Anda di halaman 1dari 15

PENYAKIT HEPATITIS B

A. Latar Belakang
PD3I adalah Penyakit yang Dapat Dicegah dengan
Imunisasi. Imunisasi adalah upaya yang dilakukan
dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada
bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit.
Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa
pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam
pemeliharaan kesehatan anak (Supartini, 2004, hlm.173).
Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit
tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit
tertentu pada sekelompok masyarakat atau populasi atau
bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia
seperti pada imunisasi cacar variola. Keadaan yang terakhir
lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat
ditularkan melalui manusia. Program imunisasi bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini
penyakit-penyakit tersebut adalah difteri, tetanus, batuk
rejan (pertusis), campak (measles) , polio, dan tuberculosis.
(Notoatmodjo, 2007, hlm.46).
Prevalensi PD3I sangatlah besar. Pada tahun 2008 kasus
campak berjumlah 11933, tetanus neonatal 170, dan 187
kasus difteri di Indonesia. PD3I juga merupakan salah satu
faktor kematian anak di Indonesia yang cukup tinggi. Tenaga
Kesehatan Masyarakat adalah salah satu tenaga di bidang
kesehatan yang memiliki ilmu manajemen yang berkaitan
dengan kesehatan masyarakat. Ditinjau dari kurikulum
pendidikan Fakultas Kesehatan Masyarakat, maka
kompetensi tenaga kesehatan masyarakat yaitu kemampuan
menganalisis dan sintesis permasalahan kesehatan
masyarakat dan upaya mengatasi masalah tersebut, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan dalam menyusun, mengelola,
dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan dalam menyusun proposal
penelitian, manajemen kesehatan, dan melaksanakannya
dengan baik. Tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas)
bermanfaat dalam mengatasi permasalahan kesehatan
masyarakat berbasis lingkungan, termasuk melalukan
berbagai kreasi dalam upaya meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Dalam upaya pembangunan kesehatan peranan yang
dilakukan tenaga kesehatan masyarakat salah satunya
adalah melakukan upaya promotif dan preventif. Oleh karena
itu, dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan
dari pembaca utamanya calon tenaga kesehatan masyarakat
agar nantinya dapat membantu upaya promotif dan preventif
dari PD3I sehingga derajat kesehatan masyarakat makin
meningkat.
B. Definisi Hepatitis B
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan
oleh "Virus Hepatitis B" (VHB), suatu anggota famili
Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati
akut atau menahun yang pada sebagian kecil kasus dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B
merupakan infeksi virus yang menyerang hati dan dapat
menyebabkan penyakit akut maupun kronik dan secara
potensial merupakan infeksi hati yang mengancam nyawa
disebabkan oleh virus hepatitis B (WHO, 2012).
C. Segitiga Epidemiologi
1. Agen
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk
DNA virus. Virus hepatitis B merupakan partikel bulat
berukuran 42nm dengan selubung fosfolipid (HbsAg). Virus
Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg,
dan HBeAg.
2. Host
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang
dapat mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit
hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a) Umur Hepatitis B dapat menyerang semua golongan
umur. Paling sering pada bayi dan anak (25-45,9 %)
resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan
bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan
menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan
pada orang dewasa 3-10% (Markum, 1997). Hal ini
berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah
cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
b) Jenis kelamin Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih
sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.
c) Kebiasaan hidup. Sebagian besar penularan pada masa
remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya
hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika
suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
d) Pekerjaan kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi
hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi,
perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas
laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-
hari kontak dengan penderita dan material manusia
(darah, tinja, air kemih).
3. Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang
mempengaruhi perkembangan hepatitis B.
Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
a) Lingkungan dengan sanitasi yang kurang baik.
b) Daerah dengan angka prevalensi VHB nya tinggi.
c) Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata.
d) Daerah unit laboratorium.
e) Daerah unit Bank Darah.
f) Daerah tempat pembersihan.
g) Daerah dialisa dan transplantasi.
