Anda di halaman 1dari 19

EVALUASI PENERAPAN APLIKASI LANTERA PANTAU DALAM

UPAYA DETEKSI DINI MASALAH KESEHATAN LANSIA


DIPUSKESMAS
TAHUN 2020

SKRIPSI

Oleh:
DESI SYAEPUTRI
170210087

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN
TANGERANG SELATAN
TAHUN 202
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Berdasarkan data Perserikaan Bangsa-bangsa (PBB) tentang World Population Ageing,
diperkirakan pada tahun 2015 terdapat 901 juta jiwa penduduk lanjut usia di dunia. Jumlah
tersebut diproyeksikan terus meningkat mencapai 2 (dua) miliar jiwa pada tahun 2050 (United
Nations, Department of Economic and Social Affairs, 2017). Seperti di Negara-negara yang ada
di dunia, Indonesia pun penduduknya mengalami penuaan, pada tahun 2019 lansia yang tinggal
di perkotaan sekitar 52,80 % dan yang tinggal di perdesaan sekitar 47,20%. Adapun persentase
lansia di Indonesia didominasi oleh lansia muda yaitu kelompok umur 60-69 tahun yang
persentasenya mencapai 63,82 persen, sisanya adalah lansia madya yaitu kelompok umur 70-79
tahun sebesar 27,68 persen dan lansia tua yaitu kelompok umur 80+tahun sebesar 8,50% (Badan
Pusat Statistik, 2019).
Menurut data Penduduk antar Sensus (Supas) 2015, Jumlah lanjut usia diIndonesia
sebanyak 21,7 juta. Dari jumlah tersebut, terdiri dari lansia perempuan 11,6 juta dan 10,2 juta
lanjut usia laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara yang akan
memasuki era penduduk menua (ageing population), karena jumlah penduduk yang berusia 60
tahun ke atas telah melebihi angka 7,0%. Dilihat dari distribusi penduduk lanjut usia menurut
provinsi, terdapat beberapa provinsi yang sudah mengalami penuaan penduduk pada Tahun
2015. Dari hasil Supas tahun 2015 menunjukkan dari empat provinsi dengan persentase
penduduk lanjut usia tertinggi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta 13,6%, Jawa Tengah atau
Jateng 11,7%, Jawa Timur atau Jatim 11,5%, dan Bali sebesar 10,4% (BPS, 2016). Meskipun
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan proporsi tertinggi di Indonesia, namun dari
segi jumlah lansia, masih lebih sedikit dibanding Provinsi Jabar, Jateng atau Jatim. Jika melihat
data indeks penuaan (Ageing Index). Sementara angka Potential Support Ratio menunjukkan
penurunan, dari 12,5% pada tahun 2015 (UNFPA, 2014). Berdasarkan data Supas 2015, indeks
penuaan tertinggi terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan terendah di Provinsi
Papua (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan hasil SP2010, secara umum jumlah penduduk lansia di Provinsi Banten
sebanyak 488.243 orang atau 4,59 persen dari keseluruhan penduduk. Jumlah penduduk lansia
perempuan 257.786 orang lebih banyak dari jumlah penduduk lansia laki-laki 230.457 orang.
Sebarannya jauh lebih banyak di daerah perkotaan 278.389 orang dibandingkan di daerah
perdesaan 209.854 orang. Jika dilihat menurut kelompok umur, jumlah penduduk lansia terbagi
menjadi lansia muda 60-69 tahun sebanyak 317.683 ribu orang, lansia menengah 70-79 tahun
sebanyak 131.942 orang, dan lansia tua 80 tahun ke atas sebanyak 38.618 orang. Sementara itu,
penduduk pra lansia yaitu kelompok umur 45-54 tahun dan 55- 59 tahun masing-masing
sebanyak 983.554 orang dan 272.624 orang. Persentase penduduk lansia sebesar 4,59 persen
menunjukkan bahwa Provinsi Banten termasuk daerah yang belum memasuki era penduduk
berstruktur tua (aging structured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas masih dibawah angka tujuh persen. Pada tahun 2010, lebih dari separuh 60,21 persen
penduduk lansia berperan sebagai kepala rumah tangga. Tingginya persentase lansia yang
menjadi tulang punggung keluarga didominasi oleh penduduk lansia laki-laki yaitu sebesar 90,01
persen, sedangkan lansia perempuan hanya sebesar 33,60 persen (Badan Pusat Statistik, 2010).
Jumlah Penduduk Kota Tangerang Selatan tahun 2014 adalah 1.492.999 jiwa. Penduduk berjenis
kelamin laki-laki sebesar 752.600 jiwa sedangkan perempuan 740.399 jiwa. Rasio jenis kelamin
adalah sebesar 1,02, yang menunjukkan bahwa jumlah laki-laki sedikit lebih banyak
dibandingkan jumlah perempuan. Komposisi penduduk Kota Tangerang Selatan pada tahun 2014
terdapat 380.284 jiwa atau 25,82% penduduk yang termasuk usia belum produktif secara
ekonomi, yaitu penduduk berumur 0-14 tahun. Sedangkan untuk penduduk kelompok umur
produktif, yaitu penduduk berumur 15-64 tahun berjumlah 1.072.001 jiwa atau 71,80%. Pada
kelompok umur penduduk yang dianggap tidak produktif lagi, yaitu penduduk berumur 65 tahun
keatas terdapat sejumlah 40.714 jiwa atau 2,73% (Sumber : BPS Kota Tangerang Selatan, 2015).

