Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Pertumbuhan penduduk di Indonesia berkisar antara 2,15%


pertahun hingga 2,49% pertahun. Tingkat pertumbuhan penduduk seperti
itu dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian
(mortalitas), dan perpindahan (migrasi). Masalah yang terjadi mengenai
kependudukan di Indonesia antara lain jumlah dan pertumbuhan penduduk
serta persebaran dan kepadatan penduduk yang tidak terkendali
(Handayani, 2010). Upaya untuk mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk di Indonesia antara lain dengan diadakannya program pelayanan
keluarga berencana, adanya pelayanan keluarga berencana dapat
mengendalikan angka kelahiran yang pada akhirnya akan meningkatkan
kualitas penduduk dan mewujudkan keluarga kecil berkualitas
(Sulistyawati, 2013).

Menurut penelitian Schoemaker (2005), program keluarga


berencana di Indonesia telah sangat sukses. Sejak didirikan pada tahun
1970, keluarga berencana nasional Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) telah mempelopori upaya untuk membuat metode
kontrasepsi modern di Indonesia dan untuk mempromosikan keluarga
kecil. Program ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan pesat
dalam Contraceptive Prevalence Rate (CPR), dari 26% pada 1976 menjadi
60% pada tahun 2002, dan penurunan Total Fertility Rate (TFR), dari 5,6
menjadi 2,6 kelahiran hidup per wanita, selama periode yang sama.

Keluarga berencana merupakan suatu usaha untuk mengukur


jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal tersebut,
maka dibuatlah beberapa cara alternatif untuk mencegah ataupun menunda
kehamilan. Cara-cara tersebut termasuk pencegahan kehamilan dan
perencanaan keluarga (Sulistyawati, 2013).

1
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menyatakan
bahwa penggunaan kontrasepsi di Indonesia sebesar 63,22% dan
didominasi oleh penggunaan kontrasepsi jenis suntikan (34,3%).
Kelompok Kontrasepsi hormonal terdiri dari Kontrasepsi modern jenis
susuk, suntikan dan pil sedangkan kelompok non hormonal adalah
sterilisasi pria, sterilisasi wanita, spiral/IUD, diafragma dan kondom.2
Menurut profil kesehatan 2016, Peserta KB Baru dan KB Aktif
menunjukkan pola yang sama dalam pemilihan jenis alat kontrasepsi.
Sebagian besar Peserta KB Baru maupun Peserta KB Aktif memilih
suntikan dan pil sebagai alat kontrasepsi.Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) DIY tahun 2018, mengemukakan
bahwa peserta akseptor KB sebesar 60,66% dan didominasi oleh KB
hormonal terutama KB suntik
Metode kontrasepsi hormonal dibagi menjadi 3 yaitu: kontrasepsi
pil, suntik, dan implant (Handayani, 2010). Dalam penggunaan metode
kontrasepsi hormonal, juga memiliki efek samping dan batasan atau
larangan yang hampir sama (Nugroho dan Utama, 2014). Kontrasepsi
hormonal memiliki efek samping diantaranya: perdarahan atau gangguan
haid, tekanan darah tinggi, berat badan naik, jerawat, cloasma, penurunan
produksi air susu, gangguan fungsi hati, varises, perubahan libido, depresi,
candidiasis vaginal, pusing (migrain), mual dan muntah, rambut rontok,
leukhorhea atau keputihan, Galaktorea (Sulistyawati, 2013).

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Keluarga Berencana (KB)


1. Definisi KB
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah
anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu,
Pemerintah mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan
menunda kehamilan (Sulistyawati, 2013).
2. Tujuan Program KB
Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk keluarga
kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan
cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia
dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati,
2013). Tujuan program KB lainnya yaitu untuk menurunkan angka
kelahiran yang bermakna, untuk mencapai tujuan tersebut maka
diadakan kebijakaan yang dikategorikan dalam tiga fase
(menjarangkan, menunda, dan menghentikan) maksud dari kebijakaan
tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan
pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan

3
pada usia tua (Hartanto, 2002).

B. Kontrasepsi
1. Definisi Kontrasepsi
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen
(Wiknjosastro, 2007). Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel
telur oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel
telur yang telah dibuahi ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).
2. Efektivitas
Menurut Wiknjosastro (2007) efektivitas atau daya guna suatu cara
kontrasepsi dapat dinilai pada 2 tingkat, yakni:
a. Daya guna teoritis (theoretical effectiveness), yaitu kemampuan
suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan
yang tidak diinginkan, apabila kontrasepsi tersebut digunakan
dengan mengikuti aturan yang benar.
b. Daya guna pemakaian (use effectiveness), yaitu kemampuan
kontrasepsi dalam keadaan sehari-hari dimana pemakaiannya
dipengaruhi oleh faktor faktor seperti pemakaian yang tidak hati-
hati, kurang disiplin dengan aturan pemakaian dan sebagainya.
3. Memilih Metode Kontrasepsi
Menurut Hartanto (2002), ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih kontrasepsi. Metode kontrasepsi yang
baik ialah kontrasepsi yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Aman atau tidak berbahaya
b. Dapat diandalkan
c. Sederhana
d. Murah
e. Dapat diterima oleh orang banyak
f. Pemakaian jangka lama (continution rate tinggi).

4
Menurut Hartanto (2002), faktor-faktor dalam memilih metode
kontrasepsi yaitu:
a. Faktor pasangan
1) Umur
2) Gaya hidup
3) Frekuensi senggama
4) Jumlah keluarga yang diinginkan
5) Pengalaman dengan kontraseptivum yang lalu
6) Sikap kewanitaan
7) Sikap kepriaan.
b. Faktor Kesehatan
1) Status kesehatan
2) Riwayat haid
3) Riwayat keluarga
4) Pemeriksaan fisik
5) Pemeriksaan panggul.
4. Macam-macam Kontrasepsi
a. Metode Kontrasepsi Sederhana
Metode kontrasepsi sederhana terdiri dari 2 yaitu metode
kontrasepsi sederhana tanpa alat dan metode kontrasepsi dengan
alat. Metode kontrasepsi tanpa alat antara lain: Metode Amenorhoe
Laktasi (MAL), Couitus Interuptus, Metode Kalender, Metode
Lendir Serviks, Metode Suhu Basal Badan, dan Simptotermal yaitu
perpaduan antara suhu basal dan lendir servik. Sedangkan metode
kontrasepsi sederhana dengan alat yaitu kondom, diafragma, cup
serviks dan spermisida (Handayani, 2010).
b. Metode Kontrasepsi Hormonal
Metode kontrasepsi hormonal pada dasarnya dibagi
menjadi 2 yaitu kombinasi (mengandung hormon progesteron dan
estrogen sintetik) dan yang hanya berisi progesteron saja.
Kontrasepsi hormonal kombinasi terdapat pada pil dan

5
suntikan/injeksi. Sedangkan kontrasepsi hormon yang berisi
progesteron terdapat pada pil, suntik dan implant (Handayani,
2010).
c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(AKDR)
Metode kontrasepsi ini secara garis besar dibagi menjadi 2
yaitu AKDR yang mengandung hormon sintetik dan yang tidak
mengandung hormon (Handayani, 2010).
d. Metode Kontrasepsi Mantap
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari 2 macam yaitu
Metode Operatif Wanita (MOW) dan Metode Operatif Pria (MOP).
MOW sering dikenal dengan tubektomi karena prinsip metode ini
adalah memotong atau mengikat saluran tuba/tuba falopii sehingga
mencegah pertemuan antara ovum dan sperma. Sedangkan MOP
sering dikenal dengan nama vasektomi, vasektomi yaitu memotong
atau mengikat saluran vas deferens sehingga cairan sperma tidak
dapat keluar atau ejakulasi (Handayani, 2010).
C. Kontrasepsi Suntik
1. Suntik Progrestin
Kontrasepsi suntik adalah kontrasepsi yang diberikan dengan cara
disuntikkan secara intramuskuler di daerah otot pantat (Saifuddin et
al., 2003). Metode kontrasepsi suntik menurut Saifuddin et al., (2003)
Kontrasepsi suntikan progestin adalah kontrasepsi yang hanya
mengandung hormon progestin saja. Kontrasepsi suntikan progestin
sangat efektif dan cocok digunakan saat masa laktasi karena tidak
menghambat produksi ASI. Cara kerja kontrasepsi ini mencegah
ovulasi, mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
kemampuan penetrasi sperma, menjadikan selaput lendir rahim tipis
dan atrofi, dan menghambat transportasi gamet oleh tuba. Tersedia dua
jenis kontrasepsi suntikan yang hanya mengangandung progestin, yaitu
Depo metroksiprogesteron asetat (DMPA), yang mengandung 150 mg

