Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN TUTORIAL

Blok Tropical Medicine

MODUL I: MALARIA

Disusun Oleh :

ROBY VRANSISKO MANURUNG

217 210 024

Grup Tutor A3

Fasilitator

dr. Ivonne R.V.O Situmeang M.Kes M.Pd(Ked)

Fakultas Kedokteran

Universitas Methodist Indonesia

2020/21

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan hasil
Laporan Tutorial blok Tropical Medicine ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Dalam penyusunan laporan tutorial blok Tropikal Medik ini, penulis menyadari
sepenuhnya banyak terdapat kekurangan di dalam penyajiannya. Hal ini disebabkan terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, penulis menyadari bahwa tanpa adanya
bimbingan dan bantuan dari semua pihak tidaklah mungkin hasil laporan tutorial blok Tropical
Medicine dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikanlaporan dengan baik.
2. dr. Ivonne R.V.O Situmeang M.Kes M.Pd(Ked). Selaku dosen atas segala masukkan,
bimbingan dan kesabaran dalam menghadapi segala keterbatasan penulis.

Akhir kata, segala bantuan serta amal baik yang telah diberikan kepada penulis,
mendapatkan balasan dari Tuhan, serta Laporan Tutorial blok Tropical Medicine ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca umumnya.

Medan, 27 Maret 2020

Roby Vransisko Manurung

2
Dr. dr. Endy Julianto, MKT, AlFO-K Prof. dr. A. A. Depari, DTM&H, Sp. Par-K

SKENARIO
Tn. Budi 40 Tahun dlbawa he IGD RS dengan keluhan kejang skitar 8 menit diikuti dengan
penurunan kesadaran sejak empat jam yang lalu. Sebelumnya tiga minggu yang lalu berwisata ke
Kepulauan Bangka Belitung selama tiga hari. Satu mmggu yang lalu Tn. lbnu mengeluh demam
yang diikuti dengan perasaan menggigil dan berkeringat. Pasien Juga mengeluh lesu, nyeri
kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak nyaman pada perut serta diare ringan. BAK
berwarna seperti kopi. Bicara tidak pelo (cadel) dan tidak ada anggota gerak yang lemah sesisi.
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran GCS 9, pupil isokor RC (+/+)N, konjunctiva palpebral anemis, sclera ikterik, kaku
kuduk (-), thorax dalam batas normal, abdomen : hepar tidak teraba, lien Schuffner 1.
Pemerilsaan Laboratorium :
Hb 5,6 mg dL. GDS I40 mg%, preparat sediaan hapus darah tebal didapatkan delicate ring dan
gametosit berbentuk pisang. kepadatan parasite 13.800uL dan preparat darah tipis didapatkan
hasil P. falciparum (+). Pemeriksaan penunjang yang lain belum dikenakan karena tidak ada
fasilitas.

I. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Lien Schuffner :
Pemeriksaan fisik abdomen untuk mentukan pembasaran limfa (dengan nilai 1-8)
2. Delicate ring :
- Cincin halus yan menentukan stadium dari plasmodilum
- Bentuk cincin protozoid

II. DEFINISI MASALAH


1. Kejang selama 8 menit diikuti dengan penurunan kesadaran sejak empat jam yang
lalu
2. Demam disertai perasaan menggigil
3. Pasien mengeluh lesu, nyeri kepala, nyeri pada tulang dan sendi, rasa tidak
nyaman pada perut serta diare ringan
4. Glasgow coma scale 9
5. Konjunctiva palpebral anemis, sclera ikterik, lien Schuffner 1
6. Berwisata ke pulau Bangka Belitung
7. Preparat darah tipis didapatkan hasil P. falciparum (+)

