Anda di halaman 1dari 2

MENDEKLARASIKAN AGAMA CINTA

Masih begitu hangat kasus terorisme yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia yang bukan
saja mengakibatkan korban luka, namun juga sampai pada korban meninggal dunia. Kejadian
yang juga meninggalkan bekas luka akan orang yang yang ditinggalkan. Kasus terorisme
merupakan sebagian dari berbagai macam bentuk kekerasan dalam beragama yang dimana
pelakunya menganggap apa yang dilakukan adalah sebuah kebenaran dan selain dari itu adalah
kesalahan yang harus segera dimusnahkan.
Bentuk pemikiran seperti itu tidak terlepas dari cara berpikir mereka yang kaku dan serta
cendrung bersifat ekslusif dalam memahami sesuatu termasuk dalam hal perkara agama.
Mereka cenderung memahami suatu pemikiran yang diluar atau menyimpang dari apa yang
mereka yakini sebagai sesuatu yang benar, adalah sesuatu yang salah. Mereka cenderung
memahami segala sesuatu sebagai hitam putih alias “kalau tidak benar ya salah”.
Pada akhirnya mereka kemudian mengklaim bahwa hanya mereka sajalah yang memiliki
pemahaman yang benar dan diluar dari pemahaman mereka adalah salah. Hingga pada
tingkatan yang paling ekstrim mereka akan memaksakan kebenaran yang mereka yakini kepada
orang lain, salah satunya dengan jalan kekerasan.
Mereka memahami Tuhan lebih kepada “Yang Maha Menghukumi”, sehingga dalam setiap
gerak mereka selalu mencari hukumnya (eksoterik), sehingga sesautu yang tidak memiliki
sumber hukum atau yang menyelisihi hukum sesuai pemahaman mereka, akan mereka anggap
sebagai pembangkang dalam agama.

Dari pluralitas eksoterik menuju kesatuan esoterik


Dalam agama terdapat dua dimensi, yaitu dimensi eksoteris dan dimensi esoterik. Dimensi
eksoterik lebih menekankan pada aspek lahiriahnya saja, seperti syari’at dan fikih (hukum) serta
penafsiran atas teks suci, sehingga akan melahirkan berbagai macam pandangan, baik secara
penafsiran, maupun dikarenakan kondisi sosial dan lingkungan. Sementara itu, dimensi esoterik
berkenaan dengan realitas batin ada agama itu sendiri.
Pada dasarnya, kedua dimensi tersebut bukanlah sesuatu yang bertentangan satu sama lain,
sehingga pemilihan atas satu dimensi meniscayakan untuk penafian dimensi yang lain. Sejatinya
kedua dimensi tersebut merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Untuk dapat mencapai
dimensi esoterik hanya dapat dilakukan dengan jalan eksoterik, sementara dimensi eksoterik
akan menjadi sia-sia ketika tidak mampu untuk mengantarkan kita kepada dimensi esoterik.
Memandang keduanya merupakan dimensi yang saling berkaitan merupakan cara pandang
agama dalam perspektif yang universal dan holistik. Perbedaan dalam memandang agama
merupakan keniscayaan. Namun dalam perbedaan itu mengantarkan kita kepada satu tujuan
utama, yaitu dimensi esoterik, sehingga tidak ada lagi partikularitas dan pluralitas. Yang ada
hanyala universalitas dan kemanuggalan.
Dalam pandangan kaum esoterik, Tuhan adalah sumber dan tujuan utama mereka. Mereka
menganggap segala hal di dunia ini merupakan “manifestasi dari Tuhan”, meskipun pada saat
yang bersamaan mereka mengaggap segala sesuatu “tidak berarti apapun”. Karena ketidak
mampuan akal untuk mengkonsepsikan Tuhan secara sepenuhnya, sehingga hal yang dapat
dilakukan yaitu dengan mengkonsepsikan tuhan agar dapat memahami sesuatu yang tak
terbatas.
Berbeda dengan kaum eksoterik yang memahami Tuhan hanya sebatas pada pemahaman
teologis semata. Bagi kaum esoterik, meeka memandang Tuhan sebagai yang mereka yakini
Tuhan, tanpa dibatasi oleh sekat-sekat yang bersifat teologis. Realitas-Nya bersifat tunggal,
walaupun Dia disebut dengan banyak nama (Allah, God, Brahma, Baghwan, dll).
Tuhan bagi mereka adalah realitas sejati. Karena itu tugas kehidupan spiritual adalah
menjadikan tuhan sebagai realitas sejati, bukan semata-mata bersifati imajinatif. Tuhan adalah
yang lahir dan batin, satu-satunya wujud. Tuhan bagi mereka bukan semata-mata keyakinan
yang bersifat religius, tapi merupakan cita-cita tertinggi mereka.

Cinta dalam wujud pluralitas


Kecintaan sejati akan Tuhan akan menghilangkan batas-batas yang sifatnya partikukar
sehinggga akan melihat segala sesesuatu itu lebih kepada sisi keuniversalitasannya. Kecintaan
itu tidak akan membuat kita merasa terganggu akan perbedaan kita degan orang lain karena
keyakinan kita akan keniscayaan pluralitas yang telah ditetapkan-Nya.

Sejarah mencatat bahwa Indonesia merupakan Negara yang memiliki beragam agama, bahkan
sampai sekarang ini, beberapa wilayah di Indonesia masih mempertahankan agama nenek
moyang mereka, atau yang biasa disebut animisme/dinamisme. Hal itu menjadikan Indonesia
dari segi keberagamaan, sangat pluralis dank arena sifatnya yang pluralis sehingga rentan akan
konflik yang bersifat politik identitas.
Keberagaman adalah suatu keniscayaan yang telah Tuhan ciptakan, selain itu juga sebagai
bentuk penegasan bahwa hanya Dia Yang Maha Tunggal. Hal ini berarti bahwa usaha untuk
memaksakan suatu pandangan adalah upaya untuk menuhankan diri sendiri. Maka dari itu
tidak ada jalan lain selain mencintai keberagaman itu sendiri.
Mencintai keberagaman adalah sebagai bentuk pengakuan akan dimensi kepluralitasan
(eksoterik) yang telah Tuhan ciptakan sedari awal, juga sebagai bentuk penerimaan atas
keberagamaan itu sendiri
Dengan mencintai keragaman, kita akan lebih menghargai setiap bentuk perbedaan yang ada
dan melihat hal tersebut sebagai suatu keniscayaan makhluk. sehingga menghilangkan
kecendrungan ekslusif dalam diri serta mampu untuk berdamai dengan sesama dalam suatu
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai