Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tubaeustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. otitis media terbagi

atas otitis mediasupuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki

bentuk akut dan kronis.Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media

supuratif. Selain itu, terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media

tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitis media adhesiva.1

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh

bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel

mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun

virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung

sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.1

Prevalensi OMA di tiap- tiap negara bervariasi, berkisar antara 2,3-20%.

Studi epidemiologi untuk OMA di negara- negara berkembang sangat jarang.

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada

saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media

berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di

Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis

media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga

kali atau lebih.2

Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun

bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada bayi

1
terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachius lebih pendek, lebar dan

letaknya agak horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran

napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping oleh

karena system imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga

Embriologi dan Anatomi

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian : telinga luar, tengah

dan dalam. Telinga tengah dan luar berkembang dari alat brankial. Telinga dalam

seluruhnya berasal dari palokota otika.

Gambar 1. Anatomi telinga

2.1.1 Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran

timpani. Daun telinga atau aurikula terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit.

Aurikula dipersarafi oleh cabang aurikulotemporalis dari saraf mandibularis serta

saraf aurikularis mayor dan oksipitalis minur yang merupakan cabang pleksus

servikalis. Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada

sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari

3
tulang. Liang telinga berasal dari celah brankial pertama ektoderm. Panjangnya

kira-kira 2,5-3 cm.

Gambar 2. Vaskularisasi telinga luar

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar

serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh

kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar

serumen. 3

2.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus

mastoideus dan tuba Eustachius. Membran timpani atau gendang telinga

merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo,

mengarah ke medial. Dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang

telinga luar dari kavum timpani. Ketebalannya rata-rata 0,1 mm. Letak membran

timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya

dari belakang luar kemuka dalam dan membuat sudut 45 o dari dataran sagital dan

horizontal. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt). 3

Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa

dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih

4
tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris

anterior (lipatan muka), plika maleolaris posterior (lipatan belakang). 3

Gambar 3. Membran timpani dan skema kuadran telinga kanan.

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,

bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan

diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian

atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.

Atap kavum timpani dibentuk oleh tegmen timpani, memisahkan telinga

tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk

oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura

petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan

lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali

hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis. 3

Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini

juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat keatap,

mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani

dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding posterior

kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding anterior

bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang yang

5
tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan sebelum

berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis superior dan

inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus dan

oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini

terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius. 3

Gambar 4. Sendi dan ligament serta tulang- tulang pendengaran.

Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus

dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, saraf

korda timpani dan saraf pleksus timpanikus. Saraf korda timpani merupakan

cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari analikulus posterior

yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda timpani juga

mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar

ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular. Korda

timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior. Saraf

pleksus timpanikus berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan

dengan nervus karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar

arteri karotis interna. 3

6
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.

Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm

berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9

bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan

rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,

drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga

tengah. 3

2.1.3 Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan

vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak

koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala

vestibuli. 3

Gambar 5. Persarafan telinga dalam.

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan

membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak

skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media

diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala

media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan

7
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s

membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran

ini terletak organ Corti. 3

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut

membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari

sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ

Corti. 3

Fisiologi Pendengaran

Fisiologi pendengaran dimulai dari pengumpulan suara oleh daun telinga

(pinna) kemudian diteruskan melalui liang telinga yang dapat sangat memperbesar

suara dalam rentang 2 sampai 4 kHz karena bentuk dan dimensinya, pembesaran

pada frekuensi ini adalah sampai 10 hingga 15 dB. Getara suara dihantarkan lewat

liang telinga da telinga tengah ke telinga dalam melalui stapes, menimbulkan

suatu gelombang berjalan di sepanjang membran basilaris dan organ corti. Hal ini

berakibat memngkoknya sterosilia oleh kerja pemberat membrana tektoria,

dengan demikian menimbulkan depolarisasi sel rambut dan menciptakan potensial

aksi pada serabut-serabut saraf pendengaran yang melekat padanya. Disini

gelombang suara diubah menjadi energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan

melalui saraf kranialis ke-8.

