LAPORAN Bahan Penyuaun Beton
LAPORAN Bahan Penyuaun Beton
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 KELAS A (2018)
1. Rifqi Nadhif Arrafid (10111810013012)
2. Ranu Saputra Dewa Manuputty (10111810013013)
3. Geralda Nurry Arifa (10111810013014)
4. Virly Shafira Nazuar (10111810013015)
5. Muhammad Nizar Farizky (10111810013016)
6. Aditya Tamateja Diputra (10111810013017)
7. Disan Anwari Saputro (10111810013018)
8. Onne Mutiara Ramadhini Asyah (10111810013019)
9. Bala Arizalu Putra Dinar (10111810013020)
10. Muhammad Jati Kusumo (10111810013021)
PROGRAM STUDI
D-IV TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2019
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Teknologi Beton dan
Bahan Bangunan ini.
Laporan ini dibuat berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dan perolehan
referensi dari internet yang berfungsi sebagai penunjang kegiatan perkuliahan mahasiswa
pada mata kuliah Teknologi Beton dan Bahan Bangunan. Sehingga dengan adanya laporan
ini diharapkan dapat membantu kita untuk memahami lebih dalam tentang langkah-langkah
praktikum, perhitungan beberapa parameter yang dibutuhkan selama praktikum, dan
menganalisis kandungan beberapa bahan bangunan agar penggunaannya pada suatu
bangunan dapat disesuaikan dengan mutu bahan.
Kami menyadari bahwa meskipun kami telah berusaha sebaik mungkin dalam
menyelesaikan laporan ini, hasilnya belum sempurna dan tentu masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan laporan ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
memberikan materi dan arahan dalam mengerjakan laporan ini. Dan tidak lupa juga kepada
teman-teman yang telah melakukan praktikum dengan semangat, membantu proses
perhitungan, dan memberi sumbangan pemikiran dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat dan membantu para pembaca dalam memperoleh pengetahuan
mengenai teknologi beton dan bahan bangunan.
BAB I
PENDAHULUAN
.1 Latar Belakang
Beton adalah material konstruksi yang pada saat ini sudah sangat umum digunakan. Saat
ini berbagai bangunan sudah menggunakan material dari beton. Pentingnya peranan
konstruksi beton menuntut suatu kualitas beton yang memadai. Penelitian-penelitian telah
banyak dilakukan untuk memperoleh suatu penemuan alternatif penggunaan konstruksi beton
dalam berbagai bidang secara tepat dan efisien, sehingga akan diperoleh mutu beton yang
lebih baik. Beton merupakan unsur yang sangat penting, mengingat fungsinya sebagai salah
satu pembentuk struktur yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Keadaan ini dapat
dimaklumi, karena sistem konstruksi beton mempunyai banyak kelebihan jika dibandingkan
dengan bahan lain. Keunggulan beton sebagai bahan konstruksi antara lain mempunyai kuat
tekan yang tinggi, dapat mengikuti bentuk bangunan secara bebas, tahan terhadap api dan
biaya perawatan yang relatif murah.
Hal lain yang mendasari pemilihan dan penggunaan beton sebagai bahan konstruksi
adalah faktor efektifitas dan tingkat efisiensinya. Secara umum bahan pengisis (filler) beton
terbuat dari bahan-bahan yang mudah diperoleh, mudah diolah (workability) dan mempunyai
keawetan (durability) serta kekuatan (strenght) yang sangat diperlukan dalam pembangunan
suatu konstruksi.
.2 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat memahami dan mengerti
ciri-ciri dari bahan penyusun beton hingga akhirnya dapat menghasilkan beton dengan
kualitas yang baik dan sesuai standard.
.3 Manfaat
Manfaat dilaksanakannya praktikum teknologi beton ini secara umum adalah sebagai
berikut :
1. Mahasiswa dapat mengetahui alat-alat yang diperlukan dalam menguji material
penyusun beton tersebut dan prosedur penggunaannya.
2. Mahasiswa dapat mengenali sifat dan karakteristik/ciri khas dari setiap material
penyusun beton yang akan dibuat.