Selain berdampak pada kondisi fisik lansia, proses penuaan juga berdampak pada kondisi
psikologisnya. Secara ekonomi, umumnya lansia dipandang sebagai beban daripada sumber
daya. Sedangkan secara sosial, kehidupan lansia dipersepsikan negatif yaitu dianggap tidak
banyak memberikan manfaat bagi keluarga dan masyarakat. Stigma yang berkembang di
masyarakat tersebut membuat lansia mengalami penolakan terhadap kondisinya dan tidak bisa
beradaptasi di masa tuanya, sehingga akan berdampak pada kesejahteraan hidup lansia.
Peningkatan pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia diperlukan untuk mewujudkan lansia yang
sehat, berkualitas, dan produktif di masa tuanya. Pelayanan kesehatan pada lansia harus
diberikan sejak dini yaitu pada usia pra lansia (45-59 tahun). Pembinaan kesehatan yang
dilakukan pada lansia yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor risiko yang harus dihindari
untuk mencegah berbagai penyakit yang mungkin terjadi. Kemudian perlu juga memperhatikan
faktor-faktor protektif yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lansia.

Upaya yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada
lansia antara lain pelayanan geriatri di rumah sakit, pelayanan kesehatan di puskesmas, pendirian
home care bagi lansia yang berkebutuhan khusus, dan adanya Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) Lanjut Usia atau Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu). Pelayanan kesehatan ini
tidak hanya memberikan pelayanan pada pada upaya kuratif, melainkan juga menitikberatkan
pada upaya promotif dan preventif. Berbagai pelayanan kesehatan tersebut, diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hidup. Sumber: www.depkes.go.id. www.bappenas.go.id.

Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses


penuaan sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia. Selain itu masalah
degeneraf menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Hasil
Riskesdas 2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia adalah Penyakit Tidak Menular (PTM)
antara lain hipertensi, artris, stroke, Penyakit Paru Obstrukf Kronik (PPOK) dan Diabetes
Mellitus (DM) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).
Partisipasi Lansia dalam aktivitas fisik yang teratur atau program latihan fisik yang
terstruktur sangat disarankan dan mempunyai banyak manfaat.Perbaikan cara berjalan,
keseimbangan, kapasitas fungsional tubuh secara umum, dan kesehatan tulang dapat diperoleh
melalui latihan.Untuk dapat menghadapi lanjut usia yang dapat menikmati hidupnya dan tetap
terjaga baik kesehatan maupun kebugarannya maka lansia harus melakukan aktivitas olahraga
yang teratur,melakukan pola hidup yang sehat, istirahat ,tidak merokok dan pemeriksaan
kesehatan secara rutin. Salah satu usaha untuk mencapai kesehatan dengan berolahraga sehingga
bagi lanjut usia untuk dapat memperoleh tubuh yang sehat salah satunya harus rutin melakukan
aktivitas olahraga.Dengan berolahraga secara teratur merupakan satu alternatif yang efektif dan
aman untuk meningkatkan atau mempertahankan kebugaran dan kesehatan jika dikerjakan secara
benar.Aktivitas yang bersifat aerobik cocok untuk lanjut usia antara lain : Jalan kaki,senam
aerobik lowimpac,Senam lansia, Bersepeda ,Berenang dan lain sebagainya. Bermanfaat atau
tidak nyaprogram olahraga yang dilakukan oleh lanjut usia juga tergantung dari program yang
dijalankan (Kurnianto, 2015)
Puskesmas sebagai institusi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan dan upaya
peningkatannya adalah tingkat kepuasan pasien sebagai pengguna jasa dan pemenuhan standar
pelayanan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan sumber dayanya, harus
dilakukan secara terpandu dan berkesinambungan guna mencapai hasil yang optimal. Dalam
penelitian ini akan dilakukan kajiam terhadap pelayanan kesehatan .
Puskesmas sebagai institusi terdepan tidak hanya pemberi pelayanan saja tetapi juga
melaksanakan berbagai program kesehatan. Kesehiatan di puskesmas bersipat promotif
preventetif kuratif bahkan rehabilitatif. Puskesmas bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat dengan memberikan jasa
pelayanan kesehatan yang bersifat sosial sehingga keberadaannya masih sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Dalam aplikasinya, puskesmas harus memperhatikan mutu pelayanan kesehatan
yang diberikannya, agar tercipta kepuasan pada pasiennya.
Pelayanan kesehatan santun lanjut usia yang diberikan di Puskesmas yaitu memberikan
pelayanan yang baik dan berkualitas, memberikan prioritas pelayanan kepada lanjut usia dan
penyediaan sarana yang aman dan mudah diakses, memberi dukungan/ bimbingan pada lanjut
usia dan keluarga secara berkesinambungan (connum of care), melakukan pelayanan secara pro-
aktif untuk dapat menjangkau sebanyak mungkin sasaran lansia yang ada di wilayah kerja
Puskesmas, melakukan koordinasi dengan lintas program dengan pendekatan siklus hidup dan
melakukan kerjasama dengan lintas sektor, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia usaha
dengan asas kemitraan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Berdasarkan hasil
penelitian oleh Riksa Wibawa Resna (2018) menyatakan bahwa dengan adanya perubahan
kebijakan pelayanan yang harus diberikan oleh puskesmas yang sebelumnya berfokus kepada
upaya promotif dan preventif beralih menjadi fungsi preventif dan early diagnosis. Hal ini
berdampak pada perubahan fungsi pelayanan yang harus dilakukan oleh puskesmas agar dapat
melakukan deteksi lebih awal, cepat dan tepat agar dapat segera melakukan identifikasi masalah
kesehatan yang dialami oleh masyarakat disekitarnya untuk kemudian melakukan
penatalaksanaan secara tepat dengan Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia atau Pos
Pembinaan Terpadu (Posbindu) adalah suatu wadah pelayanan kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) untuk melayani penduduk lansia, yang proses pembentukan dan
pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas
sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menik
beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Di samping pelayanan
kesehatan, Posyandu Lanjut Usia juga memberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan,
keterampilan, olah raga, seni budaya, dan pelayanan lain yang dibutuhkan para lansia dengan
tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016)
Keperawatan mhealth dapat membantu puskesmas untuk mengetahui kondisi kesehatan
lansia yang berada di daerah dibantu oleh puskesmas. Selain itu, dengan aplikasi ini, maka
proses pendeteksian masalah kesehatan lansia dapat dilakukan secara teratur dan lebih pendek
dari model layanan Posyandu sebelumnya. Dalam prosesnya, aplikasi masih dikembangkan
untuk mengakomodasi beberapa persyaratan yang diharapkan oleh pengguna. Selain itu,
penggunaan aplikasi ini juga diharapkan dapat membantu puskesmas untuk mendapatkan data
secara real time kondisi kesehatan lansia yang berada di wilayahnya,dengan itu proses yang
dilakukan pada posyandu selama ini masih kurang dapat dioptimalkan dalam upayanya untuk
mendeteksi berbagai masalah kesehatan yang dihadapi oleh orang dewasa yang lebih tua, dengan
adanya Pengembangan model layanan kesehatan menggunakan aplikasi mobile adalah sesuatu
yang dapat mempercepat dan membantu proses layanan menjadi lebih cepat dan lebih efektif.
Inovasi dalam teknologi medis dalam bentuk aplikasi sudah banyak diterapkan dalam membantu
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara efektif dan efisien (Resna, 2018).

