Anda di halaman 1dari 38

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 TRIAGE
2.1.1 Pengertian Triage
Triage berasal dari kata : “Tier” (Bahasa Perancis) yang berarti “terbagi
dalam tiga kelompok”. Triase adalah suatu proses penggolongan pasien
berdasarkan tipe dan tingkat kegawatan kondisinya dan sebagai suatu
tindakan pengelompokan penderita berdasarkan pada beratnya cedera yang
diprioritaskan ada tidaknya gangguan pada airway, breathing, dan
circulation dengan mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia dan
probabilitas hidup penderita.

2.1.2 Tujuan Triage


Tujuan dari Triage adalah :
a) Mengidentifikasi kondisi yang mengancam nyawa.
b) Memprioritaskan pasien menurut kondisi keakutannya.
c) Menempatkan pasien sesuai dengan keakutannya berdasarkan pada
pengkajian yang tepat dan akurat.
d) Menggali data yang lengkap tentang keadaan pasien.

2.1.3 Prinsip Triage


a) Triage harus dilakukan dengan segera dan singkat.
b) Kemampuan untuk menilai dan merespons dengan cepat kemungkinan
yang dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit atau cedera yang
mengancam nyawa dalam departemen gawat darurat.
c) Pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat.
d) Keakuratan dan ketepatan data merupakan kunci dalam proses
pengkajian.
e) Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian.
f) Keselamatan dan keefektifan perawatan pasien dapat direncanakan jika
terdapat data dan informasi yang akurat dan adekuat.
g) Intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan

1
h) Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan
perawat adalah keakuratan dalam mengkaji pasien dan memberikan
perawatan sesuai dengan prioritas pasien. Hal ini termasuk intervensi
terapeutik dan prosedur diagnostik.
i) Tercapainya kepuasan pasien.
1) Perawat triage harus menjalankan triage secara simultan, cepat, dan
langsung sesuai keluhan pasien.
2) Menghindari keterlambatan dalam perawatan pada kondisi yang kritis.
3) Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga pasien.
4) Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu
yang benar dengan penyedia pelayanan yang benar.

2.1.4 Klasifikasi Triage


Sistem klasifikasi mengidentifikasi tipe pasien yang memerlukan berbagai
level perawatan. Prioritas didasarkan pada pengetahuan, data yang tersedia,
dan situasi terbaru yang ada. Huruf atau angka yang sering digunakan antara
lain sebagai berikut : prioritas 1 atau emergency, prioritas 2 atau urgent,
prioritas 3 atau nonurgent.
2.1.4.1 Triage Pre-Hospital
Triage pada musibah missal /bencana dilakukan dengan tujuan bahwa
dengan sumber daya yang minimal dapat menyelamatkan korban
sebanyak mungkin. Pada musibah massal, jumlah korban puluhan atau
mungkin ratusan, di mana penolong sangat belum mencukupi baik sarana
maupun penolongnya sehingga dianjurkan menggunakan teknik START.
Laporkan secara singkat pada call center dengan bahasa yang jelas
mengenai hasil dari pengkajian pada tempat kejadian tersebut, meliputi
hal-hal sebagai berikut.
a) Lokasi kejadian.
b) Tipe insiden yang terjadi.
c) Adanya ancaman atau bahaya yang mungkin terjadi.
d) Perkiraan jumlah pasien.
e) Tipe bantuan yang harus diberikan.

2
Metode Simple Triage and Rapid Treatment (START)
Metode START dikembangkan untuk penolong pertama yang bertugas
memilah pasien pada korban musibah massal/bencana dengan waktu 30
detik atau kurang berdasarkan tiga pemeriksaan primer seperti: respirasi,
perfusi (mengecek nadi radialis), status mental. Pasien dapat
diklasifikasikan menjadi berikut ini:
1. Korban kritis / immediate diberi label merah/kegawatan yang
mengancam nyawa (prioritas 1). Kriteria pada pengkajian adalah :
respirasi >30 x/menit, tidak ada nadi radialis, tidak sadar/penurunan
kesadaran.
2. Delay / tertunda diberi label kuning / kegawatan yang tidak
mengancam nyawa dalam waktu dekat (prioritas 2) dengan kriteria
sebagai berikut: respirasi <30 x/menit, nadi teraba, status mental
normal.
3. Minor. Korban terluka yang masih dapat berjalan diberi label
hijau/tidak terdapat kegawatan / penanganan dapat ditunda (prioritas
3).
4. Meninggal diberi label hitam/tidak memerlukan penanganan Dead

Tahapan metode START adalah sebagai berikut:


1. Langkah pertama.
Langkah pertama pada START adalah dengan aba-aba (loud speaker)
memerintahkan pada korban yang dapat berdiri dan berjalan bergerak
ke lokasi tertentu yang lebih aman. Jika pasien dapat berdiri dan
berjalan, maka bisa disimpulkan bahwa sementara tidak terdapat
gangguan yang mengancam jiwa pada korban-korban tersebut. Jika
korban mengeluh nyeri atau menolak untuk berjalan jangan dipaksa
untuk berpindah tempat. Pasien yang dapat berjalan dikategorikan
sebagai Minor
2. Langkah kedua.
Pasien yang tidak berdiri dan bergerak adalah yang menjadi prioritas
pengkajian berikutnya. Bergerak dari tempat berdiri penolong secara

3
sistematis dari korban satu ke korban yang lain. Lakukan pengkajian
secara singkat (kurang dari 1 menit setiap pasien) dan berikan label
yang sesuai pada korban tersebut. Ingat tugas penolong adalah untuk
menemukan pasien dengan label merah Immediate yang
membutuhkan pertolongan segera, periksa setiap korban, koreksi
gangguan airway dan breathing yang mengancam nyawa dan berikan
label merah pada korban tersebut.

