PEMBAHASAN
2.1 TRIAGE
2.1.1 Pengertian Triage
Triage berasal dari kata : “Tier” (Bahasa Perancis) yang berarti “terbagi
dalam tiga kelompok”. Triase adalah suatu proses penggolongan pasien
berdasarkan tipe dan tingkat kegawatan kondisinya dan sebagai suatu
tindakan pengelompokan penderita berdasarkan pada beratnya cedera yang
diprioritaskan ada tidaknya gangguan pada airway, breathing, dan
circulation dengan mempertimbangkan sarana, sumber daya manusia dan
probabilitas hidup penderita.
1
h) Tanggung jawab yang paling utama dari proses triage yang dilakukan
perawat adalah keakuratan dalam mengkaji pasien dan memberikan
perawatan sesuai dengan prioritas pasien. Hal ini termasuk intervensi
terapeutik dan prosedur diagnostik.
i) Tercapainya kepuasan pasien.
1) Perawat triage harus menjalankan triage secara simultan, cepat, dan
langsung sesuai keluhan pasien.
2) Menghindari keterlambatan dalam perawatan pada kondisi yang kritis.
3) Memberikan dukungan emosional pada pasien dan keluarga pasien.
4) Penempatan pasien yang benar pada tempat yang benar saat waktu
yang benar dengan penyedia pelayanan yang benar.
2
Metode Simple Triage and Rapid Treatment (START)
Metode START dikembangkan untuk penolong pertama yang bertugas
memilah pasien pada korban musibah massal/bencana dengan waktu 30
detik atau kurang berdasarkan tiga pemeriksaan primer seperti: respirasi,
perfusi (mengecek nadi radialis), status mental. Pasien dapat
diklasifikasikan menjadi berikut ini:
1. Korban kritis / immediate diberi label merah/kegawatan yang
mengancam nyawa (prioritas 1). Kriteria pada pengkajian adalah :
respirasi >30 x/menit, tidak ada nadi radialis, tidak sadar/penurunan
kesadaran.
2. Delay / tertunda diberi label kuning / kegawatan yang tidak
mengancam nyawa dalam waktu dekat (prioritas 2) dengan kriteria
sebagai berikut: respirasi <30 x/menit, nadi teraba, status mental
normal.
3. Minor. Korban terluka yang masih dapat berjalan diberi label
hijau/tidak terdapat kegawatan / penanganan dapat ditunda (prioritas
3).
4. Meninggal diberi label hitam/tidak memerlukan penanganan Dead
3
sistematis dari korban satu ke korban yang lain. Lakukan pengkajian
secara singkat (kurang dari 1 menit setiap pasien) dan berikan label
yang sesuai pada korban tersebut. Ingat tugas penolong adalah untuk
menemukan pasien dengan label merah Immediate yang
membutuhkan pertolongan segera, periksa setiap korban, koreksi
gangguan airway dan breathing yang mengancam nyawa dan berikan
label merah pada korban tersebut.
4
Akhir dari pemeriksaan adalah dengan menilai status mental pasien.
Observasi ini dilakukan pada pasien dengan pernapasan dan sirkulasi
yang adekuat. Tes mental status yaitu dengan meminta pasien untuk
mengikuti perintah yang sederhana. "Buka matamu, tutup matamu,
genggam tangan saya". Pasien yang dapat mengikuti perintah sederhana
diberikan label kuning Delayed sedangkan pasien yang tidak responsif
terhadap perintah sederhana diberikan label merah Immediate.
5
2.1.5 Sistem Tingkat Kedaruratan Triage
Sistem tingkat kedaruratan triage peninjauan yang paling penting yaitu
validitas dan reabilitas. Validitas adalah tingkat akurasi sistem kedaruratan,
pelaksanaan triage sudah sesuai dengan standar atau belum, dan pembedaan
tingkatan triage yang berbeda juga apah sudah membedakan tingkat
kedaruratannya.
Reabilitas ialah mengacu pada konsistensitas sistem tingkat triage. apakah
perawat triage yang berbeda yang menanggani pasien yang sama dapat
menentukan tingkat kedaruratan yang sama pula. Kriteria setiap tingkatan
triage haruslah konsisten atau tetap.
1. Triage dua tingkat
Pasien di kategorikan sakit atau tidak, pasien yang sakit membutuhkan
perawatan darurat dengan kondisi yang membahayakan nyawa, tubuh,
atau organ. Pasien yang tidak sakit ialah pasien yang tidak menunjukkan
tanda- tanda serius, bisa menunggu jika perawatan sedikit menunda.
2. Triage tiga tingkat
Pengkategorian dapat ditentukan berdasarkan warna (merah, kuning, dan
hijau) atau penomoran (kategori 1, 2, dan 3), tetapi pada dasarnya kategori
tersebut merujuk pada kondisi yaitu :
a) Gawat darurat, pasien membutuhkan tindakan yang cepat. Keluhan
utama adalah berdasarkan pada ancaman serius terhadap nyawa, tubuh,
atau organ, misalnya serangan jantung, trauma berat, gagal napas.
Respon pasien menjadi perhatian penting dan perlu dilakukan observasi
secara berkelanjutan.
b) Darurat, pasien membutuhkan tindakan segera, tetapi pasien masih
mungkin menunggu beberapa jam jika mampu. Misalnua nyeri
abdomen, fraktur, dan cholik ureter. Perlu untuk dilakukan observasi
setiap 30 menit.
c) Biasa, setelah pasien dilakukan pengkajian, karena kondisi pasien tidak
kritis, maka pasien dapat menunggu. Pasien dapat berada di ruang
ambulatory care, misalnya konjugtivitis, faringitis, dermatitis, dan
sebagainya. Dilakukan observasi setiap 1 sampai 2 jam.
6
3. Triage empat tingkat
Penggunaan sistem triage dilakukan dengan menambah status life
threatening (ancaman nyawa) selain status gawat darurat, darurat, dan
biasa.
4. Triage lima tingkat
Kebijakan American College of Emergency Physicians (ACEP) dan ENA
(2003), maka di amerika Serikat dilakukan secara nasional penggunaan
triage lima tingkat.
7
tangan dengan sabun atau pembersih tangan setiap kali kontak dengan
pasien merupakan langkah penting mengurangi penyebaran infeksi.
c. Pengkajian atar ruang (sekilas pandang):
Melihat:
a) Kepatenan jalan napas
b) Status penapasan, penggunaan O2
c) Tanda-tanda pendarahan eksternal
d) Tingkat kesadaran : composmentis, somnolen, apatis
e) Keluhan nyeri : Keluhan prediktor nyeri, wajah menyeringai,
tangan menggenggam
f) Warna dan keadaan kulit : sianosis
g) Penyakit kronis : Cancer, PPOK, CVA PIS
h) Keadaan tubuh : udema
i) Perilaku umum : takut, marah, sedih, biasa
j) Adanya alat bantu medis : balutan
k) Pakaian : bersih, kotor
Mendengar:
a) Suara napas abnormal
b) Cara berbicara, intonasi, bahasa
c) Interaksi dengan orang lain
Mencium:
a) Bau keton, urine, alkohol, sisa muntahan.
b) Rokok infeksi, obat-obatan, kondidi kurang hygienis
d. Pengkajian antar ruang (sekilas pandang) pada pasien anak
Penampilan:
a) Keadaan otot
b) Pandangan mata
c) Tangisan, ucapan
Status pernapasan:
a) Gangguan pada hidung
b) Retraksi intercostae
c) Suara napas abnormal
8
d) Posisi kenyamanan
e) Perubahan status pernapasan
Sirkulasi kulit:
a) Pucat
b) Sianosis
c) Mottling (titik-titik bercak atau berwarna beda pada
2.1.8 Anamnesa Triage
Anamesa triage diperoleh melalui wawancara, wawancara triage dimulai
saat perawat memperkenalkan diri dan menjelaskan triage secara singkat
(proses interaksi). wawancara dilakukan dalam waktu yang relatif singkat,
dimana perawat menentukan keluhan utama dan riwayat sakit saat ini
(Awitan sakit sampai dibawa mencari pertolongan). Berdasarkan hasil
temuan, perawat triage melakukan pengkajian yang berfokus pada masalah
dan melakukan pengukuran tanda-tanda vital dan kemudian perawat
menentukan tingkat kedaruratan triage dari keterangan yang didapatkan.
Setelah itu akan diputuskan apakah pasien langsung dikirim ke ruang
perawatan untuk mendapatkan tindakan langsung atau pasien diharuskan
daftar terlebih terlebih dahulu dan menunggu di ruang tunggu untuk
mendapatkan perawatan selanjutnya dari dokter dan perawat.
