Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam memandang hubungan antara suami dan istri bukan hanya
sekadar kebutuhan semata, tetapi lebih dari itu Islam telah mengatur
dengan jelas bagaimana hubungan akan harmonis dan tetapberlandaskan
pada hubungan tersebut, yakni hubungan yang dibangun atas dasar cinta
kepada Allah.
Tak hanya hukum islam saja yang mengatur perihal hak dan
kewajiban suami istri. Namun, hukun positif yang adadi Indonesia pun
mengaturnya.maka dari itu pada makalah ini penulis akan mengupas
beberapa hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban suami istri yang
didasarkan pada kesadaran bukan hanya tugas belaka.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian hak dan kewajiban?
2. Bagaimana hak dan kewajiban juga kedudukan suami istri menurut
Undang-Undang?
3. Bagaimana hak dan kewajiban suami istri menurut Kompilasi Hukum
Islam?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Dapat mengerti hak dan kewajiban suami istri.
2. Mengetahui hak dan kewajiban juga kedudukan suami istri
menurut Undang-undang.
3. Mengetahui hak dan kewajiban suami istri menurut KHI.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak dan Kewajiban

Dalam Kamus Besar Bahasa Indone sia disebutkan bahwa kata hak
memiliki pengertian arti milik dan kepunyaan, sedangkan kata kewajiban
memiliki pengertian sesuatu yang harus dilakukan dan merupakan suatu
keharusan. Sedangkan yang dimaksud dengan hak disini adalah hal-hal
yang diterima seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban yang
dimaksud disini adalah apa yang seharusnya dilakukan seseorang terhadap
orang lain.1

Peran dan fungsi antara suami dan istri ini dikonstruksikan dalam
bentuk hak dan kewajiban yang melekat pada diri kedua belah pihak. Hak
adalah yang sesuatu yang melekat dan mesti diterima atau dimiliki oleh
seseorang, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus diberikan dan
dipenuhi oleh seseorang kepada orang lain. Rumusan dari hak dan
kewajiban inilah yang kemudian akan dijadikan barometer untuk menilai
apakah suami dan istri sudah menjalankan fungsi dan perannya secara
benar.2

Pernikahan dalam Islam pada dasarnya mempunyai tujuan untuk


membentuk keluarga yang harmonis (sakinah) yang dilandasi dengan
perasaan kasih dan sayang (mawaddah wa rahmah). Salah satu cara supaya
keharmonisan tersebut dapat terbangun dan tetap terjaga adalah dengan
adanya hak dan kewajiban3

1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia...,
hlm. 1266 ed.3, cet-2
2
Amir Syarifuddin, Hukum Perekonomian Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,
2006), hlm. 159
3
Hamim Ilyas, Perempuan Tertindas: Kajian Hadis-hadis “Misoginis”, (Yogyakarta:
elSAQ Press & PSW, 2003), hlm. 12282

2
Diantara masing-masing anggota keluarga. Adanya hak dan
kewajiban dalam keluarga ini bertujuan supaya masing-masing anggota
sadar akan kewajibannya kepada yang lain, sehingga dengan pelaksanaan
kewajiban tersebut hak anggota keluarga yang lain pun dapat terpenuhi
sebagaimana mestinya. Dengan demikian, adanya hak dan kewajiban
tersebut, pada dasarnya adalah untuk menjaga keharmonisan hubungan
antar anggota keluarga, karena masing-masing anggota keluarga memiliki
kewajiban yang harus dilaksanakan demi untuk menghormati dan
memberikan kasih sayang kepada anggota keluarga yang lainnya. Islam,
melalui al-Quran dan sunah, menyatakan bahwa dalam keluarga, yaitu
antara suami dan istri, masing-masing memiliki hak dan kewajibannya
tersendiri.4

Salah satu keseimbangan yang di garis bawahi al-Quran dalam


konteks kehidupan suami istri adalah keseimbangan antara hak-hak suami
istri dan kewajiban-kewajiban mereka. Sebagaimana firman Allah swt:

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan


kewajiban mereka menurut cara yang ma‟ruf (yakni adat kebiasaan yang
baik”).5(Q.S al-Baqarah [2]:228)

Dalam konteks hubungan suami istri, ayat ini menunjukkan bahwa


istri mempunyai hak dan kewajiban terhadap suami, sebagaimana pula
suami pun mempunyai hak dan kewajiban terhadap istri, keduanya dalam
keadaan seimbang, bukan sama. Dengan demikian, tuntunan ini menuntut
kerja sama yang baik, p embagian kerja yang adil antara suami istri walau
tidak ketat, sehingga terjalin kerja sama yang harmonis antara keduanya,
bahkan seluruh anggota keluarga.6