6
DMPA, yang diberikan setiap tiga bulan dengan cara disuntikan
intramuskuler dan Depo noretisteron anantat (Depo Noristerat), yang
mengandung 200 mg noretindron enantat, diberikan setiap dua bulan
dengan cara disuntikan intramuskuler.
2. Suntik Progrestin dan Efektivitasnya
DMPA (Depot Medroxyprogesterone Asetat) atau Depo Provera,
diberikan sekali setiap 3 bulan dengan dosis 150 mg. Disuntikan secara
intamuskular di daerah bokong dan dianjurkan untuk diberikan tidak lebih
dari 12 minggu dan 5 hari setelah suntikan terakhir (Pinem, 2014;
Everett,2008).
Menurut Sulistyawati (2013), kedua jenis kontrasepsi suntik
mempunyai efektivitas yang tinggi, dengan 30% kehamilan per 100
perempuan per tahun, jika penyuntikannya dilakukan secara teratur
sesuai jadwal yang telah ditentukan. DMPA maupun NET EN sangat
efektif sebagai metode kontrasepsi. Kurang dari 1 per 100 wanita akan
mengalami kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA dan 2 per 100
wanita per tahun pemakain NET EN (Hartanto, 2002).
3. Cara kerja kontrasepsi Suntik Progrestin menurut Sulistyawati (2013)
yaitu:
a. Mencegah ovulasi
b. Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan
c. kemampuan penetrasi sperma
d. Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi
e. Menghambat transportasi gamet oleh tuba falloppii.
4. Keuntungan kontrasepsi Suntik Progrestin
Keuntungan pengguna KB suntik yaitu sangat efektif, pencegah
kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada hubungan seksual
tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah, tidak
mempengaruhi ASI, efek samping sangat kecil, klien tidak perlu
menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia lebih 35

7
tahun sampai perimenopause, membantu mencegah kanker
endometrium dan kehamilan ektopik, menurunkan kejadian tumor
jinak payudara, dan mencegah beberapa penyebab penyakit radang
panggul (Sulistyawati, 2013).
5. Indikasi Suntik Progrestin
Kontrasepsi suntikan progestin boleh digunakan pada pasien
menurut (Pinem, 2014; Everett, 2008) yaitu 1). Usia reproduksi,
nulipara dan telah memiliki anak; 2). Menghendaki kontrasepsi jangka
panjang dan memiliki efektivitas tinggi; 3). Setelah melahirkan dan
tidak menyusui, setelah abortus; 4). Telah mempunyai banyak anak
tetapi belum menginginkan tubektomi; 5). anemia; 6). menggunakan
obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat untuk
tuberkulosis (rifampisin); 7). Tidak dapat menggunakan kontrasepsi
yang mengandung estrogen; 8). Sering lupa menggunakan pil
kontrasepsi dan mendekati usia menopause
6. Kontra Indikasi Suntik Progrestin
Yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi suntikan progestin
menurut (Pinem, 2014)yaitu Hamil atau dicurigai hamil karena risiko
cacat pada janin 7 per 100.000 kelahiran, perdarahan pervaginam yang
belum jelas penyebabnya, tidak dapat menerima terjadinya gangguan
haid, terutama amenore, menderita kanker payudara atau riwayat
kanker payudara, Diabetes melitus disertai komplikasi, Kanker pada
traktus genitalia.
7. Penggunaan Kontrasepsi Suntik Progrestin
Waktu mulai penggunaan kontrasepsi suntikan progestin
menurut (Pinem, 2014)adalah Setiap saat selama hamil siklus haid,
asal ibu tersebut diyakini tidak hamil, mulai hari pertama sampai hari
ke – 7 siklus haid. Pada ibu yang tidak haid, asalkan ibu tersebut tidak
hamil, suntikan pertama dapat diberikan setiap saat. Selama 7 hari
setelah suntikan tidak boleh bersanggama. Perempuan yang
menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti dengan