Tujuan wawancara triage adalah menentukan keluhan utama, mendapatkan
penjelasan dari tanda dan gejala yang terkait, menggolongkan tingkat
kedaruratan pasien dan melakukan perawatan berdasarkan tentang alasan
mengapa pasien datang ke IGD. Perawat selalu menggunakan pertanyaan
terbuka seperti " apa yang anda keluhkan saat ini? " atau " Apa yang anda
rasakan saat ini?". Keluhan utama sebaiknya dicatat sesuai dengan kata-kata
pasien. Jika pasien mengatakan beberapa masalah, keterangan, perawat triage
harus memfokuskan pasien untuk menentukan alasan utama kedatangan
pasien ke IGD. Jika pasien datang dengan menggunakan ambulan, keterangan
tentang pasien dapat diperoleh dari petugas kesehatan sebelumnya, tetapi
penting untuk dilakukan verifikasi kepada pasien dalam rangka untuk
mencocoknkan antara keterangan petugas dengan pasien. Hal dilakukan jika
pasien dalam keadaan keadaan sadar dan kooperatif.
9
2.1.9 Dokumentasi Triage
2.2 Syok
2.2.1 Definisi
Syok adalah suatu keadaan gawat yang terjadi jika system kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh
tubuh dalam jumlah syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah
rendah dan kematian sel maupun jaringan yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kematian apabila tidak segera ditanggulangi.
10
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya
aliran darah,termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal
jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi)
atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau
infeksi).
11
arteriovena perifer Selain itu terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke
intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada syok septik hipoksia, sel vang
terjadi tidak disebabkan penurunan perfusi jaringan melainkan karena
ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.
1. Syok Ringan
2. Syok Sedang
a. Kehilangan cairan 20%-40% dari volume darah total
b. Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun
(hati, usus, gìnjal). Organ-organ ini tidak dapat
12
mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak,
kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin
kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan
tetapi kesadaran relatif masih baik.
c. Tanda klinis: penurunan kesadaran, delirium/agitasi,
hipotensi, takikardi, nafas cepat dan dalam, oliguri, asidosis
metabolik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi
syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital.
Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah
lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan
tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung
menurun).
2.2.4 Etiologi
c. dehidrasi: cairan yang masuk kurang (misalnya puasa lama), cairan keluar
yang banyak (misalnya diare, muntah-muntah,).
3. Syok septic
b. malnutrisi,
13
4. Syok anafilaktik
a. makanan,
b. obat obatan,
d. gigitan serangga
1. Syok hipovolemik
a. Pucat
b. Kulit dingin
c. Takikardi
d. Oliguri
e. hipotensi
2 Syok kardiogenik
b. gelisah.
c. pucat,
e. menurunnya kesadaran
g. pernapasan : takipnea,
3. Syok septic
b. hipotensi
c. menggigil hebat,
14
d. suhu tubuh yang naik sangat cepat
h. oliguri
4. Syok anafilaktik
e. suara serak.
f. kehilangan kesadaran.
g. kesulitan menelan.
1. Syok Hipovolemik
Tubuh manusia berespon terhadap akut dengan cara mengaktifkan 4 sistem major
fisialogi tubuh: sistem hematologi, sistem kardiovaskular. Sistem perdarahan renal
dan sistem neuroendokrin.system hematologi berespon kepada perdarahan hebat
yag terjadi secara akut dengan mengaktifkan cascade pembekuan darah dan
mengkonstriksikan pembuluh darah (dengan melepaskan thrombaxane A2 lokal)
dan membentuk sumbatan immature pada sumber perdarahan. Pembuluh darah
yang rusak akan mendedahkan lapisan kolagennya, yang secara subsekuen akan
menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi dari subatan yang dibentuk. Kurang
lebih 24 jam diperlukan untuk pembentukan sumbatan fibrin yang sempurna dan
formasi matur. Sistem kardiovaskular awalnya berespon kepada syok hipovolemik
dengan meningkatkan denyut jantung, meninggikan kontraktilitas myocard, dan
mengkonstriksikan pembuluh darah jantung. Respon ini timbul akibat peninggian
pelepasan norepinefrin dan tonus vagus (yang diregulasikan oleh baroreseptor
yang terdapat pada arkus karotid, arkus aorta, atrium kiri dan pembuluh darah
15
paru. System kardiovaskular juga merespon dengan mendistribusikan darah ke
otak, jantung. dan ginjal dan membawa darah dari kulit, otot, dan GI. System
urogenital (ginjal) merespon dengan stimulasi yang meningkatkan pelepasan
rennin dari apparatus justaglomerular. Dari pelepasan rennin kemudian diproses
kemudian terjadi pembentukan angiotensi Il yang memiliki 2 efek utama yaitu
memvasokontriksikan pembuluh darah dan menstimulasi sekresi aldosterone pada
kortex adrenal. Adrenal bertanggung jawab pada reabsorpsi sodium secra aktif
dan konservasi air. Penurunan . System neure endokrin merespon hemoragik syok
dengan meningkatkan sekresi ADH. ADH dilepaskan dari hipothalmus posterior
yang merespon pada penurunan tekanan darah dan penurunan pada konsentrasi
sodium. ADH secara langsung meningkatkan reabsorsi air dan garam (NaCI) pada
tubulus distal.