2.2 Otitis Media Akut

2.2.1 Definisi

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media akut (OMA)terjadi

8
karena faktor pertahanan tubuh ini terganggu. Sumbatan tuba Eustachius

merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba

Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga

terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi

peradangan. Dikatakan juga, bahwa pencelus terjadinya OMA ialah infeksi

saluran napas atas.1

2.2.2 Insiden

Otitis media adalah masalah global dan ditemukan sedikit lebih umum

pada pria daripada wanita. Jumlah kasus spesifik per tahun sulit untuk ditentukan

karena kurangnya pelaporan dan kejadian bervariasi di banyak wilayah geografis

yang berbeda. Puncak insiden otitis media terjadi antara enam dan dua belas bulan

kehidupan dan menurun setelah usia lima tahun. Sekitar 80% dari semua anak

akan mengalami kasus otitis media selama masa hidup mereka dan antara 80%,

dan 90% dari semua anak akan menderita otitis media dengan efusi sebelum usia

sekolah. Otitis media lebih jarang terjadi pada orang dewasa daripada pada anak-

anak, kecuali jika itu terjadi pada orang dewasa dengan gangguan imun.4

2.2.3 Etiologi

Faktor infeksi, alergi, dan lingkungan berkontribusi terhadap otitis media.

Penyebabnya antara lain:

a) Kekebalan karena HIV, diabetes, dan defisiensi imun lainnya

b) Predisposisi genetic

c) Mucins yang termasuk kelainan ekspresi gen ini, terutama peningkatan

regulasi MUC5B

9
d) Kelainan anatomi langit-langit mulut dan tensor veli palatine

e) Disfungsi silia

f) Implan koklea

g) Kekurangan vitamin A

h) Bakteri patogen, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, dan

Moraxella (Branhamella) catarrhalis, bertanggung jawab atas lebih dari

95%

i) Patogen virus seperti virus syncytial pernapasan, virus influenza, virus

parainfluenza, rhinovirus, dan adenovirus

j) Alergi

k) Kurang menyusui

l) Paparan asap pasif

m) Status sosial ekonomi yang lebih rendah. 4

2.2.4 Patogenesis

Obstruksi tuba eustachius tampaknya merupakan peristiwa anteseden yang paling

penting terkait dengan OMA. Sebagian besar episode OMA dipicu oleh infeksi

saluran pernapasan atas (URTI) yang melibatkan nasofaring.

Infeksi biasanya berasal dari virus, tetapi kondisi alergi dan peradangan

lainnya yang melibatkan tuba eustachius dapat menciptakan hasil yang serupa.

Peradangan di nasofaring meluas ke ujung medial tuba eustachius, menciptakan

stasis dan peradangan, yang, pada gilirannya, mengubah tekanan di dalam telinga

tengah. Perubahan ini dapat berupa negatif (paling umum) atau positif, relatif

terhadap tekanan sekitar. Stasis juga memungkinkan bakteri patogen

10
mengkolonisasi ruang telinga tengah yang biasanya steril melalui ekstensi

langsung dari nasofaring dengan refluks, aspirasi, atau insuflasi aktif. Responsnya

adalah pembentukan reaksi inflamasi akut yang ditandai oleh vasodilatasi khas,

eksudasi, invasi leukosit, fagositosis, dan respons imunologi lokal dalam celah

telinga tengah, yang menghasilkan pola klinis OMA.

Pada sebagian kecil anak-anak yang rawan otitis, tuba eustachius tidak

terlihat atau hipotonik. Anak-anak dengan kelainan neuromuskuler atau kelainan

lengkungan pertama atau kedua kemungkinan besar "terlalu terbuka" dan karena

itu cenderung untuk refluks isi nasofaring ke dalam celah telinga tengah. Untuk

menjadi patogen pada organ berlubang, seperti telinga atau sinus, sebagian besar

bakteri harus menempel pada lapisan mukosa. Infeksi virus yang menyerang dan

merusak lapisan mukosa saluran pernapasan dapat memfasilitasi kemampuan

bakteri untuk menjadi patogen di nasofaring, tuba eustachius, dan sumbing telinga

tengah.