h) Daerah unit perawatan penyakit dalam
D. Diagnosis
Diagnosis infeksi Hepatitis B kronis didasarkan pada
pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan
histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan
untuk diagnosis dan evaluasi infeksi Hepatitis B kronis adalah
: HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA (4,5). Pemeriksaan
virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum
sangat penting karena dapat menggambarkan tingkat
replikasi virus. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk
menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan
kadar ALT menggambarkan adanya aktivitas kroinflamasi.
Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai
prediksi gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang
menunjukkan proses nekroinflamasi yang lebih berat
dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar
ALT normal memiliki respon serologi yang kurang baik pada
terapi antiviral.
E. Penularan
Ada 2 cara penularan infeksi virus hepatitis B yaitu
penularan vertikal dan penularan horizontal.
1. Vertikal: Penularan infeksi HBV dari ibu hamil kepada bayi
yang dilahirkannya. Dapat terjadi pada masa sebelum
kelahiran atau prenatal, selama persalinan atau perinatal
dan setelah persalinan atau postnatal. Penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar bayi yang tertular
VHB secara vertikal mendapat penularan pada masa
perinatal yaitu pada saat terjadi proses persalinan. Karena
itu bayi yang mendapat penularan vertikal sebagian besar
mulai terdeteksi HBsAg pada usia 3-6 bulan yang sesuai
dengan masa tunas infeksi VHB yang paling sering
didapatkan. Penularan yang terjadi pada masa perinatal
dapat terjadi melalui cara maternofetal micro infusion yang
terjadi pada waktu terjadi kontraksi uterus.
2. Horizontal: Cara penularan horizontal terjadi dari seorang
pengidap hepatitis B kepada individu yang masih rentan.
Penularan horizontal dapat terjadi melalui kulit atau melalui
selaput lendir.
a) Melalui Kulit : Ada dua macam penularan melalui kulit
yaitu penularan melalui kulit yang disebabkan tusukan
yang jelas (penularan parenteral), misalnya melalui
suntikan, transfusi darah, atau pemberian produk yang
berasal dari darah dan tattoo. Kelompok kedua adalah
penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas,
misalnya masuknya bahan infektif melalui goresan atau
abrasi kulit dan radang kulit.
b) Melalui Selaput Lendir : Selaput lendir yang diduga
menjadi jalan masuk VHB ke dalam tubuh adalah selaput
lendir mulut, hidung, mata, dan selaput lendir kelamin.
Melalui selaput lendir mulut dapat terjadi pada mereka
yang menderita sariawan atau selaput lendir mulut yang
terluka. Melalui selaput lendir kelamin dapat terjadi
akibat hubungan seks heteroseksual maupun
homoseksual dengan pasangan yang mengandung
HBsAg positif yang bersifat infeksius.
F. Gejala Klinis
Gejala yang dapat muncul pada penyakit hepatitis B adalah:
1. Kulit dan putih mata menjadi kuning (ikterus)
2. Kelelahan
3. Sakit perut kanan-atas
4. Hilang nafsu makan
5. Berat badan menurun
6. Demam
7. Mual
8. Mencret atau diare
9. Muntah
10. Air seni seperti teh dan/atau kotoran berwarna dempul
11. Sakit sendi
G. Manifestasi Klinis
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis,
manifesatsi klinis hepatitis B dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Hepatitis Akut
Manifestasi klinis hepatitis b akut cenderung ringan.
Hepatitis B akut yaitu manefestasi infeksi virus hepatitis B
terhadap individu yang sistem imunologinya matur
sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari
tubuh. Gejala klinik terdiri atas 4 fase yaitu:
a) Fase inkubasi
Waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
icterus. Fase inkubasi hepatitis B berkisar antara 15-180
hari dengan rata-rata 60-90 hari.
b) Fase praikterik (prodromal)
Fase ini adalah waktu antara timbulnya keluhan-keluhan
pertama dan timbulnya gejala dan ikterus. Keluhan yang
sering terjadi seperti: malaise, rasa lemas, lelah,
anoreksia, mual, muntah, terjadi perubahan pada indera
perasa dan penciuman, panas yang tidak tinggi, nyeri
kepala, nyeri otot-otot, rasa tidak enak/nyeri di
abdomen, dan perubahan warna urine menjadi cokelat,
dapat dilihat antara 1-5 hari sebelum timbul ikterus, fase
prodromal ini berlangsung antara 3-14 hari.
c) Fase icterus
Icterus muncul setelah 5-10 hari, namun juga dapat
muncul bersama dengan gejala. Gejala demam dan
gastrointestinal mulai tambah hebat, disertai
hepatomegali dan spinomegali. Timbulnya ikterus makin
hebat dengan puncak pada minggu ke dua. Setelah
timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan
laboratorium tes fungsi hati abnormal.
d) Fase penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim
aminotransferase dan menghilangnya icterus dan
keluhan lainnya. Pembesaran hati masi ada tetapi tidak
terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
2. Hepatitis Kronis
Hepatitis B kronik yaitu kira – kira 5 -10% penderita