2. Syok Kardiogenik
3. Syok Septic
Terjadinya syok septik dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan
aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri
gram negative dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif
dapat mengaktifkan:
a. Sistem komplemen
16
aktif dapat langsung menimbulkan meningkatnya efek
kemotaksis.superoksida radikal,enzim lisosom. Membentuk kompleks LPS
dan protein yang menempel pada sel monosit LBP-LPS monosit kompleks
dapat mengaktifkan cytokines kemudian akan merangsang neutrofil atau
selendotel, selendotel akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah
dan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Cytokines dapat
secara langsung menimbulkan demam, perubahan metabolik dan
perubahan hormonal.
Faktor XII (Hagamen factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam
teikot yang terdapat pada dinding bakteri garam positif. Factor XII yang
sudah aktif akan meningkatkan pemakaian factor koagulasi sehingga
terjadi DIC. Faktor XII yang sudah aktif akan mengubah prekallikrein
menjadi kalikrein, kalikrein mengubah kininogen sehingga terjadi
pelepasan. Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah putih yang
banyak atau sedikit, dan jumlah faktor pembekuan yang menurun. Jika
terjadi gagal ginjal, kadar hasil buangan metabolic (seperti urea nitrogen)
dalam darah akan meningkat. Analisa gas darah menunjukkan adanya
asidosis dan rendahnya konsentrasi oksigen. Pemeriksaan EKG jantung
menunjukkan ketidak teraturan irama jantung, menunjukkan suplai darah
yang tidak memadai ke otot jantung. Bahkan darah dibuat untuk
menentukan bakteri penyebab infeksi.
4. Syok Anafilaktik
Anafilaksis adalah reksi sistemik yang disebabkan oleh antigen khusus yang
bereaksi dengan molekul IgE pada permukaan sel mast dan basofil yang
menyebabkan pengeluaran segera beberapa mediator yang kuat. Satu efek
utamanya adalah menyebabkan basofil dalam darah dan sel mast dalam jaringan
prekapiler melepaskan histamin atau bahan seperti histamin.
17
d. Mediator ini menyebabkan timbulnya gejala-gejala urtikaria, angiodema,
spasme bronkus, spasme laring, meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah, vasodilatasi, dan nyeri abdomen. Jika seseorang sensitive terhadap
suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut,
akan timbul reaksi hipersensitivitas. Antigen yang bersangkutan terikat
antibody dipermukaan sel mast sehingga terjadi degranulasi, pengeluaran
histamine,dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
permeabilitas dan dilatasi kapiler me- nyeluruh dan menyebabkan udema.
a. Fase Sensitisasi,
b. Fase Aktivasi
c. Fase Efektor
18
kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronchospasme dan meningkatkan permeabilitasvaskuler, agregasi dan
aktivasi trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinophil dan
neutrofil. Prostaglandin yang dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi,
demikian juga dengan Leukotrien.
3. Gagal hati
1. Syok Hipovolemik
b. larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) Infus dengan cepat
larutan kristaloid atau kombinasi yang kolaps terisi.
c. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan
mintakan darah.
d. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus
dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien
tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan
d. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba.
19
e. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi
urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20- 40 mg untuk
mempertahankan produksi urine.
2. Syok Kardiogenik
a. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
c. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasidengan pemberian morfin
g. Medikamentosa
20
i) Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.
3. Syok Septic
4. Syok Anafilaktik
1.Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikan tekanan darah.