8
kontrasepsi suntikan. Bila kontrasepsi sebelumnya dipakai den gan
benar dan ibu tidak hamil, suntikan pertama dapat segera diberikan.
Tidak perlu menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu sedang
menggunakan kontrasepsi lain dan ingin menggantinya dengan
kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi yang akan diberikan dimulai
pada saat jadwal kontrasepsi suntikan yang sebelumnya. Ibu yang
menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin menggantinnya dengan
kontrasepsi hormonal, suntikan pertama kontrasepsi yang akan diberikan
dapat segera disuntikan, asal saja ibu tidak hamil. Pemberiannya tidak perlu
menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik setelah suntikan ibu
tidak boleh bersenggama.
8. Keuntungan Suntik Progrestin
Keuntungan alat kontrasepsi suntik 3 bulan menurut (Pinem, 2014;
Everett, 2008) adalah 1). Sangat efektif, dan mempunyai efek pencegahan
kehamilan jangka panjang, bertahan sampai 8 – 12 minggu; 2). Hubungan
suami istri tidak berpengaruh; 3). Tidak mengandung estrogen sehingga
tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan gangguan
pembekuan ASI; 4). Dapat digunakan oleh perempuan yang berusia diatas
35 tahun sampai perimenopause; 5). Mencegah kanker endometrium dan
kehamilan ektopik; 6). Menurunkan kejadian penyakit jinak
payudaraMencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul; 7).
Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell); 8). Efektivitas tidak
berkurang karena diare, muntah, ata pengggunaan antibiotik.
9. Kerugian Suntik Progrestin
Kerugian alat kontrasepsi suntik 3 bulan menurut (Pinem, 2014;
Everett, 2008) adalah Perdarahan tidak teratur atau perdarahan bercak atau
amenore, keterlambatan kembali subur sampai satu tahun, depresi, berat
badan meningkat, galaktore, setelah diberikan tidak dapat ditarik kembali,
dapat berkaitan dengan osteoporosis, menimbulkan kekeringan vagina,
menurunkan libido, menimbulkan gangguan emosi, sakit kepala, jerawat,
nevositas pada pemakaian jangka panjang, efek suntikan pada kanker
payudara.
10. Cara Penyuntikan Suntik Progrestin

9
1. Kontrasepsi suntikan DMPA, setiap 3 bulan dengan dosis 150mg
secara intramuskuler dalam – dalam didaerah pantat (bila suntikan
teerlalu dangkal, maka penyerapan kontrasepsi suntikan
berlangsung lambat, tidak bekerja segera dan efektif). Suntikan
diberikan setiap 90 hari. Jangan melakukan masase pada tempat
suntikan.
2. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang
telah dibasahi dengan isopropyl alkohol 60% - 90%. Tunggu dulu
sampai kulit kering, baru disuntik.
3. Kocok obat dengan baik, cegah terjadinya gelembung udara. Bila
terdapat endapan putih di dasar ampul, hilangkan dengan cara
menghangatkannya. Kontrasepsi suntikan ini tidak perlu
didinginkan.
4. Semua obat haru diisap kedalam alat suntik.

D. Efek Samping Kontrasepsi Suntik Progrestin


1. Gangguan Haid
Keluhan terbanyak para pemakai KB suntik adalah gangguan
perdarahan. Hampir 40% kasus mengeluh ganguan haid sampai akhir
tahun pertama suntikan DMPA. Perdarahan bercak merupakan keluhan
terbanyak, yang akan menurun dengan makin lamanya pemakaian
(Siswosudarmo, 2007).
Terdapat beberapa istilah gangguan haid, amenorea adalah tidak
datangnya haid selama akseptor mengikuti suntikan KB selama 3
bulan berturut-turut atau lebih. Spooting adalah bercak-bercak
perdarahan di luar haid yang terjadi selama akseptor mengikuti KB
suntik. Metroragia adalah perdarahan yang berlebihan di luar siklus
haid (Riyalni, 2018). Menometoragi adalah datangnya haid yang
berlebihan jumlahnya tetapi masih dalam siklus haid, semua keluhan
ini dapat terjadi selama akseptor menggunakan suntik KB (Suratun et
al., 2008). Gangguan pola haid amenorea disebabkan karena terjadinya
atrofi endometrium yaitu turunnya kadar estrogen dan meningkatnya

