Kesehatan ibu dan anak adalah salah satu dari tujuan pencapaian MDGs dikarenakan masih tingginya
angka kematian dan kesakitan ibu serta angka kematian bayi (Prasetyawati. 2011)
Kesehatan Ibu dan Anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan
pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.
Pemberdayaan Masyarakat di bidang KIA merupakan upaya memfasilitasi masyarakat untuk
membangun sistem kesiagaan masyarakat dalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non
klinis terkait kehamilan dan persalinan.
Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat,
dalam hal penggunaan alat transportasi/ komunikasi (telepon genggam, telpon rumah), pendanaan,
pendonor darah, pencatatan-pemantaun dan informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula
pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para
dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak.
1. Tujuan Umum
Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui
peningkatan derajat kesehatan yang optimal bagi ibu dan keluarganya, serta meningkatnya derajat
kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi
peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku) dalam mengatasi kesehatan
diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi tepat guna dalam upaya pembinaan kesehatan
keluarga, Dasa Wisma, penyelenggaraan Posyandu dan sebagainya.
b. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara mandiri di dalam
lingkungan keluarga, Dasa Wisma, Posyandu dan Karang Balita, serta di sekolah TK.
c. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
dan ibu menyusui.
d. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu menyusui,
bayi dan anak balita.
e. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk
mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, terutama melalui peningkatan peran ibu
dalam keluarganya.
Pemantauan kegiatan KIA dilaksanakan melalui Pemantauan Wilayah Setempat –KIA. Pemantauan
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS–KIA) adalah alat manajemen program KIA
untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (Puskesmas/kecamatan) secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa yang cakupan
pelayanan KIA nya masih rendah. Program PWS KIA dapat memantau program KIA yang meliputi
pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi
baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Adapun kegiatan PWS KIA terdiri dari
pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi ke
penyelenggara program dan pihak/instansi terkait dan tindak lanjut.Beberapa indikator pemantauan
program KIA yang dipakai untuk PWS KIA meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan dalam
program pokok KIA sebagai, antara lain :
Adalah cakupan ibu hamil yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal oleh tenaga kesehatan di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui
jangkauan pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat.
Adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling
sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke¬2 dan 2
kali pada trimester ke-3 disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat
diketahui cakupan pelayanan antenatal secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati
waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan tingkat perlindungan ibu hamil di suatu wilayah, di
samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Adalah cakupan pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca bersalin sesuai
standar paling sedikit 3 kali dengan distribusi waktu 6 jam – 3 hari, 8 – 14 har dan 36 – 42 har setelah
bersalin di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan menggunakan indikator tersebut,
dapat diketahui cakupan pelayanan nifas secara lengkap (memenuhi standar pelayanan dan menepati
waktu yang ditetapkan), yang menggambarkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu nifas, di
samping menggambarkan kemampuan manajemen ataupun kelangsungan program KIA.
Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 – 48 jam setelah lahir di
suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan
pelayanan kesehatan neonatal.
Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar sedikitnya tiga kali yaitu 1 kali
pada 6 – 48 jam, 1 kali pada hari ke 3 – har ke 7 dan 1 kal pada hari ke 8 – har ke 28 setelah lahir disuatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diketahui efektifitas dan kualitas
pelayanan kesehatan neonatal.
Adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang ditemukan oleh kader atau dukun
bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung
upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.
Cakupan Penanganan komplikasi Obstetri (PK)
Adalah cakupan Ibu dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu
yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat
pelayanan dasar dan rujukan. Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan terakhir
untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi kebidanan. Indikator ini mengukur
kemampuan manajemen program KIA dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara
professional kepada ibu hamil bersalin dan nifas dengan komplikasi.
Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani secara definitif oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Penanganan definitif adalah pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang
pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi yang ditangani adalah seluruh kasus
yang ditangani tanpa melihat hasilnya hidup atau mati. Indikator ini menunjukkan kemampuan sarana
pelayanan kesehatan dalam menangani kasus – kasus kegawatdaruratan neonatal, yan kemudian
ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya, atau dapat dirujuk ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 29
hari – 2 bulan 1 kal pada umur 3 – bulan, dan satu kali pada umur 6 – 8 bulan dan 1 kal pada umur 9 – 11
bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat
diketahui efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan bayi.
Adalah cakupan anak balita (12 – 59 bulan) yang memperoleh pelayanan sesuai standar, meliputi
pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan minimal 2 x setahun,
pemberian vitamin A 2 x setahun.