3
III. ANALISA MASALAH
1. Kejang selama diikuti dengan penurunan kesadaran disebabkan oleh :
- Parasite P. falciparum masuk kedalam darah → sel darah merah pecah dan
mengakibatkan hambatam di otak
- Eritrosit yang terinfeksi melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi →
pembekuan darah
- Infeksi P. falciparum → hipoglikemi → akumulasi as. laktat →asidosis
metabolic
2. Demam disertai perasaan menggigil disebabkan oleh pecahnya sel darah merah
3. Lesu dikibatkan oleh :
- Keadaan hipoglikemi
- Kekurangan cairan akibat diare
- Keadaan hiponatremia
Nyeri kepala dikibatkan oleh :
- Toksin dari parasite yang menyebabkan infeksi
Nyeri tulang/sendi dikibatkan oleh :
- Stimulasi PGE 2 di perifer
4. GCS →respon pasien mencakup 3 hal, yaitu : reaksi membuka mata, bicara dan
motoric yang menentukan tingkat kesadaran. Tingkat kesadaran pada pasien
somnolen.
5. Konjunctiva palpebral anemis
- Hb rendah
Sclera ikterik
- Penumpukan bilirubin pd sklera
Lien Schuffner 1
- Limfa mengalami kongesti, menghitam dan mengeras akibat timbulnya
pigmen eritrosit parasit
6. Berwisata ke pulau Bangka Belitung yang merupakan daerah endemis malaria
7. Pasien terindikasi malaria karena dijumpai P. falciparum

4
IV. KERANGKA KONSEP

Budi, 41 tahun

K.U : Kejang disertai


penurunan kesadaran

Anamnesa : Pem. penunjang :


Pem. Fisik :
- 3 minggu lalu - Hb 5,6 mgdL
- konjunctiva
berwisata ke - GDS I40 mg%,
palpebral anemis,
Bangka Belitung - sclera ikterik, - delicate ring
- Bicara tidak jelas - lien Schuffner 1 - kepadatan parasite
- Menggigil 13.800uL
- Diare - P. falciparum (+).

DD : Malaria
Palciparum, Demam
Tifoid, Demam Dengue

V. LEARNING OBJECTIVE
1. Definisi dan menifestasi klinis dari malaria
2. Klasifikasi parasite penyebab malaria
3. Patofisiologi dan gejala
4. Pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mendukung diagnosis
5. Menjelaskan DD
6. Morfologi dan daur hidup malaria
7. Pencegahan malaria
8. Penatalaksanaan dan prognosis
9. Pengaruh malaria terhadap imun tubuh
10. Komplikasi

5
VI. PEMBAHASAN LO

1. Defenisi dan Manifestasi klinis dari malaria


Malaria adalah penyakit yang menyerang sel darah merah disebabkan oleh parasit
plasmodium ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
yang terinfeksi. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Asia
Tenggara, Amerika Tengah dan Selatan. Terdapat 5 spesies parasit plasmodium
yang menyebabkan malaria pada manusia yaitu Plasmodium falsifarum,
Plasmodium vivax, Plasmodium oval, Plasmodium malariae dan Plasmodium
knowlesi. Dari beberapa spesies tersebut jenis Plasmodium falsifarum dan
Plasmodium vivax menjadi ancaman terbesar. Plasmodium falciparum merupakan
malaria yang paling berbahaya dapat menyebabkan malaria berat sementara
Plasmodium vivax tersebar paling luas terutama di Asia jika tidak ditangani
dengan cepat dapat menyebabkan komplikasi hingga kematian terutama pada
anak-anak. Di Indonesia, ada beberapa provinsi yang sudah terbebas dari malaria,
namun masih ada juga provinsi-provinsi yang merupakan daerah endemis tinggi
malaria (>5 penderita malaria per 1000 penduduk). Provinsi yang termasuk ke
dalam daerah endemis tinggi malaria adalah Papua Barat, Papua, NTT, Maluku,
Maluku Utara, dan Sumatera Utara. Gejala malaria yang utama yaitu demam, dan
menggigil, juga dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot atau
pegal-pegal.
2. Klasifikasi parasite penyebab malaria
Menurut World Health Organization (WHO) malaria dapat diklasifikasikan
menjadi 5 yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,
Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.
-Plasmodium falciparum, dulu dikenal sebagai “Subtertian atau malaria tertiana
maligna”, merupakan spesies yang paling mematikan dan jika tidak diobati dapat
fatal dalam beberapa hari sejak awitan. Plasmodium ini merupakan penyebab
malaria tropika/malaria serebral.
-Plasmodium vivax. Spesies ini dapat bersembunyi di dalam tubuh (hati) dan
dapat kambuh selama 3 tahun ke depan. Plasmodium ini merupakan penyebab
malaria tertiana.
-Plasmodium ovale. Spesies ini jarang, tapi bisa pula bersembunyi di dalam
tubuh. Plasmodium ini merupakan penyebab malaria ovale.
-Plasmodium malariae. Spesies ini dapat bersembunyi dalam aliran darah selama
bertahun-tahun tanpa menimbulkan gejala. Meskipun begitu, orang yang telah
terinfeksi dapat menularkan ke orang lain melalui gigitan nyamuk atau transfusi
darah.