10
progesteron sehingga tidak menimbulkan efek yang berlekuk-lekuk di
endometrium (Wiknjosastro, 2005), gangguan pola haid spotting
disebabkan karena menurunnya hormon estrogen dan terjadinya
gangguan hormonal (Hartanto, 2009), gangguan pola haid metroragia
disebabkan oleh kadar hormon estrogen dan progesteron yang tidak
sesuai dengan kondisi dinding endometrium untuk mengatur volume
darah menstruasi dan dapat disebabkan oleh kelainan organik pada alat
genetalia atau kelainan fungsional, gangguan pola haid menoragia
disebabkan karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan
progesteron sehingga menyebabkan endometrium menghasilkan
volume yang lebih banyak (Suratun, 2008) (Pratiwi, 2015).
Penatalaksanaan untuk amenorea adalah meyakinkan ibu bahwa
hal itu adalah bisa, bukan merupakan efek samping yang serius,
evaluasi untuk mengetahui apakah ada kehamilan, terutama jika terjadi
amenorea setelah masa siklus haid yang teratur (Handayani, 2010).
Perdarahan ringan atau spooting sering terjadi dan tidak berbahaya.
Bila spooting terus berlanjut atau haid telah berhenti tetapi kemudian
terjadi perdarahan, maka perlu di cari penyebab perdarahan tersebut
kemudian di lakukan penanganan yang tepat, bila penyebab perdarahan
tidak diketahui dengan jelas, Tanyakan pada akseptor apakah masih
ingin melanjutkan suntika, bila tidak diganti dengan jenis kontrasepsi
lain. Bila perdarahan banyak atau lebih dari 8 hari, atau 2 kali lebih
banyak dari perdarahan dalam siklus haid yang normal, jelaskan
kepada akseptor bahwa hal itu biasa terjadi pada bulan pertama
suntikan. Bila akseptor tidak dapat menerima keadaan tersebut, atau
perdarahan yang terjadi mengancam kesehatan akseptor, suntikan
dihentikan, ganti metode kontrasepsi lain. Untuk mencegah anemia
pada akseptor, perlu di berikan preparat besi dan anjurkan agar
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi (Pinem,
2009).
2. Perubahan Berat Badan

11
Berat badan bertambah atau turun beberapa kilogram dalam
beberapa bulan setelah pemakaian suntikan KB (Suratun, 2008).
Perubahan berat badan kemungkinan disebabkan karena hormon
progesteron mempermudah perubahan gula dan karbohidrat menjadi
lemak, sehingga lemak banyak yang bertumpuk di bawah kulit dan
bukan merupakan karena penimbunan cairan tubuh, selain itu juga
DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus
yang dapat menyebabkan akseptor makan lebih banyak dari biasanya
akibatnya pemakaian suntikan dapat menyebabkan berat badan
bertambah (Hartanto, 2009).
Bukti kenaikan berat badan selama penggunaan DMPA masih
perdebatan. Sebuah penelitian melaporkan kenaikan berat badan lebih
dari 2,3 kg pada tahun pertama dan selanjutnya meningkat secara
bertahap sehingga mencapai 7,5 kg selama 6 tahun. Beberapa
penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada masalah berkaitan
dengan berat badan. Seorang wanita yang mulai menggunakan Depo
Provera harus mendapat saran tentang kemungkinan peningkatan berat
badan dan mendapat konseling tentang berat badan yang sesuai dengan
gaya hidup sehat (Varney, 2006).
Penanggulanganya, jelaskan kepada akseptor bahwa kenaikan berat
badan adalah efek samping dari pemakaian suntikan, akan tetapi tidak
selalu perubahan berat tersebut diakibatkan dari pemakaian suntikan
KB (Mudrikatin, 2012). Kenaikan dapat disebabkan oleh hal-hal lain,
namun dapat pula terjadi penurunan berat badan. Hal ini juga tidak
selalu disebabkan oleh suntikan KB dan perlu diteliti lebih lanjut.
Pengaturan diet merupakan pilihan yang utama. Akseptor dianjurkan
untuk melaksanakan diet rendah kalori disertai olahraga seperti
olahraga yang teratur dan sebagainya. Bila terlalu kurus dianjurkan
untuk diet tinggi kalori, bila tidak berhasil, dianjurkan untuk
mengganti kontrasepsi menjadi kontrasepsi non hormonal (Suratun et
al., 2008).