Teori ini mungkin menjelaskan mengapa antigen virus umumnya pulih dari

aspirasi telinga tengah pada anak-anak dengan OMA tetapi virus yang sebenarnya

jarang diisolasi. Data juga telah disajikan menunjukkan bahwa kerusakan mukosa

oleh endotoksin yang disekresikan oleh penyerbu bakteri juga dapat

meningkatkan adhesi patogen ke permukaan mukosa.

Infeksi virus di nasofaring dengan radang orifice dan mukosa tuba eustachius

selanjutnya telah lama dipahami sebagai bagian dari patogenesis AOM, walaupun

peran lengkap virus tidak sepenuhnya dipahami. URTI serentak atau anteseden

diidentifikasi dalam setidaknya seperempat dari semua serangan OMA pada anak-

11
anak, tetapi virus itu sendiri jarang muncul sebagai patogen di telinga tengah.

Pemberian vaksin trivalent influenza A telah terbukti mengurangi frekuensi OMA

selama musim influenza.

Virus telah dipulihkan dengan frekuensi yang semakin meningkat ketika teknik

untuk mengidentifikasinya dengan kultur langsung dan dengan cara tidak

langsung (misalnya, uji imunosorben terkait-enzim [ELISA]) telah meningkat.

Pada kultur langsung, hasilnya kurang dari 10%, dengan respiratori syncytial virus

(RSV) pulih paling sering; virus influenza adalah yang kedua. Pada ELISA,

keberadaan antigen virus terdeteksi di sekitar seperempat dari aspirasi telinga

tengah; lagi, RSV adalah virus yang paling sering terdeteksi oleh metode ini.

Kehadiran virus di efusi telinga tengah dapat mempengaruhi hasil terapi untuk

otitis media. Hasil studi hasil telah dicampur, mulai dari tidak ada efek untuk

bukti perpanjangan ketajaman dan efusi ketika virus hadir pada orang dengan

OMA.5

2.2.5 Klasifikasi

Ada 5 stadium OMA berdasarkan pada perubahan mukosa telinga tengah,

yaitu :1

1. Stadium oklusi

Pada stadium oklusi tuba Eustachius perdapat gambaran retraksi membran

timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi

udara. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat dan sukar

dibedakan dengan otitis media serosa virus. terapi dikhususkan untuk

12
membuka kembali tuba eustachius.1 Pasien dirawat dengan antibiotik,

analgesik, dan tetes hidung dekongestan.6

2. Stadium hiperemis

Pada stadium hiperemis, pembuluh darah tampak lebar dan edema pada

membran timpani. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat

eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.1 Pasien dirawat dengan

antibiotik, analgesik, dan tetes hidung dekongestan.6

3. Stadium supurasi

Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan

hancurnya sel epitel superfisila serta terbentuk eksudat purulen di kavum

timpani menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang

telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta

nyeri di telinga tambah hebat. Apabila tekanan nanah di kavum timpani

tidak berkurang, maka terjadi iskemia. Nekrosis ini pada membran timpani

terlihat sebagai daerah yang lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat

ini akan terjadi ruptur. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa

membran timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang

telinga luar.1 Pasien dirawat dengan antibiotik dan myringotomy dengan

aspirasi nanah.6

4. Stadium perforasi

Pada stadium perforasi, karena beberapa sebab seperti terlambatnya

pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi maka dapat

menyebabkan membran timpani ruptur. Keluar nanah dari telinga tengah ke

telinga luar. Anak yang tadinya gelisah akan menjadi lebih tenang, suhu

13
badan turun, dan dapat tidur nyenyak. sering terlihat sekret banyak keluar

dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut.1 Pasien diobati dengan

antibiotik sistemik dan topical.6

5. Stadium resolusi

Pada stadium resolusi, bila terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang

dan mengering. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila virulensi

rendah dan daya tahan tubuh baik.1

Gambar 6. A. Normal membran timpani (MT), B. MT dengan mid bulging, C.


MT dengan moderate bulging, D. MT dengan severe bulging.

2.2.6 Diagnosis

a. Anamnesis

Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.

Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di

dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya

terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau

pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran

berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak

kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5"C (pada

stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tibatiba anak menjerit

waktu tidur, diare, kejangkejang dan kadang-kadang anak memegang

14
telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret

mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.1

b. Pemeriksaan

1) Otoscopy pneumatik

Adalah standar perawatan dalam diagnosis otitis media akut dan kronis.

Temuan berikut dapat ditemukan pada pemeriksaan pada pasien dengan

OMA:

Tanda-tanda peradangan pada membran timpani:



Menggembung di kuadran posterior membran timpani dapat

membesar; penampilan melepuh dari lapisan epitel superfisial



Membran timpani berlubang (paling sering di kuadran posterior

atau inferior)

Adanya eksudat serum seperti opak mengalir melalui seluruh

membran timpani

Nyeri dengan / tanpa denyut otorrhea.5

2) Tes pendengaran

Tes untuk pendengaran Garpu Tala: Mereka menunjukkan gangguan

pendengaran konduktif.7

3) Tympanocentesis

Dalam uji klinis, standar kriteria dalam diagnosis OMA adalah

tympanocentesis untuk menentukan keberadaan cairan telinga tengah,

diikuti oleh kultur cairan untuk mengidentifikasi patogen penyebab.

Karena biaya, usaha, dan kurangnya ketersediaan, tidak ada pedoman

15
konsensus yang menyerukan penggunaan rutin tympanocentesis untuk

mengelola AOM dan OM dengan efusi (OME).

Tympanocentesis dapat meningkatkan akurasi diagnostik, memandu

pengobatan, dan membantu menghilangkan intervensi medis atau bedah

yang tidak perlu pada pasien tertentu dengan penyakit telinga tengah yang

sulit disembuhkan atau berulang.

Bayi baru lahir, bayi, dan anak-anak dengan OMA yang tampak sakit

parah atau toksik harus menjalani tympanocentesis dini dengan kultur.

Anak-anak dengan AIDS atau mereka yang immunocompromised

sekunder terhadap terapi steroid, kemoterapi, atau terapi imunosupresif

setelah transplantasi organ harus menjalani tympanocentesis awal untuk

mengecualikan organisme yang tidak biasa atau infeksi nosokomial.8

4) Studi pencitraan

Studi radiologis umumnya tidak perlu dilakukan pada OMA tanpa

komplikasi. Namun, pemindaian CT mungkin diperlukan untuk

menentukan apakah komplikasi telah terjadi. MRI mungkin lebih tepat

untuk mendiagnosis dugaan komplikasi intrakranial.5

2.2.7 Penatalaksanaan

a. Terapi Antibakteri .

Ini ditunjukkan dalam semua kasus dengan demam dan sakit telinga parah.

Sebagai organisme yang paling umum adalah S. pneumoniae dan H.

influenzae, obat yang efektif untuk otitis media akut adalah ampisilin (50

mg / kg / hari dalam empat dosis terbagi) dan amoksisilin (40 mg / kg /

hari dalam tiga dosis terbagi). Itu alergi terhadap penisilin ini dapat

16
diberikan sefaklor, kotrimoksazol atau eritromisin. Dalam kasus di mana

β-laktamas yang memproduksi H. influenzae atau M. catarrhalis diisolasi,

antibiotik seperti amoksisilin clavulanate, augmentin, cefuroxime axetil

atau cefixime dapat digunakan. Antibakteri terapi harus dilanjutkan selama

minimal 10 hari, sampai membran timpani kembali penampilan normal

dan pendengaran kembali normal. Penghentian awal terapi dengan

menghilangkan sakit telinga dan demam, atau terapi yang diberikan di

Indonesia dosis yang tidak adekuat dapat menyebabkan otitis media

sekretori dan gangguan pendengaran residual.9

b. Tetes Hidung Dekongestan.