Cakupan Pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani dengan MTBS
Adalah cakupan anak balita (umur 12 – 59 bulan) yang berobat ke Puskesmas dan mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Cakupan Peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate)
Adalah cakupan dari peserta KB yang baru dan lama yang masih aktif menggunakan alat dan obat
kontrasepsi (alokon) dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di suatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
Sedangkan data yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan PWS KIA menurut Pedoman
Pengawasan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak – ( PWS KIA , meliputi data sasaran (jumlah ibu
hamil, jumlah ibu bersalin, jumlah ibu nifas, jumlah bayi, jumlah anak balita, jumlah Wanita Usia Subur)
dan data pelayanan KIA. Setiap bulan bidan di desa mengolah data yang tercantum dalam buku kohort
dan register kemudian dijadikan sebagai bahan laporan bulanan KIA. Langkah pengolahan data meliputi
pembersihan data (melihat kelengkapan dan kebenaran pengisian formulir yang tersedia), validasi
(melihat kebenaran dan ketepatan data) dan pengelompokan (sesuai dengan kebutuhan data yang
harus di laporkan)
D. Pelayanan KIA
1. Pelayanan antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa
kehamilannya. Dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang di tetapkan dalam standar
pelayanan kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik
(umum dan kebidanan), pemeriksaan labratorium rutin dan khusus serta intervensi umum dan khusus
(sesuai resiko yang ditemukan dalam pemeriksaan) dalam penerapannya terdiri atas:
f. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi tetanus toxoid bila diperlukan
j. Temu wicara termasuk perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi serta KB pasca
persalinan
Pelayanan Antenatal care Sesuai kebijakan program pelayanan asuhan antenatal harus sesuai standar
yaitu “14 T”, meliputi :
Ukur berat badan dalam kilo gram tiap kali kunjungan. Kenaikan berat badan normal pada waktu hamil
0,5 kg per minggu mulai trimester kedua.
Tekanan darah yang normal 110/80 – 140/90 mmHg, bila melebihi dari 140/90 mmHg perlu diwaspadai
adanya preeklamsi.
5. Pemberian imunisasi TT
6. Pemeriksaan Hb
Apabila suatu daerah tidak bisa melaksanakan 14T sesuai kebijakan dapat dilakukan standar minimal
pelayanan ANC yaitu 7 T:
Pemeriksaan laboraturium rutin mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin, protein urin dan
gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi ataukelompok beresiko.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis malaria, tuberkolosis dan kecacingan.
Dengan demikian maka secara operasional pelayanan antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh
tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan
antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang
di anjurkan sebagai berikut:
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan pada ibu hamil,
berupa deteksi dini factor resiko pencegahan dan penangan komplikasi. Tenaga keehatan yang
berkompeten memberikan pelayanan antenatal kepada ibu hamil adalah dokter spesialis kebidanan,
dokter, bidan dan perawat.
3. Jarak persalinan yang terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun
a. Hb kurang dari 8 gr %
d. Eklamsia
e. Perdarahan pervaginam
h. Letak sungsang
j. Persalinan prematur
k. Kehamilan ganda
n. Riwayat obstretri yang buruk ,riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan
3. Pertolongan persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan dilapangan, masih terdapat penolong persalinan
yang bukan tenaga kesehatan. Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh
tenaga kesehatan yang kompeten dan di arahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
a. Pencegahan infeksi
c. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi
d. Melaksanakan inisiasi menyusu dini (IMD)
e. Memberikan injeksi Vitamin K1dan salep mata pada bayi baru lahir
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan persalinan adalah: dokter
spesialis kebidanan, dokter dan bidan.
P4K adalah merupakan suatu kegiatan yang di fasiliotasi oleh Bidan di desa dalam rangka peran aktiv
suami, keluarga dan masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan menghadapi
komplikasi bagi ibu hamil, termasuk perencanaan penggunaan KB pasca persalinan dengan
menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam rangka meningkatkan cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir.
1. Terdatanya status ibu hamil dan terpasangnya stiker P4K disetiap rumah ibu hamil yang memuat
informasi ttg : lokasi tempat tinggal ibu hamil, identitas ibu hamil, taksiran persalinan, penolong
persalinan, pendamping persalinan, fasilitas tempat persalinan, calon donor darah, transportasi yg akan
digunakan serta pembiayaan.
3. Terlaksananya pengambilan keputusan yang cepat dan tepat bila terjadi komplikasi selama, hamil,
bersalin maupun nifas.