6
-Plasmodium Knowlesi Parasit ini merupakan kasus baru yang hanya ditemukan
di Asia Tenggara, penularannya melalui monyet (monyet berekor panjang,
monyet berekor coil) dan babi yang terinfeksi. Siklus perkembangannya sangat
cepat bereplikasi 24 jam dan dapat menjadi sangat parah. P. knowlesi dapat
menyerupai baik Plasmodium falciparum atau Plasmodium malariae.

3. Patofisiologi dan gejala


Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon (sporulasi) yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini merangsang selsel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
antara lain TNF (tumor necrosis factor). TNF akan dibawa aliran darah ke
hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam.
Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang bebeda-
beda. P. falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax dan P. ovale 48 jam,
dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P.
vivax / P.ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang
waktu 2 hari.
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang
tidak terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah
merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. Plasmodium
vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya
hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae
menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah
merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale dan P. malariae
umumnya terjadi pada keadaan kronis.
Splenomegali terjadi karena limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana
Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel
radang ini menyebabkan limpa membesar.
Malaria berat akibat Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang
khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses
sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh
kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan
membentuk knob yang berisi berbagai antigen Plasmodium falciparum. Pada saat
terjadi proses sitoadherensi, knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel
endotel kapiler. Akibat dari proses ini, terjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam
pembuluh kapiler yang menyebabkan iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini
juga didukung oleh proses terbentuknya "rosette" yaitu bergerombolnya sel darah
merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses sitoaderensi
ini diduga juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator
antara lain sitokin (TNF, interleukin), di mana mediator tersebut mempunyai
peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.
7
Gejala klinis yang khas dari malaria adalah demam periodik yang berkaitan
dengan pecahnya skizon matang. Pada malaria tertiana dan malaria ovale, karena
pematangan skizon tiap 48 jam, maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3.
Sedangkan untuk malaria kuartana, karena pematangan skizon terjadi setiap 72
jam, maka periodisitas demamnya setiap hari ke-4. Pada malaria tropika, karena
pematangan skizon bervariasi antara 24-48 jam, maka demam terjadi setiap hari.
Pada malaria, juga terdapat demam yang khas yaitu demam yang terdiri dari 3
stadium. Pertama adalah menggigil selama 15 menit sampai 1 jam. Kemudian
diikuti dengan puncak demam yang terjadi selama 2-6 jam. Terakhir fase ketiga
adalah berkeringat selama 2-4 jam. Demam mereda secara bertahap karena tubuh
mampu beradaptasi terhadap parasit dalam tubuh dan adanya respon imun. Selain
demam, gejala lainnya yang sering terjadi adalah splenomegali, ikterus, dan
anemia.