Hidung efedrin turun (1% pada orang dewasa dan 0,5% pada anak-anak)

atau oxymetazoline (Nasivion) atau xylometazoline (Otrivin) harus

digunakan meringankan edema tuba eustachius dan mempromosikan

ventilasi telinga tengah. Dekongestan Hidung Lisan. Pseudoephedrine

(Sudafed) 30 mg dua kali sehari atau kombinasi dekongestan dan

antihistamin (Triominic) dapat mencapai hal yang sama hasil tanpa

menggunakan tetes hidung yang sulit berikan pada anak-anak.9

c. Analgesik dan Antipiretik.

Paracetamol membantu mengurangi rasa sakit dan menurunkan suhu.9

17
d. Toilet Telinga.

Jika ada kotoran di telinga, itu keringkan dengan cotton buds dan sumbu

dibasahi dengan antibiotik dapat dimasukkan.9

e. Myringotomy.

Ini menorehkan gendang untuk dievakuasi nanah dan ditunjukkan ketika

(i) gendang menonjol dan ada sakit akut, (ii) meskipun ada resolusi yang

tidak lengkap antibiotik ketika gendang tetap penuh dengan gangguan

pendengaran konduktif persisten dan (iii) ada efusi persisten lebih dari 12

minggu.9

2.2.8 Komplikasi

Komplikasi AOM diklasifikasikan berdasarkan lokasi karena penyakit

menyebar di luar struktur mukosa celah telinga tengah. Mereka dapat

dikategorikan sebagai berikut:

a. Ekstrakranial : mastoiditis akut, facial palsy, lebyrintitis, dan petrositis.10

b. Intracranial : meningitis akut, abses intracranial, dan lateral sinus

thrombosis.10

c. Sistemik - Bakteremia, artritis septik, atau endokarditis bakteri

Tanda-tanda bahaya kemungkinan komplikasi yang akan terjadi termasuk (1)

kendurnya dinding kanal posterior, (2) kerutan di loteng, dan (3) pembengkakan

area postauricular dengan hilangnya lipatan kulit.5

2.2.9 Prognosis

Kematian akibat AOM jarang terjadi di era kedokteran modern. Dengan terapi

antibiotik yang efektif, tanda-tanda sistemik demam dan kelesuan harus mulai

18
menghilang, bersama dengan rasa sakit setempat, dalam waktu 48 jam. Anak-anak

dengan kurang dari 3 episode memiliki kemungkinan 3 kali lebih besar untuk

menyelesaikan dengan antibiotik tunggal, seperti juga anak-anak yang

mengembangkan OMA pada bulan-bulan tanpa musim dingin. Biasanya, pasien

akhirnya memulihkan gangguan pendengaran konduktif terkait dengan OMA.5

Efusi telinga tengah dan gangguan pendengaran konduktif dapat diperkirakan

bertahan jauh melampaui durasi terapi, dengan hingga 70% anak-anak diharapkan

memiliki efusi telinga tengah setelah 14 hari, 50% pada 1 bulan, 20% pada 2

bulan, dan 10 % setelah 3 bulan, terlepas dari terapi.5

19
BAB III

KESIMPULAN

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh

bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel

mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun

virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung

sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.

Diagnosis pasti dari OMA memenuhi semua 3 kriteria: onset cepat, tanda-

tanda efusi telinga tengah yang dibuktikan dengan memperhatikan tanda

mengembangnya membran timpani, terbatas/tidak adanya gerakan membran

timpani, adanya bayangan cairan di belakang membran timpani, cairan yang

keluar dari telinga, tanda-tanda peradangan telinga bagian tengah, kemerahan

pada membran timpani dan nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas

normal. Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari perubahan dan

inflamasi diperlukan, temuan pada otoskopi menunjukkan adanya peradangan

yang terkait dengan OMA, penonjolan (bulging) juga merupakan prediktor terbaik

dari OMA.