Ayat ini juga memberi pengertian bahwa istri memiliki hak yang
wajib dipenuhi oleh suami seimbang dengan hak yang dimiliki suami yang

4
Amin Summa. Hukum Keluarga di Dunia Islam. (Jakarta: PT. RajaGrafindo. 2004)
5
Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol.1..., hlm. 486
6
Ibid., hlm. 491

3
wajib dipenuhi oleh istri, yang dilaksanakan dengan cara yang maruf (baik
menurut kondisi internal masing-masing keluarga). Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa bentuk hak dan kewajiban suami istri pada
hakikatnya didasarkan pada adat kebiasaan (urf) dan fitrah manusia serta
dilandasi prinsip “setiap hak yang diterima sebanding dengan kewajiban
yang diemban”.7

B. Menurut Undang-undang

Dalam Undang-Undang perkawinan mengatur hak dan kewajiban


suami istri dalam bab V pasal 30 sampai dengan pasal 34. 8 Undang-
Undang perkawinan tahun 30 menyatakan:‛Suami istri memikul kewajiban
yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar
dari susunan masyarakat‛.

Undang-Undang perkawinan

1. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan


kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan
pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
2. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan
hukum.
3. Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu
rumah tangga.
Di dalamundang-undang perkawinan menyatakan secara tegas
bahwa kedudukan suami istri itu seimbang. Dalam melakukan
perbuatan hukum. Sedangkan dalam hukum perdata apabila izin
suami tidak diperoleh karena ketidakhadiran suami atau sebab
lainnya,pengadilan dapat memberikan izin kepada istri untuk

7
Departemen Agama RI, Membangun Keluarga Harmonis..., hlm. 109

8
R.subekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang hukum perdata dengan Tambahan
Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-undang Perkawinan,Cet.ke-18, (Jakarta: pradnya
Paramita,1984),hlm. 547-548.

4
menghadap hakim untuk melakukan perbuatan hukum.9 Undang-
undang mengatakan dengan tegas10 bahwa suami adalah bahwa
suami adalah kepalarumah tangga, berbeda dengan hukum adat dan
hukum islam.
Pasal 32 Undang-Undang Perkawinan
1. Suami istri harus memiliki tempat kediaman yang tepat.
2. Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini ditentukan oleh suami istri bersama.
Tempat kediamanpada ayat (1) dalam artiantempat tinggal atau
rumah yang bisa ditempati pasangan suami istri dan juga anak-anak
mereka. Pasal 30 undang-undang perkawinan merupakan prolog
bagi pasal 32, undang-undang perkawinan menyatakan bahwa:
suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendi dasar dalam susunan masyarakat.
Oleh karena itu suami istri harus mempunyai tempat kediaman
yang tetap dan ditentukan bersama, di samping mereka harus saling
mencintai, hormat-menghormati dan saling memberi bantuan
secara lahir dan batin.suami sebagai kepala rumah tangga
melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuan sang suami. Demikian
pula istri diawajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-
baiknya.kemudian apabila salah satu darikeduanya melalaikan
kewajibannya mereka dapat menuntut ke pengadilan di wilayah
mereka berdomisili. Hal ini sesuai dengan pasal 33 undang-undang
perkawinan bahwa suami istri wajib saling cinta-mencintai,
hormat-menghormati, setia memberi bantuan lahir batin yang satu
kepada yang lain.

9
Lili Rasjidi, hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaisia dan Indonesia, Cet ke-1,(Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya,1991), hlm. 125-126.
10
Ibid., hlm. 127.

5
Sedangkan pasal 34 Undang-Undang perkawinan menegaskan:

1. Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala


sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuanya.
2. Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
3. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-
masing dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan.

Kewajiban suami dalam pasal 34 ayat (1) menegaskan


suami wajib melindungi istri dan keluarganya, yaitu memberikan
rasa aman dan nyaman, dan istri wajib mengurus urusan rumah
tangga sebaik mungkin. Jika keduanya malakukan sesuatu yang
akibatnya melalaikan kewajibanya maka baik istri atau suaminya
dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.11

C. Menurut Kompilasi Hukum Islam


Kompilasi Hukum Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri
dalam bab VII pasal 77 sampai dengan pasal 84. 12Pasal 77 Kompilasi
Hukum Islam menyatakan:
a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah yang menjadi sendi
dasar dari susunan masyarakat.
b. Suami istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati,
setia dan memberi bantuan lahir batin antara yang satu dengan
yang lain.
c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara
anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani
maupun kecerdasan dan pendidikan agamanya.
d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.

