendekati nol pada tahun 2014. Ketimpangan pendapatan naik
dengan cepat dan hampir sepertiganya berasal dari ketimpangan kesempatan. Anak-anak yang
sehat dan terdidik hidup berdampingan dengan anak-anak yang menderita malnutrisi, tidak
mampu belajar di sekolah, dan putus sekolah terlalu dini. Ketimpangan antar daerah juga
mencolok: hanya 6 persen anak di Jakarta yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi,
sedangkan di Papua, 98 persen anak tidak memiliki akses sanitasi yang layak. Ketimpangan
seperti ini menghambat prospek segmen-segmen masyarakat dari generasi ke generasi.

1. penyebab naiknya ketimpangan di Indonesia


Ada empat pendorong utama ketimpangan di indonesia yang memengaruhi hidup
generasi masa kini maupun masa depan.Untuk mengambil tindakan yang tepat,
diperlukan pemahaman yang lebih baik mengapa ketimpangan meningkat. Oleh
karena itu, bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan didukung oleh
Kementerian Urusan Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Bank Dunia
melaksanakan proyek penelitian yang menyelidiki masalah ini dan menemukan
empat sebab utama.

Ketimpangan Peluang Anak-anak miskin seringkali tidak memiliki


kesempatan awal yang adil dalam hidup, sehingga
mengurangi kemampuan mereka untuk sukses di
masa depan. Setidaknya sepertiga ketimpangan
disebabkan faktor-faktor di luar kendali individu.
Pekerjaan yang tidak merata Pasar tenaga kerja terbagi menjadi pekerja
berketerampilan tinggi yang upahnya semakin
meningkat, dan pekerja yang tidak memiliki
kesempatan untuk mengembangkan keterampilan
tersebut sehingga terjebak dalam pekerjaan
berproduktivitas rendah, informal, dan berupah
rendah.
Tingginya konsentrasi kekayaan Segelintir warga Indonesia meraup keuntungan lewat
kepemilikan aset keuangan yang kadang diperoleh
melalui korupsi, sehingga mendorong ketimpangan
menjadi lebih tinggi baik saat ini maupun di masa
mendatang.
Ketahanan ekonomi rendah Guncangan semakin umum terjadi dan sangat
memengaruhi rumah tangga miskin dan rentan,
sehingga mengikis kemampuan mereka untuk
memperoleh penghasilan dan berinvestasi dalam
kesehatan dan pendidikan yang diperlukan untuk
meningkatkan derajat ekonomi mereka

Kebijakan publik dapat membantu indonesia memutus siklus ketimpangan antargenerasi.


Tingginya ketimpangan dapat dihindari. Para pembuat kebijakan dapat mengurangi
ketimpangan dengan menangani faktor-faktor di luar kendali individu yang memperparah
ketimpangan. Bank Dunia merekomendasikan empat tindakan utama:

Memperbaiki pelayanan public di Kunci utama agar generasi berikutnya


daerah mendapatkan awal yang lebih baik adalah
peningkatan pelayanan publik di daerah,
sehingga dapat memperbaiki peluang kesehatan,
pendidikan dan keluarga berencana bagi semua
orang.
Program pelatihan keterampilan dapat
Menciptakan lapangan pekerjaan
meningkatkan daya saing pekerja yang tidak
yang lebih baik dan peluang melatih
sempat mengenyam pendidikan berkualitas.
Selain itu, Pemerintah dapat membantu
keterampilan
menciptakan pekerjaan-pekerjaan yang lebih baik
bagi tenaga kerja
melalui investasi lebih besar di infrastruktur,
iklim investasi yang lebih kondusif dan
perundang-undangan yang tidak terlalu kaku
Memastikan perlindungan Kebijakan pemerintah dapat mengurangi
dari guncangan frekuensi dan keparahan guncangan, selain juga
memberikan mekanisme penanggulangan untuk
memastikan bahwa semua rumah tangga
memiliki akses ke perlindungan memadai jika
guncangan melanda.
Kebijakan fiskal yang berfokus pada peningkatan
Menggunakan pajak dan anggaran
belanja pemerintah di bidang infrastruktur,
belanja pemerintah untuk mengurangi
kesehatan dan pendidikan, bantuan sosial dan
ketimpangan saat ini dan di masa
jaminan sosial. Merancang sistem perpajakan yang
depan
lebih adil dengan memperbaiki sejumlah peraturan
perpajakan yang saat ini mendukung terpusatnya
kekayaan di tangan segelintir orang.

