Determinasi sex :
Pada sejumlah kehidupan jenis kelamin dapat dibedakan --------- kromosom berperan
Kromosom mengikuti pola segregasi tertentu ---------- penyebaran sex dapat diperkirakan
Individu jantan dan betina berbeda dalam salah satu pasangan kromosomnya (kromosom
kelamin/sex chromosom)
Kromosom lain ------ autosom
Pada manusia dan kebanyakan kelompok hewan : jenis kelamin ditentukan oleh distribusi
kromosom kelamin waktu terjadi fertilisasi.
D.melanogaster = 2n = 8 dalam somatik -------- punya 4 pasang :
untuk betina ya
untuk jantan ??
Betina : 3 pasang autosom + 2 kromosom x (3A+2X)
Jantan : 3 pasang autosom + 1 x + 1 Y (x dan Y bukan homolog)
♀ homogametik
♂ heterogametik
Beberapa metode penentuan sex :
Organisme Betina Jantan
1. Manusia, Drosophila dan kebanyakan hewan : XX ---- XY
2. Aves, kupu-kupu, beberapa jenis ikan : XY/ZW ---- XX/ZZ
3. Orthoptera, Heteroptera : XX ---- XO
4. Hymenoptera
: 2n ---- n
XY (Manusia) XO (Belalang)
♂ ♀ ♂ ♀
44 44 22 22
+ + + +
XY X
XX XX
22 22 22 11 11 11
+ + + + +
X X
X Y X
44 44 22 22
+ + + +
XX XY XX X
♀ ♂ ♀ ♂
XY :
- Paling umum
- Y <<<< (ukuran)
- Jumlaha gen pada Y <<<< X
- Hanya beberapa gen pada Y mempunyai alel pada X --- cukup untuk sinapsis
XO : Orthoptera (belalang dll), heteroptera (kepik dll)
Jantan : jumlah kromosomnya kurang 1 dari diploidnya ----- tidak ada kromom Y
Homogametik
ZW : betina heterogametik
16 16
+ + 16 16
ZZ
Z
W
8 8 8
+ + + 1 1 1
W 6 6 6
Z Z
16 16 32 16
+ +
ZZ Z ♀ ♂
♀ W ♂
Lebah madu :
Ratu mengatur agar betina menjadi diploid dan jantan diploid (parthenogenesis)
Bridges :
- Gen-gen untuk sifat kejantanan tidak terletak pada kromosom Y D.melanosgaster tetapi
kromosom Y mengontrol fertilitas jantan
Dengan membuat persilangan yang bervariasi, Drosophila dengan variasi rasio X tahap A
dapat dihasilkan :
Jadi, pada Drosophila sex ditentukan oleh rasio kromosom terhadap autosom sehingga XO 2A
= jantan
Pada Manusia
Jadi, pada mamalia, sex ditentukan oleh kehadiran Y dan keseimbangan X dan Y bukan
antara X dengan autosom
MI met
secara normal 1st
Meiosis dan nondisjunction yang mengikuti kromosom X :
X + 22
kromosom M II
disjunction
Oosit I oosit II
(2n)
primary
nondisjunction
XX + 22
M II
egg
Kematian in utero (XXX + 44A)
Pb 1
MI M II
O + 22A
SEX LINKED
egg
XO + 44A : turner’s
YO Pada: mati
+ 44A kromosom X terkandung gen-gen dimana gen-gen yang terpaut kelamin
disebut sex linked gene.
X dan Y bukan homolog, gen-gen pada kromosom kelamin tidak mempunyai alel pada
Y sehingga penurunan gen terpaut kelamin pada jenis kelamin yang mempunyai
kromosom Y (XY atau XO) agak berbeda dengan penurunan gen-gen autosom)
Oleh karena tidak ada alel pada kromosom Y, maka gen-gen terpaut sex dapat
mengekspresikan sekalipun dalam keadaan tunggal, resesif atau dominan
Pada individu homogametik (XXatau ZZ) penurunan gen-gen terpaut sex sama
dengan gen-gen autosomal.