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
BAB II
LANDASAN TEORI
.1 Bahan Pengikat
Dalam beton bahan pengikat yang dimaksud adalah semen dan air. Semen adalah
serbuk atau tepung yang terbuat dari kapur dan material lainnya yang dipakai untuk membuat
beton, merekatkan batu bata ataupun membuat tembok (KBBI, 2008). Semen merupakan
suatu bahan yang bersifat hidrolis, yaitu bahan yang akan mengalami proses pengerasan pada
pencampurannya dengan air ataupun larutan asam. Bahan dasar semen terdiri dari tiga
macam, yaitu clinker/terak semen sebanyak 70% sd 95% (hasil olahan pembakaran batu
kapur, pasir silika, pasir besi dan tanah liat), gypsum 5% dan material tambahan lain (batu
kapur, pozzolan, abu terbang dan lain-lain).
Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air mampu
mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan kompak. Sifat
pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya. Adapun bahan utama
yang dikandung semen adalah kapur (CaO), silikat (SiO2), alumunia (Al2O3), ferro oksida
(Fe2O3), magnesit (MgO), serta oksida lain dalam jumlah kecil (Rahadja, 1990)
Lain halnya dengan tipe I yang digunakan untuk konstruksi tanpa persyaratan
khusus, kegunaan semen portland type III memenuhi syarat konstruksi bangunan
dengan persyaratan khusus. Karakteristik Semen Portland Type III diantaranya adalah
memiliki daya tekan awal yang tinggi pada permulaan setelah proses pengikatan
terjadi, lalu kemudian segera dilakukan penyelesaian secepatnya. Jenis semen
Portland type III digunakan untuk pembuatan bangunan tingkat tinggi, jalan beton
atau jalan raya bebas hambatan, hingga bandar udara dan bangunan dalam air yang
tidak memerlukan ketahanan asam sulfat. Ketahananya Portland Type III menyamai
kekuatan umur 28 hari beton yang menggunakan Portland type I.
4. Jenis Semen Portland Type IV
Karakteristik Semen Portland IV adalah jenis semen yang dalam penggunaannya
membutuhkan panas hidrasi rendah. Jenis semen portland type IV diminimalkan pada
fase pengerasan sehingga tidak terjadi keretakkan. Kegunaan Portland Type IV
digunakan untuk dam hingga lapangan udara.
warna cokelat kemerah-merahan serta tidak larut dalam air. Dalam jumlah amat kecil
kadang-kadang juga didapati senyawa-senyawa alkali (Na dan K) yang dapat
mempengaruhi mutu semen.
4. Bahan Tambahan
a. Gypsum. Di dalam proses penggilingan terak ditambahkan bahan tambahan
Gipsum sebanyak 4-5%. Gipsum dengan rumus kimia CaSO4.2H2O merupakan
bahan yang harus ditambahkan pada proses pengilingan klinker menjadi semen.
Fungsi gypsum adalah mengatur waktu pengikatan daripada semen atau yang
dikenal dengan sebutan retarder.
b. Abu Terbang (Fly Ash). Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran
batubara pada boiler pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk partikel halus
amorf dan bersifat Pozzolan yang dapat bereaksi dengan kapur pada suhu kamar
dengan media air membentuk senyawa yang bersifat mengikat.
.2 Bahan Pengisi
Agregat merupakan komponen beton yang paling berperan dalam menentukan
besarnya. Agregat untuk beton adalah butiran mineral keras yang bentuknya mendekati bulat
dengan ukuran butiran antara 0,063 mm — 150 mm. Agregat menurut asalnya dapat dibagi
dua yaitu agregat alami yang diperoleh dari sungai dan agregat buatan yang diperoleh dari
batu pecah. Dalam hal ini, agregat yang digunakan adalah agregat alami yang berupa coarse
agregat (kerikil ), coarse sand ( pasir kasar ), dan fine sand ( pasir halus ). Dalam campuran
beton, agregat merupakan bahan penguat (strengter) dan pengisi (filler), dan menempati 60%
— 75% dari volume total beton.
.21 Pasir
Pasir adalah contoh bahan material yang berbentuk butiran. Butiran pada pasir,
umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi pembentuk pasir adalah
silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu
kapur.
Nah, untuk kali ini kami akan membahas tentang bahan material yang satu ini. seperti
yang kita ketahui pasir ini adalah bahan bangunan yang cukup berpengaruh untuk bahan
bangunan bisa dikatakan banyak dipergunakan dari struktur paling bawah hingga struktur
paling atas suatu bangunan. Berikut ini adalah 5 jenis pasir menurut tingkat kualitasnya :
1. Pasir Merah
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Pasir merah atau suka disebut Pasir Jebrod kalau di daerah Sukabumi atau Cianjur
karena pasirnya diambil dari daerah Jebrod Cianjur. Pasir Jebrod biasanya
digunakan untuk bahan Cor karena memiliki ciri lebih kasar dan batuannya agak
lebih besar.