2. Mengapa ketimpangan penting untuk diatasi ?

Ketimpangan pendapatan tidak selalu merupakan hal buruk, karena terdapat


kesempatan untuk memberi imbalan bagi mereka yang bekerja keras dan mengambil risiko.
Kerja keras dan inovasi menguntungkan masyarakat karena dapat menciptakan barang
dan jasa baru yang bisa dinikmati semua orang sehingga memberi kontribusi ekonomi
lebih luas. Kemampuan pemerintah menyediakan pelayanan publik pun menjadi lebih
besar. Jika kemudian ketimpangan ini menimbulkan kesenjangan di antara mereka
yang bekerja keras dan kurang keras, maka dapat dibenarkan dan bahkan diinginkan.
Banyak orang indonesia setuju dengan pandangan ini. Ketika ditanya dalam sebuah
survei pada tahun 2014 apakah ketimpangan akan pernah dapat diterima, 74 persen
responden mengatakan “ketimpangan kadang-kadang dapat diterima” selama
kekayaan diperoleh dengan adil dan berbasis kepatutan, harga barang terjangkau, dan
orang miskin dilindungi.
Namun, ketimpangan dapat menjadi tidak adil jika disebabkan oleh faktor-faktor
di luar kendali individu. Ada banyak jenis ketimpangan. Ketimpangan ekonomi dalam
pendapatan, kekayaan dan konsumsi dan Ketimpangan peluang, ketika tidak semua
orang memiliki akses ke peluang yang sama dalam hidup. Ada pula faktor-faktor di
luar kendali individu yang sangat berpotensi memengaruhi fase kehidupan nantinya, di
mana anda lahir, seberapa berpendidikan atau kayanya orangtua anda, dan akses pada
pelayanan publik apa saja yang dapatkan saat tumbuh dewasa. Mendapatkan awal yang
sehat dalam hidup dan pendidikan berkualitas adalah prasyarat mendasar untuk
mendapatkan pekerjaan yang baik dan memperoleh penghidupan layak di masa depan.
Saat ketimpangan ekonomi timbul karena ‘ketimpangan peluang’ yakni ketika tidak
semua orang mendapatkan awal yang setara dalam hidup maka itu tidak adil. Faktor-
faktor lain di luar kendali individu yang dapat memengaruhi pendapatan, standar kehidupan
dan ketimpangan antara lain: kebijakan pemerintah, seperti pembatasan impor pangan
yang meningkatkan biaya hidup sebagian besar orang miskin, atau pola perpajakan dan
alokasi belanja pemerintah yang tidak mengumpulkan dan menyalurkan sumber daya yang
cukup untuk rakyat miskin dan rentan atau yang tidak mempunyai akses setara.

Tingkat ketimpangan yang tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi,


sementara negara yang lebih setara dapat tumbuh lebih cepat. Tingginya ketimpangan
dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi bagi seluruh masyarakat jika warga miskin
tidak mampu berinvestasi dengan tepat dalam pertumbuhan anak-anak mereka, jika
warga gagal keluar dari kemiskinan dan kerentanan dan pindah ke kelas konsumen, dan
jika warga tidak bisa mendapatkan pekerjaan produktif. Penelitian baru-baru ini
menunjukkan bahwa rasio gini yang lebih tinggi mengarah pada pertumbuhan ekonomi
yang lebih rendah dan kurang stabil. Ketika total penghasilan dari 20 persen warga
terkaya naik 5 poin persentase, pertumbuhan ekonomi turun 0,4 poin. Sebaliknya, ketika
total penghasilan dari 20 persen warga termiskin naik sebesar 5 poin persentase,
pertumbuhan justru naik 1,9 poin. Demikian pula peningkatan pendapatan dari 20 persen
warga termiskin golongan kedua dan ketiga, turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi

Tingginya ketimpangan menimbulkan dampak sosial yang dapat memperparah


konflik. Ketika masyarakat menyadari adanya jurang pendapatan dan kekayaan, maka
potensi ketegangan sosial dan ketidakrukunan sangat mungkin terjadi sehingga dapat
menimbulkan konflik. Memang terbukti bahwa daerah-daerah dengan tingkat
ketimpangan lebih tinggi dari Rata-rata di indonesia memiliki rasio konflik 1,6 kali lebih
besar dibandingkan daerah dengan tingkat ketimpangan lebih rendah. Seperti yang
terlihat pada bagan berikut, masyarakat indonesia sudah menyadari adanya ketimpangan
yang terlalu tinggi dan harus dikurangi. Konflik tentunya dapat mengurangi
pertumbuhan ekonomi melalui gangguan tenaga kerja dan penurunan investasi.

Dampak semakin buruk ketika ketimpangan disebabkan oleh perilaku cari


untung sendiri mencoba menguasai sumber daya yang ada tanpa menghasilkan
kekayaan baru melalui Kegiatan produktif. Oknum-oknum tertentu mencari perlakuan
khusus dan perlindungan terhadap posisi mereka, sehingga menyebabkan kesalahan
alokasi sumber daya, korupsi dan nepotisme, yang semuanya dapat menimbulkan
biaya sosial dan ekonomi yang tinggi, termasuk hilangnya kepercayaan terhadap
lembaga publik
3. Mengurangi Ketimpangan
Ketimpangan yang tinggi dan semakin meningkat bukan bagian yang harus terjadi
dari proses pembangunan. Banyak ekonomi negara tetangga telah tumbuh tanpa
meningkatkan ketimpangan antara orang kaya dan miskin. Ketimpangan naik pesat di
indonesia bersamaan dengan meningkat atau menurunnya kestabilan di negara tetangga di
asia timur yang juga tengah berkembang pesat seperti malaysia, thailand dan vietnam. Ini
menandakan bahwa ketimpangan bukanlah efek samping tak terhindarkan dari
pertumbuhan. Faktanya, sejumlah negara seperti brasil telah berhasil memperlambat dan
pada akhirnya membalikkan ketimpangan yang meningkat melalui pendekatan kebijakan
terencana