4. Pemeriksaan fisik dan penunjang untuk mendukung diagnosis


a. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan dengan menanyakan beberapa hal yang berhubungan
keluhan dan faktor lainnya.
1) Menanyakan gejala utama seperti demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
2) Memiliki riwayat tinggal di daerah endemik malaria, berkunjung dan bermalam
1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria, sakit malaria, minum obat
malaria satu bulan terakhir dan mendapat transfusi darah
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ini dapat dilakukan pada malaria tanpa komplikasi yaitu
pengukuran suhu (≥ 37,5OC), konjungtiva atau telapak tangan pucat, pembesaran
limpha (Splenomegali) dan pembesaran hati (Hepatomegali). Malaria dengan
komplikasi yaitu keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk maupun berdiri),
penurunan kesadaran kejang-kejang, urine berwarna kehitaman, panas sangat
tinggi, mata atau tubuh kuning. Umumnya pada kebanyakan kasus tanda-tanda
klinik awal malaria tidak khas dan perlu dikonfirmasi dengan tes laboratorium.
c. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ini didasarkan pada anamnesis berdasarkan dari gejala penyakit
dan faktor yang mendukung. Gejala awal malaria seperti demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, sakit otot, mual dan muntah tidak spesifik dan
ditemukan juga pada penyakit lain seperti flu dan infeksi virus lain. Di daerah
endemis malaria, semua orang demam ≥37,5oC atau dengan riwayat demam tanpa
sebab yang jelas dianggap suspek malaria, pada anak-anak yaitu hemoglobin <8
gr/dl.

8
d. Diagnosis Laboratorium
Malaria dapat didiagnosis menggunakan pemeriksaan laboratorium seperti
mikroskopis, RDT, Polimeration Chain Reaction (PCR) maupun serologi, WHO
merekomendasikan bahwa semua kasus yang dicurigai malaria dikonfirmasikan
menggunakan tes diagnostik (baik mikroskop atau tes diagnostik cepat) sebelum
memberikan pengobatan.
1) Pemeriksaan Mikroskopis Sejak ditemukan tahun 1904 pemeriksaan
mikroskopis masih dianggap paling baik sampai sekarang dan menjadi standar
emas yang dapat mengidentifikasi parasit malaria dengan pewarnaan giemsa.
Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan sediaan tebal maupun sediaan
tipis. Prinsip kerja pemeriksaan ini adalah pembuatan melihat parasit dengan
pewarnaan giemsa 10x dibawah mikroskop dengan lensa objektif 100 x pada 100
lapangan pandang sampai ditemukan parasit. Pemeriksaan mikroskopis masih
menjadi standar emas dalam pemeriksaan malaria. Pemeriksaan malaria secara
mikroskopis tidak selalu menunjukkan hasil yang tepat. Ketidaktepatan dalam
pemeriksaan malaria dapat disebabkan oleh petugas yang kurang terampil,
peralatan yang kurang memadai, bahan dan reagen tidak sesuai standar, jumlah
sediaan yang diperiksa melebihi beban kerja. Pelatihan bagi tenaga mikroskopis
diharapkan dapat meningkatkan kinerja, berdasarkan penelitian bahwa pelatihan
petugas laboratorium mikroskopis malaria dapat meningkatkan pengetahuan dan
skill dalam mendeteksi parasit malaria. Agar sesuai dengan tuntutan kerja
pengadaan pelatihan/ pendidikan perlu dilakukan seperti pelatihan case
manajemen bagi dokter dan paramedis (bidan dan perawat), pelatihan parasitologi
malaria (mikroskopis dari pusat sampai puskesmas / UPT), pelatihan manajemen
dan epidemiologi malaria (Basic Training) dan pelatihan juru malaria desa (JMD)
atau kader dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan, memperbaiki, mengatasi kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan
agar sesuai dengan standar kebijakan program. Managemen kasus malaria perlu
diadakan pelatihan tentang diagnosis laboratorium penggunaan mikroskop dan
RDT, pengobatan malaria

5. Menjelaskan DD
-Demam Tifoid
Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut (diare,
obstipasi), lidah kotor, bradikardi relatif, roseola, leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, uji Widal positif bermakna, biakan empedu positif.
-Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2 – 7 hari, disertai keluhan sakit kepala,
nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif, penurunan jumlah
trombosit dan peninggian hemoglobin dan hematokrit pada demam berdarah
dengue, tes serologi inhibisi hemaglutinasi, IgM atau IgG anti dengue positif.