Evaluasi Penderita berdasarkan RPM


START tergantung pada tiga pemeriksaan meliputi: RPM--Respiration
Perfusion, and Mental Status. Masing-masing pasien harus dievaluasi secara
cepat dan sistematis, dimulai dengan pemeriksaan respirasi (Breathing).
1. AIRWAY-BREATHING
Jika pasien bernapas, maka diperlukan pemeriksaan respirasi rate.
Pasien dengan pernapasan lebih dari 30 kali per menit, diberikan label
merah Immediate (immediate). Jika pasien bernapas dan laju pernapasan
kurang dari 30 x/menit, pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan
sirkulasi dan mental status pasien untuk dilakukan pemeriksaan secara
lengkap dalam 30 detik. Jika pasien tidak bernapas, secara cepat
bersihkan mulut pasien dari kemungkinan benda asing. Pasien yang
membutuhkan jalan napas dipertahankan dipasangkan dengan label
merah Immediate. Jika pasien tidak bernapas dan tidak mulai bernapas
ketika dilakukan pembebasan jalan napas dengan airway manuver
sederhana, maka pasien diberi label hitam Dead.
2. CIRCULATION
Langkah kedua pada START yaitu dengan menilai sirkulasi dari pasien.
Metode terbaik pada pemeriksaan sirkulasi yaitu dengan meraba
pergelangan tangan dan merasakan pulsasi dari arteri radialis.
Pengecekan dilakukan dalam 5-10 detik. Jika pulsasi arteri radialis tidak
dijumpai, maka pasien diberikan label merah Immediate.
3. MENTAL STATUS

4
Akhir dari pemeriksaan adalah dengan menilai status mental pasien.
Observasi ini dilakukan pada pasien dengan pernapasan dan sirkulasi
yang adekuat. Tes mental status yaitu dengan meminta pasien untuk
mengikuti perintah yang sederhana. "Buka matamu, tutup matamu,
genggam tangan saya". Pasien yang dapat mengikuti perintah sederhana
diberikan label kuning Delayed sedangkan pasien yang tidak responsif
terhadap perintah sederhana diberikan label merah Immediate.

2.1.4.2 Triage In Hospital


Pada unit gawat darurat perawat bertanggung jawab dalam menentukan
prioritas perawatan pada pasien. Keakutan dan jumlah pasien, skill perawat,
ketersediaan peralatan dan sumber daya dapat menentukan seting prioritas.
Thomson dan Dains (1992) mengidentifikasi tiga tipe yang umum dari
sistem triage yaitu sebagai berikut.
a. Tipe 1 Traffic Director /Triage non-Nurse.
Petugas yang melakukan triage bukan staf berlisensi seperti asisten
kesehatan. Staf melakukan pengkajian visual secara cepat dan bertanya
apa keluhan utama. Hal ini tidak berdasarkan standar dan tidak
ada/sedikit dokumentasi.
b. Tipe 2 Spot Check Triagel Advanced Triage.
Staf yang berlisensi seperti perawat atau dokter melakukan pengkajian
cepat termasuk latar belakang dan evaluasi subjektif dan objektif.
Biasanya tiga kategori ketakutan pasien digunakan. Meskipun
penampilan dari tiap profesional pada triage bervariasi bergantung dari
pengalaman dan kemampuan.
c. Tipe 3 Comprehensive Triage
Tipe ini merupakan sistem advanced dari triage dimana staf
mendapatkan pelatihan dan pengalaman triage. Kategori keakutan
termasuk 4 atau 5 kategori. Tipe ini juga menulis standar atau protokol
untuk proses triage termasuk tes diagnostik, penatalaksanaan spesifik,
dan evaluasi ulang dari pasien. Dokumentasi juga hasus dilakukan.

5
2.1.5 Sistem Tingkat Kedaruratan Triage
Sistem tingkat kedaruratan triage peninjauan yang paling penting yaitu
validitas dan reabilitas. Validitas adalah tingkat akurasi sistem kedaruratan,
pelaksanaan triage sudah sesuai dengan standar atau belum, dan pembedaan
tingkatan triage yang berbeda juga apah sudah membedakan tingkat
kedaruratannya.
Reabilitas ialah mengacu pada konsistensitas sistem tingkat triage. apakah
perawat triage yang berbeda yang menanggani pasien yang sama dapat
menentukan tingkat kedaruratan yang sama pula. Kriteria setiap tingkatan
triage haruslah konsisten atau tetap.
1. Triage dua tingkat
Pasien di kategorikan sakit atau tidak, pasien yang sakit membutuhkan
perawatan darurat dengan kondisi yang membahayakan nyawa, tubuh,
atau organ. Pasien yang tidak sakit ialah pasien yang tidak menunjukkan
tanda- tanda serius, bisa menunggu jika perawatan sedikit menunda.
2. Triage tiga tingkat
Pengkategorian dapat ditentukan berdasarkan warna (merah, kuning, dan
hijau) atau penomoran (kategori 1, 2, dan 3), tetapi pada dasarnya kategori
tersebut merujuk pada kondisi yaitu :
a) Gawat darurat, pasien membutuhkan tindakan yang cepat. Keluhan
utama adalah berdasarkan pada ancaman serius terhadap nyawa, tubuh,
atau organ, misalnya serangan jantung, trauma berat, gagal napas.
Respon pasien menjadi perhatian penting dan perlu dilakukan observasi
secara berkelanjutan.
b) Darurat, pasien membutuhkan tindakan segera, tetapi pasien masih
mungkin menunggu beberapa jam jika mampu. Misalnua nyeri
abdomen, fraktur, dan cholik ureter. Perlu untuk dilakukan observasi
setiap 30 menit.
c) Biasa, setelah pasien dilakukan pengkajian, karena kondisi pasien tidak
kritis, maka pasien dapat menunggu. Pasien dapat berada di ruang
ambulatory care, misalnya konjugtivitis, faringitis, dermatitis, dan
sebagainya. Dilakukan observasi setiap 1 sampai 2 jam.