Kebijakan publik dapat membantu mengurangi dampak faktor-faktor di luar kendali


individu yang memengaruhi nasib masyarakat, dengan memastikan bahwa mereka tidak lagi
terbagi menjadi orang berpunya dan tidak berpunya sejak sebelum lahir. Tidak semua
ketimpangan perlu diatasi. Pemerintah dapat berusaha mengatasi ketimpangan yang
disebabkan faktor-faktor di luar kendali individu, dan membiarkan ketimpangan yang
memberi imbalan untuk individu yang bekerja keras, mengambil risiko dan berinovasi.
Ini berarti memutus siklus kemiskinan dan ketimpangan yang diwariskan dari generasi ke
generasi. Semua anak harus terlahir sehat, tumbuh dengan baik pada usia dini, pergi ke
sekolah dan mengenyam pendidikan berkualitas, serta memasuki lapangan kerja dengan
keterampilan yang tepat untuk ekonomi masakini yang modern dan dinamis. Selain itu,
semua keluarga memerlukan akses pada mekanisme yang dapat melindungi mereka dari
berbagai potensi guncangan yang dapat melanda dalam hidup. Harus ada lebih banyak
orang yang memperoleh akses pada aset keuangan dan fisik seiring waktu, dan
membayar pajak dengan besaran adil atas pendapatan yang mereka hasilkan. Untuk
melakukan ini, para pembuat kebijakan punya serangkaian instrumen yang dapat
digunakan. Instrumen terbaik adalah yang dapat mengatasi pendorong utama naiknya
ketimpangan sekaligus memungkinkan secara politik.

Adapun beberapa saran yang harus dipenuhi yaitu :


a) Memperbaiki pelayanan publik di daerah untuk memberi peluang setara bagi
semua orang: Kunci agar generasi berikutnya mendapatkan awal yang lebih baik
adalah meningkatkan pelayanan publik di daerah, yang dapat memperbaiki
peluang kesehatan, pendidikan dan keluarga berencana bagi semua orang.
b) Menggalakkan lapangan pekerjaan yang lebih baik dan kesempatan melatih
keterampilan bagi tenaga kerja: Pekerja yang dulu tidak mendapatkan awal yang adil
masih bisa meningkatkan keterampilan mereka. Saat keterampilan mereka sudah
meningkat, Pemerintah dapat membantu dengan memastikan tersedianya pekerjaan
yang lebih baik melalui iklim investasi yang lebih kondusif dan peraturan
perlindungan tenaga kerja yang tidak kaku tapi lebih efektif.
c) Memastikan perlindungan dari guncangan: Kebijakan pemerintah dapat
mengurangi frekuensi dan keparahan guncangan, sekaligus memberikan
mekanisme penanggulangan agar semua rumah tangga memiliki akses ke
perlindungan memadai jika guncangan melanda.
d) Menggunakan pajak dan anggaran belanja pemerintah untuk mengurangi
ketimpangan saat ini dan di masa depan: Prioritas terakhir ini adalah prasyarat untuk
ketiga prioritas pertama. Menetapkan kebijakan fiskal yang tepat sehingga mampu
meningkatkan belanja negara untuk infrastruktur, kesehatan dan pendidikan, bantuan
sosial serta jaminan sosial. Pemerintah menciptakan peluang yang lebih setara di
masa depan dan lapangan kerja yang lebih baik di masa kini agar rumah tangga
berkemampuan melindungi diri sendiri. Artinya, ketiga tindakan prioritas pertama
hanya mungkin dilakukan jika anggaran belanja negara cukup dan efektif. Hasil
pajak untuk mendanai anggaran belanja dapat digunakan mengurangi ketimpangan
saat ini, sekaligus mengatasi sebagian aspek konsentrasi kekayaan yang tidak adil.

Studi Kasus

Bagaimana Brazil Mengurangi Ketimpangan?