12
3. Keputihan
Keputihan adalah adanya cairan putih yang berlebihan yang keluar
dari liang senggama dan terasa mengganggu. Ini jarang terjadi pada
peserta kontrasepsi suntik, tidak berbahaya kecuali bila berbau, panas,
atau terasa gatal sebaiknya dilakukan pemeriksaan lebih lengkap untuk
mengetahui adanya infeksi, jamur, atau candida. Keputihan atau Fluor
Albus merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita. Keputihan
yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di
dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar. Yang sering
menimbulkan keputihan antara lain bakteri, virus, jamur atau parasit.
Infeksi ini dapat menjalar dan menimbulkan peradangan ke saluran
kencing, sehingga menimbulkan rasa pedih saat penderita buang air
kecil (Syahlani, 2013) (Suratun et al., 2008).
Gejala keputihan antara lain keluarnya cairan berwarna putih
kekuningan atau putih kelabu dari saluran vagina. Cairan ini dapat
encer atau kental, dan kadang-kadang berbusa. Mungkin gejala ini
merupakan proses normal sebelum atau sesudah haid pada wanita
tertentu. Pada penderita tertentu, disertai dengan rasa gatal. Biasanya
keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa gatal. Keputihan juga
dapat dialami oleh wanita yang terlalu lelah atau yang daya tahan
tubuhnya lemah. Sebagian besar cairan tersebut berasal dari leher
rahim, walaupun ada yang berasal dari vagina yang terinfeksi, atau alat
kelamin luar (Suratun et al., 2008). Penanggulangannya, jelaskan pada
akseptor bahwa peserta KB suntik jarang terjadi keputihan. Apabila hal
ini terjadi harus dicari penyebabnya terlebih dahulu dan diberikan
pengobatannya. Konseling sebaiknya dilakukan sebelum peserta ikut
KB suntik (Fakidah, 2014) (Priyanti, 2017). Anjurkan untuk menjaga
kebersihan alat genetalia dan pakaian dalam agar tetap bersih dan
kering. Bila keputihan sangat menganggu sebaiknya diberi rujukan
untuk mendapatkan pengobatan yang tepat (Suratun et al., 2008).
4. Pusing dan Sakit Kepala

13
Rasa berputar atau sakit di kepala, yang dapat terjadi pada satu sisi,
atau kedua sisi, atau seluruh bagian kepala biasanya bersifat sementara.
Pusing dan sakit kepala disebabkan karena reaksi tubuh terhadap
progesteron sehingga hormon estrogen mengalami penekanan dan
progesteron dapat mengikat air sehingga sel-sel di dalam tubuh
mengalami perubahan sehingga terjadi penekanan pada saraf otak
(Suratun et al., 2008).
Hingga saat ini belum ada penelitian yang menyebutkan bahwa
dengan pemakaian kontrasepsi suntik 3 bulan akan menyebabkan
perasaan sakit kepala atau pusing yang menetap. Penelitian yang
dilakukan oleh Chrad (2005) menyebutkan bahwa sakit kepala yang
dirasakan oleh pengguna kontrasepsi suntik 3 bulan kemungkinan
disebabkan oleh penyakit bawaan yang pernah akseptor derita seperti
migrain. Seorang wanita yang mulai menggunakan Depo Provera
harus mendapat saran tentang kemungkinan sakit kepala (Varney,
2007).
Penanggulangannya adalah menjelaskan secara jujur kepada calon
akseptor bahwa kemungkinan tersebut mungkin ada, tetapi jarang
terjadi. Biasanya bersifat sementara. Pemberian anti prostaglandin atau
obat mengurangi keluhan misalnya asetol 500mg 3x1 tablet/hari atau
paracetamol 500mg 3x1 dan bila tidak ada perubahan ganti dengan
cara kontrasepsi non hormonal (Suratun et al., 2008). Penanganan lain
yang dapat dilakukan yaitu melakukan penilaian berupa periksa
tekanan darah, bila perlu lakukan pemeriksaan neurologis yang
lengkap, anamnese meliputi pertanyaan tentang berat ringannya sakit
kepala yang dialami, lamanya stress, dimana lokasi sakitnya, hubungan
dari sakit kepala dengan kontrasepsi, adakah riwayat keluarga dengan
migrain. Dan bila sakit kepalanya jelas disebabkan oleh kontrasepsi
suntik 3 bulan, hentikan kontrasepsi suntik 3 bulan atau ganti sediaan
lain yang aktifitas estrogen dan progesteron lebih rendah.
5. Kenaikan Tekanan Darah