Harus dapat membedakan antara OMA dan OME, OME terbatas pada

keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran timpani

tanpa radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, membran timpani utuh dan

disertai tanda radang disebut OMA.

Penatalaksanaan pada OMA terdapat sebuah kriteria untuk antibakteri

Perawatan atau Observasi pada Anak Dengan OMA, apabila anak <4 tahun dapat

diberi antibiotik walaupun diagnosis belum pasti, usia 6 bulan-2 tahun kalau

20
sudah pasti diagnosisnya OMA dapat diberi antibakteri dan kalau belum pasti bisa

diberi antibakteri apabila gejala makin berat dan observasi bila gejala ringan.

Untuk usia >2tahun, bisa diberi antibakteri bila gejala makin berat dan observasi

jika gejala ringan, dan apabila diagnosis belum pasti bisa di observasi dahulu.

Pilihan observasi untuk OMA mengacu untuk menunda pengobatan

antibakteri pada anak-anak yang dipilih untuk 48 sampai 72 jam. Keputusan untuk

mengamati atau mengobati didasarkan pada usia anak, kepastian diagnostik, dan

tingkat keparahan penyakit. Pilihan pertama pemberian antibiotik pada OMA

adalah dengan amoxycilin.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi Keenam. Jakarta: FKUI; 2012. 10-

14,65-74.

2. Umar Sakina, Restuti Ratna Dwi, dkk. Prevalensi dan Faktor Risiko Otitis

Media Akut Pada Anak- Anak Di Kotamadya Jakarta Timur. Jakarta:

Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok - Kepala Leher FK

UI, 2015.

3. Paulsen Fiedrich. Ear. Sobotta Atlas of Human Anatomy. Munich: Elsevier

GmbH; 2013. Pg. 133-60.

4. Amina Danishyar; John V. Ashurst. Acute Otitis Media. 2019. [Diakses

Tanggal 25 Februari 2020]. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470332/.

5. John D Donaldson, MD, FRCSC. Acute Otitis Media. 2019. [Diakses

Tanggal 25 Februari 2020]. Available from :

https://emedicine.medscape.com/article/859316-overview#a1.

6. Ahmed El-Guindy, MD. ENT Perspectives A Patient-centered Approach to

Modern Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2019. Germany. Page 10-

11

7. Bansal, M. Disease Of Ear Nose, and Throat and Head and Neck Surgery.

2015. Elsevier. India. Page 202.)

8. Waseem, M. Otitis Media. 2018. [Diakses Tanggal 26 Februari 2020].

Available from : https://emedicine.medscape.com/article/994656-

workup#showall

22
9. PL Dhingra. Shruti Dhingra. Disease Of Ear, Nose, and Throat and Head and

Neck Surgery. 2019. Elsevier. India. Page 67-69

10. Preciado, D. Otitis Media : State Of The Art Concepts And Treatment. 2015.

New York. Page 123

23
DISIPLIN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Refarat

OTITIS MEDIA AKUT

DISUSUN OLEH :
Husniansyari
111 2018 1014

PEMBIMBING :
dr. Iin Fatimah Hanis, Sp.THT-KL

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


PADA DISIPLIN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTEARAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020

24
LEMBAR PENGESAHAN

Yang tersebut namanya di bawah ini :

Nama : Husniansyari

Stambuk : 111 2018 1014

Adalah benar telah menyelesaikan Refarat dengan judul “Otitis Media Akut” dan

telah mendiskusikannya dengan pembimbing.

Makassar, Maret 2020

Mengetahui :

Pembimbing

dr. Iin Fatimah Hanis, Sp.THT-KL

25

Anda mungkin juga menyukai