6
3. Triage empat tingkat
Penggunaan sistem triage dilakukan dengan menambah status life
threatening (ancaman nyawa) selain status gawat darurat, darurat, dan
biasa.
4. Triage lima tingkat
Kebijakan American College of Emergency Physicians (ACEP) dan ENA
(2003), maka di amerika Serikat dilakukan secara nasional penggunaan
triage lima tingkat.

2.1.6 Proses Triage


Pengkajian triage haruslah dilakukan dengan jelas dan tepat waktu. Tujuan
proses triage ialah mengumpulkan data dan keterangan sesuai dengan kondisi
pasien dalam rangka pengambilan keputusan triage untuk kemudian
merencanakan intervensi dan bukan mendiagnostis. Ketika perawat triage
menemukan kondisi yang mengancam nyawa, pernapasan, atau sirkulasi,
maka perawat tersebut harus segera melakukan intervensi dan pasien dibawa
ke ruang perawatan. Tindakan triage perlu dipahami istilah Undertriage dan
Uptriage. Undertriage adalah proses yang underestimating tingkat
keperawahan atau cedera, misalnya pasien prioritas 1 (Segera) sebagai
prioritas 2 (tertunda) atau prioritas 3 (minimal). Uptriage adlaah proses
overestimating tingkat individu yang telah mengalami sakit atau cedera,
misalnya pasien prioritas 3 sebagai prioritas 2 (tertunda) atau prioritas
1(segera). Apabila terjadi keragu-raguan dalam penilaian triage dianjurkan
untuk melakukan upriage untuk menghindari penurunan kondisi penderita.

2.1.7 Pengkajian Triage


Proses pengkajian triage diantaranya :
a. Perawat melakukan pengkajian pasien, perawat triage memeriksa pasien,
perawat harus memeriksa dengan jelas, mendengarkan suara yang tidak
umum dan harus waspada terhadap berbagai bau.
b. Perawat harus memperhatikan pengontrolan infeksi dalam situasi apa pun
di mana kontak dengan darah dan cairan tubuh bisa terjadi Membersihkan

7
tangan dengan sabun atau pembersih tangan setiap kali kontak dengan
pasien merupakan langkah penting mengurangi penyebaran infeksi.
c. Pengkajian atar ruang (sekilas pandang):
Melihat:
a) Kepatenan jalan napas
b) Status penapasan, penggunaan O2
c) Tanda-tanda pendarahan eksternal
d) Tingkat kesadaran : composmentis, somnolen, apatis
e) Keluhan nyeri : Keluhan prediktor nyeri, wajah menyeringai,
tangan menggenggam
f) Warna dan keadaan kulit : sianosis
g) Penyakit kronis : Cancer, PPOK, CVA PIS
h) Keadaan tubuh : udema
i) Perilaku umum : takut, marah, sedih, biasa
j) Adanya alat bantu medis : balutan
k) Pakaian : bersih, kotor
Mendengar:
a) Suara napas abnormal
b) Cara berbicara, intonasi, bahasa
c) Interaksi dengan orang lain
Mencium:
a) Bau keton, urine, alkohol, sisa muntahan.
b) Rokok infeksi, obat-obatan, kondidi kurang hygienis
d. Pengkajian antar ruang (sekilas pandang) pada pasien anak
Penampilan:
a) Keadaan otot
b) Pandangan mata
c) Tangisan, ucapan
Status pernapasan:
a) Gangguan pada hidung
b) Retraksi intercostae
c) Suara napas abnormal

8
d) Posisi kenyamanan
e) Perubahan status pernapasan
Sirkulasi kulit:
a) Pucat
b) Sianosis
c) Mottling (titik-titik bercak atau berwarna beda pada
2.1.8 Anamnesa Triage
Anamesa triage diperoleh melalui wawancara, wawancara triage dimulai
saat perawat memperkenalkan diri dan menjelaskan triage secara singkat
(proses interaksi). wawancara dilakukan dalam waktu yang relatif singkat,
dimana perawat menentukan keluhan utama dan riwayat sakit saat ini
(Awitan sakit sampai dibawa mencari pertolongan). Berdasarkan hasil
temuan, perawat triage melakukan pengkajian yang berfokus pada masalah
dan melakukan pengukuran tanda-tanda vital dan kemudian perawat
menentukan tingkat kedaruratan triage dari keterangan yang didapatkan.
Setelah itu akan diputuskan apakah pasien langsung dikirim ke ruang
perawatan untuk mendapatkan tindakan langsung atau pasien diharuskan
daftar terlebih terlebih dahulu dan menunggu di ruang tunggu untuk
mendapatkan perawatan selanjutnya dari dokter dan perawat.
Tujuan wawancara triage adalah menentukan keluhan utama, mendapatkan
penjelasan dari tanda dan gejala yang terkait, menggolongkan tingkat
kedaruratan pasien dan melakukan perawatan berdasarkan tentang alasan
mengapa pasien datang ke IGD. Perawat selalu menggunakan pertanyaan
terbuka seperti " apa yang anda keluhkan saat ini? " atau " Apa yang anda
rasakan saat ini?". Keluhan utama sebaiknya dicatat sesuai dengan kata-kata
pasien. Jika pasien mengatakan beberapa masalah, keterangan, perawat triage
harus memfokuskan pasien untuk menentukan alasan utama kedatangan
pasien ke IGD. Jika pasien datang dengan menggunakan ambulan, keterangan
tentang pasien dapat diperoleh dari petugas kesehatan sebelumnya, tetapi
penting untuk dilakukan verifikasi kepada pasien dalam rangka untuk
mencocoknkan antara keterangan petugas dengan pasien. Hal dilakukan jika
pasien dalam keadaan keadaan sadar dan kooperatif.