14
Menurut Sanger, dkk (2008) bahwa terdapat pengaruh suntikan
depo medroxy progesteron asetat terhadap profil lipid, dimana
didapatkan terjadi penurunan kadar HDL-kolesterol setelah 12 bulan
pemakaian. Terjadinya penurunan kadar HDL-kolesterol akan
meningkatkan resiko meningkatnya tekanan darah. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Saifuddin (2006), yang mengatakan bahwa salah
satu kerugian dari pemakaian KB suntikan depoprovera yaitu terjadi
perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang
(Tendean, 2018).

BAB III
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN

A. Pengkajian
1. Data Subyektif
a) Identitas
b) Keluhan Utama
Dikaji keluhan klien yang berhubungan dengan penggunaan KB tersebut
antara lain amenorea/perdarahan, perdarahan bercak, keputihan, nyeri
saat berhubungan, spooting, pusing, mual.
c) Riwayat KB
Dikaji apakah klien pernah menjadi akseptor KB lain sebelum
menggunakan KB dan sudah berapa lama menjadi akseptor KB tersebut.
d) Riwayat Obstetri Lalu
Dikaji riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
e) Riwayat Menstruasi Lalu
Dikaji menarche pada umur berapa, siklus haid, lamanya haid, sifat darah
haid, dysmenorhea atau tidak.
f) Riwayat Kesehatan Klien

15
Dikaji apakah klien menderita penyakit jantung, hipertensi, kanker
payudara, DM, TBC, IMS, pedarahan, epilepsi.
g) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji apakah keluarga klien ada yang menderita penyakit jantung, DM,
TBC, hipertensi, kanker payudara, IMS, serta riwayat kesehtan pasangan.
h) Pola Kehidupan
Dikaji meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola istirahat, pola aktivitas,
pola aktivitas seksual, pola personal hygiene, dan kebiasaan sehari-hari.
B. Data Obyektif
a) Pemeriksaan Umum
Meliputi pemeriksaan pada tekanan darah, nadi, pernafasan, BB, TB,
suhu badan, kesadaran.
b) Pemeriksaan Khusus
1) Wajah : dilihat adanya bercak hitam (chloasma) adanya oedem,
conjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus.
2) Leher : diraba adanya pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar limfe,
adanya bendungan vena jugularis.
3) Dada : dilihat bentuk mammae, diraba adanya massa pada payudara.
4) Perut: dilakukan pemeriksaan adanya massa pada perut.
5) Genetalia : dilihat dari condiloma aquminata, dilihat dan diraba
adanya infeksi kelenjar bartholini dan kelenjar skene.
6) Ekstremitas : dilihat adanya eodem pada ekstrimitas bawah dan
ekstrimitas atas, adanya varices pada ekstremitas bawah.

C. Rencana Tindakan

Pelaksanaan asuhan yang dilakukan sesuai dengan apa yang sudah


teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan, dari
kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut, apa yang akan terjadi
berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah perlu
merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial
ekonomi, kultural, atau masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan terhadap

16
klien tersebut harus mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek
asuhan kesehatan

17
DAFTAR PUSTAKA

Fakhidah, L.N. 2014. Hubungan Lama Penggunaan Kontrasepsi Suntik 3 Bulan


Dengan Kejadian Keputihan Di Bidan Praktek Swasta Fitri Handayani
Cemani Sukoharjo. Maternal. Vol. 10. Edisi April. 2014.

Handayani, S. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:


Pustaka Rihama

Hartanto, H. 2002. Keluarga Berencana Dan Alat Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan.

Manuaba, I.B.G. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan KB. Jakarta:
EGC.