LANTERA atau lansia sejahtera merupakan aplikasi yang di bentuk untuk memudahkan
kinerja petugas kesehatan dalam mengindentifikasi masalah dini atau gejala awal yang di rasakan
oleh lansia. LANTERA memiliki dua sistem yaitu LANTERA pantau dan LANTERA pandu,
LANTERA pantau diperuntukan untuk petugas puskesmas yang bertujuan untuk memudahkan
puskesmas memantau kesehatan lansia dan mendeteksi masalah kesehatan pad lansia didalamnya
pun terdapat rekam medis, agar memudahkan petugas dalam mencari data kesehatan lansia untuk
di lakukan intervensi lebih lanjut. Sedangkan untuk LANTERA Pandu di peruntukan untuk
memudahkan kinerja kader di posyandu lansia dalam melakukan pemeriksaan pada lansia setiap
bulannya.
Bedasarkan pemaparan dalam uraian latar belakang di atas Penulis melakukan peneliatian
mengenai “Evaluasi Penerapan Alplikasi Lantera Pantau Dalam Upaya Deteksi Dini
Masalah Kesehatan Lansia di Puskesmas”
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana Evaluasi Penerapan Aplikasi LANTERA Pantau Dalam Upaya Deteksi Dini
Masalah Kesehatan Di Puskemas.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini untuk mengevaluasi penerapan aplikasi LANTERA
Pantau dalam upaya deteksi dini masalah kesehatan lansia di Puskesmas

1.4.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui kebermanfaatan aplikasi LANTERA
2. Mengetahui kemudahan penggunaan aplikasi LANTERA
3. Mengetahui kelemahan dan kekurangan aplikasi LANTERA
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Lansia
Masalah kesehatan yang terjadi dilansia dimasyarakat dapat terpantau oleh
petugas puskesmas
1.5.2. Bagi Kader
Menjembatani komunikasi antara kader dengan petugas puskesmas dalan
memantau masalah kesehatan lansia di masyarakat
1.5.3. Bagi Petugas Puskesmas
Memudahkan petugas puskesmas untuk mengatahui masalah kesehatan lansia
diwilayah kerja puskesmas
1.5.4. Bagi Pembaca
Sebagai bahan rujukan pembaca untuk menambah wawasan dalam hal
pemanfaatan teknologi untuk mendeteksi masalah kesehatan lansia
1.5.5. Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan referensi untuk pengembangan penelitian yang membantu
meningkatkan atau derajat kesehatan lansia.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

DEFINISI LANSIA.
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.
Menurut UU No. 13/Tahun 1998 tentang kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 Tahun. Lansia merupakan kelompok umur pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses
penuaan. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh
terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem
kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal
tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan
fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada
kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan
sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (FATMAH,
2010).
KLASIFIKASI LANSIA
Menurut Depkes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari:
1) Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan.
4) Lansia pontesial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang
dapat menghasilkan barang jasa
5) Lansia tidak pontesial ialah lansia yang tidak berdaya mecari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.
Menurut WHO (2013), klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.
2) Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.
3) Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.
4) Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun.
5) Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia lebih dari 90 tahun.
Adapun lanjut usia dapat diklasifikasi:
Lansia awal (65 hingga 74 tahun), lansia menegah (75 tahun atau lebih) dan lansia akhir (85
tahun atau lebih). (Dunkle 2009 Dalam Santrock 2012).
PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA
Perubahan fisik pada usia lanjut usia adalah sebagai berikut:
1. Perubahan fisik pada Lansia
Penuaan fisiologi didefinisikan dari perpektif fisiologik adalah merupakan proses
kemunduran sistem tubuh. Penuaan dapat diarahkan atau didefinisikan sebagai total
perubahan individu dengan berlalunya waktu. Hal ini akan bervariasi antara individu
dengan individu yang lain, dan proses perubahan juga bervariasi dan berbeda ( Stanhope
& Lancaster, 2004)
Keadaan fisik lanjut usia meliputi kekuatan fisik, pancaindera, potensi dan
kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap tertentu. Sehingga orang lanjut usia harus
menyesuaikan diri kembali dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai
dengan beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian,
sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental, sehingga keluhan yang
sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran
kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Mengkaji fisik pada orang lanjut usia
harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya pendengeran, penglihatan,
gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotorik. Kognitif meliputi proses belajar, persepsi pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usai
menajdi semakin lambat. Fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lanjut
usai kurang cekatan (John C. & Fredda Blanchard-Fields, 2010; Santrock, 2014).
Proses penuaan yang terjadi pada sistem fisiologi dapat mempengaruhi langsung ataupun
tidak langsung pada sistem fisiologik lainnya.
a. Perubahan sel
1) Sel jumlahnya menurun
2) Sel lebih besar ukurannya
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan tubuh
b. Sistem persyarafan
1) Cepat menurunnya hubungan persyarafan
2) Lambat dalam respond an waktu beraksi
3) Mengecilnya syaraf panca indera
c. Sistem pendengaran
1) Prebiakus yaitu hilangnya kemampuan pendengaran pada telingan dalam
2) Otosklerosis yaitu membrane timpani atropi
3) Pengumpulan cerumen
d. Sistem penglihatan
1) Sklerois spingter pupil yaitu respon terhadap sinar hilang
2) Kornea lebih berbentuk sferis
3) Lensa keruh
4) Daya akomodasi menurun
e. Sistem kardiovaskuler
1) Katup jantung tebal dan kaku
2) Kemampuan pompa jantung menurun
3) Elastisitas pembuluh darah menurun
4) Tekanan darah meningkat
f. Sistem respirasi
1) Aktivitas silia menurun
2) Elastisitas menurun
3) Avelili ukurannya melebar dan jumlahnya menurun
4) Kemampuan bentuk menurun