2. Pasir Elod
Ciri ciri dari pasir elod ini adalah apabila dikepal dia akan menggumpal dan tidak
akan puyar kembali. Pasir ini masih ada campuran tanahnya dan warnanya hitam.
Jenis pasir ini tidak bagus untuk bangunan. Pasir ini biasanya hanya untuk
campuran pasir beton agar bisa digunakan untuk plesteran dinding, atau untuk
campuran pembuatan batako.
3. Pasir Pasang
Yaitu pasir yang tidak jauh beda dengan pasir jenis elod lebih halus dari pasir
beton. Ciri-cirinya apabila dikepal akan menggumpal dan tidak akan kembali ke
semula. Pasir pasang biasanya digunakan untuk campuran pasir beton agar tidak
terlalu kasar sehingga bisa dipakai untuk plesteran dinding.
4. Pasir Beton
Yaitu pasir yang warnanya hitam dan butirannya cukup halus, namun apabila
dikepal dengan tangan tidak menggumpal dan akan puyar kembali. Pasir ini baik
sekali untuk pengecoran, plesteran dinding, pondasi, pemasangan bata dan batu.
5. Pasir Sungai
adalah pasir yang diperoleh dari sungai yang merupakan hasil gigisan batu-batuan
yang keras dan tajam, pasir jenis ini butirannya cukup baik (antara 0,063 mm – 5
mm) sehingga merupakan adukan yang baik untuk pekerjaan pasangan. Biasanya
pasir ini hanya untuk bahan campuaran saja .
Gradasi atau susunan butir adalah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini
bervareasi dapat di bedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela (gap grade), gradasi menerus
(continous grade) dan gradasi seragam (uniform grade). Untuk mengetahui gradeasi tesebut
dilakukan pengujian melalui analisa ayak sesuai dengan standard dari BS 812, ASTM C-33,
C 136, ASHTO T.26 ataupun Standard Nasional Indonesia.
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Pengaruh susunan butir terhadap sifat aduk/beton segar adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai sifat mampu dikerjakan (workability)
2. Mempengaruhi sifat kohesif campuran agregat, semen dan air.
3. Mempengaruhi keseragaman/homogenitas adukan sehingga akan berpengaruh pada
cara pengecoran dan pewadahan.
4. Mempengaruhi sifat segregasi (pemisahan butir) atau juga bleding.
5. Mempengaruhi hasil pekerjaan finishing permukaan beton dan adukan.
Pengaruh susunan butir terhadap sifat aduk/beton keras adalah seagai berikut :
1. Mepengaruhi porositas
2. Berpengaruh terhadap sifat kedap air
3. Berpengaruh terhadap keadatan
e. Agregat kasar harus lewat tes kekerasan dengan bejana penguji Rudeloff dengan beban
uji 20 ton.
f. Kadar bagian yang lemah jika diuji dengan goresan batang tembaga maksimum 5%.
g. Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Coarse Aggregate antara 6–7,5.
BAB III
PEMBAHASAN
.1 SEMEN
2. Setelah tercampur rata, pasta semen dibentuk menjadi bola. Dan kemudian
melemparkan bola pasta semen 6 kali dari tangan ke tangan.
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
3. Mencetak bola pasta semen pada cincin obonite alat vicat yang dialasi oleh
plat kaca.
4. Meltakkan bola pasta semen yang telah dicetak pada alat vicat dan
mengatur jarum vicat berada diatas pasta semen, dan mengatur penunjuk
tepat pada angka 0.
Volume Air ( ml )
K= x 100 %
massa semen( gram)
80
K= x 100 % = 32%
250
85
K= x 100 %=34 %
250
.1.1.5 Kesimpulan
Konsentrasi normal semen menurut ASTM-C187 adalah 26-29%. Namun
pada praktikum konsistensi normal semen portland yang telah di lalukan untuk
mendapat kan penurunan mendekati 10 mm membutuhkan air sebanyak 85 ml dengan
penurunan 16 mm sehingga mendapatkan nilai konsentrasi 34%. Hasil ini tidak
memenuhi standar uji yang telah ditetapkan oleh ASTM-C187, Nilai ini tergantung
dari kehalusan semen, komposisi senyawa dalam semen, suhu udara dan kelembaban
disekitarnya. Beberapa faktor yang menyebabkan konsistensi normal berada diatas
standar diantaranya adalah volume air yang digunakan, banyaknya lemparan pada saat
membuat bola pasta semen yang tidak konsisten, ketelitian dalam membaca alat dan
stopwatch, dan sebagainya.