Brasil telah berhasil mengurangi ketimpangan pada tahun 2000an, meskipun diawali
dengan keadaan yang amat tidak setara. Antara tahun 2001 dan 2009, rasio Gini penghasilan
Brasil turun lima poin dari 58,8 ke 53,7.Penurunan ini lebih drastis daripada rata-rata di
wilayah Amerika Latin, yang juga mengalami penurunan ketimpangan selama era 2000an.
Dengan banyak persamaan antara konteks Brasil dan Indonesia,ada beberapa
pelajaran relevan yang dapat diambil tentang cara mengurangi ketimpangan. Brasil mirip
dengan Indonesia dalam beberapa hal: ekonomi Brasil yang besar dan berbasis sumber daya
alam mengalami pertumbuhan pesat selama tahun 2000an; sistem politiknya sangat
terdesentralisasi; Brasil telah melewati transisi untuk menjadi negara berpendapatan
menengah atas. Brasil pun sempat didera ketimpangan pendapatan dan peluang yang tinggi
serupa dengan yang dialami Indonesia kini. Ada empat pendorong di balik menurunnya
tingkat ketimpangan di Brasil yang dapat dipelajari oleh Indonesia:
a) Stabilitas makroekonomi
b) Perluasan pendidikan dasar dan mengengah
c) Belanja Negara yang pro rakyat miskin dan
d) Perluasan bantuan sosial.
Warga miskin telah mengambil manfaat dari stabilitas dan pertumbuhan
makroekonomi. Karena kaum miskin tidak punya akses pada instrumen keuangan yang dapat
melindungi mereka dari inflasi, iklim makroekonomi yang menjaga harga barang tetap stabil
menguntungkan warga miskin dan rentan di Brazil. Pada saat yang sama, pembangunan
ekonomi secara luas telah mendorong terciptanya lapangan kerja, sehingga memungkinkan
rumah tangga miskin untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik.
Perluasan pendidikan dasar dan menengah telah mengubah profil tenaga kerja.
Ketimpangan pendapatan pekerja di Brasil sebagian besar disebabkan ketimpangan di
bidang pendidikan. Brasil mulai melaksanakan kebijakan terencana untuk memperluas
pendidikan bagi rumah tangga miskin. Perluasan ini amatlah sukses. Pada tahun 1993,
anak yang ayahnya tidak mengenyam pendidikan formal hanya bersekolah selama empat
tahun, sedangkan
saat ini siswa bersekolah selama 9-11 tahun, tak peduli tingkat pendidikan orang
tuanya. Saat semakin banyak pekerja menjadi terampil, mereka pun menikmati upah lebih
tinggi. Ini berarti ada lebih sedikit pekerja tidak terampil. Seiring pertumbuhan ekonomi,
permintaan terhadap pekerja tidak terampil pun meningkat, dan upah untuk pekerja tidak
terampil juga naik. Diperkirakan bahwa menurunnya perbedaan upah antara pekerja terampil
dan tidak terampil menyumbang dua pertiga penurunan ketimpangan.
Kebijakan belanja Negara yang lebih pro rakyat miskin, dan perluasan signifikan
bantuan sosial, juga memberi kontribusi pada penurunan ketimpangan. Nyaris separuh belanja
pemerintah dihabiskan untuk program sosial, termasuk bantuan langsung tunai, kesehatan dan
pendidikan.
Kenaikan signifikan belanja negara untuk bantuan sosial memainkan peran penting
dalam mengurangi ketimpangan. Peningkatan bantuan kontribusi dan nonkontribusi dari
pemerintah Brasil menyumbang sekitar 30 persen pengurangan rasio Gini antara tahun 2001
dan 2009.
Yang terpenting adalah perluasan Bolsa Familia, yaitu program bantuan langsung
tunai bersyarat, yang mirip PKH di Indonesia. Tidak seperti PKH yang hanya
menjangkau sekitar 5 persen rumah tangga di Indonesia, Bolsa Familia telah
berkembang hingga menjangkau 25 persen rumah tangga di Brasil, dan dipandang
sebagai salah satu kontribusi yang paling efektif dalam hal biaya untuk menjangkau kaum
miskin dan mengurangi ketimpangan. Program-program lain seperti Beneficio de
Prestacao Continuada ( jaminan pensiun nonkontribusi) memberikan tingkat manfaat lebih
tinggi daripada Bolsa Familia, tapi memainkan peran lebih kecil dalam mengurangi
ketimpangan, sementara program jaminan sosial formal dan sektor publik
perkembangannya sangat kurang.

Berkat kebijakan-kebijakan ini, pendapatan orang miskin di Brasil naik paling


tinggi selama periode tersebut. Pertumbuhan pendapatan rata-rata untuk separuh populasi
Brasil yang lebih miskin berada di atas rata-rata nasional. Warga termiskin paling
diuntungkan, terbukti dengan pertumbuhan pendapatan per kapita rata-rata sebesar 12
persen per tahun, nyaris dua kali lipat rata-rata nasional dan 10 kali lipat dari angka untuk
10 persen warga terkaya.

Kasus Brazil menunjukkan bahwa penurunan ketimpangan secara signifikan


adalah hal yang mungkin. Jelas bahwa Indonesia bisa melakukan lebih dari sekadar
memperlambat peningkatan ketimpangan, dan bahkan bisa mulai menguranginya, jika
hal ini menjadi salah satu prioritas utama pemerintah dan pemerintah mengembangkan
strategi yang koheren dan spesifik.

b) Indeks Gini
Rasio Gini atau koefisien adalah alat mengukur derajat ketidakmerataan distribusi
penduduk. Ini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang
membandingkan distribusi dari suatu variable tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi
uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk.

Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan agregat
(secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu
(ketimpangan yang sempurna). Koefisien Gini dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang
yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh bidang di mana
kurva Lorenz itu berada. Perhatikan gambar berikut:

Dari gambar di atas, sumbu horisontal menggambarkan prosentase kumulatif penduduk,


sedangkan sumbu vertikal menyatakan bagian dari total pendapatan yang diterima oleh masing-
masing prosentase penduduk tersebut. Sedangkan garis diagonal di tengah disebut “garis
kemerataan sempurna”. Karena setiap titik pada garis diagonal merupakan tempat kedudukan
prosentase penduduk yang sama dengan prosentase penerimaan pendapatan.
Semakin jauh jarak garis kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin tinggi tingkat
ketidakmerataannya. Sebaliknya semakin dekat jarak kurva Lorenz dari garis diagonal, semakin
tinggi tingkat pemerataan distribusi pendapatannya. Pada gambar di atas, besarnya ketimpangan
digambarkan sebagai daerah yang diarsir.
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa suatu distribusi pendapatan makin merata jika
nilai Koefisien Gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin
tidak merata jika nilai Koefisien Gininya makin mendekati satu. Perhatikan tabel berikut:
Tabel: Patokan Nilai Koefisien Gini

Nilai Koefisien Distribusi Pendapatan

<0.4 Tingkat ketimpangan


rendah
0,4-0,5 Tingkat ketimpangan
sedang
>0,5 Tingkat ketimpangan tinggi

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor
Per.25/MEN/IX/2009 Tentang Tingkat Pengembangan Pemukiman Transmigrasi, gini rasio
merupakan ukuran pemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan dalam 10
kelas pendapatan (decille)

Rumus Gini Ratio:

GR = 1 - ∑fi [Yi + Yi-1]

Ket : fi = jumlah persen (%) penerima pendapatan kelas


ke i. Yi = jumlah kumulatif (%) pendapatan pada
kelas ke i.
Nilai GR terletak antara nol sampai dengan satu.

Bila GR = 0, ketimpangan pendapatan merata sempurna, artinya setiap orang menerima


pendapatan yang sama dengan yang lainnya.

Bila GR = 1 artinya ketimpangan pendapatan timpang sempurna atau pendapatan itu hanya
diterima oleh satu orang atau satu kelompok saja.

c) Indeks Wiliamson

Formulasi Indeks Williamson


Menurut Sjafrizal (2012) Salah satu model yang cukup representatif untuk mengukur
tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah indeks williamson yang dikemukakan
oleh Williamson (1965). Williamson mengemukakan model Vw (indeks tertimbang atau weighted
index terhadap jumlah penduduk) dan Vuw (tidak tertimbang atau un-weighted index) untuk
mengukur tingkat ketimpangan pendapatan per kapita suatu negara pada waktu tertentu. Walaupun
indeks ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitive terhadap definisi wilayah
yang digunakan dalam perhitungan, namun demikian indeks ini lazim digunakan dalam mengukur
ketimpangan pembangunan antar wilayah (Sjafrizal, 2012). Formulasi Indeks Williamson yang
digunakan menurut Sjafrizal (2012) yaitu:
2.2 Keterkaitan kemiskinan dan ketimpangan dengan teori-teori pembangunan

1.  Pengertian Kemiskinan dan Ketimpangan Pembangunan


Secara harfiah, kemiskinan berasal dari kata dasar miskin yang artinya tidak berharta-
benda (Poerwadarminta, 1976). Dalam pengertian yang lebih luas, kemiskinan dapat
dikonotasikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan baik secara individu, keluarga, maupun
kelompok sehingga kondisi ini rentan terhadap timbulnya permasalahan sosial yang lain.
Kemiskinan dipandang sebagai kondisi seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan
perempuan yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya secara layak untuk menempuh dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Dengan demikian, kemiskinan tidak lagi
dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak
dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, dalam menjalani
kehidupan secara bermartabat.
Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang,
pangan, dan papan. Akan tetapi, kemiskinan juga berarti akses yang rendah dalam sumber daya
dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup, antara lain: ilmu
pengetahuan, informasi,teknologi, dan modal. Dari berbagai sudut pandang tentang pengertian
kemiskinan, pada dasarnya bentuk kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi tiga pengertian,
yaitu:
a) Kemiskinan Absolut. Seseorang dikategorikan termasuk ke dalam golongan miskin absolut
apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum, yaitu: pangan, sandang, kesehatan, papan, dan
pendidikan. Biasanya orang yang mengalami kemiskinan absolute adalah mereka yang
cacat sehingga tidak bisa bekerja, orang jompo yang miskin, serta orang – orang yang
tinggal di kawasan yang tandus dan sulitnya pekerjaan di daerah tersebut.
b) Kemiskinan Relatif. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas
garis kemiskinan tetapi masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.
c) Hampir Miskin. Keadaan dimana orang – orang yang sebelumnya berkecukupan menjadi
hampir miskin karena kondisi usahanya yang merosot.
Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang dilakukan
secara terusmenerus oleh sutau Negara untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik. Setiap
individu (society) atau Negara (state) akan selalu bekerja keras untuk melakukan
pembangunan demi kelangsungan hidupnya untuk masa ini dan masa yang akan datang.
Pembangunan dapat diartikan sebagai upaya terencana dan terprogram yang dilakukan secara
terus menerus oleh suatu negara untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik, dan
merupakan proses dinamis untuk mencapai kesejahtraan masyarakat. proses kegiatan yang
dilakukan dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup
masyarakat.
Kemiskinan dan ketimpangan pembangunan layaaknya satu unsur yang tak dapat di
pisahkan. Kemiskinan ada di akibatkan karena adanya ketimpangan sosial dalam suatu Negara.
Dimana sebagian besar pendapatan suatu neara hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang dan
yang lainnya mendapat porsi yang kecil atau malah tidak mendapatkannya.