g. Sistem gastro intestinal


1) Kehilangan gigi
2) Indra pengecap menurun
3) Esophagus melebar
4) Lambung, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan
menurun.
h. Sistem genito urinaria
1) Ginjal atropi
2) Vesika urinaria otot menjadi lemah, kapasitas menurun
3) Pembesaran prostat
4) Atropi vulva
5) Vagina selaput lendir menjadi kuning
i. Sistem endokrin
1) Produksi hormon menurun
2) Fungsi paratikoid dan sekresi menurun
j. Sistem kulit
1) Kulit mengkerut / keriput
2) Kulit kepala dan rambut menipis
3) Elastisitas menurun
4) Kelenjar keringat menurun
k. Sistem musculoskeletal
1) Tulang kehilangan density dan makin rapuh
2) Atopi serabut otot
3) Persendian membesar dan makin kaku
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya proses penuaan di
masa dewasa akhir atau lansia menimbulkan sejumlah perubahan fisik lansia. Hal
tersebut berpengaruh terhadap kemampuan lansia dalam melakukan aktifitas fisik.
Kemampuan fisik lansia berkaitan dengan melaksanakan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari (Actifity Day Living). Hal ini akan berdampak atau mempengaruhi
kesejahteraan secara biologi. Diharapkan dengan penurunan fisik lansia tetap mampu
beraktivitas dan mandiri.
2. Perubahan kognitif pada Lansia
Perubahan kognitif pada lansia antara lain adalah perubahan kecerdasan dan kemampuan
pengelolaan proses berfikir yaitu memori / ingatan. Dampak dari perubahan kognitif
dipengaruhi oleh kemampuan kognitif sebelumnya. Bedasarkan penelitian pengukuran
kecerdasan lansia menyatakan pengukuran Weschler Adult Intelellingence Scale (WAIS)
bahwa lansia cenderung mengalami penurunan performa dibandingkan orang yang muda,
namun pengukuran verbal, test kosa kata, informasi dan pemahaman menurun sedikit dan
bertahap, hal ini disebut dengan pola penuaan klasik (Botwinicik, 1984 dalam Papalia
2014). Memori atau daya ingat sesnori tetap efisien selama rentang kehidupan, sedangkan
memori kerja mengalami kemunduran kapasitas dengan usia perubahan kemampuan
pengolahan proses berfikir disebabkan oleh penurunan umum dalam fungsi sistem saraf
pusat merupakan penyebab utama gangguan perubahan kognitif. Menurut penelitian
longitudinal menemukan bahwa fungsi kognitif pada lansia bervariasi, beberapa orang
mengalami penurunan disemua area, sebagian lain mengalami peningkatan di semua area,
sebagian lain mengalami peningkatan di sebagian area. (Schaie, 2005 dalam Santrock
2014). Lebih lanjut dikatakan dengana danya penurunan fungsi kognitif mempengaruhi
penurnan mental. Adapun perubahan psikologis pada lansia antara lain :
a. Proses untuk belajar makin memerlukan banyak waktu, makin sulit untuk belajar hal-
hal yang baru
b. Berkurangnya dalam kecepatan menalar
c. Berkurangnya kemampuan dan minat dalam kreavitas
d. Ingatan makin berkurang berfungsi dengan baik (Jhon. C & Fredda Blanchard-Field,
2010).
Penurunan kognitif pada lansia berdampak pada kemampuan fisik dan psikis lansia.
Pencapaian kesejahteraan pada lanjut usia disesuaikan dengan perkembangan fisiknya.
Latihan untuk mempertahankan, daya ingat, kondisi fisik, kemampuan dan kekuatan
dapat dilakukan untuk mencapai kesejahteraan biologis lansia sehingga lansia dapat
mencapai kesejahteraan seoptimal mungkin dengan beberapa keterbatasan fisik dan
mental yang dialami (Casseroti, A. Larsen & Puggard, 2008) dari individu dengan
aktivitas. Pada masa pensiun (purna tugas), lansia akan mengalami kehilangan-
kehilangan antara lain: kehilangan finansial (besar penghasilan semula), kehilangan
status, kehilangan teman atau kenalan,kehilangan kegiatan atau perkerjaan.
a) Perubahan aspek kepribadian
Kepribadian lanjut usia menurut Erikson adalah pencapaian rasa integritas ego, aatau
integritas diri. Pada tahap ke delapan dan terakhir dari rentang kehidupan, yaitu integritas
ego versus keputusasaan,lansia perlu mengevaluasi dan menerima kehidupan mereka,
bahwa pencapaian perkembangan kedelapan ini dibangun dari ketujuh tahapan
sebelumnya. Lansia berusaha untuk mecapai rasa koherensi dan keutuhan, dari pada
member jalan pada keputusasaaan atas ketidakmampuan mereka untuk melakukan hal
berbeda pada masa lalu (Erikson, Erikson & Kivnick, 1986). Apabila seseorang telah
mencapai keberhasilan dalam tugas integrative, makan akan memperolehperasaan tentang
makna hidup dalam tatanan sosial yang lebih tinggi. Selanjutnya kepribadian pada lanjut
usia dapat mengalami perubahan bergenatung pada factor individu lansia tersebut.
Beberapa penelitian antara lain menyetakan bahwa, kepribadian yang keras tidak bisa
lembut seiring dengan usia kecuali mendapatkan perawatan psikoterapis, orang yang
optimis akan tetap otomis, namun para lansia mengalami penurunan neurotisisme