1. Alat Vicat
2. Jarum Vicat Kecil diameter
3. Cincin Obonite
4. Plat Kaca
5. Loyang
6. Gelas Ukur
7. Timbangan
8. Stopwatch
9. Semen
10. Air suling
5. Meletakkan bola pasta semen yang telah dicetak pada alat vicat dan
mengatur jarum vicat berada diatas pasta semen, dan mengatur penunjuk
tepat pada angka 0.
Percobaan 1 Percobaan 2
Waktu Penurunan (mm) Waktu Penurunan (mm)
45’ 20 45’ 1
60’ 13 60’ 0
75’ 11 75’
90’ 6 90’
105’ 3 105’
120’ 1 120’
135’ 0 135’
150’ 150’
165’ 165’
20 20
PENURUNAN (mm)
15
13 Percobaan 1
10 11 Percobaan 2
5 6
3
0 1 0 1 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
WAKTU PENGERASAN (mm)
.1.2.5 Kesimpulan
Waktu pengikatan awal semen sesuai dengan standar uji ASTM C-191 yang
menyatakan bahwa nilai minimum ikat awal adalah 45 menit sedangkan waktu ikat
akhir maksimum 360 menit. Waktu ikat awal tercapai apabila masuknya jarum
vicat ke dalam sampel sedalam 25 mm. Waktu ikat akhir tercapai apabila pada saat
jarum vicat diletakkan diatas sampel pada permukaan sampel tidak berbekas atau
tidak tercetak. Berdasarkan hasil praktikum yang telah kami lakukan, waktu ikat
awal semen terjadi pada menit kurang dari 45 dengan penurunan pada 45 menit
sebesar 20 mm untuk percobaan pertama dan sudah mongering pada 45 menit awal
untuk percobaan kedua dan jumlah total waktu ikat yang diperlukan semen untuk
mengeras adalah 135 menit. Hal ini telah memenuhi syarat sesuai standar ASTM
C-191 dan tidak melebihi waktu ikat akhir (final setting) maksimum yang telah
ditentukan yakni selama 360 menit.
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
3. Menuangkan minyak tanah pada labu takar yang sudah terisi semen sampai
batas garis.
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
4. Memegang labu takar dengan posisi miring dan memutar labu takar hingga
gelembung udara keluar, jika minyak tanah berkurang, maka
menambahkan lagi sampai batas kapasitas lalu menimbang beratnya.
5. Mengeluarkan semen dan minyak tanah dari labu takar hingga bersih
6. Mengisi labu takar dengan minyak tanah sampai pada batas kapasitas dan
menimbang beratnya.
250
Bj semen= =3,438789
250−755,4+578,1
250
Bj semen= =3,467406
250−755,3+577,4
3,0978934+3,2679738
Berat jenis semen rata-rata: = 3,453097
2
.1.3.5 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah kami lakukan, didapatkan hasil berat jenis
semen rata-rata adalah sebesar 3,453097 gram/cm3. Berat jenis semen yang
diperoleh tidak memenuhi standar SK SNI 15-2531-1991 yang mengisyaratkan
bahwa berat jenis semen portland adalah berkisar antara 3,00 – 3,20 gram/cm3.
.2 PASIR
% Tertinggal 317,69
Modulus kehalusan= = =3,18
100 100
Percobaan 2 :
Analisa Saringan
No Diameter (mm) Tertinggal (gr) Persen Tertinggal (%) Lolos (%)
1 4,75 53,7 5,38 5,38 94,62
2 2,36 33,4 3,348 8,72 91,28
3 1,18 103,9 10,40 19,12 80,87
4 0,6 209,2 20,95 40,07 59,93
5 0,3 218,8 21,91 61,98 38,02
6 0,5 271,4 27,17 89,15 10,84
Pan 0 108,3 10,84 100 0
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Tota
998,7 100 324,43
l
% Tertinggal 324,43
Modulus kehalusan= = =3,24
100 100
.2.1.5 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sampel pasir 1 memiliki
modulus kehalusan sebesar 3,17 sedangkan sampel 2 sebesar 3,24. Menurut SII 0052-
80, modulus kehalusan butir pasir ialah berkisar antara 1,5 – 3,8 jadi kedua sampel pasir
tersebut telah memenuhi standar uji coba material beton.