9
2.1.9 Dokumentasi Triage

Proses pencatatan triage harus jelas, singat, dan padat. Tujuan


dokumentasi triage adalah mendukung keputusan triage, sebagai alat
komunikasi antar petugas tim kesehatan di unit gawat darurat (dokter,
perawat, ahli radiologi) dan sebagai bukti aspek mediko-legal. Pencatat
bisa dilakukan secara komputer atau manual dan mencakup bagian dasar
dari pendokumentasian triage yang meliputi :
1. Waktu dan tanggal kedatangan di IGD
2. Cara kedatangan
3. Usia pasien
4. Waktu wawancara triage
5. Riwayat alergi (obat,makanan, latex)
6. Riwayat pengobatan yang sedang dijalani
7. Tingkat kedaruratan
8. Tanda-tanda vital
9. Tindakan pertolongan utama
10. Riwayat keluhan utama
11. Pengkajian subjektif dan objektif
12. Riwayat kesehatan yang berhubungan
13. Waktu terakhir menstruasi
14. Riwayat imunisasi termasuk imunisasi tetanus terakhir
15. Tes diagnostik yang dianjurkan
16. Pengobatan yang diberikan saat triage
17. Tanda tangan perawat yang melakukan triage
18. Disposisi dan re-evaluasi

2.2 Syok
2.2.1 Definisi
Syok adalah suatu keadaan gawat yang terjadi jika system kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh
tubuh dalam jumlah syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah
rendah dan kematian sel maupun jaringan yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kematian apabila tidak segera ditanggulangi.

10
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya
aliran darah,termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal
jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi)
atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau
infeksi).

2.2.2 Jenis-Jenis Syok

2.2.2.1 Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana


terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan
beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan
berakibat pada perfusi yang tidak adekuat. Paling sering, syok
hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok
hemoragik) Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus
dan perdarahan gastrointestial yang berat merupakan dua penyebab yang
paling sering pada syok hemoragik. Syok hemoragik juga dapat
merupakan akibat dari kehilangan darah yang akut secara signifikan dalam
rongga dada dan rongga abdomen. Dua penyebab utama kehilangan darah
dari dalam yang cepat adalah cedera pada organ padat dan rupturnya
aneurisma aorta abdominalis. Syok hipovolemik dapat merupakan akibat
dari kehilangan cairan yang signifikan (selain darah).

2.2.2.2 Syok Kardiogenik

Disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang


mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama
sekali. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya
tanda-tanda syok dan dijumpainya adanya penyakit jantung, seperti infark
miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau
adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat
jantung.

2.2.2.3 Shock Septic

Suatu keadaan dimana tekanan darah turun sampai tingkat yang


membahayakan nyawa sebagai akibat dari sepsis, disertai adanya infeksi
(sumber infeksi). Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh
bakteri tertentu dan akibat sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem
kekebalan untuk melawan suatu infeksi).Racun yang dilepaskan oleh
bakteri bisa menyebabkan kerusakan jaringan dan gangguan peredaran
darah. Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif
yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif
ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas

11
arteriovena perifer Selain itu terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke
intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel vang
terjadi tidak disebabkan penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.

2.2.2.4 Shock Anafilaktik

Šyok anafilaktik merupakan suatu reaksi alergi yang cukup serius.


Penyebabnya bisa bermacam macam mulai dari makanan, obat obatan,
bahan bahan kimia dan gigitan serangga. Disebut serius karena kondisi ini
dapat menyebabkan kematian dan memerlukan tindakan medis segera .
jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak
lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen
yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga
terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan
ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler
menyeluruh. Terjadi hipovolemia relative karena vasodilatasi yang
mengakibatkan syok, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler
menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik. bisa terjadi bronkospasme yang
menurunkan ventilasi.

2.2.3 Derajat Syok Menurut Kegawatannya

1. Syok Ringan

a. Kehilangan volume darah <20%

b. Penurunan perfusi hanya pada jaringan non vital seperti


kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif
dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yalg enetap (irreversible). Kesadaran
tidak terganggu. Produksi urin normal atau hanya sedikit
menurun, asidosis metabolic tidak ada atau ringan.

c. Tanda klinis: rasa dingin, hipotensi postural, takikardi, kulit


lembab, urine pekat, diuresis kurang, kesadaran masih
normal

2. Syok Sedang
a. Kehilangan cairan 20%-40% dari volume darah total
b. Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun
(hati, usus, gìnjal). Organ-organ ini tidak dapat

12
mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak,
kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin
kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan
tetapi kesadaran relatif masih baik.
c. Tanda klinis: penurunan kesadaran, delirium/agitasi,
hipotensi, takikardi, nafas cepat dan dalam, oliguri, asidosis
metabolik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital.
Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah
lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan
tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung
menurun).

2.2.4 Etiologi

Penyebab syok berdasarkan jenis syok sebagai berikut:

1. Syok hipovolemik (berkurangnya volume sirkulasi darah):

a. kehilangan darah, misalnya perdarahan

b. kehilangan plasma, misalnya luka bakar dan

c. dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar
yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah,).

d. cairan keluar yang banyak (misalnya điare, muntah- muntah, fistula,


obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen usus).