2.  Penyebab Kemiskinan dan Ketimpangan Pembangunan di Indonesia


a. Tingkat dan laju pertumbuhan output yang tidak seimbang
b. Rendahnya tingkat upah neto
c. Distribusi pendapatan yang tidak merata
d. Kesempatan kerja lebih sedikit dibanding jumlah pekerjaan
e. Tingginya tingkat inflasi
f. Perbedaan mencolok alokasi serta kualitas SDA dan ketersediaan fasilitas umum antar
daerah
g. Bencana alam
h. Penggunaan teknologi dan tingkat & jenis pendidikan yang terjadi secara mendadak
i.  Guncangan politik dan peperangan
j.  Terpusatnya kegiatan ekonomi hanya pada beberapa wilayah, misalnya : pembangunan
hanya di pulau Jawa.
k. Alokasi investasi yang tidak seimbang.
l. Arus sirkulasi faktor produksi yang rendah antar daerah satu dengan lainnya.

3.  Akibat Kemiskinan dan Ketimpangan Pembangunan Indonesia


a. Kemiskinan yang terjadi di semua sektor
b. Meningkatnya tingkat urbanisasi
c. Tingginya tingkat kriminalitas
d. Banyak nya bangunan liar dan pemukiman kumuh dikota
e. Kurangnya wawasan bagi penduduk daerah terpencil
f. Ketidakpercayaan masyarakt terhadap pemerintah
g. Munculnya organisasi-organisasi separatis

4. Solusi Untuk Kemiskinan dan Ketimpangan Pembangunan Indonesia


a. Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan
Salah satu penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah
karena adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam yang cukup besar antar daerah.
Sementara itu, ketidak lancaran proses perdagangan dan mobilitas faktor produksi antar
daerah juga turut mendorong terjadinya ketimpangan wilayah tersebut. Karena itu,
kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan tersebut adalah
dengan mempelancar mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah

b. Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan


Untuk mengurangi kepentingan pembangun antar wilayah, kebijakan dan upaya lain
yang dapat dilakukan adalah mendorong pelaksanaan transmigrasi dan migrasi spontan.
Transmigrasi adalah pemindahan penduduk ke daerah kurang berkembang dengan
menggunakan fasilitas dan dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah
perpindahan penduduk yang dilakukan secara sukarela menggunakan biaya sendiri. Melalui
proses transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh
daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga prosees pembangunan daerah
bersangutan akan dapat pula digerakan.

c. Pengembangan Pusat Pertumbuhan


Kebijakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan
antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat pertumbuhan. Kebijakan ini
diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena pusat
pertumbuhan tersebut menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi secara sekaligus.
Aspek konsentrasi diperluka agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat
dilakukan dengan masih terus mempertahankan tingkat efesiensi usaha yang sangat
diperlukan untuk mengembangkan usaha tersebut. Sedangkan aspek desentralisasi
diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antar daerah dapat dilakukan sehingga
ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.

d. Pembatasan pajak dan retribusi daerah yang merugikan usaha lokal dan orang miskin
Salah satu sumber penghasilan terpenting bagi penduduk miskin didaerah pedesaan
adalah wiraswasta dan usaha pendukung pertanian. Setengah dari penghasilan masyarakat
petani miskin berasal dari usaha pendukung pertanian. Untuk meningkatkan penghasilan
tersebut, terutama yang berasal dari usaha kecil dan menengah, perlu dibangun iklim usaha
yang lebih kondusif. Sayangnya, sejak proses desentralisasi dijalankan, pemerintah daerah
berlomba-lomba meningkatkan pendapatan mereka dengan cara mengenakan pajak dan
pungutan daerah yang lebih tinggi.
Usahawan pada saat ini harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk
mengurus berbagai izin yang sebelumnya dapat mereka peroleh secara cuma-cuma. Belum
lagi beban dari berbagai pungutan liar yang harus dibayarkan untuk menjamin
pengangkutan barang berjalan secara lancar dan aman. Berbagai biaya ini menghambat
pertumbuhan usaha di tingkat local dan menurunkan harga jual yang diperoleh penduduk
miskin atas barang yang mereka produksi.

e. Melindungi Usaha – Usaha Kecil Menengah


Perdagangan bebas yang telah disepakati oleh Indonesia baik itu AFTA maupun
tingkat regional sedikit banyak merugikan usaha kecil menengah terutama mereka yang
kalah bersaing oleh produk – produk Cina yang murah – murah. Oleh karena itu pemerintah
harus melindungi usaha ini karena jika UKM kalah bersaing maka dampaknya akan
menambah pengangguran dan terutama kemiskinan.

f. Pembenahan Birokrasi Pendirian Usaha


Birokrasi yang berbelit – belit seringkali membuat orang sulit mendirikan usaha,
terlebih jika banyak pungutan sana – sini. Sebaiknya pemerintah mulai mengadakan
perombakan birokrasi agar para usahawan lebih mudah mendirikan usahanya serta
mengembangkannya.