.2.2 Kelembaban Pasir
.2.2.1 Tujuan Praktikum
Praktikum ini dilakukan dengan tujuan adalah untuk mengukur kelembaban pasir
(kadar air dalam butiran pasir).
2. Memasukkan pasir kondisi asli sebanyak 500 gram kedalam oven selama 24 jam
dengan temperature 100o ± 5oC.
3. Mengeluarkan pasir dari oven dan kemudian mendinginkannya.
4. Menimbang pasir kering oven dalam keadaan dingin menggunakan timbangan
digital.
B− A
Prosentase resapan air= × 100 %
A
Dimana : A = Berat pasir SSD setelah dioven (gram)
B = Berat pasir mula-mula (gram)
Data percobaan :
a. Data percobaan 1 :
Berat wadah (pan) : 247,9 gram
Berat pasir mula-mula (B) : 500 gram
Berat pasir + wadah setelah dioven : 747,9 gram
Berat pasir setelah dioven : 500 gram
b. Data percobaan 2 :
Berat wadah (pan) : 247,9 gram
Berat pasir mula-mula (B) : 500 gram
Berat pasir + wadah setelah dioven : 747,8 gram
Berat pasir setelah dioven : 499,9 gram
Hasil Percobaan :
Prosentase kelembapan pasir percobaan 1 =
500−500
× 100 %=0 %
500
.2.2.5 Kesimpulan
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Berdasarkan praktikum dan hasil perhitungan yang telah kami lakukan, kelembaban
(kadar air) yang didapatkan dari pasir sampel 1 adalah sebesar 0% dan untuk pasir sampel 2
adalah sebesar 0,02%. Hal ini menunjukkan bahwa pasir yang kami uji telah memenuhi
standar karena tidak melebihi kadar air maksimum untuk agregat halus (pasir) yang
disyaratkan oleh SNI 032461-1991 yakni sebesar 2%. Adapun untuk kejanggalan data yang
ada pada sampel pasir pertama, kami beragumentasi dikarenakan terlalu lamanya kelompok
kami membiarkan pasir terpapar udara luar setelah dikeluarkan dari oven.
3. Memasukkan lagi campuran pasir kondisi asli dan kering oven sebanyak 1/3
bagian dan menumbuk sebanyak 8 kali.
4. Mengisi kerucut logam sampai penuh kemudian menumbuk sebanyak 8 kali dan
mengisi lagi sampai penuh.
5. Mengangkat kerucut logam dan apabila tinggi pasir mencapai 2/3 dari tinggi
kerucut logam maka pasir tersebut merupakan pasir dalam keadaan SSD
(Saturated Surface Dry).
7. Memasukkan pasir kondisi SSD kedalam labu takar dan menimbang beratnya
menggunakan timbangan digital.
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
b. Percobaan 2
Berat labu takar 1000 cc : 267,3
Pasir SSD : 500
Labu takar + SSD + Air : 1573,4
Labu takar + air : 1260,6
Hasil percobaan :
a. Percobaan 1
500
Berat Jenis Pasir SSD=
500+1260,3−1574,7
¿ 2,68
b. Percobaan 2
500
Berat Jenis Pasir SSD=
500+1260,6−1573,4
¿ 2,67
.2.3.5 Kesimpulan
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Berdasarkan hasil praktikum dan perhitungan yang telah kami lakukan, diperoleh
data berat jenis pasir SSD sampel 1 adalah sebesar 2,68 dan sampel 2 sebesar 2,67
sedangkan berat jenis rata-ratanya yaitu 2,675. Maka, dapat disimpulkan bahwa pasir yang
diuji di laboratorium telah memenuhi standar ASTM C 12878 dan PUBI 1982 Pasal 11
“Pasir Beton” yang mensyaratkan angka berat jenis pasir berkisar antara 2,4 – 2,9 sehingga
sampel pasir yang diuji layak digunakan sebagai campuran material pembuat beton.