9
6. Morfologi dan daur hidup malaria
Siklus hidup parasit plasmodium terjadi di tubuh manusia dan nyamuk Anopheles
betina. Ada dua siklus hidup plasmodium dalam berkembang biak yaitu siklus
sporogoni (seksual) dan schizogony (tahap aseksual).
a. Siklus hidup plasmodium di tubuh manusia (siklus aseksual) Parasit yang
masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Anopheles yang terifeksi (sporozoid)
akan menginfeksi sel di hati dan akan melakukan replikasi aseksual menjadi
schizon, schizon akan pecah dan menghasilkan banyak merozoid biasanya sekitar
2000-40.000 tergantung dari jenis spesies, menjadi matur “merozoid” terjadi 10-
14 hari sampai beberapa siklus (siklus eksoeritrositic).Merozoid selanjutnya akan
menyebar ke dalam aliran darah dan menginfeksi sel darah merah, pada P.vivax
dan P. ovale tidak semua parasit menyebar ke aliran darah ada yang dorman di
hati dan dapat aktif kembali. Merozoit yang menginfeksi sel darah merah akan
berkembang menjadi parasit dengan bentuk cincin karena adanya vakuola di
dalam sel parasit sehingga sel inti berada di tepi (tropozoit). Tropozoit matur
bentunya lebih besar sehingga bentuk cincin terlihat jelas. Tropozoit kemudian
bereplikasi aseksual dengan pembelahan inti menjadi schizon yang terdiri dari 10-
30 inti bergantung species parasitnya. Schizon yang telah matur akan pecah dan
melepaskan banyak merozoid baru yang akan menginfeksi sel darah merah
lainnya (siklus eritrositer).Siklus replikasi menyebabkan banyak eritrosit yang
pecah dan rusak, berulangnya replikasi dan kerusakan menyebabkan timbulnya
gejala klinis. Periode sejak gigitan nyamuk yang infektif sampai timbulnya gejala
klinis dikenal sebagai masa inkubasi intrinsik.Setelah beberapa kali bereplikasi,
beberapa tropozoid berkembang menjadi gamet jantan (mikrogametosit) dan
betina (makrogamet) pada tahap inilah parasit akan terbawa nyamuk saat
menghisap darah manusia yang terinfeksi dan akan berkembang di dalam tubuh
nyamuk.

7. Pencegahan malaria
Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis maupun yang
ingin pergi ke daerah endemis :
 Pengendalian vektor
- Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.
- Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
- Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau
picaridin 7%.
 Proteksi personal/Personal Protection
Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi orang terhadap infeksi, seperti :
- Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk mengisap (petang
dan matahari terbenam).
- Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida sebelumnya, kawat
nyamuk, penolak serangga.
10
- Memakai baju yang cocok dan tertutup.
- Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah endemis.
 Vaksin Malaria
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek, sehingga vaksin
berbeda-beda untuk setiap stadium, seperti :
- Stadium aseksual eksoeritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi penyakit
di daerah endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP),
Thrombospondin-related adhesion protein (TRAP), Liver stage antigen
(LSA).
- Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap eritrosit,
mengeliminasi parasit dalam eritrosit dan mencegah terjadinya sekuesterasi
parasit di kapiler organ dalam sehingga dapat mencegah terjadinya malaria
berat. Contohnya, merozoite surface protein (MSP), ring infected erythrocyte
surface antigen (RESA), apical membrane antigen-1 (AMA-1).
- Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu
daerah. Contohnya, Pfs 28 dan Pfs 25.