Mudrikatin, S., 2012, Hubungan Kontrasepsi KB Suntik 3 Bulan DMPA pada


Akseptor KB dengan Peningkatan Berat Badan di Puskesmas Jabon
Jombang, Sain Med Jurnal Kesehatan, 4:1.

Nugroho, T dan Utama I.B. 2014. Masalah Kesehatan Reproduksi Wanita.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Pinem, S., (2009), Kesehatan Reproduksi dan Kontrasepsi, Jakarta: Trans Info
Media.

Pratiwi, Septian Nur. (2015).Hubungan Pemakaian Metode Kontrasepsi Dengan


Perubahan Siklus Menstruasi pada Ibu Usia Produktif di Puskesmas Pakis
Surabaya: Jurnal Keseatan STIKES Hang Tuah Surabaya

Priyanti S, Agustin D S. 2017. Alat Kontrasepsi Dan Aktivitas Seksual Sebagai


Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Keputihan, Contraception
And Sexsual Activity As Factor Influenced Leucorrhea. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, hlm. 371-382

Rilyani, Deni, dan Minawati. 2018. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Suntik


Dengan Gangguan Menstruasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi Ii
Kabupaten Lampung Utara Tahun 2018. Holistik Jurnal Kesehatan ,
Volume 12, No.3, Juli 2018: 160-169

Saifuddin, A.B., B. Affandy, & Enriquito, R. LU., 2003, buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi Edisi 1, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Prawirohardjo.

Schoemaker, J. 2005. Contraceptive Use Among the Poor in Indonesia. Journal


International Family Planning Perspectives. (2005). 31(3):106–114.

Siswosudarmo, H.R., Anwar, H.M., & Emilia, O., 2007, Teknologi Kontrasepsi,

18
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sulistyawati, A. 2013. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika.

Suratun, S. Heryani, & Manurung, S., 2008, Pelayanan Keluarga Berencana dan
Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta: Trans Info Media: 15-16, 19, 87-89.

Suryati. (2013). Pengaruh Alat Kontrasepsi Suntik Terhadap Siklus Menstruasi


Pada Pasangan Usia Subur (PUS) DI Bidan Praktek Swasta (BPS)
Heramulati Kecamatan Padang tiji Kabupaten Pidie tahun 201.Banda
Aceh. Skripsi STIKES Ubu’diyah

Syahlani, A., Redjeki, S.S.D., dan Rini. 2013. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi
Hormonal Dan Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Organ Reproduksi
Dengan Kejadian Keputihan Di Wilyah Kerja Puskesmas Pekauman
Banjarmasin. Dinamika Kesehatan. Vol. 12. No. 12. 17 Desember. 2013.

Tendean B., Rina K, dan Rivelino. 2017. Hubungan Penggunaan Alat


Kontrasepsi Suntik Depomedroksi Progesteron Asetat (Dmpa) Dengan
Tekanan Darah Pada Ibu Di Puskesmas Ranotana Weru. e-journal
Keperawatan (e-Kp) Volume 5 Nomor 1, Mei 2017.

Wiknjosastro, H. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo.

Yayuk. 2017. Hubungan PengguananKontrasepsi dengan SiklusMenstruasi


Pada Akseptor KB Suntik DMPA di BPS,Ponorogo, KTI Universitas
Muhamadiyyah Ponorogo

Syahlani A., Dwi S S R., R. 2013. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal


Dan Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Organ Reproduksi Dengan
Kejadian Keputihan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin.
Jurnal Dinamika Kesehatan Vol.4 No.2

Priyanti S., Agustin D S., 2017. Alat Kontrasepsi Dan Aktivitas Seksual Sebagai
Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Keputihan. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, hlm. 371-382.

Riyalni., Deni M., Minawati. 2018. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Suntik


Dengan Gangguan Menstruasi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi Ii
Kabupaten Lampung Utara Tahun 2018. Holistik Jurnal Kesehatan ,
Volume 12, No.3, Juli 2018: 160-169.

Kansil SE., Rina K., Yolanda B. 2015. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Suntik
Depo Medroksi Progesteron Asetat (Dmpa) Dengan Perubahan Fisiologis
Pada Wanita Usia Subur (Wus) Di Puskesmas Ranomuut Kota Manado. E-
Journal Keperawatan (Ekp) Volume 3 Nomor 3.

19

Anda mungkin juga menyukai