(Allemand, 2007), peningkatan kepercayaan dalam kehati-hatian dan keterbukaan
(Roberts & Mrozek, 2008).
b) Perubahan dalam sosial masyarakat
Perubahan hubungan personal pada lanjut usia seringkali dikarenakan lansia telah
memasuki masa pensiun. Sehingga masa pensiun akan mengurangi kontak sosial lebih
sedikit dibandingkan dengan lansia yang masih bekerja berdasarkan survey Council on
the Aging (2002) menyatakan bahwa usia dapat mengakibatkan pengurangan pada
jaringan sosial, namun lansia mempertahankan rasa kepercayaan pada lingkungan.
Hubungan yang positif menimbulkan rasa kebahagiaan pada lanjut usia. Keluarga dan
teman merupakan hal penting tercapainya hidup yang bermakna (Bennet, 2010 dalam
Kirwood & Cooper, 2014). Menurut teori kontak sosial dinyatakan lansia
mempertahankan tingkat dukungan sosial dengan mengidentifikasi anggota jaringan
sosial yang dapt membantu mereka., serta menghindari individu yang lain yang tidak
sportif (Kahn & Antonucci, 1980). Hal ini bertentangan dengan teori selektivitas
sosioemosional (Carstensen, 1996), lansia cenderung membatasi untuk memilih
menghabiskan waktu dengan orang dan aktivitas yang memenuhi kebutuhan emosional
yang sekarang. Dukungan emosional dapat membantu lansia dalam mempertahankan
kepuasan hidup ketika menghadapi stress dan trauma, seperti kehilangan pasangan hidup,
anak atau penyakit
3. Perubahan Spiritual
Perubahan spiritual terjadi pada lansia dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini
dapat dilihat dalam hal berfikir dan kegiatan sehari-hari, pada lansia bersifat menyeluruh
(universal), intrinsik dan merupakan proses individu yang berkembang sepanjang
kehidupan. Lansia yang telah mempelajari cara menghadapi masa kematian. Lansia tua
memiliki harapan dengan rasa keimanan untuk bersiap mengahadapi krisis kehilangan
dalam hidup samapi kematian. Hal yang berbeda yang dialami oleh lansia dari usia muda
yaitu sikap mereka terhadap kematian.
Usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan
agama dan berusaha untuk mengerti agam dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama
yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan karena pensiun dan tidak aktif
serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan
mawas diri. Perkembangan yang lebih matang sering dapat membantu orang tua untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta lebih
dapat menerima kematian. Elisabeth Kubler Ross (1969) membagi perilaku dan pikiran
dari orang yang mendejati ajal kedalam lima tahap, yaitu; penolakan dan isolasi,
kemarahan, tawar – menawar, depresi dan penerimaan. (Fauzi, 2007).
Perubahan spiritual pada lanjut usia berkembang dengan tingginya penyesuaian
diri yang baikpada para lanjut usia. Spiritual yang tinggidalam semua dimensi akan
membantu lansia untuk lebih adaptif termasuk dalam segala aktifitas dalam bidang-
bidang sosial sehingga akan mengalami lansia sejahtera.
Menurut Nugroho (2012) perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya adalah:
1) Perubahan Pada Sistem Gastrointestinal
Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam gastrointestinal (GI)
yaitu perubahan pada rongga mulut, esophagus, lambung, usus halus, usus besar dan
rectum, pancreas, dan hati.
2) Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, kartilago, dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan penurunan
hubungan pada jaringan kolagen, merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas
pada jaringan tubuh. Sel kolagen mencapai pucak mekaniknya karena
penuaan,kekakuan dari kolagen muali menurun. Kolagen dan elastin yang
merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitas
dan kuantitasnya.
Perubahan pada kolagen ini merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada
lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuataan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan
berjalan dan hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Upaya fisioterapi
untuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga
mobilitas.
b) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi
akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya kemampuan kartilago untuk
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kea rah progresif.
Proteoglikan yang merupakan komponen dasar matrik kartilago, berkurang atau
hilang secara bertahap sehingga jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatannya
dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami
klasifikasi di beberapa tempat seperti pada tulang rusuk dan tiroid. Fungsi kartilago
menjadi tidak efektif tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi sebagai permukaan