Dimana :
A = Berat pasir SSD setelah dioven (gram)
Data Percobaan
a. Percobaan 1
Berat pasir mula-mula = 500 gram
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
b. Percobaan 2
Berat pasir mula-mula = 500 gram
Berat pasir kering oven = 498,6 gram
Hasil Percobaan:
a. Percobaan 1
500−498,5
X= ×100 %=0,3 %
498,5
b. Percobaan 2
500−498,6
X= ×100 %=0,28 %
498,6
.2.4.5 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan (2 kali percobaan), diperoleh kadar air
resapan pasir sampel 1 adalah sebesar 0,3% dan sampel 2 sebesar 0,38%. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa air resapan pasir yang didapat telah memenuhi standar dan tidak melebihi
syarat penyerapan air maksimum untuk agregat halus (pasir) yakni sebesar 2%.
2. Meletakkan pasir pada wadah dan membersihkan gelas ukur agar tidak ada pasir
yang tertinggal.
1
3. Mengisi gelas ukur dengan air ± bagian.
2
4. Memasukkan kembali pasir kedalam gelas ukur dan mengaduk perlahan kemudian
membaca volume pasirnya.
Data Percobaan
Volume Pasir pada gelas ukur (A) = 375 cc
Volume air awal = 250 cc
Volume pasir yang di tambah air (B) = 470 cc
Hasil Percobaan:
375−470
Faktor Pengembangan= × 100 %=20,2 %
470
.2.5.5 Kesimpulan
Dari hasil praktikum, didapatkan data faktor pengembangan pasir adalah sebesar
20,2%. Berdasarkan ASTM C 29-97 pengembangan volume pasir (bulking) yang disyaratkan
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
yaitu tidak lebih dari 65% sehingga dapat disimpulkan bahwa pasir yang diuji di laboratorium
memenuhi standar dan layak digunakan sebagai material penyusun beton.
(sampel 1) (sampel 2)
Berdasarkan hasil praktikum, campuran larutan NaOH dan pasir (sampel 1 dan 2)
yang didiamkan selama 24 jam dengan kondisi tertutup mengalami perubahan warna. Untuk
larutan pasir sampel 1 dan sampel 2 berwarna kuning keruh , sesuai dengan indikator warna
nomor 2.
.2.6.5 Kesimpulan
Setelah melalui proses pengujian dan pendiaman selama 24 jam pada campuran
larutan NaOH dan pasir, didapatkan perubahan warna yang sesuai dengan indikator warna
nomor 2. Itu artinya, terdapat sedikit kandungan bahan organik di dalam pasir yang diuji
namun masih diizinkan untuk dijadikan bahan campuran beton dan memenuhi syarat
berdasarkan ASTM C- 40-90. Untuk itu, perlu diadakan uji pengaruh bahan organik didalam
agregat tersebut menurut standar ASTM C-87. Kebersihan Pasir Terhadap Lumpur
Berikut data hasil pengukuran dan perhitungan yang telah kami lakukan.
o Pasir Sampel 1
0,1
Kadar Lumpur = x 100 %=0,17 %
57
o Pasir Sampel 2
0,1
Kadar Lumpur = x 100 %=0,17 %
57
.2.7.5 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari praktikum yang dilakukan, diperoleh data kadar lumpur untuk
pasir sampel 1 dan 2 adalah sebsesar 0,17%. Hasil tersebut telah memenuhi SNI 03-1750-
1990 yang mensyaratkan bahwa batas maksimum kadar lumpur dalam pasir pada kondisi
basah adalah sebesar 5% agar layak digunakan dalam campuran beton. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pasir yang kami uji dapat dikatakan cukup bersih dari lumpur dan layak
digunakan dalam campuran material penyusun beton.