hepatitis B akut akan mengalami hepatitis B kronik.
Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukan
perbaikan yang mantap (Aguslina, 1997).
Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menkadi 3 fase yaitu:
a) Fase imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleran terhadap VHB sehingga
konsentrasi tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi
peradangan hati yang berat. VHB berada dalam fase
replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
b) Fase imunoaktif
Fase imunoaktif menandakan bahwa penderita VHB
sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB
akibat terjadinya repikasi virus yang berkepanjangan
yang mengakibatkan proses nekroinflamasi.
c) Fase residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dengan
menimbulkan pecahnya sel hati yang terinveksi VHB.
Fase ini ditandai dengan titer HBsAg rendah, HBeAg
yang menjadi negative dan atigen HBe yang menjadi
positif, serta konsentrasi ALT normal (Sudoyo et al,
2009).
H. Riwayat Alamiah
1. Masa Tunas
Masa tunas sering sukar ditentukan karena saat terserang
infeksi sering tidak diketahui.
2. Fase Pre Ikterik
Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan
infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Pertama kali
timbul adalah penurunan nafsu makan (nausea), mual,
muntah, nyeri perut kanan atas (ulu hati). Badan terasa
pegalpegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas
capek, suhu badan meningkat sekitar 39˚C berlangsung
selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-
gatal mencolok pada hepatitis B.
3. Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat,
penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus
pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu
pertama, kemudian menetap dan baru berkurang setelah
10-14hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal seluruh
tubuh, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2
minggu.
4. Fase Penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa
mual, rasa sakit di uluhati, disusul bertambahnya nafsu
makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik.
Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar
kembali, namun lemas dan lekas capai.
I. Pengobatan
Ada tiga jenis pengobatan yang disetujui di AS untuk hepatitis
B kronis:
1. Interferon-alfa: Obat ini meniru kegiatan interferon-alfa
yang berada secara alami dalam tubuh kita dan berfungsi
sebagai antivirus. Obat ini disetujui di AS beberapa tahun
yang lalu untuk pengobatan hepatitis B kronis. Dosis yang
diberikan 5 juta satuan (IU) setiap hari atau 10 juta IU tiga
kali seminggu – disuntik di bawah kulit atau ke dalam otot –
selama empat bulan.
2. Lamivudine (3TC): Setelah disetujui untuk mengobati HIV,
3TC juga disetujui untuk mengobati hepatitis B kronis.
Orang yang hanya terinfeksi HBV (dan tidak HIV) meminum
satu tablet 100mg 3TC setiap hari. Orang dengan HBV dan
HIV bersama harus memakai dosis yang dibutuhkan untuk
mengobati HIV – 300mg sehari.
3. Adefovir dipivoxil: Penelitian obat ini pada awal untuk
pengobatan HIV, tetapi dosis yang efektif untuk HIV
menimbulkan efek samping pada ginjal. Dosis yang
dibutuhkan untuk mengobati HBV jauh lebih rendah –
hanya satu tablet 10mg sehari – dan karena itu risiko efek
samping pada ginjal juga lebih rendah. Pada uji coba klinis,
adefovir ternyata efektif untuk pengobatan orang dengan
hepatitis B kronis yang baru memakai terapi untuk pertama
kali, dan juga untuk orang dengan HBV yang sudah
resistan terhadap 3TC.
J. Pencegahan
Penyakit hepatitis B dapat dicegah dengan cara:
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah upaya untuk memberikan
kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit
tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup,
maupun kondisi lain yang merupakan faktor risiko untuk
munculnya suatu penyakit. Pencegahan primordial yang
dapat dilakukan adalah:
a) Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur
serta konsumsi makanan dengan gizi seimbang.
b) Bagi ibu agar memberikan ASI pada bayinya karena ASI
mengandung antibodi yang penting untuk melawan
penyakit.
c) Melakukan kegiatan fisik seperti olah raga dan cukup
istirahat
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan
sebelum terjadi penyakit ketika seseorang sudah terpapar
faktor resiko. Pencegahan primer yang dilakukan antara
lain:
a) Program Promosi Kesehatan
b) Memberikan penyuluhan dan pendidikan khususnya bagi
petugas kesehatan dalam pemakaian alat-alat yang
menggunakan produk darah agar dilakukan sterilisasi.
Memberikan penyuluhan kepada masyarakat umumnya
agar melaksanakan program imunisasi untuk mencegah
penularan Secara konservatif dilakukan pencegahan
penularan secara parenteral dengan cara menghindari
pemakaian darah atau produk darah yang tercemar VHB,
pemakaian alat-alat kedokteran yang harus steril,
menghindari pemakaian peralatan pribadi terutama
sikat, pisau cukur, dan peralatan lain yang dapat
menyebabkan luka.
c) Program Imunisasi Pemberian imunisasi hepatitis B