sendi yang berpelumas. Konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi rentan
terhadap gesekan.
Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat
perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan
gerak dan terganggunya aktivitas sehari-hari.
c) Sistem Skeletal
Manusia mengalami penuaan dan jumlah masa otot tubuh mengalami penurunan.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses
menua:
- Penurunan tinggi badan secara progresif.
- Penurunan produksi tulang kartikal dan trabecular yang berfungsi sebagai
perlindungan terhadap beban gerakan rotasi dan lengkungan. Implikasi dari hal
ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur (Stanley, 2007)
d) Sistem Muskular
Perubahan yang terjadi pada sistem muscular akibat proses menua yaitu waktu
untuk kontraksi dan relaksasi muscular memanjang. Impliaksi dari hal ini adalah
aktif. Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligament dan sendi,
penyusutan dan sclerosis tendon dan otot, dan perubahan. (Stanley, 2007).
e) Sendi
Perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses menua yaitu pecahnya komponen
kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini adalah nyeri, inflamasi, penurunan
mobilitas sendi, deformitas, kekakuan ligament dan sendi. Implikasi dari hal ini
adalah penimgkatan risiko cedera (Stanley, 2007).
3) Perubahan pada Sistem Persarafan
Sistem neurologis, terutama otak adalah suatu faktor utama dalam penuaan.
Neuron menjadi semakin komplek dan tumbuh,tetapi neuron tersebut tidak dapat
mengalami regenerasi. Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu
sendiri. Perubahan ukuran otak yang dipengaruhi oleh atrofi girus dan dilatasi sulkus dan
vertikel otak. Korteks serebal adalah daerah otak yang paling besar dipengaruhi oleh
kehilangan neuron. Penurnan aliran darah serebal dan penggunaan oksigen dapat pula
terjadi dengan penuaan.
4) Perubahan pada Sistem Endokrin
Perubahan pada sistem endokrin akibat penuaan antara lain produksi dari semua
hormone menurun, fungsi paratiroid dan seksresinya tidak berubah,terjadinya pituitari
yaitu pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di dalam pembuluh darah.
Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya daya pertukaran zat. Menurunnya produksi
aldosterone dan menurunnya sekresi hormon kelamin, missal progesterone, estrogen dan
testosterone (Darmojo dan Martono, 2006).
AKIBAT PENUAAN
Akibat Proses Menua Faktor-faktor perubahan proses menua dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal pada berubahan proses menua.
Faktor internal pengaruh faktor-faktor internal seperti terjadinya penurunan anatomik, fisiologik
dan perubahan psikososial pada proses menua makin besar, penurunan ini akan menyebabkan
lebih mudah timbulnya penyakit dimana batas antara penurunan tersebut dengan penyakit sering
kali tidak begitu nyata. Penurunan anatomic dan fisiologik dapat meliputi sistem saraf pusat,
kardiovaskuler, pernapasan, metabolisme, eksresi, musculoskeletal serta kondisi psikososial.
Kondisi psikososial itu sendiri meliputi perubahan kepribadian yang menjadi faktor predisposisi
yang gangguan memori, cemas, gangguan tidur, perasaan kurang percaya diri, merasa diri
menjadi beban orang lain, merasa rendah diri, putus ada dan dukungan sosial yang kurang.
Faktor sosial meliputi penceraian, kematian, berkabung, kemiskinan, berkurangnya interaksi
sosial dalam kelompok lansia mempengaruhi terjadinya depresi. Respon perilaku seseorang
mempunyai hubungan dengan kontrol sosial yang berkaitan dengan kesehatan. Frekuensi kontak
sosial dan tingginya integrasi dan keterikatan sosial dapat mengurangi atau memperberat efek
stress pada hipotalamus dan sistim saraf pusat. Hubungan sosial ini dapat mengurangi kerusakan
otak dan efek penuaan. Makin banyaknya jumlah jaringan sosial pada usia lanjut mempunyai
hubungan dengan fungsi kognitif atau mengurangi rata-rata penurunan kognitif 39%.
Faktor eksternal yang berpengaruhpada percepatan proses menua antara lain gaya hidup, faktor
lingkungan dan pekerjaan. Gaya hidup yang mempercepat proses penuaan adalah jarang
beraktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutrisi yang tidak teratur. Hal tersebut dapat diatasi
dengan strategi pencegahan yang diterapkan secara individual pada usia lanjut yaitu dengan
menghentikan merokok. Serta faktor lingkungan, dimana lansia menjalani kehidupannya
merupakan faktor yang secara langsung dapat berpengaruh pada proses menua karena penurunan
kemampuan sel, faktor-faktor ini antara lain zat-zat radikal bebas seperti asap kendaraan, asap
rokok meningkatkan resiko penuaan dini, sinar ultraviolet mengakibatkan perubahan pigmen dan
kolagen sehingga kulit tampak lebih tua.

2. PELAYANAN KESEHATAN LANSIA


Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 pasal 138 ayat 1 menetapkan bahwa upaya pemeliharaan
kesehatan bagi lanjut usia harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif
secara sosial maupun ekonomis sesuai dengan martabat kemanusiaan. Ayat 2 menetapkan bahwa
pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi
kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.
Kementrian kesehatan dalam upaya untuk meningkatkan status kesehatan para lansia,melakukan
beberapa program yaitu:
1. Program puskesmas santun lansia
Peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan para lansia dipelayanan kesehatan dasar,
khususnya Puskesmas santun lansia adalah puskesmas yang melaksanakan pelayanan
kepada lansia dengan mengutamakan aspek promotif dan preventif disamping aspek
kuratif dan rehabilitatif secara pro-aktif, baik, dan sopan serta memberikan kemudahan
dan dukungan bagi lansia. Puskesmas santun lansia menyediakan loket, ruang tunggu,
dan ruang pemeriksaan khusus bagi lansia serta mempunyai tenaga yang sudah terlatih
dibidang kesehatan lansia.
2. Peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lansia melalui klinik geriatric terpandu
peningkatan upaya rujukan kesehatan bagi lansia melalui pengembangan poliklinik
geriatric dirumah sakit. Saat ini baru ada 8 rumah sakit umum tipe A dan B yang
memiliki klinik geriatric terpandu yaitu : RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP
Hasan Sadikin Bandung, RSUP Wahidin Makassar, RSUD dr. Soetomo Surabaya, dan
RSUD Moewardi,Solo.
3. Peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan dan gizi bagi lansia
Program kesehatan lansia adalah upaya kesehatan beruapa promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif untuk meningkatan status kesehatan lansia. Kegiatan program kesehatan
lansia terdiri dari :
a. Kegiatan promotif penyuluhan tentang perilaku hidup sehat dan gizi lansia
b. Deteksi dini dan pemantauan kesehatan lansia
c. Pengobatan ringan bagi lansia
d. Kegiatan rehabilitative berupa upaya medis, psikososial, dan edukatif.
4. Pelayanan kesehatan primer ramah lansia
Pelayanan kesehatan primer ramah lansia yang memperhatikan beberapa hal pokok yang
dapat mendukung layanan kesehatan primer yang ramah lansia. Hal-hal pokok tersebut
antara lain :
a. Puskesmas ramah usia termasuk lansia
b. Aksesibilitas dan kenyamanan layanan kesehatan bagi lansia
c. Komunitas petugas yang penuh empati
d. Manajemen dan sistem rujukan ke fasilitas kesehatan sekunder dan tersier setempat
(memberikan peluang untuk pengembangkan tele-medicine untuk layanan kesehatan
di daerah perbatasan dan daerah tinggal). (buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan, 2013).
MODEL PELAYANAN KESEHATAN LANSIA
Menurut Maryam, R. Siti (2008) Model pelayanan keperawatan sebagai berikut yaitu :
Promotion (Peningkatan), Prevention (pencegahan), Early diagnosis and prompt treatment
(diagnosis dini dan pengobatan), Disability limitation (Pembatasan kecatatan), Rehabilitation
(pemulihan).
1. Promotion (Peningkatan)
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Upaya promotif juga
merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien,tenaga
professional, dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi norma-
norma sosial. Upaya promotif dilakukan untuk membantu orang-orang untuk mengubah
gaya hidup mereka dan bergerak kea rah keadaan kesehatan yang optimal serta
mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat tentang perilaku
hidup mereka.
2. Prevention (Pencegahan)
Ialah mencakup pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer meliputi
:pemeriksaan terhadap penderita tanpa gejala, dari awal penyakit hingga terjadi gejala
penyakit belum tampak secara klinis, dan mengidap faktor risiko. Pencegahan tersier
dilakukan sesudah terdapat gejala penyakit dan cacat, mecegah cacat bertambah dan
ketergantungan, serta perawatan bertahap yaitu: tahap (1) perawatan dirumah sakit, (2)
rehabilitasi klien rawat jalan, dan (3) perawatan jangka panjang.
3. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan)
Diagnosis dini dapat dilakukan oleh lansia sendiri atau petugas professional dan petugas
institusi.
4. Disability limitation (pembatasan kecacatan)
Langkah-langkah yang dilakukan adalah : pemeriksaan (Assesment), identifikasi masalah
(problem identification), perencanaan (planning), pelaksanaan (implementation), dan
penilaian (evaluation).
5. Rehabilitation (pemulihan)
Pelaksana rehabilitasi adalah tim rehabilitasi ( petugas medis, petugasparamedis, serta
petugas nonmedis). Sifat pelayanan keperawatan gerontik adalah mandiri, kolaborasi,
manusiawi dan holistik.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN LANSIA