3. Mengisi kembali sebanyak 1/3 bagian dan merojok kembali sebanyak 25 kali.
4. Mengisi besi takaran dengan pasir sampai penuh dan dirojok kembali 25 kali.
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
B− A
Berat Volume Lepas =
C
Sedangkan rumus untuk menghitung berat volume pasir setelah dirojok, yaitu :
B− A
Berat Volume Rojok =
C
Berikut adalah data hasil praktikum dan perhitungan yang kami lakukan :
1. Berat Volume Lepas
a) Pasir sampel 1
6,799−2,6443
Berat Volume Lepas = =1,3849 kg /dm ³
3
b) Pasir sampel 2
6 ,7647−2 , 6443
Berat Volume Lepas = =1 ,3734 kg/dm ³
3
7,0476−2,6443
Berat Volume Rojok = =1,4677 kg /dm ³
3
b) Pasir sampel 2
7 , 0304−2, 6443
Berat Volume Rojok = =1 , 4620 kg /dm³
3
.2.8.5 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan data hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan berat
volume pasir lepas untuk pasir sampel 1 adalah sebesar 1,3849 kg/dm3 dan sampel 2 sebesar
1,3734 kg/dm3 sedangkan berat volume rata-rata pasir lepas yaitu 1,3792 kg/dm3. Pada
pengujian dengan metode pasir dirojok, didapatkan berat volume pasir setelah dirojok untuk
sampel 1 adalah sebesar 1,4677 kg/dm3 dan sampel 2 sebesar 1,4620 kg/cm3 sedangkan
berat volume rata-rata pasir dirojok yaitu 1,4648 kg/dm3. Berdasarkan data tersebut, dapat
disimpulkan bahwa berat volume pasir setelah dirojok lebih besar dibandingkan berat volume
pasir lepas. Menurut ASTM C-29, hal ini disebabkan oleh pemadatan butiran yang terjadi
akibat pengaruh rojokan dari besi. Proses perojokan menambah ruang baru pada takaran
pasir, sehingga takaran akan mampu menampung lebih banyak butiran pasir dan
menyebabkan berat pasir dalam takaran bertambah.
.3 KERIKIL
% tertinggal 217,049
Modulus Kehalusan = = =2,17 %
100 100
% tertinggal 223,937
Modulus Kehalusan = = =2,24 %
100 100
.3.1.5 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil praktikum dan perhitungan yang dilakukan, nilai
modulus kehalusan rata-rata kerikil adalah sebesar 2,205. Berdasarkan SII 0052-80
nilai modulus kehalusan agregat kasar berkisar antara 5-7,1. Hal ini menunjukkan
bahwa kerikil yang kami uji tidak memenuhi standar.
2. Menimbang kerikil pada kondisi asli seberat 1000 gram atau 1 kg.
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
B− A
Kelembaban (kadar air) = × 100 %
A
Keterangan:
A= Berat kerikil sesudah dioven
B= Berat kerikil sebelum dioven
Perhitungan:
a. Percobaan 1
1. Berat pasir sebelum dioven (B) = 1000 gram
2. Berat pasir sesudah dioven (A) = 989,7 gram
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
1000−989,7
Kelembaban (kadar air) = ×100 %=1,04 %
989,7
b. Percobaan 2
1. Berat pasir sebelum dioven (B) = 1000 gram
2. Berat pasir sesudah dioven (A) = 993,6 gram
Kelembaban (kadar air) =
1000−9 93,6
×100 %=0,644 %
9 93,6
.3.2.5 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan sebanyak 2 kali percobaan,
didapatkan data kelembaban kerikil sampel 1 sebesar 1,04% dan sampel 2 sebesar
0.644%,. Berdasarkan ASTM-C566 kelembaban agregat kasar (kerikil) yang
disyaratkan berkisar 0%-1%. Sehingga dapat disimpulakn pada sampel kerikil yang
pertama tidak memenuhi standar tetapi untuk sampel kerikil yang kedua memenuhi
standar.
3000
Berat Jenis Pasir SSD =
3000−C
Keterangan:
B= Berat kerikil SSD
C= Berat kerikil dalam air
Perhitungan:
a. Percobaan 1
1. Berat kerikil SSD = 3000,8 gram
2. Berat kerikil ditimbang dalam air = 1881,0 gram
3000
Berat Jenis Pasir SSD = =2,68 kg/dm3
3000−1881
b. Percobaan 2
1. Berat kerikil SSD = 3000,8 gram
2. Berat kerikil ditimbang dalam air = 1875,8gram
3000
Berat Jenis Pasir SSD = = 2,667 % kg/dm3
3000−1875,8
.3.3.5 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan sebanyak 2 kali percobaan,
didapatkan data berat jenis kerikil sampel 1 sebesar 2,67976 kg/dm3 dan sampel 2
sebesar 2,667 kg/dm3. Berdasarkan ASTM C-127-15, nilai berat jenis agregat kasar
(kerikil) yang disyaratkan berkisar 2,4 – 2,7 kg/dm3. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa kerikil pada percobaan yang telah dilakukan memenuhi standard dan layak
digunakan sebagai material campuran beton.