A. Airway = jalan napas. Jalun napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala, leher
21
diatur agar lidah tidak jatuh kebelakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada
syok anafilatik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terajadinya
obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan
jalan napasa parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan
bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total,
harus segera ditolong dengan dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea,
kritkotirotomo, atau trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
Karotis, atau a. emoralis), segera lakukan komprensi jantung luar.
22
merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat
terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya,
bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali dari
perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma.
Sedangkan bila diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan
kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid
plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim kerumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita harus dikawal oleh dokter.
Posisi waktu dibawah harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih
tinggi dari jantung.
23
Segera berikan pertolongan pertama sesuai dengan prinsip resusitasi
ABC.
1. ( A = air way ) Jalan nafas harus bebas kalau perlu dengan dengan
pemasangan pipa endotrakeal.
2. (B = breathing) Pernafasan harus terjamin, kalau perlu dengan
memberikan ventilasi buatan dan pemberian oksigen 100%.
3. (C = circution) Defisit volume peredadaran darah pada syok
hipovolemia relatif (syok septik, syok neurogenetik, dan syok
anafiktik) harus diatasi dengan pemberian cairan intravena dan bila
perlu pemberian obat-obatan inotropik untuk mempertahankan fungsi
jantung atau obat vasokonstriktor untuk mengatasi vasodilatasi
perifer.
24
6. Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya penderita
dibaringkan dengan posisi telentang datar.
7. Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan penderita telentang
dengan kaki ditinggikan 20-30 cm sehingga aliran darah balik ke jantung
lebih besar dan tekanan darah menjadi meningkat. Tetapi bila penderita
menjadi lebih sukar bernafas atau penderita menjadi kesakitan segera
turunkan kakinya kembali.
8. Pakaian dilonggarkan
9. Beri selimut
10. Tenangkan penderita
11. Pastikan jalan nafas & pernafasan baik
12. Kontrol perdarahan & rawat cedera lainnya
13. Beri oksigen sesuai protokol
14. Jangan beri makan & minum
15. Periksa berkala tanda vital
16. Rujuk ke fasilitas kesehatan.
1. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
a) Airway. Jalan nafas dan pernafasan tetap merupakan prioritas pertama,
untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen diberikan
bila perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100 mmHg.
b) Breathing. Frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu
pernapasan, retraksi dinding dada, adanya sesak napas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya suara napas
tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada dada.
c) Sirkulasi dan kontrol perdarahan. Prioritas adalah : kontrol perdarahan
luar, dapatkan akses vena yang cukup besar dan nilai perfusi jaringan.
Perdarahan dan luka eksternal biasanya dapat dikontrol dengan
melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti di kepala, leher dan
ekstremitas. Perdarahan internal dalam rongga toraks dan abdomen pada
fase pra RS biasanya tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita)
25
dapat dipakai mengontrol perdaran pelvis dan ekstermitas inferior, tetapi
alat ini tidak boleh mengganggu pemasangan infus. Pembidaian dan
spalk-traksi dapat membantu mengurangi perdarahan pada tulang
panjang.
d) Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan
tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi pupil, fungsi motorik
dan sensorik. Data ini diperlukan untuk menilai perfusi otak
2) Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga
riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, atau orang yang
mengetahui kejadiannya.
b. Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah dan mual,
kejang-kejang.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama seperti klien
sebelumnya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat
sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia), Warna
pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik
dan syok hemoragi terminal)dan Basah pada fase lanjut syok (sering
kering pada syok septik).
26
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih
tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal
atau meninggi pada awal syok septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase
kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi
meningkat jika kondisi menjelek)
5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran
dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan
(pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak
diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik,
meninggi pada syok kardiogenik
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun
(penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya
aliran pintas di paru).
2. Diagnosa keperawatan
a) Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer)
b) Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload,
afterload dan kontraktilitas miokard)
c) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler pulmonal
d) Ansietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau
potensial
3. Intervensi Keperawatan
1) Ansietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual
atau potensial
a. Tujuan
Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan kriteria :
1) Klien mengungkapkan penurunan ansietas
27
2) Klien tenang dan relaks
3) Klien dapat beristirahat dengan tenang
b. Rencana tindakan
1) Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
2) Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta berikan
penjelasan yang ringkas bila klien tidak memahaminya
3) Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
4) Antisipasi kebutuhan klien
5) Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
6) Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama
klien jika kondisi klien memungkinkan
7) Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan
kematian
8) Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan
28
6) Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek
obat serta tanda toksisitas
7) Pertahankan klien hangat dan kering
4. Evaluasi Keperawatan
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Ansietas pada pasien berkurang
b. Tercapainya perfusi jaringan kardiopulmonal
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoras yang dapat
menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks,
hematothoraks, hematoma pnemothoraks. Trauma thorax adalah semua
ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa
tajam atau tumpul.