g. Pemberian Pelatihan dan Seminar yang Memadai untuk memberikan ketrampilan


Ketrampilan adalah modal utama untuk membuka usaha karena tanpa ijazah pun
orang bisa membuka sebuah usaha jika memiliki ketrampilan untuk berdagang atau menjual
ketrampilannya. Pelatihan ketrampilan dan seminar yang diadakan pihak swasta /
pemerintah akan sangat membantu para usahawan untuk mengembangkan usahanya.

h. Menjalankan program pekerjaan umum yang bersifat padat karya


Program seperti ini dapat menjadi cara yang efektif untuk menyediakan fasilitas
jalan di pedesaan disamping sebagai bentuk perlindungan sosial. Untuk daerah yang
terisolir, program ini bahkan dapat mengurangi biaya pembangunan. Proyek padat karya
juga efektif memberdayakan masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap, namun
proyek ini juga bukan merupakan solusi jangka panjang karena proyek padat karya yang
ada sifatnya hanya memberikan pekerjaan sementara saja.

i. Menyediakan lebih banyak dana untuk daerah-daerah miskin


Kesenjangan fiskal antar daerah di Indonesia sangatlah terasa.Pemerintah daerah
terkaya di Indonesia mempunyai pendapatan perpenduduk 46 kali lebih tinggi dari
pemerintah di daerah termiskin. Akibatnya pemerintah daerah yang miskin sering tidak
dapat menyediakan pelayanan yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Pemberian dana yang terarah dengan baik dapat membantu masalah ini.

j. Membangun lembaga - lembaga pembiayaan mikro yang memberi manfaat pada


penduduk miskin
Sekitar 50 persen rumah tangga tidak memiliki akses yang baik terhadap lembaga
pembiayaan, sementara hanya 40 persen yang memiliki rekening tabungan. Kondisi ini
terlihat lebih parah di daerah pedesaan. Solusinya bukanlah dengan memberikan pinjaman
bersubsidi. Program pemberian pinjaman bersubsidi tidak dapat dipungkiri telah memberi
manfaat kepada penerimannya. Tetapi program ini juga melumpuhkan perkembangan
lembaga pembiayaan mikro (LPM) yang beroperasi secara komersial. Padahal, lembaga-
lembaga semacam inilah yang dapat diandalkan untuk melayani masyarakat miskin secara
lebih luas. Solusi yang lebih tepat adalah memanfaaatkan dan mendorong pemberian kredit
dari bank-bank komersial kepada lembaga-lembaga pembiayaan mikro tersebut.

k. Perbaikan atas kualitas pendidikan dan penyediaan pendidikan transisi untuk sekolah
menengah
Indonesia telah mencapai hasil yang memuaskan dalam meningkatkan partisipasi di
tingkat pendidikan dasar. Hanya saja,banyak anak-anak dari keluarga miskin yang tidak
dapat melanjutkan pendidikan dan terpaksa keluar dari sekolah dasar sebelum
dapat menamatkannya. Hal ini terkait erat dengan masalah utama pendidikan di Indonesia,
yaitu buruknya kualitas pendidikan.

l. Peningkatan tingkat kesehatan melalui fasilitas sanitasi yang lebih baik


Indonesia sedang mengalami krisis penyediaan fasilitas sanitasi. Hanya kurang dari
satu persen limbah rumah tangga di Indonesiayang menjadi bagian dari sistem
pembuangan. Penyediaan fasilitas limbah lokal tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas
pengumpulan, pengolahan dan pembuangan akhir. Akibatnya, penduduk miskin cenderung
menggunakan air dari sungai yang telah tercemar. Tempat tinggal mereka juga sering
berada didekat tempat pembuangan limbah. Hal ini membuat penduduk miskin cenderung
menjadi lebih mudah sakit dan tidak produktif.

m. Pemberian hak penggunaan tanah bagi penduduk miskin


Adanya kepastian dalam kepemilikan tanah merupakan faktor penting untuk
meningkatkan investasi dan produktifitas pertanian. Pemberian hak atas tanah juga
membuka akses penduduk miskin pada kredit dan pinjaman. Dengan memiliki sertifikat
kepemilikan mereka dapat meminjam uang, menginvestasikannya dan mendapatkan hasil
yang lebih tinggi dari aktifitas mereka. Sayangnya, hanya 25 persen pemilik tanah di
pedesaan yang memilikibukti legal kepemilikan tanah mereka. Ini sangat jauh dari kondisi
di Cina dan Vietnam, dimana sertifikat hak guna tanah dimiliki oleh hampir seluruh
penduduk.