dapat dilakukan baik secara pasif maupun aktif.
Imunisasi pasif dilakukan dengan memberikan hepatitis
B Imunoglobulin (HBIg) yang akan memberikan
perlindungan sampai 6 bulan. Imunisasi aktif dilakukan
dengan vaksinasi hepatitis B. Dalam beberapa keadaan,
misalnya bayi yang lahir dari ibu penderita hepatitis B
perlu diberikan HBIg mendahului atau bersama-sama
dengan vaksinasi hepatitis B. HBIg yang merupakan
antibodi terhadap terhadap VHB diberikan secara intra
muskular selambat-lambatnya 24 jam setelah persalinan.
Vaksin hepatitis B diberikan selambat-lambatnya 7 hari
setelah persalinan. Untuk mendapatkan efektivitas yang
lebih tinggi, sebaiknya HBIg dan vaksin hepatitis B
diberikan segera setelah persalinan.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan
terhadap orang yang sakit agar lekas sembuh dan
menghambat progresifitas penyakit melalui diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat.
a) Pemeriksaan Laboratorium Menurut WHO (1994) untuk
mendeteksi virus hepatitis digolongkan dengan tiga (3)
cara yaitu: Cara Radioimmunoassay (RIA), Enzim Linked
Imunonusorbent Assay (Elisa), imunofluorensi
mempunyai sensitifitas yang tinggi. Untuk meningkatkan
spesifisitas digunakan antibodi monoklonal dan untuk
mendeteksi DNA dalam serum digunakan probe DNA
dengan teknik hibridasi. Pemeriksaan laboratorium yang
paling sering digunakan adalah metode Elisa. Metode
Elisa digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan
pada hati melalui pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah
protein dan senyawa organik yang dihasilkan oleh sel
hidup umumnya terdapat dalam sel. Dalam keadaan
normal terdapat keseimbangan antara pembentukan
enzim dengan penghancurannya. Apabila terjadi
kerusakan sel dan peninggian permeabilitas membran
sel, enzim akan banyak keluar ke ruangan ekstra sel,
keadaan inilah yang membantu diagnosa dalam
mengetahui kadar enzim tersebut dalam darah.
Penderita hepatitis B juga mengalami peningkatan kadar
bilirubin, kadar alkaline fosfat. Pemeriksaan enzim yang
sering dilakukan untuk mengetahui kelainan hati adalah
pemeriksaan SGPT dan SGOT (Serum Glutamic Pirivuc
Transaminase dan Serum Glutamic Oksalat
Transaminase). Pemeriksaan SGPT lebih spesifik untuk
mengetahui kelainan hati karena jumlah SGPT dalam
hati lebih banyak daripada SGOT. Kejadian hepatitis akut
ditandai dengan peningkatan SGPT dan SGOT 10-20 kali
dari normal, dengan SGPT lebih tinggi dari SGOT. SGPT
dan SGOT normal adalah < 42 U/L dan 41 U/L. Pada
hepatitis kronis kadar SGPT meningkat 5-10 kali dari
normal.
4. Pencegahan Tersier
Sebagian besar pencegahan penderita hepatitis B akut
akan membaik atau sembuh sempurna tanpa
meninggalkan bekas. Tetapi sebagian kecil akan menetap
dan menjadi kronis, kemudian menjadi buruk atau
mengalami kegagalan faal hati. Biasanya penderita dengan
gejala seperti ini akan berakhir dengan meninggal dunia.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut maka
perlu diadakan pemeriksaan berkala. Sebelum
dilaksanakan pembedahan, pada waktu pembedahan, dan
pasca pembedahan.
K. Imunisasi Hepatitis B
1. Tujuan Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk mendapatkan
kekebalan aktif terhadap penyakit Hepatitis B (Atikah,
2010).
2. Vaksin Vaksin ini terbuat dari bagian virus Hepatitis B yang
dinamakan HbsAg, yang dapat menimbulkan kekebalan
tetapi tidak menimbulkan penyakit.
3. Waktu Pemberian Imunisasi Hepatitis B diberikan sedini
mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah bayi lahir. Khusus
bagi bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus
hepatitis B, harus dilakukan imunisasi pasif memakai
imunoglobulin khusus antu hepatitis B dalam waktu 24 jam
kelahiran. Imunisasi dasar diberikan 3 kali dengan selang
waktu 1 bulan antara suntikan Hb 1 dengan Hb 2, serta
selang waktu 5 bulan antara suntikan Hb 2 dengan Hb 3.
4. Cara dan Dosis Pemberian Hepatitis B disuntikkan secara
Intra Muscular (IM) di daerah paha luar dengan dosis 0,5
ml.
5. Kontraindikasi Imunisasi ini tidak dapat diberikan kepada
anak yang menderita penyakit berat. Dapat diberikan
kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan
membahayakan janin. Bahkan akan memberikan
perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu
maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.
6. Efek Samping Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya
berupa nyeri pada tempat penyuntikkan dan sistematis
(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran
pernafasan). Reaksi ini akan hilang dalam waktu 2 hari.
DAFTAR PUSTAKA

Atikah Proverawati, MPH. 2010. Menopause dan Sindrom Pre


Menopause. Yogyakarta: Muha Medika

Notoatmodjo, 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.


Jakarta: Rineka Cipta

Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak.


Jakarta: EGC.
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi
V. Jakarta: Interna Publishing.
World Health Organization (WHO). Angka Kematian Bayi.
Amerika: WHO; 2012.

Anda mungkin juga menyukai