Cara penulisan :
♀ mata merah (normal)
XW+XW+ ; XW+Xw
W W W w W = normal
w = mata putih
♀ mata putih :
XwXw w w
♂ mata merah (normal ) :
XW+Y W
♂ mata putih :
XW+Y w
Untuk semua gen yang sex linked bersifat identik dimana perilaku kromosom dan gen selama
meiosis paralel, sehingga gen harus terletak pada kromosom (Morgan)
Morgan :
D. melanosgaster ♂ mata putih (mutan I) disilangkan dengan ♀ normal
F1 : ½ ♂ normal x ½ ♀ normal
F2 : ¼ ♂ normal
¼ ♂putih
¼ ♀normal
Resiprocal cross :
XWY x XW+XW+ ♂ normal x ♀ mata putih
XWY XwXw
F1 : ½ XWXW+ F1 : ½ XW+Xw ------ ♀ normal
½ YXW+ ½ Xw Y --------- ♂ white
XW+Y x XW+XW XW+Y x XW+XW
½ XW+ ½ XW
W+
½X ¼ XW+ XW+ 1/4XW+XW
(♀ normal) (♀normal)
1/2Y 1/4XW+Y 1/4XwY (♂
(♂ normal) putih)
½ XW+ ½ XW
½ XW ¼ XWXW+ 1/4XWXW
(♀ normal) (♀putih)
1/2Y 1/4XW+Y 1/4XwY (♂
(♂ normal) putih)
diamati bahwa 1/2000 lalat secara fenotip sama dengan parentalnya ((♀putih,♂ normal) yang
secara normalnya harus menghasilkan :
XW+ Y
W W+
W
X X X 1/4XWY
Betina normal; jantan mata putih
????
W w W
(XwXw) x (Xw+Y)
nondisjunction
W
w
w
egg sperm
W
w w X XW XW+
W
XWXWY
(mati) (♀white)
O XW+O YO (mati)
(♀normal,steril)
J
adi, yang diamati adalah progeni-progeni yang abnormal
Waktu kromosom –kromosom tersebut diamati lanjut, ternyata kromosom progeni tersebut
adalah :
♀putih (XWXWY + 2A)
♂ normal (XW+O + 2A)
Bukti lanjut bahwa gen terletak pada kromosom
W
Y
w w XWXWXW+ XWXWY
(Mati) (betina white)
W+
O X O (betina normal tapi steril) YO (mati)
Jadi yang diamati adalah progeni abnormal.
Waktu kromosom-kromosom tersebut diamati lanjut, kromosom progeni tersebut ternyata
adalah :
Betina putih w
t t w Y + 2 A (X W+O + 2 A)
Jantan normal W
t O+2A(X w+
O + 2A)
½ jantan normal
½ betina putih
------------ Kromosom Y pada betina saling terikat satu sama lain.
X WXWY x XW+Y
½ X W+ ½Y
½ XWXW ¼ XWXWXW+ (mati) ¼ X WXWY (betina white)
½Y ¼ XW + Y (jantan normal) ¼ YY (mati, tidak ada gen X-linked)
Jadi, pada kromosom X yang terangkai, pewarisan pola sex linkednya berbeda.
Secara normla :
Jantan menurunkan karakternya ke turunan betinanya sebagai carier yang kemudian akan
menurunkan karakter-karakternya kepada anak-anak jantan.
Dalam kasus betina X-terangkai :
Betina menurunkan karakternya langsung ke anak-anaknya yang betina, bukan kepada yang
jantan.
Sex Linkage jika sex betina adalah heterogametik
Example: pada bulu ayam
XO atau XY
Jantan homogametik
P1 Jantan barred x betina barred
F1 jantan barred
betina barred
F2 ½ jantan barred
½ betina barred
¼ betina non barred
Dari pengujian kromosom diketahui bahwa pada ayam (unggas) :
Jantan homogametik
betina heterogametik (sex)
XBXb , XBY
(keduanya barred)
½ XB ½Y
B B B XB
½X ¼ X X (jantan barred) ¼ Y (betina barred)
½ Xb ¼ XBXb (jantan barred) ¼ XbY (betina non barred)
Jika pola perilaku kromosom Terbalik ( XX ; jantan, XY ; betina) maka pola pewarisan karakter
sex linked (gene) juga terbalik)
Pada manusia :
Laki-laki ---------- 1 kromosom X
Dua orang tua normal dapat mempunyai anak laki-laki buta warna jika ibunya carier.
XcY x XCXc
Xc Y
XC XCXc normal XCY normal
Xc XcXc buta warna XcY buta warna
F2 :
½B ½Y
½B ¼ BB (hitam) ¼ BY (hiam)
1/2b ¼ bb (calico) ¼ bY (hitam)
½ X+ ½Y
½ X+ ¼ X X+ (normal)
+ +
¼ X Y (normal)
1/2Xl ¼ X+ Xl (normal) ¼ XlY (mati)
½ betina normal
¼ jantan normal
¾ normal
½/¾ : 2/3 betina normal
¼/¾ : 1/3 jantan normal
Rasio betina : jantan = 2 : 1 (untuk sex –linked resesif lethal)