2. Syok kardiogenik (kegagalan kerja jantungnya sendiri)

a. penyakit jantung iskemik, seperti infark

b. obat-obat yang mendepresi jantung, dan

c. gangguan irama jantung,

3. Syok septic

a. infeksi bakteri gram negative

b. malnutrisi,

c. luka besar terbuka

d. iskemia saluran pencernaan

13
4. Syok anafilaktik

a. makanan,

b. obat obatan,

c. bahan-bahan kimia dan

d. gigitan serangga

2.2.5 Tanda-Tanda dan Gejala Syok

1. Syok hipovolemik

a. Pucat

b. Kulit dingin

c. Takikardi

d. Oliguri

e. hipotensi

2 Syok kardiogenik

a. hipotensi (<90 mmHg)

b. gelisah.

c. pucat,

d. kulit dingin dan basah

e. menurunnya kesadaran

f. nadi : pengisian kurang, cepat 90-110/menit. Mungkin bradikardi

g. pernapasan : takipnea,

h. produksi urin berkurang (Oliguria: <30 mg/jam)

3. Syok septic

a. pernafasan menjadi cepat,

b. hipotensi

c. menggigil hebat,

14
d. suhu tubuh yang naik sangat cepat

e. kulit hangat dan kemerahan

f. denyut nadi lemah

g. tekanan darah yang turun-naik

h. oliguri

4. Syok anafilaktik

a. bercak kemerahan pada kulit yang disertai dengan rasa gatal.

b. bengkak pada tenggorokan dan atau organ tubuh yang lain.

c. sesak atau kesulitan untuk bernafas.

d. rasa tidak nyaman pada dada (seperti diikat dengan kencang).

e. suara serak.

f. kehilangan kesadaran.

g. kesulitan menelan.

h. diare, sakit perut dan muntah muntah.

i. kulit menjadi merah atau pucat

2.2.6 Patofisiologi Syok Menurut Jenisnya

1. Syok Hipovolemik

Tubuh manusia berespon terhadap akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major
fisialogi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular. Sistem perdarahan renal
dan sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat
yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan
mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thrombaxane A2 lokal)
dan membentuk sumbatan immature pada sumber perdarahan. Pembuluh darah
yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan
menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang
lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan
formasi matur. Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan
mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian
pelepasan norepinefrin dan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor
yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah

15
paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke
otak, jantung. dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI. System
urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan
rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian diproses
kemudian terjadi pembentukan angiotensi Il yang memiliki 2 efek utama yaitu
memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada
kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif
dan konservasi air. Penurunan . System neure endokrin merespon hemoragik syok
dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior
yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi
sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCI) pada
tubulus distal.

2. Syok Kardiogenik

Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang pada gilirannya


menurunkan tekanan darah arteria ke organ-organ vital. Aliran darah ke arteri
coroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang pada
gilirannya meningkatkan Iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan jantung
untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok
kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak
yang termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin,
serta kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat penurunan
oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter arteri pulmonal
untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat penting untuk
mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan yang telah
dilakukan. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang berkelanjutan
(LVEDP : Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan bahwa jantung
gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.

3. Syok Septic

Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan
aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri
gram negative dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif
dapat mengaktifkan:

a. Sistem komplemen

Sistem komplemen yang sudah meranngsang netrofil untuk saling


mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan
derivate asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga
memberikan efek vasoaktiflocal padam ikrovaskuler yang mengakibatkan
terjadi kebocoran vaskuler. Di samping itu system komplemen yang sudah

16
aktif dapat langsung menimbulkan meningkatnya efek
kemotaksis.superoksida radikal,enzim lisosom. Membentuk kompleks LPS
dan protein yang menempel pada sel monosit LBP-LPS monosit kompleks
dapat mengaktifkan cytokines kemudian akan merangsang neutrofil atau
selendotel, selendotel akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah
dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Cytokines dapat
secara langsung menimbulkan demam, perubahan metabolik dan
perubahan hormonal.

b. Faktor XII (Hageman faktor)

Faktor XII (Hagamen factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam
teikot yang terdapat pada dinding bakteri garam positif. Factor XII yang
sudah aktif akan meningkatkan pemakaian factor koagulasi sehingga
terjadi DIC. Faktor XII yang sudah aktif akan mengubah prekallikrein
menjadi kalikrein, kalikrein mengubah kininogen sehingga terjadi
pelepasan. Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang
banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika
terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolic (seperti urea nitrogen)
dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya
asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung
menunjukkan ketidak teraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah
yang tidak memadai ke otot jantung. Bahkan darah dibuat untuk
menentukan bakteri penyebab infeksi.

4. Syok Anafilaktik

Anafilaksis adalah reksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus yang
bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang
menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu efek
utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan
prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti histamin.

Histamin selanjutnya menyebabkan:

a. Kenaikan kapasitas vascular akibat dilatasi vena,

b. Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi sangat


menurun,dan

c. Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan


dan protein kedalam ruang jaringan secara cepat. Hasil akhirnya
menrupakan penurunan luar biasa pada aliran balik vena dan sering
menimbulkan syok serius sehingga pasien meninggal dalam beberapa hari.

17
d. Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angiodema,
spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah, vasodilatasi, dan nyeri abdomen. Jika seseorang sensitive terhadap
suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut,
akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat
antibody dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran
histamine,dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan dilatasi kapiler me- nyeluruh dan menyebabkan udema.

Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase;

a. Fase Sensitisasi,

Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan lgE sampai diikatnya


oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil. Allergen
masuk lewat kulit, mukosa. saluran nalas atau saluran makan ditangkap
oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen
tersebut.kepada Limfosit T, dimana akan sitokinin yang mengindukasi
Limfosit B berproliferasi menjadisel Plasma (Plasmosit). Sel plasma
memproduksi Immunoglobulin E (lg E) spesifik untuk antigen tersebut. Ig
E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan
basofil.

b. Fase Aktivasi

Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yang


sama. Masstosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada pemaparan ulang. Pada kesempatan lain masuk
allergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang sama tadi akan diikat
oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera pelepasan mediator
vasoaktif antara lain histamine,serotin bradikinin dan beberapa bahan
vasoaktif lain dari granula yang disebut dengan istilah preformed
mediators.lkatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat
darimembran sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT)
danProstaglandin yang terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang
disebut Newly formed mediators.

c. Fase Efektor

Yaitu waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek


mediator yang dilepas mastosit atau basophil dengan aktivitas
farmakologik pada ergan-organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstrikst, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasedilatasi, Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin menyebabkan

18
kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronchospasme dan meningkatkan permeabilitasvaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinophil dan
neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi,
demikian juga dengan Leukotrien.

2.2.7 Komplikasi Syok

Komplikasi syok meliputi:

1. SIRS, dapat terjadi bola syok tidak dikoreksi

2. Gagal ginjal akut (ATN)

3. Gagal hati

4. Ulserasi akibat stress

2.2.8 Penanganan Kegawatan Syok di Rumah Sakit

1. Syok Hipovolemik

a. Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16.

b. larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) Infus dengan cepat
larutan kristaloid atau kombinasi yang kolaps terisi.

c. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan
mintakan darah.

d. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus
dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien
tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukam kecepatan infus:

a. Nadi: nadi menunjukkan adanya hipovolemia.

b. Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien


normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien
hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.

c. Produksi urin : Pemasangan kateter urin diperlukan untuk


mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan
minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya
hipovolemia.

d. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba.

19
e. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi
urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20- 40 mg untuk
mempertahankan produksi urine.

f. Dopamin 2--5 pg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran


tekanan vena sentral (normal 8—12 cmH20), dan bila masih
terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak,
pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi
cairan.

2. Syok Kardiogenik

a. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.

b. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk


mempertahankan PO2 70 - 120 mmHg

c. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasidengan pemberian morfin

d. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang


terjadi.

e. Bila mungkin pasang CVP

f. Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.

g. Medikamentosa

a) Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri

b) Anti ansietas, bila cemas.

c) Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi

d) Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit

e) Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi


jantung tidak adekuat.Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m

f) Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m.bila ada dapat diberikan


amrinon IV

g) Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m

h) Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi


jaringan

20
i) Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

3. Syok Septic

Pada saat gejala syok septik timbul:

a. Penderita segera dimasukkan ke ruang perawatan intensif untuk menjalani


pengobatan.
b. Cairan dalam jumlah banyak diberikan melalui infus untuk menaikan
tekanan darah dan harus diawasi dengan ketat
c. Bisa diberikan dopamin atau non-epinefrin untuk menciutkan pembuluh
darah sehingga tekanan darah naik dan aliran darah ke otak dan jantung
meningkat
d. Jika terjadi gagal paru-paru, mungkin diperlukan ventilator mekanik
e. Antibiotik intravena , ( melalui pembuluh darah)diberikan dalam dosis
tinggi untuk membunuh bakteri
f. Jika ada abses, dilakukan pembuangan nana
g. Jika terpasang kateter yang mungkin menjadi penyebab infeksi, harus di
lepasakan
h. Mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk mengakat jaringan yang
mati, misalnya jaringan ganggrendari usus

4. Syok Anafilaktik

Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita


berada pada keadaan gawat. Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah
kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka
tindakan yang perlu dilakukan, adalah:

1.Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikan tekanan darah.

2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

A. Airway = jalan napas. Jalun napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala, leher

21
diatur agar lidah tidak jatuh kebelakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.

B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada
syok anafilatik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terajadinya
obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan
jalan napasa parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan
bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total,
harus segera ditolong dengan dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,
kritkotirotomo, atau trakeotomi.

C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
Karotis, atau a. emoralis), segera lakukan komprensi jantung luar.

Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup


dasar yang penatalakasaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.

3. Segera berikan adrenalin 0,3-0,5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita


dewasa atau 0,01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian
dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis
menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2-4 ug/menit.

4. Dalam terjadi spasme bronkus dimana pemberian adrenalin kurang


memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5-6 mg/kgBB intavena dosis
awal yang diteruskan 0,4-0,9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.

5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokotison 100 mg atau


deksametason 5-10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi
efek lanjut dari syok anafllaktik atau syok yang membandel.

6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena


untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular
sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan
akan meningkat tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis
laktak. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan kolid tetap

22
merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat
terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya,
bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan
kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid
plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.

7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim kerumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita harus dikawal oleh dokter.
Posisi waktu dibawah harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih
tinggi dari jantung.

8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi


harus diawasi/observasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita
yang telah mendapatkan terapi adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan, harus
dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

2.2.9 Penanggulangan Kegawatan Syok Secara Umum

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan


untuk memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksegenasi tubuh; dan
mempertahankan suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab
syok. Diagnosis harus segera ditegakan sehingga dapat diberikan
pengobatan kausal.

23
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi
ABC.

1. ( A = air way ) Jalan nafas harus bebas kalau perlu dengan dengan
pemasangan pipa endotrakeal.
2. (B = breathing) Pernafasan harus terjamin, kalau perlu dengan
memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%.
3. (C = circution) Defisit volume peredadaran darah pada syok
hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenetik, dan syok
anafiktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila
perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi
jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi
perifer.