Bermanfaat untuk mengidentifikasi cara untuk mengembangkan kebijakan dan program yang
dimiliki dampak positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan lansia. Adapun faktor – faktor
yang mempengaruhi tingkat kesehatan lanisia: tingkat kesehatan lansia dipengaruhi oleh
multifactorial yang kompleks. Faktor-faktor tersebut dapat berdiri sendiri maupun berinteraksi
dengan faktor lainnya dalam mempengaruhi dalam perubahan fisiologi dan gaya hidup yang
berhubungan dengan proses penuaan
1. Faktor endogenic (endogenic aging). Dimulai dengan celluler lewat tissue dan anatomical
kea rah proses menuannya organ tubuh. Proses ini seperti jam terus beputar.
2. Faktor eksgenik (exogenic faktor), dibagai dalam penyebab lingkungan (envirotment)
dimana seseorang hidup dan sosial ekonomi, sosial budaya atau yang paling tepat disebut
gaya hidup (life style). Faktor exogenix aging tadi kini lebih dikenal sebagai faktor resiko
dari berbagai
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan lansia antara lain yaitu :
1) faktor ekonomi, lansia dengan kondisi ekonomi rendah akan berpengaruh pada
kemampuannya untuk rutin pemeriksaan kesehatan
2) faktor keluarga, keluarga yang tinggi atau hidup dengan keluarga yang lebih muda dan
memperhatikan kesehatannya akan lebih terjaga kondisi kesehatan dan psikologi lansia
tersebut
3) faktor nutrisi, asupan nutrisi lansia akan berpengaruh pada proses metabolisme tubuh
yang nantinya juga berpengaruh pada kesehatan
4) faktor pengetahuan, lansia yang memiliki pengetahuan baik mengenai pentingnya
menjaga kesehatan akan berupaya untuk terus menjaga kesehatannya walaupun sudah tua
3. TENTANG PUSKESMAS SANTUN LANSIA DAN POSYANDU LANSIA.
Tujuan puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan
masyarakat yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas
kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja dan pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan,
pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu yang
berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalarn suatu wilayah tertentu
(Azrul Azwar, 1996), (Riadi, 2015).
Puskesmas Santun Usia Lanjut adalah program pelayanan kesehatan lansia dengan
mengutamakan aspek promotif dan preventif, disamping aspek kuratif dan rehabilitative, secara
pro-aktif, baik dan sopan, serta memberikan kemudahan dan dukungan bagi lansia (Depertemen
Kesehatan RI, 2003). Tujuan pelayanan kesehatan lansia menurut UU No. 13 Tahun 1998
Tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia yaitu: “Memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan lanjut usia, agar kondisi fisik, mental dan
sosialnya dapat berfungsi secara wajar.”
FUNGSI DAN PERAN PUSKESMAS
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan
sehat (Kemenkes, 2014).
1. Penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama di wilayah kerjanya dalam
menyelenggarakan fungsi upaya kesehatan masyarakat, puskesmas berwenang untuk
melaksanakan perencaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis
kebutuhan pelayanan yang diperlukan, melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan
kesehatan, melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi dan pemberdayaan masyarakat
dalam bidang kesehatan. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sector lain. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan
pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat, melaksanakan peningkatan
komptensi sumber daya manusia puskesmas, memantau pelaksanaan pembangunan agae
berwawasan kesehatan, melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap akses,
mutu dan cakupan pelayanan kesehatan.
2. Penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama diwilayah kerjanya.
Dalam menyelenggarakan fungsi upaya kesehatan perorangan puskesmas berwenang
untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif
berkesinambungan dan bermutu, menyelenggrakan pelayanan kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif, menyelenggarakan pelayanan kesehatan
yang berorientasi pada individu, keluarga , kelompok dan amsyarakat.
Puskesmas memiliki wilayah kerja yang meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografi dan keadaaan infrastruktur lainnya
merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. untuk perluasan
jangkauan pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan
kesehatan yang lebih sederhana yang disebut puskesmas pembantu dan puskesmas keliling.
Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu jiwa atau lebih, wilayah kerja puskesmas
dapat meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk
150.000 jiwa atau lebih, merupakan puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan
bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi (Effendi, 2009).
Menurut Trihono (2005) ada 3 fungsi puskesmas sebagai berikut yaitu:
1. pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu
berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sector
termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan
serta mendukung pembangunan kesehatan
2. disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya.
3. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan.
PERAN PUSKESMAS
Puskesmas mempunyai peran yang sangat viral institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki
kemampuan manajerial dan wawasan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran
tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah melalui
sistem perencanaan yang matang dan realitis, tata laksana kegiatan yang tersusun rapih, serta
sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada masa mendatang puskesmas juga dituntut
berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan
secara komprehensif dan terpandu (Effendi dan Makhfudli, 2009).
MANFAAT PUSKESMAS
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI PUSKESMAS
Dibawah ini dapat dilihat beberapa permasalahan yang akan dihadapai dilapangan dalam
pengembangan puskesmas perkotaan, diantaranya :
Terdapat pelayanan kesehatan spesialistik dipuskesmas perkotaan, padahal seharusnya
puskesmas berfungsi sebagai pelayanan kesehatan primer. Puskesmas saat ini cenderung kea rah
pelayanan kuratif, akibatnya pelayanan kesehatan promatif dan prevantif di puskesmas sangat
kurang. Masalah kesehatan masyarakat di wilayah perkotaan belum bertangani dengan baik
terutama di pemukiman kumuh dan pinggiran perkotaan serta daerah aliran sungai. Banyak
puskesmas yang ditingkatkan fungsi nya menjadi RS karena perhatian akan pengobatan, dengan
kurangnya pengarusutamaan dalam kegiatan promatif dan preventif, perhatian utama pada
pelayanan kuratif ini menjadi kekuatiran sebagai ahli kesehatan masyarakat dalam penerapan
sitem jaminan sosial kesehatan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya panduan baku upaya
pelayanan pasien dan keluarganya terkait dengan berbagai penyakit seperti penyakit tidak
menular, penyakit menular, kesehatanmental, gizi dll terutama yang menyangkut upaya
pencegahan tingkat primer dan sekunder di tingkat masyarakat dan keluarganya. Dalam
pelaksanaan puskesmas perkotaan harus tetap berkoordinasi dan bekerjasama dengan memberi
pelayanan kesehatan lainnya yang ada diwilayah kerja nya khususnya puskesmas rawat inap
diperkotaan harus memperhatikan kecepatan penyelamatan nyawa, jejaring sistem rujukan, dan
jejaring pembinaan puskesmas perawatan (Sumber : Buku Kesehatan Perkotaan di Indonesia,
Jakarta: Penerbit Universitas Katolik Indonesia Atma jaya, 2019).
4. LANTERA (m-health)
Berdasarkan survey Global Observatory for eHealth (GOe) mendefinisikan mHealth atau mobile
Kesehatan sebagai praktik kesehatan medis dan public yang didukung oleh perangkat seluler,
seperti ponsel, perangkat pemantuan, asisten digital pribadi (PDA), dan perangkat nirkabel
lainnya. mHealth melibatkan penggunaan dan kapitalisasi pada inti ponsel utilitas suara dan
pesan singkat Layanan (sms) serta fungsi dan aplikasi yang lebih kompleks termasuk radio paket
umum GPRS, telekomunikasi seluler generasi ketiga dan keempat (sistem 3G dan 4G), sistem
Positioning (GPS), dan teknologi Bluetooth

Anda mungkin juga menyukai