Masih begitu hangat kasus terorisme yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia yang bukan
saja mengakibatkan korban luka, namun juga sampai pada korban meninggal dunia. Kejadian
yang juga meninggalkan bekas luka akan orang yang yang ditinggalkan. Kasus terorisme
merupakan sebagian dari berbagai macam bentuk kekerasan dalam beragama yang dimana
pelakunya menganggap apa yang dilakukan adalah sebuah kebenaran dan selain dari itu adalah
kesalahan yang harus segera dimusnahkan.
Bentuk pemikiran seperti itu tidak terlepas dari cara berpikir mereka yang kaku dan serta
cendrung bersifat ekslusif dalam memahami sesuatu termasuk dalam hal perkara agama.
Mereka cenderung memahami suatu pemikiran yang diluar atau menyimpang dari apa yang
mereka yakini sebagai sesuatu yang benar, adalah sesuatu yang salah. Mereka cenderung
memahami segala sesuatu sebagai hitam putih alias “kalau tidak benar ya salah”.
Pada akhirnya mereka kemudian mengklaim bahwa hanya mereka sajalah yang memiliki
pemahaman yang benar dan diluar dari pemahaman mereka adalah salah. Hingga pada
tingkatan yang paling ekstrim mereka akan memaksakan kebenaran yang mereka yakini kepada
orang lain, salah satunya dengan jalan kekerasan.
Mereka memahami Tuhan lebih kepada “Yang Maha Menghukumi”, sehingga dalam setiap
gerak mereka selalu mencari hukumnya (eksoterik), sehingga sesautu yang tidak memiliki
sumber hukum atau yang menyelisihi hukum sesuai pemahaman mereka, akan mereka anggap
sebagai pembangkang dalam agama.
Sejarah mencatat bahwa Indonesia merupakan Negara yang memiliki beragam agama, bahkan
sampai sekarang ini, beberapa wilayah di Indonesia masih mempertahankan agama nenek
moyang mereka, atau yang biasa disebut animisme/dinamisme. Hal itu menjadikan Indonesia
dari segi keberagamaan, sangat pluralis dank arena sifatnya yang pluralis sehingga rentan akan
konflik yang bersifat politik identitas.
Keberagaman adalah suatu keniscayaan yang telah Tuhan ciptakan, selain itu juga sebagai
bentuk penegasan bahwa hanya Dia Yang Maha Tunggal. Hal ini berarti bahwa usaha untuk
memaksakan suatu pandangan adalah upaya untuk menuhankan diri sendiri. Maka dari itu
tidak ada jalan lain selain mencintai keberagaman itu sendiri.
Mencintai keberagaman adalah sebagai bentuk pengakuan akan dimensi kepluralitasan
(eksoterik) yang telah Tuhan ciptakan sedari awal, juga sebagai bentuk penerimaan atas
keberagamaan itu sendiri
Dengan mencintai keragaman, kita akan lebih menghargai setiap bentuk perbedaan yang ada
dan melihat hal tersebut sebagai suatu keniscayaan makhluk. sehingga menghilangkan
kecendrungan ekslusif dalam diri serta mampu untuk berdamai dengan sesama dalam suatu
masyarakat.