Langkah – langkah yang diperlukan sebagai pertolongan pertama dalam


menghadapi syok:

1. Bawa penderita ke tempat teduh dan aman


2. Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara umum
posisi penderita dibaringkan telentang dengan tujuan meningkatkan aliran
darah ke organ-organ vital.
3. Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang, penderita jangan
digerakan sampai persiapan transportasi selesai, kecuali untuk
menghindari terjadinya luka yang lebih parah atau untuk memberikan
pertolongan pertama seperti pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
4. Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah muka, atau
penderita tidak sadar, harus dibaringkan pada salah satu sisi tubuh
(berbaring miring) untuk memudahkan cairan keluar dari rongga mulut
dan untuk menghindari sumbatan jalan nafas oleh muntah atau darah.
Penangan yang sangat penting adalah meyakinkan bahwa saluran nafas
tetap terbuka untuk menghindari terjadinya asfiksia.
5. Penderita dengan luka di kepala dapat dibaringkan telentang datar atau
kepala atau ditinggikan. Tidak dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari
bagian tubuh lainya.

24
6. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkan dengan posisi telentang datar.
7. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang
dengan kaki ditinggikan 20-30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung
lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita
menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera
turunkan kakinya kembali.
8. Pakaian dilonggarkan
9. Beri selimut
10. Tenangkan penderita
11. Pastikan jalan nafas & pernafasan baik
12. Kontrol perdarahan & rawat cedera lainnya
13. Beri oksigen sesuai protokol
14. Jangan beri makan & minum
15. Periksa berkala tanda vital
16. Rujuk ke fasilitas kesehatan.

2.2.10 Asuhan Keperawatan pada Pasien Syok

1. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
a) Airway. Jalan nafas dan pernafasan tetap merupakan prioritas pertama,
untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan
bila perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.
b) Breathing. Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c) Sirkulasi dan kontrol perdarahan. Prioritas adalah : kontrol perdarahan
luar, dapatkan akses vena yang cukup besar dan nilai perfusi jaringan.
Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat dikontrol dengan
melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan
ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada
fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita)

25
dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior, tetapi
alat ini tidak boleh mengganggu pemasangan infus. Pembidaian dan
spalk-traksi dapat membantu mengurangi perdarahan pada tulang
panjang.
d) Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan
tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik
dan sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak
2) Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga
riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang
mengetahui kejadiannya.
b. Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah dan mual,
kejang-kejang.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna
pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik
dan syok hemoragi terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering
kering pada syok septik).

26
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih
tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal
atau meninggi pada awal syok septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase
kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi
meningkat jika kondisi menjelek)
5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran
dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan
(pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak
diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik,
meninggi pada syok kardiogenik
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun
(penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya
aliran pintas di paru).
2. Diagnosa keperawatan
a) Perubahan  perfusi  jaringan  (serebral,  kardiopulmonal,  perifer)
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload,
afterload dan kontraktilitas miokard)
c) Kerusakan   pertukaran   gas  berhubungan  dengan  peningkatan
permeabilitas  kapiler pulmonal
d) Ansietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau
potensial
3. Intervensi Keperawatan
1) Ansietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual
atau potensial
a. Tujuan
Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan kriteria :
1) Klien mengungkapkan penurunan ansietas

27
2) Klien tenang dan relaks
3) Klien dapat beristirahat dengan tenang
b. Rencana tindakan
1) Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
2) Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta   berikan
penjelasan yang ringkas bila klien tidak memahaminya
3) Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
4) Antisipasi kebutuhan klien
5) Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
6) Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama
klien jika kondisi klien memungkinkan
7) Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan
kematian
8) Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan

2) Perubahan  perfusi  jaringan  (serebral,  kardiopulmonal,  perifer)


berhubungan dengan penurunan curah jantung
a. Tujuan :
Perfusi jaringan dipertahankan dengan kriteria :
1) Tekanan darah dalam batas normal
2) Haluaran urine normal
3) Kulit hangat dan kering
4) Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh
b. Rencana tindakan
1) Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan
2) Pertahankan    tirah    baring    penuh    (bedrest    total)    dengan   
posisi    ekstremitas memudahkan sirkulasi
3) Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti
darah lengkap, plasmanat, tambahan volume
4) Ukur intake dan output setiap jam
5) Hubungkan  kateter pada sistem drainase  gravitasi tertutup  dan
lapor dokter bila haluaran urine kurang dari 30 ml/jam

28
6) Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek
obat serta tanda toksisitas
7) Pertahankan klien hangat dan kering

4. Evaluasi Keperawatan
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Ansietas pada pasien berkurang
b. Tercapainya perfusi jaringan kardiopulmonal

2.3 Trauma Dada


2.3.1 Definisi

Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoras yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks, hematoma pnemothoraks. Trauma thorax adalah semua
ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa
tajam atau tumpul.

Didalam thorax terdapat dua organ yang sangat vital bagi


kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. paru-paru sebagai alat
pernafasan dan jantung sebagai alat pemompa darh. Jika terjadi benturan
atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan
atau bahkan kerusakan.

2.3.2 Etiologi dan Klasifikasi

1) Tamponade jantung :
Disebabkan lika tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2) Hematotoraks :
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3) Pneumothoraks :
Spontan (bula yang picah) ; trauma ( penyedotan luka rongga dada) ;
iatrogenik (“ pleura tap”, biopsi paru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif.

29
2.3.3 Patofisiologi

Tusukan/ tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, spontan -> Trauma


dada ->

1. Tamponade jantung -> perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut ->
pengaliran darah kembali ke atrium -> Lambat tertolong dapat
menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok-> ketidakefektifan pola nafas
3. Pneomothoraks -> Udara masuk kedalam rongga pleural -> Udara tidak
dapat keluar -> tekanan pleura meningkat.

2.3.4 Manifestasi Klinis


1) Tamponade jantung :
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus
jantung.
a) Gelisah
b) Pucat, keringat dingin
c) Peningkatan TVJ ( tekanan vena jugularis)
d) Pekak jantung melebar
e) Bunyi jantung melemah. Terdapat tanda-tanda parodoxial
f) Pulse pressure. ECG terdapat low vlotage seluruh lead
g) Perikardiosentesis keluar darah

2) Hematotoraks

Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.

a) Gangguan pernafasan

3) Pneumothoraks :

Nyeri dada mendadak dan sesak nafas.

a) Gagal pernafasan dengan sianosis


b) Kolaps sirkulasi

30
c) Dada atau sisi yang terkena lebih resonan dari pada perkusi dan
suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali
d) Pada auskultasi terdengas suara klik
e) Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal
seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati
diafragma dan menimbulkan luka intraabdominal.
2.3.5 Komplikasi
1) Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada
2) Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/ hemopneumothoraksema
pembedahan
3) Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ;
rupture klup jantung
4) Pembuluh darah besar : hematotoraks
5) Esofagus : mediastinis
6) Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal
2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik
1) Radiologi : foto thoraks (AP)
2) Gas darah arteri (GDA), munkin normal atau menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa
4) Hemoglobin : mungkin menurun
5) Pa Co2 kadang-kadang menurun
6) Pa 02 normal / menurun
7) Saturasi 02 menurun (biasanya)
8) Toraksentesis : menyatakan darah / cairan
2.3.7 Penatalaksanaan
1) Darurat
a. Anamesa yang lengkap dan cepat. Anamesa termasuk pengantar
yang mungkin melihat kejadian yang ditanyakan :
a) Waktu kejadian
b) Tempat kejadian
c) Jenis senjata
d) Arah masuk perlukaan

31
e) Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi
b. Pemeriksaan harus lengakap dan cepat, baju penderita harus
dibuka, kalau perlu seluruhnya.
a. Inspeksi :
a. Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin
tidur.
b. Tentukan luka masuk dan keluar
c. Gerakan dan posisi pada akhir inspirasi
d. Akhir dari ekspirasi
b. Palpasi :
a. Diraba ada/tidak krepitasi
b. Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
c. Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
c. Perkusi ;
a. Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor
b. Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor
seperti garis lurus atau garis miring.
d. Auskultasi :
a. Bising napas kanan dan kiri di bandingkan
b. Bising napas melemah atau tidak
c. Bising napas hilang atau tidak
d. Batas antara bising napas melemah atau menghilang
dengan normal
e. Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
f. Pemeriksaan tekanan darah

c. Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu yang besar

d. Pemeriksaan kesadaran

e. Pemeriksaan sirkulasi perifer

f. Kalau keadaan gawat pungsi

32
g. Kalau perlu intubasi napas bantuan. Kalau keadaan gawat darurat,
kalau perlu massage jantung internal

h. Kalau perlu torakotomi massage jantung internal

i. Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologi (Foto


thorax AP, kalau keadaan memunkinkan)

2. Therapy Chest tube / draenase udara (pneumothorax).

a) WSD (hematotoraks)
b) Pungsi
c) Torakotomi
d) Pemberian oksigen

2.3.8 Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Dada


A. Pengkajian
a) Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b) Sirkulasi
 Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c) Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d) Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan,
tajam dan   nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati
pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f) Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit
paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar,
keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak
ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak
sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental
ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik
tekanan positif.
g) Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.

33
h) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsyparu.

B. Pemeriksaan Fisik
1.  Sistem Pernapasan :
1) Sesak napas
2) Nyeri, batuk-batuk.
3) Terdapat retraksi klavikula/dada.
4) Pengambangan paru tidak simetris.
5) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
6) Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
7) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
8) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
9) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
10) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
a) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b) Takhikardia, lemah
c) Pucat, Hb turun /normal.
d) Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :   Tidak ada kelainan.
4.  Sistem Perkemihan : Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan : tidak ada kelainan.


6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
a) Kemampuan sendi terbatas.
b) Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c) Terdapat kelemahan.
d) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
7. Sistem Endokrine :
a) Terjadi peningkatan metabolisme.
b) Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi : Tidak ada hambatan
9. Spiritual :   Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
10. Pemeriksaan Diagnostik :
a) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
b) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
c) Pa O2 normal / menurun.
d) Saturasi O2 menurun (biasanya).
e) Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
f) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

34
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang
nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga
masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi:

1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak


adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru
yang tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik
terpasang bullow drainage.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan
kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ekpansi paru yang tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan  diharapkan dapat
mempertahankan jalan nafas pasien dengan
Kriteria hasil :
a.Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.                  
b.Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
c.Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Dx 2:
a) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi
paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.

35
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebgai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi
ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
d) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang
dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.

2. Diagnosa : Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan


trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan
nyeriberkurang
Kriteria hasil :
a.Nyeri berkurang/ dapat diatasi
b.Dapat mengindentifikasia aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan
nyeri
c.Pasien tidak gelisah.
Intervensi:
a) Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
dan non invasive
Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri
b) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi
yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Rasional : Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.
c) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan
menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung
Rasional : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi
nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik
d) Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang

36
e) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1
- 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
Rasional : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data
yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.

37
Daftar Pustaka
Suwardianto, Heru. 2014. Buku Ajar Keperawatan Kegawatdaruratan. Surabaya:
PT. Revka Petra Medika

Kartikawati, Dewi. 2013. Buku Ajar Dasar – Dasar Keperawatan Gawat


Darurat. Jakarta : Salemba Medika

38

Anda mungkin juga menyukai