1) Tamponade jantung :
Disebabkan lika tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2) Hematotoraks :
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3) Pneumothoraks :
Spontan (bula yang picah) ; trauma ( penyedotan luka rongga dada) ;
iatrogenik (“ pleura tap”, biopsi paru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan
tekanan positif.
29
2.3.3 Patofisiologi
1. Tamponade jantung -> perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut ->
pengaliran darah kembali ke atrium -> Lambat tertolong dapat
menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok-> ketidakefektifan pola nafas
3. Pneomothoraks -> Udara masuk kedalam rongga pleural -> Udara tidak
dapat keluar -> tekanan pleura meningkat.
2) Hematotoraks
a) Gangguan pernafasan
3) Pneumothoraks :
30
c) Dada atau sisi yang terkena lebih resonan dari pada perkusi dan
suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali
d) Pada auskultasi terdengas suara klik
e) Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal
seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati
diafragma dan menimbulkan luka intraabdominal.
2.3.5 Komplikasi
1) Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada
2) Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/ hemopneumothoraksema
pembedahan
3) Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ;
rupture klup jantung
4) Pembuluh darah besar : hematotoraks
5) Esofagus : mediastinis
6) Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal
2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik
1) Radiologi : foto thoraks (AP)
2) Gas darah arteri (GDA), munkin normal atau menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa
4) Hemoglobin : mungkin menurun
5) Pa Co2 kadang-kadang menurun
6) Pa 02 normal / menurun
7) Saturasi 02 menurun (biasanya)
8) Toraksentesis : menyatakan darah / cairan
2.3.7 Penatalaksanaan
1) Darurat
a. Anamesa yang lengkap dan cepat. Anamesa termasuk pengantar
yang mungkin melihat kejadian yang ditanyakan :
a) Waktu kejadian
b) Tempat kejadian
c) Jenis senjata
d) Arah masuk perlukaan
31
e) Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi
b. Pemeriksaan harus lengakap dan cepat, baju penderita harus
dibuka, kalau perlu seluruhnya.
a. Inspeksi :
a. Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin
tidur.
b. Tentukan luka masuk dan keluar
c. Gerakan dan posisi pada akhir inspirasi
d. Akhir dari ekspirasi
b. Palpasi :
a. Diraba ada/tidak krepitasi
b. Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
c. Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan
c. Perkusi ;
a. Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor
b. Adanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor
seperti garis lurus atau garis miring.
d. Auskultasi :
a. Bising napas kanan dan kiri di bandingkan
b. Bising napas melemah atau tidak
c. Bising napas hilang atau tidak
d. Batas antara bising napas melemah atau menghilang
dengan normal
e. Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
f. Pemeriksaan tekanan darah
d. Pemeriksaan kesadaran
32
g. Kalau perlu intubasi napas bantuan. Kalau keadaan gawat darurat,
kalau perlu massage jantung internal
a) WSD (hematotoraks)
b) Pungsi
c) Torakotomi
d) Pemberian oksigen
33
h) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsyparu.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pernapasan :
1) Sesak napas
2) Nyeri, batuk-batuk.
3) Terdapat retraksi klavikula/dada.
4) Pengambangan paru tidak simetris.
5) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
6) Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
7) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
8) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
9) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
10) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
2. Sistem Kardiovaskuler :
a) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b) Takhikardia, lemah
c) Pucat, Hb turun /normal.
d) Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan.
4. Sistem Perkemihan : Tidak ada kelainan.
34
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang
nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga
masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi:
Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ekpansi paru yang tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat
mempertahankan jalan nafas pasien dengan
Kriteria hasil :
a.Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
b.Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
c.Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Dx 2:
a) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi
paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
35
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat
terjadi sebgai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi
ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.
d) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang
dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
36
e) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1
- 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
Rasional : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data
yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan
melakukan intervensi yang tepat.
37
Daftar Pustaka
Suwardianto, Heru. 2014. Buku Ajar Keperawatan Kegawatdaruratan. Surabaya:
PT. Revka Petra Medika
38