3000− A
Resapan = ×100 %
A
Keterangan:
A= Berat kerikil setelah di oven
Perhitungan:
a. Data Percobaan 1
1. Berat pasir mula-mula = 3000 gram
2. Berat pasir setelah dioven = 2943,2 gram
3000− A 3000−2943,2
Resapan = ×100 %= × 100 %=2,278 %
A 2943,2
b. Data Percobaan 2
1. Berat pasir mula-mula = 3000 gram
2. Berat pasir setelah dioven = 2925,1 gram
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
3000− A 3000−2925,1
Resapan = ×100 %= × 100 %=2,56 %
A 2925,1
.3.4.5 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh kadar air resapan kerikil
sampel 1 sebesar 2,278% dan sampel 2 sebesar 2,56%. Berdasarkan SNI-03-2461-
1991 mengenai “Spesifikasi Agregat Ringan untuk Beton Struktural”, penyerapan air
maksimal dari agregat kasar (kerikil) yang disyaratkan adalah kurang dari 3%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel kerikil pada percobaan yang telah
dilakukan memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai material campuran beton.
1000− A
Kadar Lumpur = ×100 %
1000
Keterangan:
A= Berat kerikil sesudah di oven
Perhitungan:
a. Percobaan 1
1. Berat kerikil sebelum di oven = 1000 cm
2. Berat kerikil sesudah di oven = 985,3 cm
1000− A 1000−985,3
Kadar Lumpur = ×100 %= × 100 %=1,47 %
1000 1000
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
b. Percobaan 2
1. Berat kerikil sebelum di oven = 1000 cm
2. Berat kerikil sesudah di oven = 988,7 cm
1000− A 1000−988,7
Kadar Lumpur = ×100 %= ×100 %=1,13 %
1000 1000
.3.5.5 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh prosentase kebersihan
kerikil terhadap lumpur sampel 1 sebesar 1,47% dan sampel 2 sebesar 1,13%.
Berdasarkan ASTM C-117-13, kadar lumpur pada kerikil yang disyaratkan yaitu
kurang dari 1%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel kerikil pada percobaan
yang dilakukan tidak memenuhi standar karena melebihi batas yang disyaratkan.
Perhitungan:
a. Percobaan 1
1. Berat takaran (A) = 5,390 kg
2. Berat takaran+kerikil (B) = 17,595 kg
3. Berat kerikil =10 liter
17,595−5,390
Berat Volume Kerikil = =1,2205kg/dm3
10
b. Percobaan 2
1. Berat takaran (A) = 5,390 kg
2. Berat takaran+kerikil (B) =17,74 kg
3. Berat kerikil =10 liter
17,74−5,39
Berat Volume Kerikil = = 1,235 kg/dm3
10
B− A
Berat volume kerikil rojok=
C
Keterangan:
A= Berat Takaran
B= Berat Takaran+kerikil
C= Berat Kerikil
Perhitungan:
a. Percobaan 1
1. Berat takaran (A) = 5,390 kg
2. Berat takaran+kerikil (B) = 19,685 kg
3. Berat kerikil =10 liter
19,685−5,390
Berat Volume Kerikil = =1,4295 kg/dm3
10
b. Percobaan 2
1. Berat takaran (A) = 5,390 kg
DEPARTEMEN TEKNIK INFRASTRUKTUR SIPIL
FAKULTAS VOKASI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
19,6 2−5,390
Berat Volume Kerikil = = 1,423 kg/dm3
10
.3.6.5 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil praktikum dan perhitungan yang telah dilakukan,
diperoleh berat volume kerikil lepas yaitu sebesar 1,227 kg/dm3 dan berat volume
kerikil setelah dirojok yaitu sebesar 1,426 kg/dm3. Berat volume kerikil setelah
dirojok lebih besar dibandingkan berat volume kerikil lepas. Hal ini disebabkan
proses perojokan atau pemadatan akan menambah ruang yang ada dalam takaran,
sehingga lebih banyak kerikil yang dapat ditampung dan berat nya pun bertambah.
Berdasarkan ASTM C-29, prosedur/metode yang digunakan dalam melakukan tes
untuk mengukur berat volume dan kadar rongga agregat ini tidak mengalami
penyimpangan, karena nilai-nilai untuk berat volume dan kadar rongga hanya dapat
ditetapkan dalam hal metode uji (tidak memiliki standar nilai tertentu). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kerikil uji layak digunakan sebagai material penyusun
campuran beton.