8. Penatalaksanaan dan prognosis


Obat antimalaria yang beredar umumnya dikelompokkan menjadi obat
antimalaria kelompok kuinolon (klorokuin, kina, primakuin, amodiakuin,
meflokuin, dan halofantrin), obat antimalaria kelompok anti-folat (sulfadoksin,
primetamin, proguanil, klorproguanil, dan dapson), dan kelompok obat
antimalaria baru (artemisinin, lumefantrin, atovakuon, tafenokuin, pironaridin,
piperakuin, artemison, WR99210 dan antibiotik). Di Indonesia saat ini selain
tersedia obat antimalaria standar (klorokuin, kina, primakuin dan sulfadoksin-
pirimetamin) juga obat antimalaria artesunat dalam kemasan kombinasi dengan
amodiakuin.
Obat antimalaria terdiri dari 5 jenis, antara lain:
1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit pra-eritrosit, yaitu
proguanil, pirimetamin
2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit ekso-eritrosit, yaitu
primakuin
3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit, yaitu kina, klorokuin,
dan amodiakuin
4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid
yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malaria, dan
P.ovale adalah kina, klorokuin, dan amidokuin

11
5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.
Saat ini, pengobatan ACT merupakan pilihan obat utama karena efektif mengatasi
plasmodium yang resisten terhadap pengobatan lain. Selain itu, artemisin dapat
membunuh semua spesies plasmodium penyebab malaria pada semua stadium.
Penggunaan obat ACT (Artemisin base Combination Therapy) diberikan karena
pemberian golongan artemisin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya
rekrudensi. Di Indonesia, ACT yang tersedia adalah artesunat 200 mg +
amodiaquin 200 mg yang diberikan selama 3 hari. Gabungan artesunat dan
amodiaquin ini memiliki nama dagang Artesumoon. Namun, untuk pemakaian
obat golongan artemisin ini, harus disertai dengan pemeriksaan parasit yang
positif, bila tidak, tetap digunakan obat non ACT seperti:2
- Klorokuin 250 mg, 4 tablet hari I & II, lalu 2 tablet hari III.
- Sulfadoksin 500 mg + pirimetamin 25 mg (SP), 3 tablet dosis tunggal.
- Kina sulfat 220 mg, 3x10 mg/KgBB selama 7 hari.
- Primakuin 15 mg, 3 tablet dosis tunggal untuk P. falciparum dan 1 tablet/hari
selama 14 hari untuk P. vivax
Terakhir adalah penanganan komplikasi. Bila terjadi gejala serebral, maka dapat
diberikan diazepam, paraldehid, chlorpromzin, atau fenobarbital. Pemakaian
kortikosteroid seperti deksamethason tidak dianjurkan karena justru
memperpanjang koma, menimbulkan komplikasi pneumonia dan perdarahan
gastrointestinal. Bila terjadi gangguan fungsi ginjal, keseimbangan cairan dan
elektrolit darah harus dijaga melalui pemberian infus normal saline dan
furosemid. Bila terjadi anemia berat (Hb < 6g% atau hematokrit < 20% atau
jumlah eritrosit < 2 juta/mm3) diberikan transfusi darah dan obat anti anemia yaitu
asam folat 5 mg selama 3-4 minggu. Bila terjadi gangguan hati, diberikan
klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB. Bila terjadi black water fever, rawat secara
intensif dan istirahat total. Bila terjadi edema paru, kurangi beban jantung kanan
dengan tidur setengah duduk, beri furosemid dan oksigen serta membatasi
pemberian cairan.
Prognosis malaria ditentukan oleh berbagai faktor, diantaranya adalah:
Prognosis bergantung jenis parasitnya
Prognosis malaria yang disebabkan oleh P. vivax pada umumnya baik, tidak
menyebabkan kematian, walaupun apabila tidak diobati, infeksi rata-rata dapat
berlangsung sampai 3 bulan atau lebih lama oleh karena mempunyai sifat relaps.
Sedangkan P. Malariae dapat berlangsung sangat lama dengan kecenderungan
relaps. Pernah dilaporkan sampai 30-50 tahun. Infeksi P. falciparum tanpa
penyulit berlangsung sampai satu tahun. Infeksi P. falciparum dengan penyulit,

12
prognosis menjadi buruk, apabila tidak ditanggulangi secara cepat dan tepat
bahkan dapat meninggal terutama pada gizi buruk.