11
Amak FZ. Proses Undang-undang Perkawinan. (Bandung: al- Maarif: 1976). Hlm. 7
12
Kompilasi Hukum Islam, hlm. 24-28.

6
e. Jika suami atau istri melalaikan kewajibanya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan agama

Adapun pasal 78 KHI menjelaskan:


a. Suami istri harus mempunyai kediaman yang sah.

b. Rumah kediaman yang dimaksud oleh ayat (1) ditentukan oleh


suami istri bersama.

Dalam Kompilasi Hukum Islam yang mengatur tentang kedudukan suami


istri terdapat dalam pasal 79, yaitu:
a. Suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga.
b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan
hidup bersama masyarakat.
c. Masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum.

Pasal 80 KHI menjelaskan tentang kewajiban suami terhadap istri dan


keluarganya, yaitu:
a. Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya,
akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah-tangga yang penting
diputuskan oleh suami istri bersama. Suami wajib melindungi
istrinya dan memberikan sesuatu keperluan hidup berumah
tangga sesuai dengan kemampuanya. Suami wajib memberikan
pendidikan dan kesempatan belajar pengetahuan yang berguna
dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
b. Sesuai dengan penghasilan suami menanggung:
(1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.
(2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi istri dan anak.
(3) Biaya pendidikan anak.

7
c. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut dalam ayat
(4) huruf a dan b di atas berlaku sesudah ada tamkin dari
istrinya.
d. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap
dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b
e. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila
istri nusyus.
KHI Pasal 81 terdiri atas empat ayat yang menjelaskan tentang tempat
kediaman yang menyatakan:
a. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan
anak-anaknya atau bekas istri yang masih dalam masa iddah.
b. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk
istri selama dalam ikatan atau dalam iddah talak atau iddah
wafat.
c. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan
anak-anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka
merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi
sebagai tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat
menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
d. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan
kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan
lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan
rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.
Dalam pasal 82 KHI menerangkan tentang kewajiban suami yang
beristri lebih dari seorang, yaitu:
a. Suami yang mempunyai istri lebih dari seorang berkewajiban
memberi tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-
masing istri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlah
keluarga yang ditanggung masing-masing istri, kecuali jika
ada perjanjian perk awinan.

8
b. Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat
menempatkan istrinya dalam satu tempat kediaman.
Pasal 83 dan pasal 84 KHI menjelaskan tentang kewajiban istri terhadap
suaminya, yaitu:

Pasal 83
a. Kewajiban utama bagi seorang istri adalah berbakti lahir
dan batin di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh
hukum Islam.

b. Istri menyelanggarakan dan mengatur keperluan rumah


tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84

a. Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan


kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal
83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.
b. Selama istri dalam keadaan nusyuz, kewajiban suami
terhadap istrinya tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan
b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
c. Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku
kembali sesudah istri tidak nusyuz.
d. Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyu>z dari istri
harus didasarkan atas bukti yang sah.
Agar tidak dianggap nusyuz maka istri harus
melaksanakan kewajiban dalam rumah tangga yaitu,
berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-
batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. Di samping itu
istri berkewajiban pula menyelenggarakan dan mengatur
keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-
baiknya.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan baiknya pengetahuanantar suami istri perihal hak dan kewajiban


apa saja yang harus dipenuhi, semakin sedikit pula celah masalah yang
masuk. Sebab suami dan istrimemahami apa yang boleh didapatinya atau
diterimanya dan apa yang harus dipenuhi oleh masing-masing mereka.

10
DAFTAR PUSTAKA

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,


ed.3 cet-2
Amir Syarifuddin, Hukum Perekonomian Islam di Indonesia, (Jakarta:
Prenada Media 2006)
Hamim Ilyas, Perempuan Tertindas: Kajian Hadis-hadis “Misoginis”,
(Yogyakarta: Press & PSW, 2003)
Quraish Shihab .M Tafsir al-Mishbah
Departemen Agama RI, Membangun Keluarga Harmonis
Amin Summa. Hukum Keluarga di Dunia Islam. (Jakarta: PT.
RajaGrafindo. 2004)
Subekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang hukum perdata
dengan Tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-undang
Perkawinan,Cet.ke-18, (Jakarta: pradnya Paramita 1984)
Rasjidi Lili, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaisia dan
Indonesia, Cet ke-1,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1991)
Amak FZ. Proses Undang-undang Perkawinan. (Bandung: al- Maarif:
1976)
Kompilasi Hukum Islam. (Jakarta: Instruksi Presiden .1991)

11

Anda mungkin juga menyukai