n. Merancang perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran


Program perlindungan yang tersedia saat ini, seperti beras untuk orang miskin serta
subsidi bahan bakar dan listrik, dapat dikatakan belum mencapai sasaran dengan baik.
Teori-Teori Pembangunan
Teori pembangunan dikelompokkan dalam apa yang disebut dengan teori modernisasi dan
teori struktural. Teori modernisasi adalah teori yang menjelaskan bahwa kemiskinan terutama
disebabkan oleh faktor-faktor internal atau faktor yang terdapat di dalam negeri bersangkutan,
sehingga diperlukan perbaikan internal. Teori modernisasi mendominasi pemikiran tentang teori
pembanvgunan dalam literatur ekonomi arus utama. Beberapa teori dikemukakan se bagaimana
dijelaskan sebagai berikut.
a) Teori David Ricardo
Teori Ricardo menyatakan bahwa output nasional (GDP) tergantung/ditentukan semata-
mata oleh jumlah penduduk (sebagai tenaga kerja). Apabila jumlah penduduk menngkat
pesat maka output akan meningkat pula dan sebaliknya. Dalam hal ini Ricardo menyatakan
bahwa jumlah penduduk ditentukan oleh tingkat upah yang berlaku, karena tingkat upah
konstan pada tingkat upah alamiah, pertumbuhan penduduk tumbuh konstan, maka bagian
dari kaum kapital juga konstan pada tingkat yang minimal, akumulasi kapital berhenti.
Dengan teorinya Ricardo menunjukkan bahwa pertumbuhan output (pertumbuhan ekonomi)
akan bisa terjadi tanpa diikuti dengan perubahan bagian dari masing-masing pelaku
ekonomi.

b) Teori Arthur Lewis


Menurut Lewis perkembangan ekonomi yang pesat tidak diikuti dengan kenaikan
kesejahteraan dari kaum buruh. Dalam teori Lewis disimpulkan bahwa ketika kapitalis
meningkat kesejahteraannya, kehidupan buruh tetap pas-pasan. Pertumbuhan ekonomi
semacam itu akan terus berlangsung. Situasinya akan berubah yaitu dengan kenaikan upah
buruh ketika tidak ada lagi surplus tenaga kerja, sektor modern berkembang amat cepat dan
sektor tradisional menggunakan teknik baru.

c) Teori Harrod Domar


Inti dari teori ini adalah bahwa menurut Harrod-Domar pertumbuhan ekonomi ditentukan
oleh tingginya tingkat tabungan. jika tingkat tabungan rendah maka pertumbuhan ekonomi
akan rendah juga, demikian pula sebaliknya. Harrod-Domar pada dasarnya mengingatkan
bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi hanya akan terjamin bila terjadi keseimbangan antara
sisi produksi dengan sisi pengeluaran.

d) Teori Rostow
Rostow mencatat adanya tahap-tahap pertumbuhan ekonomi yaitu:
1. Tahap Masyarakat Tradisional
2. Tahap Prasyarat Untuk Lepas Landas

3. Tahap Lepas Landas


4. Tahap Dorongan Kearah Kedewasaan
5. Tahap Konsumsi Massal yang Tinggi

e) Teori Joseph Schumpeter


Josep Schumpeter dalam teorinya menekankan pentingnya inovasi sebagai sumber utama
pembangunan. Inovasi merupakan penemuan hal-hal baru yang diaplikasikan dalam
masyarakat sehingga bisa meningkatkan efisiensi. Hal baru itu bisa berupa penemuan
produk baru, penemuan sumber bahan baku baru, penemuan teknik produksi baru,
penemuan pasar baru maupun penemuan manajemen baru yang lebih efisien.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia telah melalui transformasi yang mengagumkan dalam lima belas tahun terakhir.
Angka kemiskinan nasional telah berkurang setengahnya, dari 24 persen di tahun 1999 menjadi 11.3
persen di tahun 2014. Rerata pertumbuhan ekonomi bertahan di angka sekitar 6 persen dalam
dasawarsa terakhir. Indonesia juga menjadi anggota G-20, satu-satunya dari Asia Tenggara.

Namun, perjalanan menuju kesejahteraan bersama masih belum selesai. Indonesia berisiko
tidak membantu rakyat miskin dan rentannya. Pengentasan kemiskinan mulai stagnan, dengan
penurunan yang mendekati nol pada tahun 2014. Ketimpangan pendapatan naik dengan cepat dan
hampir sepertiganya berasal dari ketimpangan kesempatan. Anak-anak yang sehat dan terdidik hidup
berdampingan dengan anak-anak yang menderita malnutrisi, tidak mampu belajar di sekolah, dan
putus sekolah terlalu dini. Ketimpangan antar daerah juga mencolok: hanya 6 persen anak di Jakarta
yang tidak memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi, sedangkan di Papua, 98 persen anak tidak
memiliki akses sanitasi yang layak.

Tingkat ketimpangan yang tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, sementara


negara yang lebih setara dapat tumbuh lebih cepat. Tingginya ketimpangan dapat mengurangi
pertumbuhan ekonomi bagi seluruh masyarakat jika warga miskin tidak mampu berinvestasi
dengan tepat dalam pertumbuhan anak-anak mereka, jika warga gagal keluar dari kemiskinan
dan kerentanan dan pindah ke kelas konsumen, dan jika warga tidak bisa mendapatkan
pekerjaan produktif. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa rasio gini yang lebih tinggi
mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dan kurang stabil. Ketika total
penghasilan dari 20 persen warga terkaya naik 5 poin persentase, pertumbuhan ekonomi turun
0,4 poin. Sebaliknya, ketika total penghasilan dari 20 persen warga termiskin naik sebesar 5
poin persentase, pertumbuhan justru naik 1,9 poin. Demikian pula peningkatan pendapatan
dari 20 persen warga termiskin golongan kedua dan ketiga, turut meningkatkan pertumbuhan
ekonomi

Anda mungkin juga menyukai