4. Meningkatnya keterlibatan tokoh masyarakat baik formal maupun non formal, dukun, klpk
masyarakat, dalam perencanaan dan pencegahan komplikasi dengan stiker, KB pasca salin dengan
perannya masing-masing
Manfaat P4K :
2. Dasolin/ tabulin
3. Donor darah
6. IMD
7. Kunjungan nifas
8. Kunjungan rumah
1. Data yg didapat Bidan dari isian stiker dan data pendukung lainnya, dicatat di buku KIA utk
disimpan dan dipelajari oleh ibu hamil sbg alat pantau kesehatan ibu selama hamil, bersalin dan nifas.
2. Puskesmas melakukan rekapitulasi dan analisis laporan dari seluruh bidan desa, laporan dari RB
swasta serta pemantauan wilayah setempat tentang KIA (PWS-KIA) dan dilaporkan ke dinas kesehatan
kab/ kota perbulan.
3. Dinkes kab/ kota melakukan rekapitulasi dan analisis laporan puskesmas dan yankes ibu dari RS
pemerintah/ swasta di wilayahnya kemudian dilaporkan ke propinsi setiap bulan.
4. Dinkes propinsi melakukan rekapitulasi dan analisis laporan dari kab/ kota kemudian di laporkan ke
tingkat pusat setiap 3 bulan.
5. Tingkat nasional melakukan rekapitulasi dan analisis laporan dari dinkes propinsi dan melakukan
pemantauan berkala, fasilitasi, evaluasi P4K dengan stiker dalam rangka PP-AKI.
Pedoman P4K dengan stiker merupakan panduan teknis bagi tenaga kesehatan yang bertugas di desa/
puskesmas dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang terkait dengan angka kematian ibu dan
bayi.
Bila dilihat secara mendasar kematian ibu dan bayi dipengaruhi oleh berbagai factor diantaranya sosio
ekonomi, demografi dan geografi serta jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Melalui kerjasama
antara tenaga kesehatan dengan keluarga, tokoh masyarakat, termasuk dengan forum peduli KIA/
POKJA posyandu dan dengan mendekatkan fasilitas pelayanan kesehatan diharapkan permasalahan
pelayanan kebidanan secara bertahap dapat di tanggulangi.
Dengan demikian permasalahan kesehatan ibu hamil dan bayi bukan hanya di titikberatkan kepada
tenaga kesehatan saja, melainkan juga untuk partisipasi aktif keluarga dan masyarakat melalui
kemitraan dan fasilitasi bidan dan forum peduli KIA/ Pokja posyandu yang berbasis masyarakat.
Pelayanan kesehatan pada ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam
sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas
diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal
sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu:
1) Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah persalinan
2) Kunjungan nifas kedua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8-14 hari).
3) Kunjungan nifas ketiga dalam waktu 6 minggu setelah persalinan (36-42 hari).
5) Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali, pertama segera setelah melahirkan dan
kedua di berikan setelah 24 jam pemberian vitamin A pertama
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas adalah dokter spesialis
kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai
dengan 28 hari setelah lahir, baik difasilitas kesehatan melalui kunjungan rumah.
1) Kunjungan neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 jam setelah lahir
2) Kunjungan noanatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan hari ke 7
setelah lahir
3) Kunjungan neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari ke 28
setelah hari.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan
dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/ masalah kesehatan pada neonatus. Resiko
terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan bulan
pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat di anjurkan untuk tetap
tinggal di fasilitas pelayanan kesehatan selama 24 jam pertama.
a) Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare, berat badan rendah
dan masalah pemberian ASI
b) Pemberian imunisasi hepatitis B0 bila belum diberikan pada waktu perawatan bayi baru lahir.
c) Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan
melaksanakan perawatan bayi baru lahir dirumah dengan menggunakan buku KIA
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelyanan kesehatan neonatus adalah dokter spesialis anak,
dokter, bidan dan perawat.
6. Deteksi dini faktor resiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga kesehatan maupun
masyarakat
Deteksi dini kehamilan dengan faktor resiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu
hamil yang mempunyai factor resiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan adalah proses reproduksi
yang normal, tetapi tetap mempunyai resiko untuk terjadinya komplikasi. Deteksi dini oleh tenaga
kesehatan dan masyarakat tentang adanya factor resiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat
sedini mungkin merupakan kunci keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang
dilahirkannya.
f) Tinggi badan kurang dari 145cm atau dengan kelainan bentuk panggul atau tulang belakang
h) Sedang atau pernah menderita penyakit kronis, antara lain tuberkulosis, kelainan jantung, ginjal,
hati, psikosis kelainan endokrin tumor dan keganasan.