9. Pengaruh malaria terhadap imun tubuh


Biasanya sel darah merah mengalami kerusakan di limpa secara berkala.Sel darah
merah yang terinfeksi terutama mereka dengan Plasmodium falciparum
menghindari kehancuran ini dengan mengembangkan protein perekat pada
permukaan sel-sel darah yang terinfeksi, menyebabkan sel-sel darah untuk
menempel pada dinding pembuluh darah kecil.Hal ini menyebabkan eksekusi
parasit dari bagian melalui sirkulasi umum dan limpa.Protein ini juga diduga
menjadi penyebab komplikasi yang disebabkan oleh jenis parasit malaria.Mereka
disebut PfEMP1, untuk Plasmodium falciparum eritrosit membran protein 1 dan
memiliki berbagai dan keragaman dan dengan demikian tidak dapat ditargetkan
oleh antibodi yang terbentuk dalam tubuh.

10. Komplikasi
-Malaria serebral dapat terjadi perlahan-lahan atau segera setelah gejala
permulaan timbul. Penderita mengalami nyeri kepala, tidak bertenaga, kemudian
jatuh dan koma. Hal-hal ini disebabkan karena penyumbatan kapiler susunan saraf
pusat oleh eritrosit yang terinfeksi parasit.
-Hiperpireksia terjadi karena gangguan kapiler pusat pengatur panas di
hipotalamus. Pada keadaan ini, suhu meningkat hingga 40C atau lebih, kulit
panas dan kering, serta penderita dapat mengalami koma.
-Gagal ginjal akut disebabkan oleh anoksi ginjal karena berkurangnya aliran
darah dalam ginjal dengan akibat filtrasi glomerulus dan aktivitas tubulus terhenti.
Gagal ginjal akut ini dapat dilihat dengan terjadinya oliguria dan tekanan darah
yang menurun.
-Edema paru akut merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Edema paru akut ini
disebabkan terjadinya transudasi cairan ke dalam alveolus.
-Pada komplikasi gastrointestinal mirip dengan kolera atau disentri. Diare cair,
kejang otot dan dehidrasi menyerupai kolera. Diare dengan darah, lendir, pus
disertai nyeri perut dan demam seperti disentri.
-Gagal hati dapat terjadi karena konstriksi pembuluh darah viseral sehingga aliran
darah ke dalam hati berkurang. Pada hati terjadi vasokonstriksi cabang-cabang
kecil vena porta dengan akibat hipertensi portal, degenerasi, dan nekrosis sel hati.
-Black water fever disebabkan karena penghancuran eritrosit yang banyak. Akibat
dari hemolisis intravaskuler yang berat ini, terjadilah hemoglobinuria yang
menyebabkan urin berwarna gelap.
VII. KESIMPULAN

13
Dari pemicu dapat diduga OS mengalami malaria berat yang disebabkan oleh
Plasmodium falciparum. Ini didukung dari minimal satu atau lebih gejala-gejala, seperti;
gangguan kesadaran, kelemahan otot, kejang-kejang, ikterus disertai disfungsi organ
vital, distres pernafasan, gagal sirkulasi atau syok, dan lain-lain. Pengobatan malaria
berat di RS dianjurkan dengan artesunat intravena dengan dosis 2,4 mg/kgBB per-iv,
sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Terapi simptomatik yang diberikan antipiretik untuk
demam dan antikonvulsan pada penderita kejang. Evaluasi pengobatan dilakukan setiap
hari dengan memonitor gejala klinis dan pemeriksaan mikroskopik.

VIII. DAFTAR PUSTAKA

14
1. Anies. Manajemen berbasis lingkungan: solusi mencegah dan menanggulangi penyakit
menular. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2006.h. 101.
2. Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, dkk. Mikrobiologi kedokteran. Adityaputri A, editor.
Jakarta: EGC; 2012.h. 708-12.
3. Departemen Parasitologi FKUI. Buku ajar parasitologi kedokteran. Sutanto I, editor. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2013.h. 189-241.
4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2008.h. 7
5. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Parasit malaria. Dalam: Sutanto I, Ismid IS,
Sjariuddin PK, Sungkar S, editors. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Ed ke-4. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008: 189-237.

15

Anda mungkin juga menyukai