i) Riwyat kehamilan buruk yaitu: keguguran berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola
hidatidosa, ketuban pecah dini dan bayi dengan cacat congenital
j) Riwayat persalinan dengan komplikasi, persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksi vakum/
forceps
k) Riwayat nifas dengan komplikasi seperti perdarahan pasca persalinan, infeksi masa nifas, psikosis
post partum, post partum blues
l) Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi, dan riwayat cacat congenital
o) Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32
minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9-12 kg selama masa kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam
Factor resiko pada neonatus adalah sama dengan factor resiko pada ibu hamil. Ibu hamil yang memiliki
factor resiko akan meningkatkan factor resiko terjadinya komplikasi pada neonatus. Deteksi dini untuk
komplikasi pada neonatus dengan melihat tanda-tanda dan gejala sebagai berikut:
2. Riwayat kejang
7. Merintih
11. Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
13. Berat badan menurut umur rendah atau ada masalah pemberian ASI
2. Asfiksia
3. Infeksi bakteri
4. Kejang
5. Ikterus
6. Diare
7. Hipotermia
8. Tetanus neonaturum
Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi kebidanan untuk
mendapat penanganan definitive sesuai standar oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat
pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20% ibu hamil akan mengalami komplikasi
kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu dapat diduga sebelumnya, oleh
karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat
segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka diperlukan adanya
fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri.
1. Pelayanan obstetri
e. Penanganan abortus
2. Pelayanan neonatus
Pelayanan neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus dengan penyakit dan kelainan
yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan, dan kematian oleh dokter, bidan, perawat terlatih di
polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin, dan rumah sakit pemerintah/swasta.
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal. Hari pertama
kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam
menuesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan diluar rahim. Bayi baru lahir yang
mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak ditangani dengan adekuat dapat
terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada hari pertama, minggu pertam, kemudian
bulan pertama kehidupannya.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan komplikasi
neonatus tersebut antara lain penyedian puskesmas mampu PONED dengan target setiap
kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu PONED.
Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED 24
jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, ibu bersalin, dan nifas serta kegawatdaruratan
bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan
desa, puskesmas, dan melakukan rujukan ke RS/RS PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
Mendukung Puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU kabupaten/kota mampu melaksanakan
pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) yang siap selama 24 jam. Dalam
PONEK, RSU harus mampu melakukan pelayanan emergensi dasar dan pelayanan operasi seksio sesaria,
perawatan neonatal level II serta transfuse darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus-kasus komplikasi
kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi kematian ibu dan
neonatus.
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan oleh tenaga
kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11 bulan setelah lahir.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan kesehatan dasar,
mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi sehingga cepat mendapat pertolongan,
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan pertumbuhan, imunisasi, serta
peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh kembang. Dengan demikian hak anak
mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan kesehatan tersebut terpenuhi meliputi:
1. Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, polio 1,2,3,4, DPT/HB 1,2,3, campak) sebelum berusia 1
tahun
4. Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda-tanda sakit dan perawatan
kesehatan bayi dirumah menggunakan buku KIA
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi adalah : dokter spesialis anak,
dokter bidan dan perawat.
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental intelektual berkembang pesat. Masa ini
merupakan masa keemasan atau golden period dimana terbentuk dasar-dasar kemampuan keindraan,
berfikir, berbicara serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif dan awal pertumbuhan moral.
Pada masa ini stimulasi sangat penting ntuk mengoptimalkan fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan
perkembangan otak. Upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini
menjadi sangat penting agar dapat dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan kearah yang
lebih berat.
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu pada pedoman
stimulasi, deteksi dan intervensi tumbuh kembang anak (SDIDTK) yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan, perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan
masyarakat, dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu Negara.
Sebagian besar penyebab kematian bayi dan balita dapat dicegah dengan teknologi sederhana di tingkat
pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan menerapkan Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS), di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank duania 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan
intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh infeksi
pernafasan akut (ISPA), diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari
keadaan tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian balita, departemen kesehatan RI bekerja sama
dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan. Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) yang
mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah
mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan balita sehat. Pelayanan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi:
1. Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam buku KIA/KMS.
Bila berat badan anak balita setiap bulan yang tercatat pada buku KIA/KMS. Bila berat badan naik dalam
2 bulan berturut-turut atau berat badan anak balita dibawah garis merah harus dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan.
2. Stimulasi deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) minimal 2 kali dalam setahun.
Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, sosialisasi
dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan). Pelayanan SDIDTK diberikan dalam gedung
(Sarana pelayanan kesehatan) maupun diluar gedung.